Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat strategis untuk mempersiapkan

mahasiswa untuk memasuki dunia kerja, menjadi tenaga kerja ahli yang

professional, terampil serta memiliki daya saing di pasar tenaga kerja. Oleh karena

itu perguruan tinggi menjadi tempat yang diminati oleh banyak orang walaupun

harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, perguruan

tinggi menjadi semakin berkembang dari waktu ke waktu..

Perkembangan perguruan tinggi menyebabkan persaingan pada institusi

pendidikan di dalam menawarkan jasa pendidikan. Penawaran jasa yang

dilakukan adalah, dengan memunculkan kualitas masing-masing insitusi berupa

informasi mengenai staf pengajar yang berkualitas, dan sistem pendidikan yang

diakui oleh internasional, agar dapat menarik perhatian calon – calon mahasiswa.

Bukanlah hal yang mengherankan jika banyak Perguruan Tinggi bermunculan

dari tahun ke tahun, khususnya Perguruan Tinggi Swasta.

Berdasarkan data statistik Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi Republik Indonesia (2018), jumlah perguruan tinggi di Indonesia dari

tahun 2013/2014 – 2017/2018 terus mengalami peningkatan.

Dari data pada tabel 1.1 dapat kita ketahui bahwa, perguruan tinggi negeri

(PTN) mengalami kenaikan dari periode 2013/2014 sebanyak 99 PTN menjadi

122 PTN pada periode 2014/2015, dan setelah itu hingga periode 2017/2018 tidak

ada penurunan dan penambahan jumlah PTN dari tahun ke tahun. Sedangkan

1
perguruan tinggi swasta (PTS) mengalami penurunan tertinggi dari periode

2013/2014 sebanyak 3.181 PTS menjadi 3.124 PTS pada periode 2014/2015.

Dapat dikatakan ada sebanyak 57 PTS yang ditutup, dan data jumlah PTS sampai

tahun 2017/2018 tidak bisa melampaui angka PTS pada periode 2013/2014. Tabel

1.1 juga menunjukkan perguruan tinggi di Indonesia dikuasai oleh universitas

swasta dari rasio perbandingan jumlah PTN dan PTS di Indonesia.

Tabel 1.1. Statistik Data Perguruan Tinggi di Indonesia tahun 2012 – 2018
Perguruan Tahun Akademik
Tinggi (PT) 2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017 2017/2018
Negeri 99 122 122 122 122
Swasta 3181 3124 3153 3154 3171
Total PT 3280 3246 3275 3276 3293
Sumber : Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2018)

Berdasarkan informasi dari Harris (2017), sebanyak 25 PTS ditutup pada

tahun 2017. Didapati juga laporan penutupan PTS terbanyak terjadi pada tahun

2019, pada periode 2019/2019 79 PTS (Kemenristekdikti, 2018). Agung (2017)

juga menyatakan bahwa, LLDIKTI menyatakan penyebab PTS ditutup

dikarenakan, kelemahan administrasi, konflik internal, sampai kasus jual ijazah.

Hal ini menunjukkan di dalam mempertahankan dan mengelola PTS bukanlah

sesuatu hal yang mudah.

Disamping pelanggaran dan kelemahan PTS sehingga ditutup, terdapat

peranan besar dari para pemiliki modal besar sebuah Perguruan Tinggi Swasta

dalam keberlangsungan berjalannya suatu Perguruan Tinggi Swasta. Oleh karena

pemilik modal melihat PTS sebagai sebuah bisnis maka yang telah terjadi adalah,

pendidikan menjadi bagian dari komoditas, yang dikelola sesuai dengan hukum-

hukum ekonomi yang berlaku. Kondisi tersebut yang membentuk dunia

2
pendidikan sebagai salah satu daya tarik yang menarik untuk dijadikan lahan

bisnis, sehingga tidak heran jika terjadi praktek komersialisasi pada dunia

pendidikan. Berdasarkan penjelasan tersebut tidak heran banyak Perguruan Tinggi

Swasta melakukan banyak pelanggaran hanya untuk meraup keuntungan semata

(Effero, A., 2015).

Mengingat situasi PTS yang semakin dinamis, dan situasi persaingan PTS

yang cukup ketat, maka hal tersebut membawa PTS kepada situasi yang tidak

dapat diprediksi. Dikatakan oleh Mintzberg dan Wesley (1992) bahwa, organisasi

harus melakukan perubahan jika ingin bertahan. Dalam kondisi yang demikian

kemampuan untuk mengelola perubahan menjadi sebuah kunci kesuksesan

penting dalam menghadapi ketatnya persaingan bisnis saat ini. McKinsey dan

Company (2008) menyatakan bahwa inisiatif perubahan yang paling signifikan

bahkan dengan dukungan karya literatur dan studi terkait manajemen perubahan

organisasi tetap tidak memenuhi harapan secara penuh. Selain itu, Burnes (2009)

mengutip bahwa tingkat kegagalan dari suatu gerakan perubahan antara 60%

sampai 90%. Higgs dan Rowland (2005), juga mengatakan 70% inisiatif

perubahan yang dilakukan oleh organisasi gagal oleh karena alasan-alasan yang

berbeda. Oreg (2006) mengatakan bahwa alasan yang cukup banyak

menyebabkan kegagalan disebabkan oleh karena faktor karyawan dan faktor-

faktor yang melekat di dalam diri karyawan tersebut. Dikatakan juga oleh

Holbeche (2006), alasan utama mengapa inisiatif perubahan gagal adalah

ketidakmampuan orang untuk menyesuaikan perilaku, keterampilan, dan

komitmen mereka dengan persyaratan baru mereka dari pengaruh perubahan yang

terjadi.

3
Faktor manusia merupakan anteseden yang dapat menentukan berhasil

atau tidaknya suatu inisiatif perubahan di dalam organisasi (Brown, Cunningham,

Lendrum, Macintosh, Rosenbloom, Shannon, dan Woodward, 2002). Dikatakan

oleh Shah (2009) di dalam Win dan Chotiyaputta (2018), perubahan dalam

organisasi dapat mengubah dari kondisi yang nyaman dengan kondisi baru yang

dapat menghasilkan ketidakpastian, kecemasan, dan ambiguitas secara signifikan.

Karyawan yang berada di dalam situasi tersebut akan secara berbeda merespon

ancaman akibat dampak dari perubahan berdasarkan pengalamannya, karakteristik

sosial, faktor demografi, sikap, tingkatan motivasinya, persepsi, dan faktor

tingkah laku serta tingkatan pendidikan (Ilgen dan Pulakos, 1999). Dalam situasi

tersebut, karyawan dapat mengembangkan berbagai pemikiran, perasaan, dan

perilaku terhadap kondisi baru tersebut.

Oleh sebab itu, organisasi harus mengetahui faktor – faktor penting di

dalam diri karyawan untuk dapat mensukseksan implementasi perubahan, hal ini

dikarenakan, perubahan yang memberikan dampak kecil atau besar di dalam

organisasi, akan tetap mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan. (Shah dan

Shah, 2010). Salah satu faktor terpenting adalah kesiapan karyawan terhadap

menghadapi perubahan di dalam organisasi. Kesiapan karyawan menghadapi

perubahan organisasi merupakan faktor penentu keberhasilan karena, organisasi

hanya berubah dan bertindak melalui anggota-anggotanya (George dan Jones,

2001). Kesiapan karyawan untuk berubah di dalam organisasi dapat ditunjukkan

dari sejauh mana karyawan siap secara mental, psikologis, dan fisik untuk

berpartisipasi aktif dalam aktifitas pengembangan organisasi (Hanpachern, 1997).

Dengan demikian, peneliti dan praktisi perlu mengetahui tingkat maksimum

4
prediksi kesiapan karyawan sehingga manajemen dapat berusaha untuk

memahami keyakinan, niat, dan persepsi individu selama pelaksanaan program

perubahan (Win dan Chotiyaputta, 2018).

Menurut Vakola (2014) beberapa hal yang memiliki peranan penting

untuk mengetahui kesiapan diri karyawan terhadap perubahan di dalam organisasi

adalah melalui karakteristik individu (core self-evaluation), karakteristik

kontekstual (trust in management, communication climate), persepsi karyawan

terhadap dampak dari perubahan (perceived impact of change) serta, sikap dalam

bekerja (job satisfaction).

Perubahan yang dilakukan organisasi akan memunculkan target-target

yang ingin dicapai oleh perusahaan, sehingga dibutuhkan adaptasi yang

berlangsung dengan cepat atau lambat, tergantung pengelolaan dari pihak

manajemen perusahaan (Vakola, Tsaousis, dan Nikolaou, 2004). Didalam

mempersiapkan karyawan menghadapi perubahan, maka dibutuhkan kemampuan

dalam menilai diri sendiri dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya/core

self evaluation, sehingga karyawan dapat bisa beradaptasi dengan adanya

perubahan di dalam organisasi dengan 4 sifat disposisional yang terdiri dari, self-

esteem, self-efficacy, locus of control, dan neuroticism (Judge, Erez, Bono dan

Thoresen, 2003). Semakin tinggi locus of control internal atas dampak perubahan,

semakin ia meningkatkan reaksi terhadap perubahan, yang terdiri dari persetujuan

yang lebih tinggi terhadap perubahan (Martin, Jones dan Callan, 2005). Wanberg

dan Banas (2000) dan Cunningham et al. (2002) berpendapat bahwa tingkat

efisiensi diri karyawan yang tinggi berkaitan secara langsung dan positif dengan

5
peningkatan penerimaan perubahan, dan tingkat kesiapan untuk berubah yang

lebih tinggi.

Mengarahkan organisasi menuju perubahan yang lebih baik membutuhkan

kepercayaan karyawan terhadap kemampuan manajemen/ trust in management

(Cook dan Wall, 1980). Dalam hal ini tanggung jawab dari manajemen untuk

merencanakan strategi pengelolaan SDM untuk siap beradaptasi terhadap

perubahan harus dikelola dengan baik. Manajemen juga harus bisa menyampaikan

informasi secara tepat dan efektif antara pihak manajemen dengan karyawannya

tentang perubahan-perubahan yang terjadi di perusahaan /communication climate

(Miller, Johnson dan Grau, 1994).

Faktor kepuasan karyawan/ job satisfaction terhadap perubahan yang

berlangsung yang berdampak kepada pekerjaannya akan menjadi faktor yang akan

mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah (Spector, Poelmans, Lapierre,

dan O’Driscoll, 2007). Oreg, Vakola dan Armenakis (2011) menegaskan adanya

hubungan yang bermasalah antara kepuasan kerja dan sikap terhadap perubahan.

Beberapa karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan mereka memandang

perubahan sebagai peluang untuk perbaikan, sedangkan karyawan lain yang

gembira dengan pekerjaan mereka mungkin menolak perubahan karena,

menginginkan untuk mempertahankan keadaan dari suatu situasi. Vakola (2014)

berpendapat bahwa karyawan yang puas memiliki tingkat kesiapan perubahan

yang lebih tinggi karena mereka melihat perubahan sebagai konsekuensi positif

dari perubahan, dan kemudian mereka memutuskan untuk menerima dan

menerima perubahan

6
Dampak yang dirasakan dari perubahan di dalam organisasi /perceived

impact of change juga merupakan hal penting di dalam diri individu untuk

mendukung berjalannya perubahan di dalam organisasi. Cooper dan Jamison

(2000), mengatakan bahwa dampak dari perubahan bisa berdampak negatif dan

positif tergantung dari pendapat individu atau pendapat umum melihat dampak

perubahan organisasi tersebut. Bakeer, Diab, dan Safan (2018), di dalam

penelitiannya pada perawat rumah sakit menyatakan bahwa, dampak dari

perubahan yang dirasakan mengakibatkan dua pandangan berbeda terhadap

perubahan yang terjadi. Pandangan yang pertama diberikan oleh para manajer

perawat, yaitu perilaku mereka terhadap proses perubahan ditunjukkan secara

positif. Sedangkan pandangan yang kedua diberikan oleh staf perawat, yang

mengatakan bahwa perilaku manajer mereka menunjukkan perilaku yang negatif

di dalam proses perubahan yang terjadi di rumah sakit. Hal ini diakibatkan

kurangnya informasi yang jelas dan komunikasi yang buruk terkait perubahan

yang terjadi antara manajer dengan staf perawat. Dampak yang dirasakan oleh

para staf perawat adalah, adanya beban kerja yang berlebihan, sumber daya yang

tidak memadai di dalam menjalankan proses perubahan yang terjadi. Dapat

disimpulkan bahwa, cara pandang karyawan terhadap dampak dari perubahan

dipengaruhi oleh hubungan antara karyawan dengan pimpinan, serta komunikasi

yang jelas terkait perubahan yang terjadi.

Kondisi perubahan juga terjadi di dalam ruang lingkup pendidikan, yaitu

pada universitas swasta (Y) yang sedang melakukan perubahan dari desentralisasi

sistem menjadi sentralisasi sistem. Penelitian ini dilakukan oleh Hami dan

Hinduan (2015), terkait pengukuran tingkat kesiapan karyawan universitas

7
menghadapi perubahan. Subjek penelitiannya yaitu, karyawan akademik dan non-

akademik yang berada pada 2 fakultas yang berbeda. Perubahan yang terjadi

adalah, perpindahan sistem kerja desentralisasi antar fakultas menjadi sistem kerja

sentralisasi/ terpusat dengan tujuannya menjadi world class university.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa universitas Y di dalam menghadapi

perubahan yang terjadi masih belum siap menghadapi perubahan. Hal ini

ditunjukkan dari skor alat ukur Organizational Change Readiness (OCR) yang

dihitung dari dimensi-dimensinya, yaitu perception toward change effort (PTCE,

vision of change (VoC), Mutual trust dan Respect (MTR), Change Initiative (CI),

Management Support (MS), Managing Change berada dibawah norma skor yang

telah ditetapkan. Skor dan norma terdapat di dalam tabel 1.2.

Tabel 1.2. Skor Kesiapan Organisasi Untuk Berubah Universitas Y


Aspek Skor Norma Kategori
Organizational Change 2,784 2,81 Not Ready
Readiness
Perception Toward Change 2,919 2,93 Ragu-ragu
Effort (PTCE)
Vision of Change (VoC) 2,826 2,93 Tidak Paham
Mutual Trust and Respect 2,818 2,826 Tidak Kooperatif
(MTR)
Change Initiative (CI) 2,605 2,616 Pasif
Management Support (MS) 2,71 2,733 Tidak Mendukung
Acceptance (Acc) 2,923 2,916 Menerima
Managing Change 2,703 2,719 Tidak Terencana
Sumber: (Hami, et al. 2015)

Meskipun hampir semua aspek ROC berada dibawah norma, untuk aspek

Acceptance (Acc) berada di atas norma yang menunjukkan penerimaan terhadap

perubahan yang terjadi di dalam organisasi. Hal ini dikarenakan pegawai

universitas Y tidak berdaya untuk menolak perubahan yang terjadi, sehingga apa

yang mereka lakukan sekedar menjalan tugas semata. Hasil penelitiannya pun

menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi untuk mempersiapkan organisasi

8
menghadapi perubahan sentralisasi sistem khususnya universitas dipengaruhi oleh

dua faktor. Faktor pertama adalah vision of change yaitu pihak manajemen dapat

mengkomunikasikan visi yang ingin dicapai di masa yang akan datang kepada

bawahan supaya karyawan jelas serta paham tentang perubahan yang diinginkan oleh

organisasi. Faktor kedua adalah acceptance, yaitu sejauh mana bawahan menerima

atau menolak terjadinya perubahan yang terjadi dalam organisasi (Hami, et al., 2015)

Oleh karena itu penelitian ini memilih Universitas XYZ menjadi tempat

diadakannya penelitian. Universitas XYZ sedang merupakan salah satu perguruan

tinggi swasta di Indonesia yang beroperasi di 4 provinsi yang berbeda di

Indonesia, dan memiliki 1 kantor pusat di provinsi Banten. Alasan pemilihan

Universitas XYZ, pertama karena, jumlah universitas swasta terbanyak yang tutup

terjadi di tahun akademik 2018/2019. Kedua, karena Universitas XYZ sedang

mengalami perubahan yang terjadi khususnya di bagian administasi akademik

kampus dengan melakukan perubahan yang cukup masif sejak tahun akademik

2017/2018 sampai sekarang. Perubahan yang dilakukan adalah, perubahan dari

sistem desentralisasi menjadi sistem administrasi terpusat/ centralized system

akademik Universitas XYZ. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk

mengukur tingkat kesiapan karyawan menghadapi perubahan, yang merupakan

faktor penentu keberhasilan terimplementasinya perubahan (George dan Jones,

2001).

Tabel 1.3
Skor Penilaian Kesiapan Karyawan Administrasi Akademik Universitas XYZ
Jabatan Administrasi
Eskpektasi Kenyataan
Akademik
Direktur 90% 75%
Sumber: Ezra, P.A.S. (2019)

9
Pada tabel 1.3 diperoleh skor penilaian dari wawancara yang dilakukan

kepada direktur administrasi akademik kantor pusat terhadap kesiapan karyawan

administrasi akademik Universitas XYZ secara keseluruhan menghadapi

perubahan sistem administrasi terpusat . Tabel tersebut menunjukkan penilaian

ekspektasi direktur administrasi akademik sebesar 90%, sedangkan kenyataan

setelah menjalani perubahan sistem administrasi terpusat menjadi 75%.

Kesenjangan ini terjadi, karena beberapa hal yang dirasakan terjadi di dalam

menjalani perubahan sistem administrasi terpusat tersebut. Alasannya, karena

pihak pimpinan memberikan informasi kepada pihak administrasi akademik masih

berupa gambaran besar dan kurang detail, sehingga dalam tahapan penyesuaian

sistem administrasi terpusat masih banyak mengalami perubahan peraturan,

khususnya di dalam pemusatan sistem koordinasi dari kantor pusat administrasi

akademik kepada seluruh wilayah administrasi akademik lainnya. Alasan

berikutnya, dikarenakan penambahan job description yang menyebabkan

karyawan universitas memiliki beban kerja yang tinggi serta keterbatasan waktu

untuk mengimplementasikan penambahan pekerjaan dari penyesuaian sistem

sentralisasi tersebut.

Berdasarkan fenomena yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa,

menyiapkan pegawai dalam latar belakang universitas yang sedang mengalami

perubahan bukanlah suatu hal yang mudah. Begitupun juga pada Universitas XYZ

yang menjadi tempat diberlangsungkannya penelitian ini. Jika pihak manajemen

Universitas XYZ tidak mengetahui kondisi tingkat kesiapan karyawan terhadap

perubahan yang terjadi, maka Universitas XYZ akan sulit mengetahui tingkat

kesuksesan perubahan yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam

10
mengimplementasi perubahan khususnya di bagian administrasi akademik. Hal ini

didukung oleh Holt, Armenakis, Harris, dan Field (2018), yang mengatakan

bahwa mengukur kesiapan karyawan menghadapi perubahan perlu dilakukan,

karena jika ditemukan terdapat gap antara ekspektasi dengan upaya yang

dilakukan perusahaan di dalam mengimplementasikan perubahan, maka akan

terjadi penolakan dari karyawan dan implementasi perubahan dapat terancam

gagal. Maka dari itu, mengukur kesiapan karyawan administrasi akademik

menghadapi perubahan sentralisasi sistem terpusat adalah hal yang sangat penting,

mengingat pendapat LLDIKTI (2017) yang mengatakan kelemahan di dalam hal

pengelolaan administrasi menjadi salah satu alasan PTS di Indonesia ditutup.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa, penelitian terkait

kesiapan perubahan sangat penting untuk dilakukan. Faktor-faktor penentu yang

mempengaruhi tingkat kesiapan karyawan menghadapi perubahan pun penting

untuk diteliti lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya. Maka

faktor-faktor yang akan diteliti di dalam penelitian ini untuk mengetahui seberapa

besar pengaruhnya terhadap kesiapan karyawan administrasi akademik

menghadapi perubahan sistem administrasi terpusat adalah, core self-evaluation,

trust in management, communication climate, job satisfaction, serta perceived

impact to change (Vakola, 2014).

1.2 Perumusan Masalah

Bersumber pada hasil-hasil penelitian sebelumnya, ditemukan beberapa rujukan

yang bertujuan untuk mengangkat topik penelitian terkait kesiapan karyawan

menghadapi perubahan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS), sehingga pada

11
penelitian ini dijelaskan sejumlah faktor yang berkaitan dengan pembentukan

kesiapan karyawan administrasi menghadapi perubahan. Beberapa faktor tersebut

adalah, core self-evaluation, communication climate, impact of change, trust in

management (Vakola, 2014). Universitas XYZ dalam hal ini masih belum berhasil

menciptakan dan mengelola dengan baik perubahan sistem administrasi terpusat,

hal tersebut dapat dilihat dari skor penilaian (ekspektasi dan kenyataan) yang

diberikan oleh direktur administrasi akademik kantor pusat Universitas XYZ

terhadap kesiapan karyawan administrasi Universitas XYZ menghadapi

perubahan sistem tersebut (Ezra, 2019).

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat

diidentifikasikan pertanyaan dari penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh positif core self-evaluation terhadap

individual readiness to Change?

2. Apakah terdapat pengaruh positif trust in management terhadap

perceived impact of change?

3. Apakah terdapat pengaruh positif communication climate terhadap

perceived impact of change?

4. Apakah terdapat pengaruh positif job satisfaction terhadap perceived

impact of change?

5. Apakah terdapat pengaruh positif perceived impact of change

terhadap Individual readiness to change?

6. Apakah terdapat pengaruh positif core self-evaluation berpengaruh

terhadap Job Satisfaction?

12
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk menganalisa dan menguji perngaruh positif core self-evaluation

terhadap individual readiness to change.

2. Untuk menganalisa dan menguji perngaruh positif trust in management

terhadap perceived impact of change.

3. Untuk menganalisa dan menguji perngaruh positif communication

climate terhadap perceived impact of change.

4. Untuk menganalisa dan menguji perngaruh positif job satisfaction

terhadap perceived impact of change.

5. Untuk menganalisa dan menguji perngaruh positif perceived impact of

change terhadap Job Satisfaction.

6. Untuk menganalisa dan menguji perngaruh positif core self-evaluation

terhadap Individual readiness to change.

1.4 Pembatasan Masalah

Variabel-variabel yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah Individual

Characteristics (Core self-evaluation), Contextual Characteristics (Trust in

management, Communication climate), dan Work Attitudes (Job Satisfaction),

sebagai faktor yang mempengaruhi Individual readiness to change. Pembatasan

penelitian hanya dilakukan di seluruh bagian administasi akademik Universitas

XYZ. Dengan membatasi masalah yang akan diteliti, diharapkan penelitian ini

dapat menyajikan hasil yang tepat sasaran dan maksimal. Sehingga dapat

bermanfaat bagi Universitas XYZ pada karyawan non-dosen.

13
1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian tesis memiliki dua manfaat, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis.

Manfaat praktis menjelaskan kontribusi hasil penelitian kepada subjek atau

organisasi yang diteliti, sedangkan manfaat teoretis menjelaskan kontribusi

penelitian tersebut bagi pengemangan ilmu pengetahuan.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis yang diharapkan peneliti adalah agar penelitian ini dapat

memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan, terutama untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi Individual readiness to organizational change

pada karyawan yang mengalami dampak dari perubahan organisasi. Peneliti juga

berharap agar dapat memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan di bidang

akademis terkait Human Capital dan Organizational Development.

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan agar hasil dari penelitian ini dapat menambah

wawasan, dan menjadi bahan referensi kepada pihak manajemen administrasi

akademik Universitas XYZ agar, dapat mengetahui tingkat kesiapan karyawan

menghadapi perubahan organisasi dari karyawan administrasi akademik

Universitas XYZ, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya di dalam

mensukseskan inisiasi perubahan sistem administasi terpusat di Universitas XYZ.

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I merupakan bagian pendahuluan yang membahas latar belakang penulisan

dan penetapan arah penulisan, yaitu tingkat kesiapan karyawan terhadap

14
perubahan yang terjadi setelah merasakan dampak dari perubahan sistem

administrasi terpusat di Universitas XYZ. Tujuan serta manfaat penelitian

dijelaskan pada Bab pertama ini.

Bab II berisikan landasan teori yang didapat dari jurnal, buku, maupun

thesis yang membahas mengenai teori kesiapan karyawan terhadap perubahan di

organisasi, kepuasan kerja, iklim organisasi, evaluasi diri, serta kepercayaan

terhadap manajemen. Pada bab ini juga dijelaskan model penelitian, hipotesis,

serta kerangka berpikir.

Bab III berisikan metodologi penelitian yag digunakan. Secara rinci pada

bab ini terdapat desain penelitian, prosedur penelitian, subjek penelitian,

instrument penelitian, validasi, dan teknik analisis data.

Bab IV merupakan bagian analisis data serta pembahasan temuan dari

hasil skoring data yang diperoleh. Temuan diperkuat dengan teori-teori dari bab II

dan bab III untuk menjawab rumusan masalah pada bab pertama.

Bab V merupakan penutup yang berisi penjabaran kesimpulan dan

rekomendasi terkait permasalahan dalam penelitian ini. Pada bab ini dijelaskan

keterbatasan penelitian, dan sara yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian

selanjutnya terkait topik mengenai kesiapan karyawan terhadap perubahan di

dalam organisasi.

15

Anda mungkin juga menyukai