Anda di halaman 1dari 6

Sistem Imunologi Terhadap Parasit

Banyak sekali organisme penyebab parasit, yaitu helminth, protozoa, dan artropoda. Di
Indonesia tidak sedikit orang yang terinfeksi parasit. Manifestasi klinis dari infeksi parasit
dapat disebabkan oleh tidak adanya respon imun yang melawan keberadaan parasit tersebut
atau disebabkan karena reaksi imunopatologik yang berlebihan. Walaupun cacing ini
memiliki siklus hidup yang kompleks dan cara penularan yang berbeda-beda namun respon
imun yang berkaitan terhadap infeksi cacing pada dasarnya sama yaitu respon imun
nonspesifik dan spesifik.
a. Respon Imun Non Spesifik
Respon imun non spesifik atau innate immunity merupakan respon imun terhadap
benda asing dapat terjadi walaupun sebelumnya tidak pernah terpapar oleh benda asing
tersebut. Komponen utama dari respon imun ini adalah pertahanan fisik dan kimiawi
(epitel dan substansi antimikroba yang diproduksi pada permukaan epitel), sistem
komplemen, sel fagosit (sel polimorfonuklear dan makrofag) serta sel natural killer (NK).
Jika antigen atau cacing dapat menembus pertahanan fisik dan kimiawi maka
penghancuran antigen dilakukan sel fagosit dengan mengfagosis antigen. Proses
fagositosis dapat terjadi jika terjadi perlekatan antara permukaan sel fagosit dengan antigen
yang sebelumnya telah dilapisi oleh imunoglobulin atau komplemen (C3b)/proses
opsonisasi sehingga lebih mudah ditangkap sel fagosit. Jika agen patogen ini tidak dapat
dihancurkan melalui proses fagositosis, maka antigen tersebut akan diikat oleh sel fagosit
khusus yaitu APC (antigen precenting cell) untuk dibawa ke sistem limfatik, sehingga
dapat dikenali sebagai antigen. Proses ini akan memicu respon imun selanjutnya yaitu
respon imun spesifik/adaptive. Kerusakan pada pertahanan barier fisik mauun kimiawi
menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast menyebabkan
dikeluarkannya histamin dan mediator kimiawi lainnya yang merangsang bergeranya sel
leukosit menuju lokasi yang diinvasi serta peningkatan permeabilitas dinding vaskular
(eksudasi protein plasma dan cairan). Gejala ini sebut sebagai respon imflamasi akut. Pada
infeksi cacing terjadi peningkatan sel mast dan eosinofil (salah satu dari sel leukosit/PMN
yang bertindak sebagai sel fagosit). Dibawah ini merupakan sel-sel yang berkaitan dengan
infeksi cacing:
 Eosinofil
Dalam darah perifer orang normal terdapat eosinofil 2-5% dari jumlah
leukosit, namun jumlahnya akan mengalami peningkatan pada orang yang alergi,
terinfeksi parasit (cacing) dan serangan asma (Edward M, 2006). Ciri morfologis
dari sel ini adalah berukuran sekitar 16 mikro meter, memiliki granula berwarna
merah jingga yang berisi protein basa dan enzim perusak (Jack C, 2007).
Eosinofil dapat mengeluarkan aktivator reaksi hipersensitif, merupakan
fagosit, serta efektif untuk menyingkirkan antigen yang merangsan pembentukan
IgE. Sel ini memiliki reseptor untuk IgE serta dapat melekat pada partikel yang
dilapisi IgE. Antibodi ini akan membentuk jembatan penghubung antara eosinofil
dan agen patogen, proses ini disebut sebagai Antibody Dependent Cell mediated
Citotoxity (ADCC). ADCC ini berfungsi untuk membantu menghancurkan agen
patogen yang berukuran besar yang tidak dapat difagosit. Dari beberapa penelitian
pada hewan coba yang diinfeksi oleh cacing nematoda menunjukkan bahwa
eosinofil dapat melawan parasit cacing dengan kondisi yang lemah atau pada
cacing yang hampir mati. Namun pada parasit cacing yang hidup dan kondisinya
kuat akan menghambat sintesa eosinofil (Jack C, 2007).
Pertumbuhan dan differensiasi eosinofil dirangsang oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel T, yaitu IL-5 dan aktivasi dari sel T ini akan menyebabkan
akumulasi eosinofil pada tempat infestasi parasit dan reaksi alergi. Eosinofil
bergerak ke arah sel target karena rangsangan mediator yang diproduksi sel T,
mastosit dan basofil yang disebut sebagaineosinofil chemotactic faktor of
anaphylaxis (ECF-A). Aktivasi eosinofil akan menghasil major protein (MBP) serta
protein bermuatan positif yang dapat merusak membran sel target yang tidak dapat
dihancurkan dengan fagositosis. Selain itu eosinofil mengeeluarkan enzim yang
dapat menghancurkan berbagai mediator yang dilepaskan oleh basofil dan mastoit.
Karena hal tersebut, eosinofil dapat merusak sel target, juga diduga berfungsi untuk
mengendalikan atau mengurangi reaksi hipersensitifitas. (Kresno, 2006).
 Mastoit
Sel ini biasanya didapatkan jaringan dan epitel mukosa, memiliki inti berlobus
tunggal, granula basofil yang jumlahnya lebih banyak dari basofil dan berukuran
lebih kecil dari basofil. Sel ini berperan dalam innate dan adaptive immunity. Pada
permukaan membran sel mast terdapat reseptor terhadap IgE, IgG, C3a, dan C5a
yang bertindak sebagai sensor terhadap berbagai perubahan (kerusakan, perubahan
temperatur, konsentrasi oksigen atau keberadaan agen patogen). Atas rangsangan
perubahan tersebut menyebabkan degranulasi sel mast. Granula yang terdapat
didalam sel mast merupakan mediator yang menyebabkan terjadinya reaksi
anafilaktik.
b. Respon Imun Spesifik
Komponen yang berperan pada respon imun spesifik adalah sistem limfatik (sumsum
tulang, thymus, lien dan kelenjar getah bening yang tersebar diseluruh tubuh) dimana
sistem limfatik ini memproduksi limfosit yang berperan dominan pada adaptive immune
system/respon imun spesifik. Secara garis besar terdapat 2 jenis sel limfosit yaitu sel
limfosit T, yang berperap pada respon imun seluler dan sel limfosit B yang berfungsi pada
respon imun humoral.
Respon imun spesifik dimulai dengan adanya makrofag khusus yaitu APC yang
memproses antigen sedemikian rupa sehingga berinteraksi dengan sel sistem imun
spesifik. Dengan rangsangan antigen tersebut, sel-sel sistem imun berpoliferasi dan
berdifferensiasi sehingga menjadi sel yang mampu bereaksi dengan antigen.
Terdapat 3 macam molekul pengikat antigen yaitu reseptor antigen pada permukaan
sel B, reseptor antigen pada sel T, dan molekul major histocompatubility complex (MHC)
kelas I dan kelas II. Fungsi MHC dan sel T ini adalah menyajikan fragmen antigen untuk
dikenali sel limfosit T.
Terdapat 3 golongan respon imun spesifik yaitu:
1) Respon Imun Seluler
Fungsi dari respon imun ini adalah untuk melawan meikroorganisme yang hidup
intraseluler. Ada dua cara untuk menyingkirkan patogen intraseluler ini. Sel terinfeksi
dapat dibunuh melalui sistem efektor ekstraseluler, misalnya sel T sitotoksik atau sel
yang terinfeksi diaktivasi supaya dapat membunuh agen patogan yang
menginfeksinya. Proses in idimulai dengan pengenalan antigen oleh T helper melalui
reseptor TCR dan molekul MHC kelas II. Sinyal ini akan menginduksi limfosit untuk
menghasilkan limfokin (salah satunya adalah interferon) yang dapat menghancurkan
patogen tersebut. Penghancuran patogen ini dapat dihancurkan melalui jalur sel T
sitotoksik yang disajikan oleh MHC kelas I melalui kontak langsung atau dengan
sintesa gamma interferon.
2) Respon Imun Humoral
Sel B berperan utama pada respon imun ini dan berfungsi dalam pertahanan
terhadap patogen ekstraseluler. Respon ini dimulai dengan differensiasi sel B menjadi
sel plasma yang memproduksi dan mensekresi antibodi spesifik ke dalam darah.
Selain itu pada respon humoral membentuk sel B memori. Antibodi akan berikatan
dengan antigen membentuk kompleks antibodi-antigen yang dapat pengaktivasi
komplemen sehingga antigen dapat dihancurkan. Proses diferensiasi sel B
memerlukan bantuan sel T-Helper (mendapat sinyal dari APC) untuk memproduksi
antibodi.
3) Interaksi antara Respon Imun Seluler dengan Respon Imun Humoral
Salah satu bentuk interaksi antara kedua respon imun tersebut adalah antibodi
dependent cell mediated citotoxicity (ADCC) dimana sitolisis antigen memerlukan
bantuan antibodi. Antibodi akan melapisi antigen (opsonisasi), sehingga NK sel yang
memiliki reseptor terhadap antibodi akan melekat pada antigen, sehingga antigen
tersebut dapat dihancurkan oleh NK sel (mengeluarkan sitolisin, reactive oxigen
intermediate mediates dan sitokin pada sel target).

DAFTAR PUSTAKA
Chernin Jack. Life Lines Parasitology. Traylor and Francis publisher. 2007; pp. 66-81
Kresno Boedina Siti. Imunologi. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, FK-UI, edisi 4. 2006
RANGKUMAN PPT
Sistem imun : Berperan menjaga keseimbangan tubuh. Didalam tubuh terdapat suatu sistem yang
disebut dengan sistem limforetikuler yang letaknya di dalam sumsum tulang, saluran cerna dan
beberapa organ lainnya. Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan
terjadi dua respons imun, respons imun non spesifik dan respons imun spesifik

A. Respon Imun Non Spesifik


Umumnya imunitas bawaan (Innate immunity) merupakan respon imun terhadap benda
asing walaupun sebelumnya belum pernah terpapar oleh benda asing tersebut. Jika
antigen atau cacing dapat menembus pertahanan fisik dan kimiawi maka penghancuran
antigen dilakukan sel fagosit dengan mengfagosis antigen, yakni terjadi perlekatan antara
permukaan sel fagosit dengan antigen yang sebelumnya telah dilapisi oleh
immunoglobulin. Jika patogen ini tidak bisa hancur melalui proses fagositosis, maka
antigen tersebut akan diikat oleh sel fagosit khusus yaitu APC (antigen precenting cell)
untuk dibawa ke sistem limfatik, sehingga dapat dikenali sebagai antigen. Proses ini akan
memicu respon imun selanjutnya yaitu respon imun spesifik. Manifestasi lain adalah reaksi
inflamasi, dimana terjadi degranulasi sel mast. (Kresno, 2006)

B. Respon Imun Spesifik


Respon imun didapat karena tubuh pernah terpapar sebelumnya. Komponen yang berperan
pada respon imun spesifik adalah sistem limfatik yang akan memproduksi limfosit. Secara
garis besar terdapat 2 jenis sel limfosit yaitu sel limfosit T dan sel limfosit B.
Respon imun spesifik dimulai dengan adanya makrofag khusus yaitu APC yang
memproses antigen sehingga berinteraksi dengan sel sistem imun spesifik. Dengan
rangsangan antigen tersebut, sel-sel sistem imun berpoliferasi dan berdifferensiasi
sehingga menjadi sel yang mampu bereaksi dengan antigen. (Kresno, 2006)

Terdapat 3 golongan respon imun spesifik yaitu:


1. Respon Imun Seluler
Fungsi dari respon imun ini adalah untuk melawan mikroorganisme yang hidup
intraseluler yang diperankan oleh limfosit T
2. Respon Imun Humoral
diawali dengan deferensiasi limfosit B menjadi satu populasi (klon) sel plasma yang
melepaskan antibody spesifik ke dalam darah. Proses diferensiasi sel B memerlukan
bantuan sel T-Helper untuk memproduksi antibody
3. Interaksi antara Respon Imun Seluler dengan Respon Imun Humoral
Interaksi ini disebut dengan antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC), karena
sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi

Anda mungkin juga menyukai