Anda di halaman 1dari 4

Berkah Bonus Demografi Generasi Muda, Modal Besar Membangun Peradaban Islam

Oleh
Reza Dimas Setiawan (C1A020082)
S1 Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, UNSOED
reza.setiawan@mhs.unsoed.ac.id

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia—


sekaligus menjadi salah satu negeri muslim terbesar—telah menjadikan Indonesia sebagai
perhatian dunia khususnya negara adidaya. Ditambah Indonesia memiliki kekayaan alam
yang luar biasa.
Konon, Indonesia kini telah dikeluarkan AS sebagai negara berkembang dan berubah
menjadi negara maju. Tak ayal, kini Indonesia semakin membuka lebar pintu masuknya para
investor asing yang ingin menanamkan modalnya yang sedikit untuk mendapatkan
keuntungan yang berkali-kali lipat lebih banyak. Ya, itulah tabiat kapitalisme.
Jumlah penduduk yang besar tentu menjadi pasar yang potensial bagi para kapitalis,
apalagi berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia yang dilakukan Badan Pusat Statistik
(BPS), dalam rentang tahun 2020-2035 Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Bonus demografi adalah fenomena usia produktif, yaitu 15-64 tahun lebih banyak
daripada usia nonproduktif (usia 15 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas).
Itu artinya, 100 orang penduduk usia produktif hanya akan menanggung sekitar 47
orang nonproduktif. Sehingga hal ini akan mengurangi besarnya biaya untuk pemenuhan
kebutuhan penduduk usia nonproduktif, sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan penduduk.
Penduduk dengan usia produktif—dimaknai sebagai angkatan pekerja—menjadikan
pemerintah harus menyiapkan lapangan pekerjaan yang banyak serta sumber daya manusia
andal yang siap diserap dunia usaha.
Oleh karenanya, saat ini pendidikan vokasi menjadi terobosan pemerintah untuk
menciptakan SDM yang dinamis, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memiliki daya saing global.
Dengan strategi seperti ini, diharapkan Indonesia berhasil memanfaatkan peluang
bonus demografi. Namun, apakah potensi penduduk usia produktif ini hanya disiapkan
sebagai penggerak perekonomian saja?
Potensi kuantitas penduduk usia produktif di Indonesia sebenarnya sangat besar,
namun potensi besar tersebut masih sebatas “dimanfaatkan” sebagai penggerak ekonomi
saja baik sebagai pekerja yang diupah atau konsumen yang konsumtif.
Sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini tentu menjadikan materi atau
keuntungan sebagai standar segalanya. Lihat saja bagaimana orientasi dari lulusan sekolah
sampai perguruan tinggi adalah bekerja atau menjadi pekerja.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Sartono, ada 1,8 juta lulusan
pendidikan menengah atas yang terpaksa bekerja dan 1,3 juta lulusan perguruan tinggi
dengan gelar sarjana maupun diploma. Berarti, setiap tahunnya ada 3,1 juta pencari kerja di
Indonesia.
Namun, seiring berkembangnya zaman dan revolusi teknologi, lapangan kerja
khususnya yang membuka peluang untuk lulusan pendidikan menengah kian menyempit.
Belum lagi terbuka lebarnya izin kerja bagi tenaga kerja asing membuat persaingan semakin
ketat, bagi yang minim skill tentu akan tersingkir.
“Undangan” dari pemerintah Indonesia untuk para investor yang akan membuka
banyak lapangan pekerjaan khususnya dalam menghadapi bonus demografi di Indonesia,
hakikatnya hanya menebar jala untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar.
Sedangkan putra-putri bangsa menjadi pekerja dan negara hanya menjadi regulator saja.
Miris!
Selain itu, ideologi kapitalisme sekuler yang bercokol di negeri ini telah memengaruhi
cara pandang terhadap hidup mayoritas masyarakat negeri ini, di mana hidup sekadar untuk
mendapatkan materi dan “membeli” kesenangan yang bersifat materi.
Sehingga, dari perilaku konsumtif ini akan menguntungkan pihak kapitalis, terlebih
ketika Indonesia berada di puncak bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia
produktif diperkirakan mencapai 209 juta jiwa dari 321 juta jiwa penduduk Indonesia.
Inilah potensi bonus demografi yang hanya dipandang dan dikelola secara ekonomi
saja.
Bonus Demografi: Berkah Songsong Khilafah
Setiap negara pasti akan menghadapi bonus demografi yang hanya terjadi satu kali
saja. Salah mengelola potensi bonus demografi tentu akan membawa bencana.
Memanfaatkan usia produktif hanya untuk target ekonomi pun tidak akan membawa
pada kemajuan dan kebangkitan hakiki suatu bangsa.
Islam sebagai agama dan ideologi sahih tentu harus menjadi satu-satunya rujukan,
termasuk dalam mengelola dan menyiapkan bonus demografi.
Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surah At Taubah ayat 33,
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang
benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak
menyukai.” Rasulullah saw. pun menegaskan dalam sabdanya, “Islam itu tinggi dan tidak
ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR Ad Daruquthni).
Generasi muda saat ini adalah pemimpin di masa depan. Menyiapkan mereka
menjadi generasi unggul adalah suatu keniscayaan. Apalagi bonus demografi di negeri
mayoritas muslim ini adalah anugerah yang jangan sampai disia-siakan.
Oleh karenanya, hal utama dan mendasar yang harus dilakukan kepada generasi saat
ini adalah menanamkan keimanan yang kokoh dan produktif, yaitu iman yang akan
melahirkan amal saleh dengan menjalankan syariat-Nya (Islam) secara keseluruhan.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah
(keseluruhan) dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu
musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah: 208).
Berikutnya, membentuk generasi yang mencintai ilmu, generasi muda yang faqih
fiddiin yaitu menguasai ilmu-ilmu agama Islam. Selain itu mereka juga harus menguasai ilmu
sains teknologi serta dibekali skill yang mumpuni.
Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata, “Demi Allah, hakikat seorang pemuda
adalah dengan ilmu dan takwa. Jika kedua hal tersebut tiada padanya, tidak ada jati diri
padanya.”
Oleh sebab itu, dengan ilmu dan takwalah generasi saat ini bisa memaksimalkan dan
mengarahkan potensinya berupa kecemerlangan akal pikiran, tenaga yang masih kuat; serta
karakter yang dinamis, kreatif, dan inovatif.
Produktif menurut Islam adalah melakukan sesuatu yang bukan hanya akan
menghasilkan manfaat bagi umat, tapi kelak amal perbuatannya akan menjadi saksi atau
hujah bagi pelakunya saat bertemu dengan Rabb-nya, Allah SWT.
Sebaliknya, sangat disayangkan jika menyiapkan SDM yang unggul hanya sebagai
penggerak perekonomian semata, bahkan hal ini sungguh telah meremehkan potensi yang
dimiliki generasi terbaik.
Allah SWT berfirman, “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali ‘Imran: 110).
Ya, generasi unggul adalah penggerak perubahan hakiki, yang bergerak dan berkarya
untuk kebangkitan Islam.
Iman yang kokoh, visi misi hidup mulia sebagai seorang hamba Allah, serta mental
tangguh yaitu mental pemimpin dan pejuang, telah memantapkan kesiapan menghadapi
bonus demografi dalam menyongsong peradaban mulia dengan tegaknya institusi Khilafah
Islamiyyah.

Anda mungkin juga menyukai