Anda di halaman 1dari 4

Nama : Reza Dimas Setiawan

Kelas : Ekonomi Pertanian I A


NIM : C1A020082

1. Menurut Saudara, antara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan, mana yang
lebih penting? Mengapa?
2. Tingkat ketergantungan impor Indonesia yang tertinggi adalah susu dan kedelai.
Mengapa demikian? Apa solusi untuk menurunkan ketergantungan impor tersebut?
3. Bahan pangan umumnya diproduksi di desa. Namun konsumsi di desa dominan
karbohidrat dan rendah protein, sebaliknya di perkotaan. Apa penjelasan Saudara atas
fenomena ini?
4. Apa solusi Saudara atas kesenjangan asupan nutrisi desa-kota sebagaimana
dijelaskan pada pertanyaan nomor 3?
5. Menurut Saudara, apakah subsidi negara maju kepada petaninya berdampak positif
atau negatif terhadap negara lain? Mengapa?

1. kedaulatan pangan merupakan suatu strategi dasar untuk melengkapi ketahanan


pangan sebagai tujuan akhir pembangunan pangan, karena kedua konsep ini
sesungguhnya sejalan dan saling melengkapi. Hasil dari pendalaman terhadap
berbagai konsep, dirumuskan bahwa kedaulatan pangan berkenaan dengan hak dan
akses petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana
produksi, teknologi, pemasaran, serta terhadap konsumsi. Kondisi ini dapat diukur
pada berbagai level baik level individu, rumah tangga, komunitas, wilayah, dan juga
nasional.kedaulatan pangan diposisikan sebagai prasyarat untuk mencapai ketahanan
pangan bahwa konsep kedaulatan pangan bukanlah lawan ataupun alternatif dari
ketahanan pangan, dan sesungguhnya lebih sebagai kebijakan pangan yang sifatnya
lebih mendasar.
2. Hal ini tampak dari ketidakseriusan meningkatkan produktivitas kedelai dalam
negeri. Menurut data yang ada, selama kurun dua dekade lebih tidak ada penambahan
luas tanam kedelai bahkan terus berkurang. Upaya pengembangan bibit varietas
unggul juga makin melemah, serta tidak ada perlindungan harga di tingkat petani.
Solusi untuk menurunkan ketergantungan impor
a. Pertama, hentikan impor, berdayakan sektor pertanian. Sejak menjamurnya sektor
industri, pertanian seolah dipandang sebelah mata. Lahan pertanian kian digusur
karena disulap menjadi bisnis real estate dan profesi petani pun kian langka
seiring penggusuran lahan sawah milik petani. Berdasarkan kondisi biofisik
sumber daya lahan, luas lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai di 17
provinsi mencapai 17,7 juta ha, terdiri atas lahan berpotensi tinggi 5,3 juta ha,
berpotensi sedang 3,1 juta ha, dan berpotensi rendah 9,3 juta ha. Dengan lahan
seluas ini, sebenarnya tidak perlu ada kebijakan-kebijakan kedelai impor.
b. Kedua, kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi
dilakukan dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia. Negara
dapat mengupayakan dengan penyebarluasan dan teknologi budidaya terbaru di
kalangan para petani; membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul,
pupuk, serta sarana produksi pertanian lainnya. Adapun ekstensifikasi dapat
dilakukan dengan: (1) membuka lahan-lahan baru dan menghidupkan tanah mati.
Menghidupkan tanah mati artinya mengelola tanah atau menjadikan tanah
tersebut siap untuk langsung ditanami. Setiap tanah yang mati, jika telah
dihidupkan oleh seseorang, adalah menjadi milik yang bersangkutan. Rasulullah
Saw, sebagaimana dituturkan oleh Umar bin Khaththab telah bersabda, “Siapa
saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah
miliknya”. [HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud]. (2) setiap orang yang
memiliki tanah akan diperintahkan untuk mengelola tanahnya. Siapa saja yang
membutuhkan biaya mengelola tanah, negara akan memberinya modal dari
Baitulmal. Sehingga yang bersangkutan bisa mengelola tanahnya secara optimal.
Namun, apabila orang yang bersangkutan mengabaikannya selama 3 tahun, maka
tanah tersebut akan diambil alih dan diberikan kepada yang lain. Khalifah Umar
pernah berkata, “Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah
dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun.” Maksud dari ucapan
beliau adalah orang yang memagari tanah mati.
c. Ketiga, kebijakan distribusi pangan yang adil dan merata. Islam melarang
penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Dengan larangan itu, stabilitas
harga pangan akan terjaga. Selain itu, negara akan memastikan tidak adanya
kelangkaan barang akibat larangan Islam menimbun barang. Kebijakan distribusi
pangan dilakukan dengan melihat setiap kebutuhan pangan per kepala. Dengan
begitu, akan diketahui berapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi negara
untuk setiap keluarga. Dengan mengadopsi kebijakan pangan dalam sistem Islam,
kemandirian pangan akan terwujud. Namun, jika kita tetap mengambil ideologi
kapitalisme sebagai kebijakan pangan negara, kemandirian pangan ibarat ingin
memeluk gunung apa daya tangan tak sampai.

Pemimpin harus mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan dengan cara


menggenjot produksi dalam negeri, serta wajib mendukung petani agar berproduksi
maksimal, berupa pemberian kemudahan mendapatkan bibit unggul, mesin, atau
teknologi pertanian terbaru; menyalurkan bantuan permodalan, membangun
infrastruktur pertanian, jalan, irigasi, dan lainnya. Termasuk menyelenggarakan
penelitian, pendidikan, pelatihan, pengembangan inovasi, dan sebagainya. Serta
menerapkan hukum pertanahan dalam Islam yang akan menjamin kepemilikan lahan
pertanian berada di kalangan yang memang mampu mengelolanya, supaya tidak ada
lahan yang menganggur. Bahkan juga akan menghilangkan dominasi penguasaan
lahan oleh segelintir orang.

3. International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan 22 juta


penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan kronis. Laporan The Global Hunger
Index (2019) menempatkan Indonesia di peringkat ke-130 dari 197 negara dengan
tingkat kelaparan serius. Bambang Soesatyo pernah mengatakan, laporan tersebut
mestinya menjadi pengingat agar membenahi sektor pangan. Laporan tersebut senada
dengan data BPS yang menyebutkan hanya 8% masyarakat Indonesia mengonsumsi
protein hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan. Konsumsi protein hewani
masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal dari Thailand dan Filipina yang mencapai
20%. Ketika masyarakat tak dapat mengakses pangan bernutrisi, maka terjadilah
kelaparan. Angka kelaparan inilah yang berpengaruh besar pada kuantitas dan kualitas
gizi pada anak.
Terdapat dua faktor, yaitu problem ekonomi dan pendidikan. Ibarat rantai masalah
yang tidak akan pernah habis dibabat. Sebab, faktor penyebab rendahnya ekonomi
dan pendidikan adalah penerapan sistem kapitalisme yang melahirkan kesenjangan
sosial, tidak terjaminnya kebutuhan dasar, dan abainya pemerintah dalam mengatur
urusan hulu hingga hilir. Sebagai contoh, tata kelola pangan amburadul akibat
kebijakan impor yang ugal-ugalan. Kemandirian pangan pada akhirnya tidak pernah
terwujud lantaran produksi pangan yang tidak mencukupi pasokan dalam negeri
akibat lahan pertanian yang kian menyusut. Hal ini memengaruhi kemampuan negara
memberikan jaminan kebutuhan pokok rakyat. Bagaimana mau menjamin bila negara
masih bergantung pada negara lain dalam memenuhi pangan rakyat?
4.Solusi kasus ini butuh penanganan menyeluruh dan mendasar, mengingat kasus ini
mencerminkan kemampuan negara menjamin kesejahteraan dan membangun
kesadaran masyarakat secara orang per orang. Masyarakat di mana pun, tentu bukan
tak ingin mengonsumsi makanan bergizi. Tetapi kemampuan ekonomi mayoritas
mereka memang tak memadai dan kesenjangan sosial begitu tinggi. Karenanya,
pemerintah perlu melakukan koreksi mendasar terkait kebijakan hingga sistem
ekonomi hari ini yang nyatanya sangat diskriminatif karena pro kepentingan modal.
Sekaligus mengkoreksi sistem pemerintahan yang memghambat distribusi kekayaan
karena sekat-sekat kedaerahan.
Penanganan stunting yang hanya fokus pada program-program intervensi gizi dan
penyuluhan yang cenderung artifisial, tentu tak akan pernah menyelesaikan persoalan
karena tak menyentuh problem utamanya.
Masyarakat sebetulnya hanya butuh akses yang besar terhadap faktor-faktor ekonomi
berikut peningkatan taraf berpikir melalui kebijakan pendidikan dan pembangunan
lain yang berkeadilan. Semuanya terkait paradigma politik yang diadopsi para
pemangku kebijakan. Dengan begitu, masyarakat bisa memiliki kesempatan yang
sama untuk mendapatkan modal menyejahterakan diri dan keluarganya, dengan skill
dan daya beli yang tinggi, serta ditunjang pemahaman terkait urgensi mengupayakan
hidup berkualitas demi perbaikan generasi di masa depan.

5.Terdapat beberapa dampak nyata dari subsidi pertanian di negara maju terhadap
negara berkembang. Subsidi pertanian menurunkan harga pangan, yang berfaedah
petani yang tidak disubsidi di negara berkembang tidak dapat bersaing, dan efeknya
adalah bertambahnya banyak kemiskinan di kalangan petani yang tidak mampu
berlomba dengan harga pangan yang murah. Dianggarkan dampak subsidi ini
terhadap negara berkembang setara dengan kehilangan pendapatan sebesar US$ 24
miliar yang bisa didapatkan negara berkembang dari sektor pertanian dan industri
pengolahan hasil pertanian. Dan semakin dari US$ 40 miliar gagal didapatkan karena
menjadi kurangnya ekspor hasil pertanian.Subsidi pertanian di negara maju memiliki
dampak buruk untuk pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dan perdagangan di
negara miskin dan berkembang dan memiliki dampak yang tidak langsung terhadap
menjadi kurangnya investasi di pedesaan.

Haiti adalah contoh nyata negara berkembang yang terpengaruh secara negatif dari
keberadaan subsidi pertanian di negara maju. Haiti memiliki kemampuan
memproduksi beras dan pernah swasembada. Namun kini Haiti tidak memproduksi
cukup beras untuk masyarakatnya. 60 persen bahan pangan di negara tersebut adalah
hasil impor. Setelah liberalisasi ekonomi dan turunnya tarif impor, beras yang
dihasilkan di dalam negeri tidak mampu berlomba dengan beras murah bersubsidi dan
dihasilkan secara efisien karena mekanisasi pertanian, yang diimpor dari Amerika
Serikat. Sedangkan petani Haiti tidak menerima subsidi sama sekali. Tarif impor
turun sebanyak 50% sejak 1995 dan negara ini mengimpor 80 persen beras yang
dikonsumsinya.

USDA mencatat bahwa sejak tahun 1980, produksi beras Haiti tidak berganti,
sedangkan makanan meningkat 8 kali lipat sejak tahun tersebut. Haiti adalah aib satu
importir beras terbesar dari Amerika Serikat. Dengan ketidakmampuan berlomba,
para petani Haiti menyerah dan banyak yang bermigrasi ke perkotaan untuk mencari
pekerjaan lain.

Dampak pada asupan nutrisi


Harga bahan pangan berkalori tinggi yang disubsidi seperti serealia dan kentang
dianggarkan menjadi penyebab obesitas di Amerika Serikat karena harganya yang
murah. Gula dari tebu dan bit gula telah ditukar dengan pemanis yang semakin murah
seperti sirup jagung sehingga makanan yang manis pun menjadi semakin murah.
Bahkan 63% subsidi yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dinikmati oleh industri
daging dan peternakan susu. Harga jagung yang rendah membikin sapi pedaging
diberikan pakan berbahan dasar jagung. Sapi yang diberikan pakan jagung hendak
memiliki daging dengan kandungan lemak yang semakin tinggi.

Namun penelitian lain tidak menemukan beradanya kaitan antara kebijakan pertanian
Amerika Serikat terhadap obesitas.

Anda mungkin juga menyukai