Anda di halaman 1dari 19

Mata kuliah Dosen Pembimbing

FILSAFAT Abd.Hadi, M.Ag

“FILSAFAT YUNANI”

Disusun Oleh
Kelompok I
Jannatun Parda 21.15.0260
Puji Aulia Rahmi 21.15.0271

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2021/2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Masalah....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Kelahiran filsafat di yunani..................................................................


B. Antara mythos dan logos......................................................................
C. Hubungan filsafat dengan agama,ilmu dan seni ..................................
1) Filsafat dan Agama...............................................................................
2) Filsafat dan Ilmu...................................................................................
3) Filsafat dan Seni...................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

ii
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. karena


limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya jualah akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada
Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, tabiin dan tabiit tabiin dan
pengikut beliau hingga akhir zaman.

Makalah ini berjudul ”FILSAFAT YUNANI” dibuat untuk memenuhi


tugas makalah “FILSAFAT”

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak berterima kasih


kepada Bapak dosen pengampu “Abdul Hadi,MA,g” Atas bimbingan dan
dorongannya.

Semoga amal baik bapak mendapat pahala disisi Allah SWT. penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena itu saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan. Semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.

Martapura,12,oktober,2021

Kelompok 1

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat merupakan bidang pengetahuan yang senantiasa bertanya dan


mencoba menjawab gugusan persoalan yang sangat menarik perhatian manusia
dari dulu hingga kini. Seorang yang akan mempelajari persoalan filsafat
hendaknya memahami benar persoalan-persoalan filsafati dan berperan serta
merenungkan untuk kemudian memikirkan serta menghasilkan alternatif-alternatif
jawabannya. Karakteristik berfikir filsafat adalah:

1. Menyeluruh, hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.


2. Mendasar, menggali secara fundamental

Persoalan filsafat itu bercorak sangat umum, menyangkut masalah-masalah


asasi dan tidak berhubungan dengan kemanfaatan praktis serta tidak ada
sistematika untuk menjawabnya, setiap orang bisa berfilsafat dan menemukan
siapa dirinya. Filsafat merupakan konsepsi pikiran yang logis namun jelas persoalan
filsafat tidak bersifat empiris ataupun formal, persoalan filsafati bersifat
mencengangkan dan membingungkan, ini menandakan persoalan itu tidak dapat
dijawab dengan penyelidikan berdasarkan pengalaman maupun mengandalkan
pengetahuan yang sifatnya deduktif seperti halnya yang dilakukan dalam ilmu
empiris atau eksak. Setiap persoalan yang membingungkan atau mencengangkan
tidaklah selalu menjadi persoalan filsafat. Persoalan-persoalan itu harus memiliki
“arti”dan secara intelektuil harus “subur” akan pengertian-pengertian baru dan
jalur-jalur baru untuk kesinambungan penyelidikan selanjutnya. Lebih jauh lagi
SuSanne k.lanGer menjelaskan suatu persoalan merupakan persoalan pokok
apabila dalam memecahkan persoalan itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru
yang menarik. Pemikiran-pemikiran yang melahirkan jawaban-jawaban tersebut
memiliki simpulan yang dapat mengembangkan gagasan-gagasan selanjutnya dan

1
senantiasa memberikan titik terang bagi pengertian-pengertian atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikutnya.

Dalam kebudayaan Timur seni tidak merupakan cabang tersendiri, tapi


masih menjadi satu kompleks dengan unsur lain-lainnya: agama, filsafat, ethika,
tata negara, seperti tampak umpamanya pada wayang purwa . Disitu kesenian itu
sendiri belum terpisah-pisah menjadi seni rupa, seni suara, seni sastra, seni gerak
dan seorang dalang ialah sekaligus seniman “all- round”atau serba bisa, Ia dalam hal
ini sebagai seniman,filosof, guru, pendeta.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kelahiran filsafat di yunani?
2. Apa hubungan antara mythos dan logos?
3. Bagaimana hubungan filsafatdengan agama,ilmu, dan seni?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui kelahiran filsafat di yunani
2. Untuk Mengetahui antara mythos dan logos
3. Untuk Mengetahui hubungan filsafatdengan agama,ilmu, dan seni

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kelahiran Filsafat diYunani

2
Lahirnya filsafat yunani diperkirakan pada abad ke 6 SM. Orang yunani
yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala
sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau
dongeng-dongeng. Artinya suatu kebenaran lewat akal pikir (logis) tidak berlaku,
yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber dari mitos  (dongeng-
dongeng).

Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang isi alam semesta ini,
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini
sebagai  suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikiran dan
meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.Upaya para ahli pikir untuk
mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang
mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni,
maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan
sebagai landasan peradaban dunia.1

 Pelaku filsafat adalah akal dan musuhnya adalah hati. Pertentangan antara
akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Memang pusat kendali
kehidupan manusia terletak di tiga tempat yaitu indera, akal dan hati. Namun ,
akal dan hatilah yang paling menentukan. Di dalam sejarah filsafat kelihatan akal
pernah menang, pernah kalah, hati pernah berjaya, juga pernah kalah, pernah juga
kedua-duanya sama sama-sama menang. Diantara keduanya dalam sejarah telah
terjadi perebutan dominasi siapa yang kuasa dalam mengendalikan kehidupan
manusia.

Yang dimaksud dengan akal disini ialah akal logis yang bertempat di
kepala, sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada. Akal
itulah yang menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat. Sedangkan hati
pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan
mistik, iman termasuk disini.2 

1
Muzairi,Filsafat Umum.(Yogyakarta: Teras),2009 Hlm 41-42

3
Ciri umum filsafat yunani adalah rasionalisme yang dimana mencapai
puncaknya Pada orang-orang sofis. Dalam sejarah filsafat
yunani biasanya dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat barat, karena dunia
barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya berpangkal kepada pemikiran yunani.
Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta
dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-
ahli pikir tidka puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui
budinya. Mereka menanyakan dan mencari jawabannya apakah sebetulnya alam
itu. Apakah intisarinya? Mungkin yang beraneka warna ynag ada dalam alam ini
dapat dipulangkan kepada yang satu. Mereka mencari inti alam, dengan istilah
mereka : mereka mencari arche alam (arche dalam bahasa yunani yang berarti
mula, asal).3

Ada beberapa faktor yang sudah mendahului dan seakan–akan


mempersiapkan lahirnya filsafat yunani. Menurut K.Bertens ada tiga faktor,
yaitu :4

1.    Pada bangsa Yunani seperti pada bangsa – bangsa sekitarnya terdapat


suatu mitologi yang kaya serta luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai perintah
yang mendahului filsafat, karena mite – mite sudah merupakan percobaan untuk
mengerti. Mite – mite sudah memberi jawaban atas pertanyaan yang hidup dalam
hati manusia: dari mana kita? Dari mana kejadian dalam alam?Melalui mite –
mite manusia mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan kejadian-
kejadian yang di dalamnya. Mite yang pertama mencari keterangan tentang asal
usul alam semesta biasanya disebut mite kosmogonis. Sedangkan mite yang kedua
mencari keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian alam semesta
disebut mite kosmologis.

2
.Ahmad Tafsir,Filsafat Umum Akal dam Hati Sejak Thakes Sampai Capra.Bandung :
PT.Remaja Rosdakarya.2002. Hlm.47
3
Poedjawijatna.Pembimbing ke Arah Alam Filsafat,(Jakarta : PT Pembangunan), Cetakan
Kelima,1980.Hlm.19
4
Surajiyo.Ilmu Filsafat Suatu Pengajar, Jakarta : PT. Bumi Aksara.2005.Hlm 153-154

4
2.    Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran
filsafat yunani yaitu dua karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan odyssea .
Syair – syair dalam karya tersebut sudah lama digunakan sebagai macam buku
pendidikan untuk orang Yunani. Dalam dialog yang bernama Politea,Plato
mengatakan Homeros telah mendidik seluruh Hellas. Karena puisnya pun sangat
digemari oleh rakyat untuk mengisi waktu luang dan serentak juga mempunyai
nilai edukatif.

3.    Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di


lembah sungai Nil. Kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu
tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasarkan pada
aspek praktis saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.

Pada abad ke- 6 SM mulai  berkembang suatu pendekatan yang sama sekali


berlainan. Sejak saat itu orang mulai mencari jawaban rasional tentang berbagai
problem  yang diajukan oleh alam semesta. Logos mengganti mytos. Dengan
demikian filsafat dilahirkan.

B. Antara Mythos dan Logos

Tadi kami mengatakan bahwa mitologi merupakan suatu faktor yang


mendahului filsafat dan mempersiapkan kearah timbulnya filsafat. Memang benar,
filsuf-filsuf pertama menerima objek penyelidikannya dari mitologi,yaitu alam
semesta dan kejadian-kejadian yang setiap orang dapat saksikan di dalamnya.
Mitologi Yunani sungguhpin menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang alam
semesta itu,tetapi jawaban-jawaban serupa itu diberikan dalam bentuk mitos yang
meloloskan diri dari tiap-tiap kontrol pihak rasio. Pada abad ke-6 mulai
berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan. Sejak saat itu orang
mulai mencari jawaban-jawaban rasional tentang problem-problem yang diajukan
oleh alam semesta. Logos mengganti mythos. Dengan demikian filsafat
dilahirkan. Boleh dicatat disini bahwa kata Yunani logos mempunyai arti luas
daripada kata “rasio”. Logos baik kata (tuturan,bahasa) maupun juga rasio. Tetapi

5
bila bertentangan dengan mythos,kita harus menerjemahkan logos dengan
‘’rasio’’.

Sekalipun filsafat lahir pada saat rasio mengalahkan mitos, namun itu tidak
berarti bahwa seluruh mitologi ditinggalkan secara mendadak. Sebetulnya proses
itu berangsur-angsur saja. Seluruh filsafat Yunani dapat dianggap sebagai suatu
pergumulan yang panjang antara mythos dan logos . Dalam  hal ini tidak sulit
untuk menunjukkan pengaruh mitologi atas filsuf-filsuf yang pertama. Namun
demikian,pada abad ke-6 SM, di negeri Yunani terjadilah sesuatu yang sama
sekali baru. Filsuf-filsuf pertama memandang dunia denagn cara yang belum
pernah dipraktekkan orang lain. Mereka tidak lagi mencari keterangan tentang
alam semesta dalam peristiwa-peristiwa mistis pada awal mula yang dipercaya
saja, karena tidak mungkin memeriksanya. Mereka tidak membatasi diri atas
mitos-mitos yang diturunkan dalam tradisi, dengan menambah lagi imajinasi
puitis, seperti dilakukan Hesoidos. Mereka mulai berfikir sendiri. Di belakang
kejadian-kejadian yang dapat diamati oleh umum, mereka mencari keterangan
yang memungkinkan untuk menegerti kejadian-kejadian itu. Tidak dapat
disangkal, keterangan-keternagan macam itu bagi telinga kita sekarang ini sering
kali agak naif kedengarannya. Tetapi yang penting ialah cara rasional dan logis
yang mereka gunakan untuk mendekati problem-problem yang ditemui dalam
alam semesta. Suatu contoh sederhana adalah pelangi. Dalam masyarakat Yunani
yang  tradisional , pelangi adalah seorang dewi yang bertugas sebagai pesuruh
bagi dewa-dewa lain. Tanggapan ini dapat dibaca pada Homeros misalnya. Tetapi
Xenophanes, salah seorang di antara filsuf-filsuf pertama, akan mengatakan
bahwa pelangi merupakan suatu awan. Kira-kira satu abad sesudahnya,
Anaxagoras sudah mengerti bahwa pelagi disebabkan oleh pantulan sinar matahari
dalam awan-awan. Justru karena pendekatan seperti itu bersifat rasional dan dapat
dikontrol oleh siapa saja, terbukalah kemungkinan untuk memperdebatkan hasil-
hasilnya secara leluasa dan untuk umum. Satu jawaban akan menampilkan
pertanyaan-pertanyaan dan kritik atas satu keterangan akan menuntut timbulnya

6
keteranga lain,sehingga dalam suasana rasional ini perkembangan ilmiah menjadi
mungkin.

Kalau kita mengatakn bahwa filsafat lahir karena logos telah


mengalahkan mythos, maka sekali lagi kita harus ditekankan bahwa kata
‘’filsafat’’ di sini meliputi baik filsafat maupun ilmu pengetahuan, sebagaimana
kedua-duanya sekarang dibedakan dalam terminologi modern. Bagi orang Yunani,
filsafat merupakan suatu pandangan rasional tentang segala-galanya. Baru
berangsur-angsur dalam sejarah kebudayaan, ilmu-ilmu satu demi satu akan
melepaskan diri dari filsafat, supaya memperoleh otonominya. Dari sebab itu
filsuf-filsuf di kemudian hari seperti Descartes, Kant, Hant, Husserl, dan
ilmuwan-ilmuwan seperti Newton, Planck, Einsten mempunyai leluhur-leluhur
yang sama di negeri Yunani. Bangsa Yunani mendapat kehormatan yang bukan
kecil bahwa merekalah yang menolorkan cara berpikir ilmiah. Kata J.Burnet, ‘’It
is an adequate description of science to say that it is thinking about the world in
the Greek way’’ (Early Greek Philosophy, hlm.V).* Dengan demikian, mereka
termasuk pendasar pertama kultur Barat, bahkan kultur sedunia, sebab cara
pendekatan ilmiah semakin menjadi unsur hakiki dalam suatu kultur universal
yang merangkum semua kebudayaan di seluruh dunia.5

C. Hubungan filsafat dengan Agama, Ilmu dan Seni

1. SENI DAN FILSAFAT SENI

Kita awali dengan pertanyaan “apakah seni itu” para filsuf dan ahli
estetika awal abad 20 untuk menjawab hal ini menggunakan pendekatan
ilmiah, bekerja dengan ilmu-ilmu lain seperti den- gan psikologi,
antropologi, sosiologi, semiotik dan lain-lain. Kemudian menghasilkan
definisi yang berbeda-beda. Namun bila kita teliti dari sekian banyak
definisi maka akan ditemukan definisi terpenting meliputi:

a. Skill /kemahiran. “art is skill in making or doing”.

5
“Contoh Cv” (https://www.gamajatimmesir.org/ buku sejarah-filsafat-yunani-
mythos-dan-logos /Diakses Pada 20 Maret 2019/ hal-21-23-bag-iii/)

7
b. Human Activity /kegiatan manusia.
Work of Art /karya seni
Fine Art; seni indah; seni “murni” mengalami perkembangan sejak
istilah konsep “techne” zaman Yunani kuno hingga konsep “Fine Art”
Inggeris abad 18, baru awal abad 20 “seni” dinyatakan sebagai padanan
dari “Fine Art”dalam bahasa melayu : seni halus.

Visual Art /seni penglihatan/ seni rupa

Definisi tersebut diatas memiliki perumusan yang berbeda-beda.


Menurut hemat saya ada rumusan yang lebih luas cakupan bidang-
bidangnya, tentang persoalan pengertian seni ini, yaitu “Art is an
expresion of feeling through a medium” seni adalah sebuah pengungkapan
melalui sesuatu sarana. Rumusan ini tentu saja tidak mengistimewakan
satu bidang seni melainkan semua cabang seni masuk didalamnya
termasuk seni tari, musik,drama dan lain-lainnya.
Untuk lebih memahami lebih jauh lagi penelaahan mengenai asas-asas
umum dari pen- ciptaan dan penghargaan seni maka filsafat
senimerupakan alat telaahnya. Filsafat seni merupakan cabang dari dari
rumpun estetik filsafati yang khusus menelaah tentang seni. Menurut
luciuS Garvin batasan filsafat seni sebagai “the brach of philosophy
which deals with the theory of art creation, art experience, and art
criticism” Filsafat seni merupakan cabang filsafat yang berhubungan
dengan teori tentang penciptaan seni, pengalaman seni dan kritik seni.

Menelaah seni dalam filsafat seni berarti menggali kebenaran seni itu
sendiri.

“Kebenaran seni” oleh benede- To croce disebut sebagai


”kebenaran intuisi”, bukan kebenaran logik. Intuisi adalah suatu jenis
kebenaran yang hanya ditangkap lewat perasaan dan penghayatan, lewat
gambaran-gambaran kongkrit indrawi atau lazim disebut imaji. Persoalan-
persoalan pokok dalam filsafat seni meliputi antara lain: Seniman, benda
seni, konteks seni dan publik seni. Lebih jelas dijabarkan oleh Jacob
SumardJo dalam bentuk diagram sebagai berikut

Antara seniman, benda seni, konteks seni dan publik seni ke empatnya

8
memiliki kai- tan satu-sama lain begitu kuat tidak dapat terpi- sahkan
(sinergi).

Dengan demikian bahan kajian filsafat seni meliputi:

a. Benda/karya seni (material/medium, dan segala sesuatu


yang menyangkut bahasa rupa)

b. Seniman (kreativitas, ekspresi reprentasi, gaya seni,


orisinalitas, genius)

c. Publik seni (apresiasi, kritik)


d. Konteks seni (nilai-nilai yang setempat atau sezaman)
e. Nilai-nilai seni (muatan-muatan yang dikandung dalam karya
seni)
f. Pengalaman seni (pengalaman estetik-artistik, disinterestedness,
pengalaman religi, pengalaman transendental, “meaning”
masyarakat atau individu pencipta karya seni)
2. Ilmu dan Filsafat Ilmu
Ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) mempunyai pengertian
yang berbeda.

Ilmu adalah pengetahuan yang telah memiliki sistematika tertentu,


atau memiliki ciri-ciri khas, serta merupakan species dari genus yang
disebut pengetahuan. Demikian dikatakan oleh dedi Supriadi. Jadi
semua ilmu pastilah terdiri atas pengetahuan, tetapi tidak semua
pengetahuan adalah ilmu.

Ilmu merupakan kumpulan pengeta- huan yang disusun secara


konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Proses pembuktian
dalam ilmu tidak bersifat absolut. Misalnya bila sekarang kita
mengumpulkan fakta-fakta yang mendukung hipotesis kita maka bukan
berarti bahwa unutk selamanya kita akan mendapatkan hal yang sama.
Mungkin saja suatu waktu, baik secara kebetulan ataupun karena kemajuan
dalam peralatan pengujian, maka kita akan mendapatkan fakta yang

9
menolak hipotesis yang selama ini kita anggap benar. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah.

Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita
sendiri. Dengan demikian kita akan bertanya kepada diri kita sendiri:
apakah yang sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu? apakah ciri-ciri
yang membedakan ilmu dari pengetahuan lainnya yang bukan ilmu?
kriteria apa yang akan kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah?
apa kegunaan kita mempelajari ilmu dan yang paling ekstrim untuk apa
kita mempelajari ilmu?.
Ilmu dipelajari untuk memahami objek dan dikuasai untuk
kepentingan subjektif misalnya untuk teknologi, agama , seni dll.

Filsafat melengkapkan ilmu yang dapat menjawab tentang fenomena


dunia fisik. Untuk menjangkau apa yang ada dibelakang fenomena
tersebut, memahami latar belakangnya, maksud dan tujuan serta nilainya.
Dunia pengetahuan membutuhkan dan menoleh kepada filsafat, sebab
filsafat sifatnya spekulatif dan sangat memungkinkan untuk menjawab
persoalan itu.

3. Agama dan Filsafat Agama


Agama adalah semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh negara
ada pula yang memakai istilah “religi” supaya lebih netral dan sistem religi
merupakan suatu agama hanya bagi penganutnya. Kedua pendapat tersebut
sama benarnya namun saya sendiri lebih setuju dengan pendapat
Kuntjaraningrat. Hal ini saya lakukan supaya meluruskan wacana yang akan
saya bahas ini.

Agama hanya berbicara pada manusia yang ber-iman sebagai dasar


utamanya.

Dasar agama adalah kepercayaan (iman) manusia kepada agama sebagai


kebenaran mut- lak yang harus dipatuhi dengan secara mutlak pula
(taqwa).

10
Bertolak dari definisi filsafat sebagai acuan berfikir maka sistem
kebenaran agama dapat diartikan sebagai hasil berfikir secara radikal,
sistematis dan universal. Dasar-dasar agama bisa dipersoalkan dipikirkan
menurut logika (teratur dan disiplin). Misalnya dalam agama Islam kita
mengenal rukun iman. Logika dapat berjalan manakala kita
mempertanyakan yakin pada Allah akibat logisnya yakin pula pada
malaikat-malaikat Allah dan seterusnya.

Agama menjangkau “Kebenaran mendasar”, universal, menyeluruh ,


mutlak dan abadi. “Hanya Kebenaran agama yang menggunakan K besar
karena mutlak, absolut” demikian ditegaskan oleh Garnadi
praWiroSudirdJo dalam endanG SaiFuddin.

Ada dua bentuk fisafat agama:

Filsafat agama pada umumnya dihasilkan oleh pemikiran dasar-dasar


agama secara analitik dan kritik, dengan membebaskan diri dari ajajaran
agama tapi tujuannya bukanlah untuk membenarkan suatu agama.

Filsafat suatu agama. Hasil pemikiran dasar- dasar suatu agama secara
analitik dan kritik, dengan tujuan memberikan alasan-alasan rasional untuk
membenarkan agama itu.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Lahirnya filsafat yunani diperkirakan pada abad ke 6 SM. Orang yunani


yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala
sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau
dongeng-dongeng. Artinya suatu kebenaran lewat akal pikir (logis) tidak berlaku,
yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber dari mitos  (dongeng-
dongeng).

Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang isi alam semesta ini,
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini
sebagai  suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikiran dan
meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.Upaya para ahli pikir untuk
mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang
mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni,
maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan
sebagai landasan peradaban dunia.

Kalau kita mengatakn bahwa filsafat lahir karena logos telah


mengalahkan mythos, maka sekali lagi kita harus ditekankan bahwa kata
‘’filsafat’’ di sini meliputi baik filsafat maupun ilmu pengetahuan, sebagaimana
kedua-duanya sekarang dibedakan dalam terminologi modern. Bagi orang Yunani,
filsafat merupakan suatu pandangan rasional tentang segala-galanya.

Kedudukan dalam kontelasi antara filsafat, agama, seni dan ilmu


digambarkan dalam diagram ven sebagai berikut:

12
Filsafat

Agama Seni

Ilmu

Keempat lembaga kebenaran ini mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam


mencari, menghampiri, dan menemukan kebenaran. Lembaga kebenaran ini
memiliki persamaan, titik perbedaan, dan titik singgung yang satu terhadap yang
lainnya.
Dalam lembaga seni, dikembangkan studi filsafat seni dan ilmu-ilmu seni.
Dalam lembaga agama dikembangkan filsafat agama, ilmu-ilmu agama dan seni
agama. Dari semua lembaga kebenaran tersebut di atas, lembaga filsafat selalu
hadir sebagai “pelita” yang dapat menemukan titik terang atas pertanyaan-
pertanyaan manusia tentang kebenaran yang sifatnya mendasar dan menyeluruh.

Bagian irisan tengah merupakan keselarasan hingga keduanya saling


mendukung dan memperkuat (ilmu terhadap filsafat, seni terhadap filsafat dan
agama terhadap filsafat atau sebaliknya ; dalam hal ini filsafat menjadi kajian
utamanya yang kemudian berkembang menjadi filsafat ilmu, filsafat seni dan
filsafat agama ) untuk lebih mudah di katagorikan kesamaan sbb:
 Keempatnya menunjukan sifat kritis dan terbuka memberikan
perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
 Keempatnya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan
tersusun secara sistematis
 Agama memberikan landasan moral bagi aksiologi keilmuan
sedangkan dipihak lain ilmu dapat memperdalam keyakinan berag-
ama. Jadi tepat seperti apa yang dikatakan Einstein Ilmu tanpa
agama (bimbingan moral) adalah buta.dan kebutaan moral dari ilmu
akan membawa kemanusiaan kejurang malapetaka.

Dalam kedudukan kontelasi tergambarkan pada bagian diluar irisan

13
atau ada perbedaan antara lain sbb:
Filsafat, ilmu, seni dan agama memiliki tujuan yang sama, yaitu memahami
dunia, tetapi dalam kedalaman pemahaman berbeda-beda.
 Dalam ilmu tujuan itu hanya teori atau pengetahuan untuk
pengetahuan itu sendiri, umumnya pengetahuan itu diabadikan
untuk tujuan-tujuan ekonomi praktis
 Dalam filsafat tujuan itu ialah cinta kepada pengetahuan yang
bijaksana, dengan hasil kedamaian dan kepuasan jiwa.
 Dalam agama tujuan itu damai, keseimbangan, keselarasan,
penyesuaian, keselamatan (dirangkum dalam satu istilah Islam yang
berarti selamat)
Dalam seni tujuannya ekspresi diri, yang memanfaatkan logika imaji.

Perbedaan lainnya seni, ilmu, filsafat dan Agama: 1) Ilmu dan filsafat
sifatnya nisbi sedangkan agama bersifat absolut (mutlak); 2) Ilmu membatasi
lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode
yang dipergunakan dalam penyusunan yang telah teruji kebenarannya secara
empiris; 3) Ilmu mencoba mencarikan penjelasan menge- nai alam, memahami
objek, menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. Sebaliknya seni tetap
bersifat individual dan personal, dengan memusatkan perhatiannya pada
pengalaman hidup manusia perseorangan. Pengalaman itu diungkapkan agar dapat
dialami orang lain dengan jalan “menjiwai“ pengalaman tersebut. Karya seni
bersifat “remarkable” memiliki nilai subjektif yang luas, menghasilkan berbagai
makna dan nilai yang dititipkan melalui media bahasa rupa, gerak, nyanyian,
tulisan, musik dan lain-lain.

Seni merupakan ekspresi diri, yang menggunakan logika imagi citra (dalam
seni rupa) sehingga produknya lebih menyentuh wilayah makna (konotatif), lain
halnya dengan ilmu pengetahuan menggunakan logika konseptual, lebih bersifat
verbal (denotatif), berpretensi mengungkap hal-hal eksternal mengungkap realitas
di luar dirinya.

14
Ilmu pengetahuan cenderung meng- gunakan bahasa yang univokal
sedangkan seni bersifat metaforis dengan menggunakan bahasa yang plurivokal.

Titik temu keduanya merupakan “fusion of horizon” dimana konseptual bagi


seniman penting tapi bukan merupakan bahasa utaman- ya sebaliknya ilmuwan
membutuhkan imajinasi atau intuisi tapi bukan merupakan bahasa utama ilmuwan.
B. Saran

Dengan diselesaikannya Makalah Ini Saya berharap Makalah ini dapat


menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya saya juga
mengharapkan kritik dan saran untuk peningkatan kualitas dalam penulisan
makalah saya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, 2002. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thakes Sampai
Capra.Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Anwar WadJid, 1980.Filsafat Estetika, Yogyakarta: Nur Cahaya

driJarkara,1989.Percikan Filsafat. Jakarta: P.T. Pembangunan


GaZalba Sidi.

https://www.gamajatimmesir.org/2019/03/20/bukusejarah-filsafat-yunani-
mythos-dan-logos-hal-21-23-bag-iii.

Langer Suzzane K, 1993. Problematika Seni. Bandung: ASTI

Muzairi, 2009.Filsafat Umum.Yogyakarta: Teras.

Poedjawijatna, 1980.Pembimbing ke Arah Alam Filsafat.Jakarta : PT


Pembangunan.

Supriadi dedi, 1997. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek,


Bandung: CV. Alfa Beta.

Surajiyo, 2005.Ilmu Filsafat Suatu Pengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

SuriaSumanTri JuJun S, 1998.Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

16

Anda mungkin juga menyukai