Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
besar) lebih dari biasanya/ lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga
macam sindrom diare yaitu diare cair akut, disentri dan diare persisten. Sedangkan
menurut menurut Kemenkes (2011), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari.
atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif
terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu
minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada
balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita
yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih
besar.
oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak
panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada
manusia.
besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi
Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like
Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat
dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5)
3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi
Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta
sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang
terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto,
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan
sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi
kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal.
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan
dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang
sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat
badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat
Gejala Diare
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit.
hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-
tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan
atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta
gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit
kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja
mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah
diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga
(Kemenkes, 2011).
a. Pencegahan Primer
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70%
tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi,
dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO
menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari
peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan
yang merupakan air sungai dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa
disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari
atmosfir seperti hujan dan salju. Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit.
Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar
mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak
mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik dan air
Memahami daur/ siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat
diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti
air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga.
Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat
perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air
yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang
ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung
dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan
gayung yang bersih dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang
terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil
bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Andrianto,
1995).
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden
penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto,
1983). Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus
membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara
teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh
dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari
sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap
lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau
oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara dan murah.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan
3. Status gizi
penggunaan makanan oleh tubuh. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata
makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi di negara yang jarang
terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada
anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-
6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan
tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak.
Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI
mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat
pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung
empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya,
risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih
rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan
ASI dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan
penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air
atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan
melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,
karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman
penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja
serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.
Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya
mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum
dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat
keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003). Hubungan kebiasaan
mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan oleh Bozkurt et al. (2003) di
Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan
oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. (Kemenkes,
2011).
Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare
seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal
c. Pencegahan Tertier
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu (1)
advokasi, (2) gerakan pemberdayaan masyarakat dan, (3) bina suasana, yang
diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Depkes
(2007) juga mengemukakan bahwa strategi promosi kesehatan tidak terlepas dari
Input
Proses Strategi Program Promosi Kesehatan Diare Output
Sosial Budaya Masyarakat
Pemberdayaan
Sarana
Bina Suasana - Kasus diare
Tenaga kesehatan
Advoasi
Media
Metode
Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi kerangka fikir
sarana, tenaga kesehatan, media dan metode, dengan definisi sebagai berikut:
c. Sarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam
d. Media adalah alat bantu yang digunakan untuk untuk melaksanakan kegiatan
tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: upaya pencegahan dan upaya pengobatan,
berupa kebijakan baik aturan dana dan sarana untuk pencegahan diare di
3. Keluaran (output) adalah hasil dari pelaksanaan program diare yaitu menurunnya
jumlah kasus diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen yang dinilai dari
menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih
mendalam tentang fenomena atau isu penting yang berkaitan dengan pelaksanaan program implementasi
program promosi kesehatan terhadap kejadian penyakit diare, serta menggali secara mendalam
penanggulangan penyakit diare
guna mencegah terjadinya penyakit menular seperti diare. Dari observasi lapangan
diketahui bahwa sampah- sampah dan hasil limbah masyarakat masih berada disekitar
jika dikelola dan diarahkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur kerja yang berlaku
dengan maksud pelayanan kesehatan akan menjadi lebih mudah untuk diterima oleh
pemeliharaan sanitasi lingkungan dan promosi kesehatan. Salah satu usaha untuk
Masalah lain yang timbul diwilayah Puskesmas Kuala adalah kebiasaan ibu
balita yang tidak membiasakan anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan.
Sarana air bersih yang tersedia di rumah penduduk memiliki kualitas yang masih
rendah dan terkontaminasi oleh kotoran dari luar. Demikian pula halnya kebiasaan
Tentunya hal ini akan mendorong penyebaran bakteri yang masuk kedalam tubuh
balita. Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukan oleh
Bozkurt (2003), dimana orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan
sebelum merawat anak, maka anak mempunyai resiko lebih besar terkena diare.
kebiasaan ibu membuang tinja anak ditempat terbuka merupakan factor resiko yang
besar terhadap kejadian diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja
manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Kesadaran masyarakat
dalam menjaga kebersihan lingkungan dinilai masih rendah, Dari hasil wawancara
dengan kader diketahui bahwa pengelolaan sampah tidak terkelola dengan baik,
masyarakat masih ada yang buang sampah sembarangan ke sungai, ke parit dan di
pekarangan rumah.
air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi.
Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh
meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih dan untuk
minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat
diare di Puskesmas Kuala masih kurang tepat. Terdapat beberapa persepsi yang tidak
tepat. Pemahaman dan persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan
informasi yang diterima. Selama ini kegiatan penyuluhan lebih ditekankan pada
penanganan diare dari pada usaha pencegahan dan pengertian diare itu sendiri.