Anda di halaman 1dari 74

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan
kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian1. Sebagaimana
pendidikan diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
Nomor 20 Tahun 2003 yang menetapkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Seiring dengan kemajuan zaman, pengetahuan pun juga semakin
berkembang. Suatu negara bisa lebih maju jika negara tersebut memiliki
sumberdaya manusia yang mengetahui berbagai ilmu pengetahuan disamping
teknologi yang sedang berkembang pesat sekarang ini. Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah sekelompok disiplin akademis yang
mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan
sosialnya2. Melalui pendidikan IPS, diharapkan para siswa dapat diarahkan untuk
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta
warga dunia yang cinta damai (Sapriya, 2009: 194).
Tujuan mata pelajaran IPS tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah, yaitu agar siswa memiliki kemampuan-kemampuan sebagai
berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial
2

logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan; (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama
dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global. Ruang lingkup mata pelajaran IPS pada satuan pendidikan SD/MI meliputi
Manusia, Tempat, dan Lingkungan, Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan, Sistem
Sosial dan Budaya, Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Uraian di atas memberikan gambaran IPS menjadi sesuatu yang penting


untuk dipelajari. Dengan alasan tersebut maka pembelajaran IPS perlu
disempurnakan dan dikembangkan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah yaitu dengan penyempurnaan kurikulum. Adapun upaya yang dapat
dilakukan oleh guru yaitu penyempurnaan pembelajaran yang dilakukan melalui
pemilihan pendekatan, metode, dan media yang tepat dalam menyampaikan
materi. Profesionalisme seorang guru bukanlah pada kemampuannya
mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada kemampuannya untuk
melaksanakan pembelajaran yang menarik dan dan bermakna bagi siswanya.
Degeng (Sugiyanto, 2010:1) berpendapat daya tarik suatu mata pelajaran
ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua oleh
cara mengajar guru. Oleh karena itu, tugas profesional seorang guru adalah
menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadikannya menarik,
yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tak berarti menjadi bermakna.
Upaya-upaya tersebut baik dari pemerintah maupun guru bertujuan meningkatkan
mutu pendidikan yang terlihat dari prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa
dapat dilihat dari nilai hasil belajar yang mencakup ulangan harian, ulangan
semester, maupun tugas-tugas.
Prestasi belajar yang baik menunjukkan mutu pendidikan yang baik pula.
Selain itu hasil belajar sering dijadikan pedoman atau pertimbangan untuk
menentukan kelanjutan pendidikan siswa ke jenjang yang lebih
tinggi.Peningkatan hasil belajar siswa dapat tercapai apabila pembelajaran yang
dilakukan dapat mengaktifkan siswa. Siswa yang aktif baik secara
3

fisik,intelektual, maupun emosional akan lebih mudah dalam menerima pelajaran


dan mpengetahuan yang didapat menjadi lebih bermakna. Pengaktifan siswa
dalam belajar sangat bergantung dari kemampuan guru dalam mengajar.
Kemampuan guru yang dimaksud adalah kemampuan untuk memilih metode
dengan tepat yang sesuai dengan karakteristik anak, materi yang diajarkan, sarana
dan prasarana yang ada, kemampuan guru serta evaluasi yang akan digunakan.

Ada banyak metode yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha
mengoptimalkan hasil belajar siswa. Akan tetapi tidak semua metode cocok untuk
setiap topik atau mata pelajaran. Pemilihan penggunaan suatu metode dalam
pembelajaran hendaknya dapat mencapai tujuan pembelajaran, dapat mendorong
aktivitas siswa, menantang siswa untuk berpikir, menimbulkan proses belajar
yang menyenangkan, serta mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut.

Realitasnya, masih banyak guru mementingkan menghafal daripada


memahami suatu konsep materi. Hal ini menyebabkan siswa cenderung
pasif,sedangkan guru yang mendominasi kegiatan pembelajaran dikelas (teacher
centered). Siswa hanya duduk, diam, mendengarkan penjelasan guru. Tidak ada
komunikasi interaktif antar guru dan siswa. Suasana pembelajaran dikelas menjadi
monoton, dan siswa merasa cepat bosan. Selain itu, materi atau cakupan mata
pelajaran IPS yang sangat luas dan abstrak juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan penyampaian materi tidak secara mendalam mengingat alokasi
waktu yang terbatas, sehingga berimplikasi pada hasil belajar siswa yang rendah
atau belum mencapai KKM yang telah ditetapkan.

Penyelenggaraan pendidikan di tingkat SD secara realitas dapat di


kelompokkkan ke dalam 2 kelas yaitu kelas awal dan kelas lanjutan/ tinggi.
Pengelompokkan tersebut tentu memiliki implikasi yang luas baik dalam tataran
pertimbangan usia,muatan materi, maupun pendekatan pembelajaran di sekolah
dasar. Desain pembelajaran harus memenhui unsur keterkaitan antara kelas awal
dan kelas tinggi. Untuk mengaitkan keduanya pembelajaran harus penuh dengan
4

tendensi pengetahuan baru dan pengalaman baru bagi kehidupan


mereka.Pendididk harus mampu mempersiapkan kegiatan belajar mengajar yang
tepat sesuai dengan kondisi yang di butuhkan kelas.

Permasalahan yang terjadi tentang rendahnya hasil belajar IPS juga terjadi
pada siswa kelas V SDN PEJAGALAN 01. Kondisi ini dapat diketahui dari hasil
observasi selama peneliti melakukan pengamatan dan pengumpulan informasi dari
kelas V, yang menunjukkan tingkat daya serap siswa terhadap mata pelajaran .

Terdapat sepuluh mata pelajaran yang ada di kelas 5. KKM untuk mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah 67. Dari 2 kali hasil tes pokok
bahasan peninggalan sejarah sangat rendah yaitu 80% di bawah KKM.
Berdasarkan persentase tingkat daya serap tersebut, dapat dilihat bahwa nilai daya
serap siswa terhadap mata pelajaran IPS merupakan yang terendah kedua setelah
matematika.

Hal ini menandakan masih terdapat kekurangan dalam proses


pembelajaran dan memerlukan perbaikan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Banyak hal yangdapat mempengaruhi prestasi belajar, seperti pemilihan metode,
beban belajar, motivasi siswa, media pembelajaran, maupun pendekatan yang
dilakukan guru. Kesemuanya merupakanhal-hal yang sangat berpengaruh dalam
proses pembelajaran sehingga diperlukan observasi untuk dapat menemukan
pokok permasalahan dari pencapaian hasil belajar yang kurang maksimal.

Hasil observasi di lapangan ditemukan penyebab dari rendahnya prestasi


belajar IPS adalah minat siswa terhadap mata pelajaran IPS rendah. Sebagian
besar siswa mengeluh dengan banyaknya materi yang harus dibaca dan
dihafalkan. Selain itu, siswa menganggap bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran
yang membosankan. Hal tersebut disebabkan IPS selama ini hanya disampaikan
dengan metode ceramah dengan sedikit variasi atau dengan kata lain pembelajaran
hanya satu arah dan tanpa media yang menarik.
5

Kenyataannya bahwa materi IPS lebih tersusun atas informasi-informasi


yang merupakan fakta, konsep, maupun kejadian-kejadian sederhana dalam
kehidupan sehari-hari menjadikan bahan materi IPS itu menjadi sangat banyak.
Pembelajaran yang hanya satu arah dari guru membuat siswa mudah lupa.Guru
dalam mengajarkan IPS harus dapat membuat siswa aktif secara fisik, intelektual
maupun emosional agar pengetahuan yang didapat lebih bermakna.Upaya guru
untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran IPS telah dilakukan dengan
diskusi kelompok. Namun dengan metode ini, hanya siswa yang pandai saja yang
aktif, sedangkan siswa yang kurang pandai cenderung diam dan mengikuti siswa
pandai. Berarti langkah yang ditempuh guru belum mendapatkan hasil maksimal.
Hal tersebut terbukti dengan tingkat daya serap siswa terhadap materi IPS masih
cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, maka diperlukan suatu upaya


untuk membuat suasana pembelajaran lebih menarik. Dimana tugas guru yang
semulanya mengajar siswa menjadi membelajarkan siswa. Tugas guru disini
adalah menciptakan situasi dan kondisi yang dapat membuat siswa terlibat aktif
selama proses pembelajaran berlangsung misalnya dengan menggunakan metode
4321 yang dapat bervariasi dan dapat menarik perhatian siswa.

Metode yang dapat menjadi alternatif adalah metode yang dapat


meningkatkan keinginan siswa untuk belajar, menyenangkan, dan menumbuhkan
kreatifitas siswa serta dapat membermaknakan materi pelajaran dengan
menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan atau tugas yang diberikan
guru.Metode yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
kelas V. Piaget mengatakan bahwa siswa Sekolah Dasar (SD) usia 7-11 tahun
merupakan masa kritis, masa ini merupakan tahap periode operasional konkret
(Sri Rumini, 1991:29-31) sehingga gambaran nyata atau mengkongkritkan materi
merupakan metode yang paling tepat.
6

Berdasarkan penjelasan di atas, maka upaya meningkatkan prestasi


belajarn IPS Kelas V SD Negeri Pejagalan 01 adalah dengan menerapkan metode
inkuiri. Metode inkuiri terbimbing adalah metode yang dipergunakan dalam
proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses
berfikir secara sistematis dengan bimbingan guru.

Metode ini melatih siswa untuk mengambil inisiatif atau prakarsa dalam
menentukan sesuatu. Siswa aktif menggunakan cara belajar mereka sendiri,
dengan demikian mereka diharapkan mempunyai keberanian untuk mengajukan
pertanyaan, merespon masalah, dan berpikir untuk memecahkan masalah atau
menemukan jawabannya melalui penyelidikan. Siswa bebas melakukan eksplorasi
dan diberi kesempata untuk melakukan pemilihan alternatif pemecahannya. Oleh
karena proses penemuan itu dialami oleh siswa sendiri maka diharapkan siswa
dapat lebih mudah mengingat materi pelajaran, sehingga berdampak pada
peningkatan prestasi belajar siswa yang sesuai dengan kriteria penilaian yang
diharapkan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,dapat di


identifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Guru masih menggunakan metode ceramah.
2. Guru masih mendominasi kelas (teacher centered).
3. Respon siswa terhadap pelajaran IPS masih rendah, salah satunya
disebabkan karena anggapan IPS adalah membosankan.
4. Aktivitas siswa dalam pembelajaran belum optimal.
5. Materi IPS yang sangat luas dan menuntut siswa untuk menghafal
memberikan beban kepada siswa.
6. Prestasi belajar yang ditunjukkan melalui nilai ulangan semester IPS
yang telah dilaksanakan, 15 siswa memperoleh nilai dibawah KKM.
7

C. Fokus Penelitian
Dari identifikasi masalah di atas fokus penelitian di batasi pada hal sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses penerapan model inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada pokok
bahasan Peninggalan Sejarah siswa kelas V SDN Pejagalan 01 ?
2. Bagaiamana peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial setelah
diterapkan model inkuri terbimbing pada pokok bahasan Peninggalan
Sejarah siswa Kelas V SDN Pejagalan 01 ?
Sesuai dengan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas,maka judul
penelitian ini adalah “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V
Pokok Bahasan Peninggalan Sejarah melalui Model Inkuiri Terbimbing di SD
Negeri Pejagalan 01 Jakarta Utara”.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan
batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah upaya peningkatan prestasi belajar IPS dengan menerapkan metode
inkuiri terbimbing pada siswa kelas V SDN Pejagalan 01 Jakarta Utara?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan hasil belajar IPS dengan menerapkan metode inkuiri
terbimbing pada siswa kelas V SDN Pejagalan 01 Jakarta Utara.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk
penelitian yang berkaitan dengan metode inkuiri terbimbing pada masa
yang akan datang.
8

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru/Peneliti
1)Meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan metode
pembelajaran.
2) Meningkatkan sikap profesionalisme dalam bekerja.
3) Dapat menjadi acuan bagi guru lain dalam mengajar di kelas.
b. Bagi Siswa
1)Dapat lebih mudah memahami materi pelajaran melalui
pengalamannya sendiri sehingga lebih bermakna.
2) Pembelajaran IPS lebih menyenangkan dan tidak membosankan,
sehingga meningkatkan pemahaman konsep-konsep IPS yang
abstrak.
3) Meningkatkan hasil belajar IPS

 
9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan tentang Belajar

a. Pengertian belajar

Belajar adalah suatu aktifitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar
terjadi perubahan kemampuan diri. Dengan belajar anak yang tadinya tidak
mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak
yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Hal ini sesuai pendapat Slameto
(2003: 2) yang mengatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dalam
lingkungannya. Sedangkan Muhibbin Syah (2002: 68) mengartikan belajar
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan tingkah
laku.Perubahan itu tidak hanya pada waktu itu saja, akan tetapi berlangsung dalam
waktu relatif lama. Jika perubahan yang terjadi hanya sesaat saja, maka orang
tersebut belum dikatakan belajar.

Selanjutnya W. Gulo (2004: 8) berpendapat bahwa belajar adalah suatu


proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya,
baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat. Setelah seseorang itu
belajar maka akan terjadi perubahan baik dalam proses berpikir, bersikap maupun
berbuat pada waktu seseorang menghadapi suatu permasalahan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diambil suatu kesimpulan
tentang pengertian belajar, yaitu suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu
yang ditandai dengan perubahan tingkah laku dari hasil
pengalamannya.Perubahan tersebut adalah relatif tetap dan berbekas, serta menuju
ke arah yang lebih baik.
10

b. Ciri-ciri belajar

Ciri-ciri siswa yang belajar dikemukakan Sri Rumini (1991:61) sebagai berikut:

1) dalam belajar ada perubahan tingkah laku baik, tingkah laku yang diamati
secara langsung.

2) dalam belajar perubahan tingkah laku dapat mengarah yang lebih jelas.

3) dalam belajar perubahan tingkah laku meliputi tingkah laku kognitif, afektif

dan psikomotor.

4) dalam belajar perubahan tingkah laku menjadi relatif tetap. Bila seseorang

kemampuan membacamenjadi dapat belajar, maka kemampuan membaca

tersebut akan tetap dimiliki.

5) belajar merupakan suatu proses usaha yang artinya belajar berlangsung

dalam kurun waktu yang cukup lama. Hasilnya beberapa tingkah laku

kadang-kadang dapat diamati, tetapi proses belajar itu sendiri tidak dapat

diamati secara langsung.

Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah (2000:15-16) berpendapat ada


beberapa ciri-ciri belajar, sebagai berikut:

1) perubahan terjadi secara sadar.

2) perubahan dalam belajar bersifat fungsional.

3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dari dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa


dikatakan belajar jika ada perubahan tingkah laku baik yang meliputi tingkah laku
11

kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan tingkah laku tersebut bukan bersifat
sementara namun bersifat relatif tetap.

c. Faktor yang mempengaruhi belajar

Bruner (Asri Budiningsih, 2003:41) berpendapat bahwa proses belajar


akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Siswa yang melakukan
belajar tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sumadi
Suryabrata (2002: 233-238) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi faktor
belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. faktor-faktor yang berasal dari luar dan diri pelajar yaitu:

1) faktor-faktor non sosial: kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak
terbilang jumlahnya, seperti misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu
(pagi atau siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat
yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat peraga dan
sebagainya yang biasanya kita sebut alat pelajaran),

2) faktor-faktor sosial : yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial disini faktor


(sesama manusia), baik manusia itu, ada (hadir) maupun kehadirannya dapat
disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.

b. faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar yaitu :

1) faktor-faktor fisiologis: faktor-faktor fisiologis ini dapat dibedakan menjadi dua


macam, yaitu tonus jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu terutama
fungsi-fungsi panca indera,

2) faktor-faktor psikologis : hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu


adalah sebagai berikut: adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas, adanya sifat yang kreatif yang adapada manusia dan keinginan untuk
selalu maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru
12

dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu


dengan yang baru, baik dengan kemampuan dengan kompetensi, adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran,adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

Maslow (Sumadi Suryabrata, 2002: 237) mengemukakan motif-motif


untuk belajar itu ialah: (1) adanya kebutuhan, (2) adanya kebutuhan akan rasa
aman, bebas dan kekhawatiran, (3) adanya kebutuhan akan kecintaan dan
penerimaan dalam hubungan dengan lain, (4) adanya kebutuhan untuk mendapat
kehormatan dan masyarakat, (5) sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau
mengetengahkan diri. Selanjutnya suatu pendorong yang besar pengaruhnya
dalam belajarnya anak-anak didik kita ialah cita-cita. Cita-cita merupakan pusat
dan macam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya
disentralisasikan di sekitar cita-cita itu sehingga dorongan tersebut mampu
memobilisasikan energi psikis untuk belajar (Sumadi Suryabrata, 2002: 238).

Muhibbin Syah (2003: 139) menegaskan selain faktor internal siswa dan
faktor eksternal siswa, ada faktor lain yang mempengaruhi belajar siswa, yaitu
faktor pendekatan belajar. Pendekatan belajar yakni upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
mempelajari materi-materi pelajaran. Faktor-faktor tersebut di atas dalam banyak
hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.

Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar


dapat dibuat lebih lengkap lagi yaitu: (1) faktor-faktor yang berasal dari luar diri
pelajar: (a) faktor-faktor non sosial, (b) faktor-faktor sosial, (2) faktorfaktor yang
berasal dari dalam diri si pelajar: (a) faktor-faktor fisiologis, (b)faktor-faktor
psikologis, (3) faktor pendekatan belajar.Faktor-faktor tersebut sangat
mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran. Oleh karena itu proses
pembelajaran hendaknya harus memperhatikan faktor internal dan eksternal siswa
agar tercipta pembelajaran yang efektif.
13

Dalam penelitian ini, pembelajaran dengan menerapkan metode inkuiri


menuntut siswa aktif terlibat dalam menemukan suatu informasi sehingga terjadi
proses berpikir baik secara individu maupun kelompok. Proses menemukan
sendiri inilah yang membuat informasi yang diperoleh akan lebih dapat lekat
dalam ingatan anak. Hal ini tentu dapat membantu anak dalam menguasai materi
pelajaran IPS yang berujung pada prestasi belajar siswa meningkat.

2. Tinjauan tentang Hasil Belajar

Sebelum seorang guru melakukan penilaian hasil belajar, seharusnya guru


tersebut mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan hasil
belajar. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam penilaian hasil belajar, karena
seringkali seseorang yang tidak memahaminya hanya tau hasil belajar dalam
makna sempit yaitu "nilai". Maka berikut akan diulas beberapa pengertian hasil
belajar menurut para ahli sebagai tambahan referensi pengetahuan.

           Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran. Penilaian hasil
belajar bertujuan melihat kemajuan hasil belajar peserta didik dalam hal
penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya dengan tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan .

           Menurut Slameto (2008:7) “hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh dari
suatu proses usaha setelah melakukan kegiatan belajar yang dapat diukur dengan
menggunakan tes guna melihat kemajuan siswa”. Lebih lanjut Slameto (2008:8)
mengemukakan bahwa ”hasil belajar diukur dengan rata-rata hasil tes yang
diberikan dan tes hasil belajar itu sendiri adalah sekelompok pertanyaan atau
tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan
mengukur kemajuan belajar siswa”. ”Tes hasil belajar bermaksud untuk mengukur
sejauh mana para siswa telah menguasai atau mencapai tujuan-tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan” (Mudjijo, 1995:29).
14

           Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah,


yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka ranah-ranah tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:

1.    Ranah kognitif, adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan


kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat
dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri
dari enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi

2.    Ranah afektif, berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Ada lima
tingkatan dalam ranah afektif ini yaitu penerimaan, merespons, menghargai,
organisasi, dan pola hidup

3.    Ranah psikomotor, meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf


dan otot badan. Ada lima tingkatan dalam ranah ini, yaitu imitasi, manipulasi,
presisi, artikulasi, dan naturalisasi (Sanjaya, 2009:127-128).

Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) ada sepuluh matapelajaran yang termuat
dalam raport. Salah satunya adalah mata pelajaran IPS.Hasil belajar selama satu
semester terdiri dari beberapa nilai tugas, pekerjaan rumah, ulangan harian,
ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.Hasil belajar ini akan diolah
dan dirata-rata yang pada akhirnya menjadi nilai raport yang dilaporkan kepada
orang tua siswa. Berbeda dengan pendapat Subardi (1989: 33) bahwa prestasi
belajar dalam arti yang sangat luas yakni, untuk bermacam-macam ukuran
terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian, tugas, PR,
tes lisan yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan di akhir semester.

Ada beberapa indikator untuk mengukur hasil belajar siswa dalam proses
pembelajaran yaitu (1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan
mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok; (2) Perilaku
yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa baik secara
individual maupun kelompok; (3) Terjadinya proses pemahaman materi yang
secara sekuensial (sequential) mengantarkan materi tahap berikutnya. Prestasi
15

belajar yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai angka oleh guru, adalah upaya
guru untuk mengungkapkan hasil belajar siswa. Ada beberapa alternatif norma
pengukuran tingkat prestasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran mata
pelajaran tertentu. Diantaranya adalah norma skala angka dari 0 sampai 10 dan
norma skala angka dari 0 sampai 100. Angka terendah yang menyatakan
kelulusan atau keberhasilan belajar (passinggrade) atau KKM skala 0-10 maupun
skala 0-100 ditentukan oleh guru dengan mempertimbangkan beberapa hal. Jadi
pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari KKM yang
ditentukan guru dalam mengerjakan instrumen evaluasi, maka telah mampu
memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun perlu dipertimbangkan
oleh guru penetapan passing grade yang lebih tinggi untuk mata pelajaran bahasa
dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa mengurangi pentingnya
bidang-bidang studi lainnya) merupakan kunci pintu pengetahuan-pengetahuan
lainnya. Pengkhususan passing grade atauKKM seperti ini sudah berlaku umum
di negara-negara maju dan meningkatkan kemajuan belajar siswa dalam bidang-
bidang studi lainnya (Muhibbin Syah, 2003: 221-224).

Arends (Suyitno, 2011:33) mengemukakan bahwa ‘ada tiga hasil belajar


yang diperoleh pelajar yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah, yaitu inkuiri keterampilan memecahkan masalah, belajar model
peraturan orang dewasa, dan keterampilan belajar mandiri’.

Dari penjelasan dan pemaparan tentang hasil belajar di atas dapat


disimpulkan bahwa hasil belajar digunakan sebagai acuan atau patokan  guru
untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan ajar atau materi
dengan melakukan evaluasi pada setiap akhir proses pembelajaran dan untuk
mengukur hasil belajar tersebut diperlukan tes.

3. Tinjauan tentang IPS

a. Pengertian IPS

Somantri (Sapriya:2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau


disiplin ilmu ilmu sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang
16

diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan


pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau disingkat IPS merupakan program
pendidikan yang mengintregasikan konsep-konsep terpilih dari ilmu-ilmu sosial
dan humaniora untuk tujuan pembinaan warga negara yang baik.Fakih Samlawi
dan Bunyamin Maftuh (1998: 1) menyebutkan bahwa IPS merupakan suatu mata
pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang
disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan
kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya. Djojo Suradisastra, dkk (1992:
4) menjelaskan bahwa IPS merupakan kajian tentang manusia dan dunia
sekelilingnya yang mengkaji hubungan antar manusia dan menelaah kehidupan
nyata manusia.

Pengertian IPS di tingkat persekolahan itu sendiri mempunyai perbedaan


makna, disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa khususnya antara
IPS untuk SD dengan IPS untuk SMP dan IPS untuk SMA. Sapriya (2009: 20)
mengatakan istilah IPS di SD merupakan nama mata pelajaran yang berdiri
sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora,
sains bahkan berbagai ilmu dan masalah sosial kehidupan. Materi IPS untuk
jenjang SD tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih dipentingkan
adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik kemampuan berpikir
siswa yang bersifat holistik.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah mata


pelajaran yang merupakan integrasi dari berbagai ilmu sosial yang disusun dan
disesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam hubungannya dengan kehidupan
bermasyarakat.

b. Tujuan dan ruang lingkup IPS

Arah mata pelajaran IPS ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa


dimasa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat karena
kehidupanmasyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Tujuan mata
pelajaran IPS yang diidentifikasi oleh Sapriya(2009: 194-195) yaitu:
17

1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan


lingkungan.

2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalamkehidupan sosial.

3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam


masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Djojo
Suradisastro, dkk (1992: 7) mengatakan tujuan IPS mencakup ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dalam ranah kognitif, tujuan IPS adalahmendorong daya
nalar dan kreatif dalam pengambilan keputusan yang rasional dan tepat.
Sedangkan dalam ranah afektif, IPS mampu memberikan nilai dan sikap terhadap
masyarakat dan kemanusiaan seperti menghargai martabat manusia dan sensitif
terhadap perasaan orang lain.

Tujuan pembelajaran IPS dalam ranah psikomotor yaitu agar siswa dapat
meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan dan keterampilan partisipasi
dalam kehidupan nyata. Hakikat tujuan diatas menunjukkan bahwa tujuan IPS
adalah mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik yaitu yang
memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang menjadi modal dalam
kehidupan bermasyarakat.

Ruang lingkup IPS adalah menyangkut kegiatan dasar manusia. Ruang


lingkup IPS dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006:2) meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:

1) Manusia, Tempat, Lingkungan

2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3) Sistem Sosial dan Budaya

4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan


18

Ruang lingkup materi IPS yang dipelajari siswa kelas V SD berdasarkan

KTSP adalah sebagai berikut:

a. Peta dan kelengkapannya

b. Kenampakan alam dan sosial budaya

c. Sumber daya alam dan kegiatan ekonomi

d. Suku bangsa dan budaya

e. Peninggalan sejarah

f. Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh

g. Perekonomian masyarakat

h. Koperasi

i. Perkembangan teknologi

j. Masalah sosial

Ruang lingkup pembelajaran IPS dalam penelitian ini adalah materi yang
dipelajari oleh siswa kelas V SD Negeri Pejagalan 01, Jakarta Utara, yaitu
Peninggalan Sejarah. Selanjutnya materi IPS ini dibatasi pada Standar
Kompetensi ( SK ) Menghargai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala
nasional Pada masa hindu budha dan islam,Keragaman kenampakan alam dan
Suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia.

c. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk sekolah dasar

Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai disiplin ilmu dan berbagai manfaat


dalam penerapannya di masyarakat membuat pendidikan IPS menjadi sangat
penting. Siswa perlu mendapatkan keterampilan-keterampilan IPS. Hal ini akan
19

membuat siswa dapat lebih peka terhadap hidup dan kehidupan sosial. Djodjo
Suradisastra, dkk (1992: 5) menyebutkan rasionalisasi mempelajari IPS adalah:

a. supaya para siswa dapat mensistematisasikan bahan, informasi dan atau


kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi
lebih bermakna.

b. supaya para siswa dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah
sosial secara rasional dan bertanggung jawab.

c. Supaya para siswa dapat mempertinggi toleransi dan persaudaraan di


lingkungan sendiri dan antar manusia.

Mempelajari IPS merupakan hal yang sangat penting akan tetapi IPS
merupakan pelajaran yang kurang populer di kalangan siswa. Preston dan
Herman, 1981; Welton dan Mallan, 1981(Djodjo Suradisastra, 1992: 63-65)
menyebutkan bahwa: penyebab kurang diminatinya IPS dari sisi anak adalah IPS
memiliki banyak konsep yang abstrak seperti konsep tentang tanggungjawab,
banyak bahan pelajaran yang sudah diketahui anak karena merupakan kejadian
sehari-hari atau pelajaran yang diberikan benar-benar baru tetapi tidak searah
dengan persepsi anak. Padahal IPS merupakan mata pelajaran yang sangat kaya
bahan belajar dan dapat menarik. Oleh sebab itu,pembelajaran IPS di sekolah
dasar hendaknya meningkatkan kepedulian siswa terhadap IPS hal itu dapat
dilakukan dengan pembelajaran yang menarik dengan membuat sesuatu yang
baru.

Selain meningkatkan kepedulian, pembelajaran IPS hendaknya juga


sesuaidengan tingkat perkembangan anak. Kelas V memiliki rentang usia antara
10 sampai dengan 12 tahun yang menurut Piaget tergolong dalam operasional
konkret sehingga pembelajaran harus memberikan gambaran yang nyata atau
konkret yang ada disekitar anak. Memberikan pengalaman langsung kepada anak
merupakan proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami
secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari. Semakin
20

konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyaklah


pengalaman yang diperoleh siswa.

Urutan pengalaman dari yang abstrak hingga yang konkret dapat


digambarkan dalam kerucut pengalaman (cone of experience) yang dikemukakan
oleh Edgar Dale sebagai berikut .

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman langsung dan


pengalaman tidak langsung. Semakin langsung objek yang dipelajari, maka
semakin konkret pengetahuan yang diperoleh; semakin tidak langsung
pengetahuan itu diperoleh, maka semakin abstrak pengetahuan siswa. Dalam
pembelajaran menggunakan metode inkuiri, siswa aktif dan terlibat langsung
dalam proses menemukan sendiri suatu informasi, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan
guru.Informasi yang diperoleh akan dapat lebih bermakna dan pada akhirnya
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
21

Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone Experience)


mengatakan : “hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung
(kongkrit), kenyataan yang ada dilingkungan kehidupan seseorang kemudian
melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin keatas
puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan
interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan
jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”.

Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang


terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan,
pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”.Dale berkeyakinan bahwa
symbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap
manakala diberikan dalam bentuk pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman
merupakan awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan
komunikasi audiovisual. Pengalaman Langsung (Direct as Purposeful
Experiences)

Dasar dari pengalaman kerucut Dale ini adalah merupakan penggambaran


realitas secara langsung sebagai pengalaman yang kita temui pertama kalinya.
Ibarat ini seperti fondasi dari kerucut pengalaman ini, dimana dalam hal ini masih
sangat konkrit.Dalam tahap ini pembelajaran dilakukan dengan cara memegang,
merasakan atau mencium secara langsung materi pelajaran. Maksudnya seperti
anak Taman Kanak-Kanak yang masih kecil dalam melakukan praktik menyiram
bunga. Disini anak belajar dengan memegang secara langsung itu seperti apa,
kemudian menyiramkannya kepada bunga.

Pengalaman Tiruan (Contrived Experiences)

Tingkat kedua dari kerucut ini sudah mulai mengurangi tingkat ke-konkritannya.
Dalam tahap ini si pebelajar tidak hanya belajar dengan memegang, mencium atau
merasakan tetapi sudah mulai aktif dalam berfikir.Contohnya seperti seorang
pebelajar yang diinstruksikan membuat bangunan atau gedung. Disini pebelajar
22

tidak membuat gedung sebenarnya melainkan gedung dalam artian suatu model
atau miniature dari gedung yang sebenarnya.

Dramatisasi (Dramatized Experiences)

Kita tidak mungkin mengalami langsung pengalaman yang sudah lalu. Contohnya
seperti pelajaran sejarah. Apakah kita mengalami lansung sejarah itu? Tentu tidak.
Maka dari itu drama berperan dalam hal ini. Sejarah yang kita pelajari bisa kita
jadikan drama untuk pembelajaran. Mengapa drama? Karena dengan drama si
pebelajar dapat menjadi semakin merasakan langsung materi
yang dipelajarkan.Jika kita bisa membagi dua bagian ini, maka bagian akan
terbagi menjadi partisipasi dan observasi. Partisipasi merupakan bentuk aktif
secara langsung dalam suatu drama, sedangkan observasi merupakan pengamatan,
seperti menonton atau mengamati drama tersebut.

Demonstrasi (Demonstrations)

Demonstrasi disini merupakan gambaran dari suatu penjelasan yang merupakan


sebuah fakta atau proses. Seorang demonstrator menunjukkan bagaimana sesuatu
itu bisa terjadi. Misalnya seperti seorang guru kimia yang mendemonstrasikan
bagaimana hydrogen bisa terpisah dari oksigen dengan menggunakan elektrolisis.
Atau seorang guru matematika yang mendemonstrasikan bagaimana menghitung
dengan menggunakan sempoa.

Karya Wisata (Field Trip)

Jika kita berkarya wisata, biasanya kita melihat kegiatan apa yang sedang
dilakukan orang lain. Dalam karya wisata ini pebelajar mengamati secara
langsung dan mencatat apa saja kegiatan mereka. Pebelajar lebih mengandalkan
pengalaman mereka dan pemelajar tidak perlu memberikan banyak komentar,
biarkan mereka berkembang sendiri.
23

4. Tinjauan tentang Model Inkuiri

a. Pengertian model inkuiri

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat,
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan. Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi
siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir)
terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama
dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk
membangun kemampuan itu.

Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan


pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Proses berpikir itu biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara
guru dan siswa.

Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan


penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan
sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak
terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa
berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya. Oleh
karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang
harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi kegiatan penemuan
(inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui
penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).

Model pembelajaran inkuiri berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia


lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri
pengetahunanya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam disekelilingnya
24

merupakan kodrat manusia sejak lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki
keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indra pengecapan, pendengaran,
penglihatan dan indra-indra lainnya.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri,
yaitu : (1) strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal
untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. (2) seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan.
Dengan demikian strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. (3)
tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.

Tujuan utama pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah menolong


siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar
rasa ingin tahu mereka.

Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala : (1) siswa dapat


menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan, (2)
bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang
sudah jadi, (3) proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap
sesuatu, (4) guru akan mengajar sekelompok siswa yang rata-rata memiliki
kemauan dan kemampuan berpikir, (5) jumlah siswa yang belajar tidak terlalu
banyak, dan (6) guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan
yang berpusat pada siswa.

b. Jenis Inkuiri

Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru
terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada
siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:
25

1. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)

Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru


membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan
petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada
pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk
diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar
mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh


pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan
tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara
mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui
lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru
harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.

2. Inkuiri Bebas (free inquiry approach).

Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah


berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan
inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang
ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki,
menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau
langkah-langkah yang diperlukan.
26

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau
bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode
ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open
ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena
tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain
itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum
pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan,


antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama
sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena
diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada
kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam
kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai
topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk
memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara
kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual
lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual
tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)

Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan


inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri
bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki
tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya,
dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk
diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini
menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh
bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing
dan tidak terstruktur.
27

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan,


agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa
dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak
dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara
tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok
lain.

Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan


pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan
pertimbangan bahwa penelitian akan dilakukan terhadap siswa kelas V yang
tingkat kognitifnya masih berada pada tahap operasional konkret dan siswa masih
belum berpengalaman belajar dengan metode inkuiri. , sehingga penulis
beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.

c. Peran guru dalam pembelajaran melalui pendekatan inkuiri

Dalam model pembelajaran inkuiri guru mesti mampu menciptakan kelas


sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa berbeda
pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku sekolah, agar
pelajar memiliki sikap jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya kendiri dan
siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari
penyelesaian masalah. Peranan guru dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri
adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai
fasilitator seorang guru mesti memiliki sikap-sikap sebagai berikut (Roger dalam
Djahiri, 1980) :

1. Mampu menciptakan suasana bilik darjah yang nyaman dan menyenangkan,


2. Membantu dan mendorong pelajar untuk mengungkapkan dan menjelaskan
3. keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kumpulan, 
4. Membantu kegiatan-kegiatan dan me-nyediakan sumber atau peralatan serta
membantu kelancaran belajar mereka
28

5. Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi
yang lainnya
6. Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam
bertukar pendapat.

Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam


menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui
pembelajaran koperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan.
Peranan ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna
(meaningful learning) yaitu istilah yang dikemukakan oleh Ausubel untuk
menunjukan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan
apa yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik
siswa.

Disamping itu juga, guru berperan dalam menyediakan sarana


pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan
kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak
menghambat suasana pembelajaran di kelas.

Sebagai Director-Motivator, Peran ini sangat penting karena mampu


membantu kelancaran diskusi kumpulan, Guru berperan dalam membimbing serta
mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak
memberikan jawaban.Sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat
pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peran ini sangat pentng dalam rangka
memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam mengembangkan
keberanian siswa baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang
meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati. maupun
berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan
permasalahannya.
Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi
pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
29

a) Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah


berpikir,

b) Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam


proses berpikir siswa,

c) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat


dan memberikan keyakinan pada diri sendiri,

d) Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di


dalam kelas,

e) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang
diharapkan,

f) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas,

g) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam


rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

Menurut Memes (2000), ada enam langkah yang diperhatikan dalam


model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu :

1. Merumuskan masalah,

2. Membuat hipotesa

3. Merencanakan kegiatan,

4. Melaksanakan kegiatan,

5. Mengumpulkan data,

6. Mengambil kesimpulan.

Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang


sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha
30

mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi.


Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga
pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar.

Dengan pemahaman terhadap langkah-langkah pelaksanaan model


pembelajaran imkuiri ini, maka guru sudah harus memulai dari sekarang bagi
guru-guru yang baru mengetahui dan mempelajari model pembelajaran ini.

Demikian pula bagi guru-guru yang sudah pernah dan jarang


menggunakan model pembelajaran inkuiri ini, kiranya lebih dapat meningkatkan
dan meng-efektifkan lagi, sehingga model pembelajaran inkuiri ini benar-benar
mampu memberikan nilai tambah di dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Sebagai seorang guru, tentunya tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami
konsep model pembelajaran inkuiri saja, akan tetapi sudah menjadi kewajibannya
untuk dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya.
Semoga.

d. Kelebihan dan kekurangan pendekatan inkuiri

Model inkuiri merupakan salah satu metode yang sangat dianjurkan untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran, sebab model inkuiri sebagai metode
pembelajaran memiliki beberapa keunggulan. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Sanjaya (2006 : 2008) bahwa metode inkuiri memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya :

 Kelebihan

1. Model inkuiri merupakan metode pembelajaran yang menekankan kepada


pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, secara seimbang
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

2. Model inkuiri memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai


dengan gaya belajar meraka.
31

3. Model inkuiri merupakan model yang dianggap sesuai dengan


perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah
proses perudahan tingkah laku berkat adanya perubahan.

4. Keuntungan lain adalah model pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan


siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang
memiliki kemampuan belajar yang bagus tidak akan terlambat oleh siswa
yang lemah dalam belajar.

 Kekurangan

1. Jika model inkuiri digunakan sebagai model pembelajaran, maka akan


sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

2. Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur


dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

3. Dalam mengimplementasikannya,  memerlukan waktu yang panjang


sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.

4. Selama kriteria keberhasilan ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai


materi pelajaran, maka model inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh
setiap guru.

Sedangkan menurut Trisno 20083 ada beberapa kelebihan dan pembelajaran


yang menggunakan model inkuiri.

 Kelebihan

1. Pengajaran berpusat pada diri pembelajar.

2. Dalam proses belajar inkuiri, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan
prinsip, tetapi hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami

3
(www.elearning –jogja,19-5-2009)
32

proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab


dan komunikasi sosial secara terpadu.

3. Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri).

4. Dapat memberi waktu kepada pembelajar untuk mengasimilasi dan


mengakomodasi informasi.

5. Dapat menghindarkan pembelajar dari cara-cara belajar tradisional yang


bersifat membosankan.

 Kelemahan

1. Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar

2. Kalau pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa


yang besar, kemungkinan besar tidak berhasil

3. Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah


dirancang guru, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih
kalau harus belajar mandiri.

4. Dampaknya dapat mengecewakan guru dan siswa sendiri.

5. Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan


keterampilan memberi kesan terlalu idealis.

6. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuaannya


kurang berhasil hanya merupakan suatu pemborosan belaka.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka guru hendaknya memperhatikan


beberapa prosedur dan memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
metode inkuiri sehingga segala kekurangan yang terdapat dalam metode ini dapat
teratasi.

e. Langkah-langkah inkuiri
L
K
U
G
T
O
R
A
N
P
M
I
S
E
B
H
J Pada hakekatnya inkuiri merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara (W. Gulo, 2004: 95)

tentang
Gambar 2 .Langkah –langkah Inkuiri

 Dalam pelaksanaanya teknik inkuiri terdiri atas lima langkah yakni:

1)     Menyajikan masalah dan menghadapkan siswa kepada situasi yang


mengandung teka-teki .Pada langkah ini guru mengemukakan masalah dan
menjelaskan prosedur inkuiri pada siswa, yakni hendaknya siswa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat di jawab dengan " Ya" atau "Tidak". Di
samping itu, guru menjelaskan bahwa dalam proses inkuiri siswa akan
membuktikan objek-objek dan kejadian-kejadian.

2)     Mengumpulkan data verivikasi

Pada langkah ini siswa menyelidiki hakikat objek-objek, kondisi-kondisi,


dan menyelidiki peristiwa-peristiwa yang terjadi. Guru mengingatkan para siswa
keperluan mengkhususkan pertanyaan-pertanyaan.
gurumeminta para siswa merangkum dan menyintesis informasi ke dalam
Selain

masalah. Guru tidak menyatakan masalah pada permulaan, tetapi meminta siswa
sendiri merumuskan masalah itu.
33

itu,
34

3)     Mengumpulkan data eksperimentasi

Pada langkah ini siswa memisahkan variabel-variabel kondisi-kondisi


yang relevan, serta menghipotesis dan mengetes hubungan sebab akibat.
Eksperimen mempunyai dua fungsi, yakni eksplorasi dan tes ulang. Eksplorasi
mengubah benda-benda untuk melihat apakah yang akan terjadi. Eksplorasi tidak
memerlukan suatu teori atau hipotesis. Tes langsung berlaku jika para siswa
menguji suatu teori atau hipotesis.

4)     Merumuskan penjelasan

Pada langkah ini guru mengajak siswa merumuskan aturan-aturan atau penjelasan-
penjelasan. Guru meminta siswa agar memperjelas pernyataan teori dan meminta
pengentasan teori yang akan mengesahkan penjelasan itu.

5)     Menganalisis proses inkuiri

Pada langkah ini guru dengan siswa bekerja sama menganalisis pola-pola
penemuan mereka. Analisis itu berusaha mengikuti skema umum sebagai
berikut :menetapkan fakta, menentukan apakah fakta itu relevan, dan
mengembangkan konsep-konsep penemuan.

Roestiyah dan Yumiati Suharto dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar


mengemukakan langkah-langkah pelaksanaan teknik inkuiri sebagai berikut:

1. Guru membagi tugas meneliti sesuatu masalah ke kelas.

2. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok


mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan:

3. Siswa mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam


kelompok: siswa mendiskusikan hasil kerja kelompok, dan membuat
laporan yang tersusun dengan baik :

4. Melaporkan hasil kerja kelompok ke sidang pleno sehingga terjadi diskusi


secara luas:
35

5. Merumuskan kesimpulan

Agar teknik inkuiri dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan dengan kondisi-
kondisi sebagai berikut:

1. Kondisi yang fleksibel, bebas dari berintaksi:

2. Kondisi lingkungan yang responsif:

3. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian :

4. Kondisi yang bebas dari tekanan.

Dalam teknik inkuiri guru berperan untuk:

1. Menstimulasi dan menantang siswa untuk berpikir:

2. Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak.

3. Memberi dukungan untuk inkuiri:

4. Menentukan diagnosis kesulitan-kesulitan siswa dan membantu


mengatasinya.

5. Mengidentifikasikan dan menggunakan teach able moment sebaik-


baiknya.

Adapun langkah-langkah inkuiri yang diadopsi dari Barry K. Beyer (1971:60)


yaitu sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah

Pada langkah ini ada 3 tahapan, yaitu (1) menyadari masalah; (2) sehingga
bermakna (3) sehingga dikelola.

2. Mengembangkan jawaban alternatif (hipotesa)


36

Dalam mengembangkan jawaban, langkah yang dilakukan yaitu: (1) meneliti dan
mengklasifikasikan data yang tersedia; (2) mencari hubungan, menarik
kesimpulan logis; (3) menyatakan hipotesa.

3. Pengujian jawaban alternatif

Tiga langkah dalam menguji jawaban alternatif yaitu:

(1) merakit bukti: mengidentifikasi bukti yang dibutuhkan, mengumpulkan bukti


yang dibutuhkan, mengevaluasi bukti yang dibutuhkan,

(2) mengatur bukti: menjelaskan bukti, menafsirkan bukti, menggolongkan bukti,

(3) menganalisis bukti: mencari hubungan, memperhatikan persamaan dan


perbedaan, mengidentifikasi tren, urutan dan keteraturan.

(4 ) Mengembangkan kesimpulan

Dalam mengembangkan kesimpulan harus menemukan pola yang bermakna atau


hubungannya baru dapat menyatakan kesimpulan.

(5 ) Menerapkan kesimpulan data baru atau pengalaman

Langkah ke lima dalam inkuiri dilakukan dengan pengujian terhadap bukti baru
dan generalisasi tentang hasilnya. Oemar Hamalik (2008:221) berpendapat
bahwa metode inkuiri dapat berhasil apabila guru memperhatikan kriteria sebagai
berikut:

1) mendefinisikan secara jelas topik inkuiri yang dianggap bermanfaat bagi siswa.

2) membentuk kelompok-kelompok dengan memperhatikan keseimbangan aspek


akademik dan aspek sosial.

3) menjelaskan tugas dan menyediakan balikan kepada kelompok dengan cara


yang responsif dan tepat waktu.

4) intervensi untuk meyakinkan terjadinya interaksi antara pribadi secara sehat


dan terdapat dalam kemajuan pelaksanaan tugas.
37

5) melakukan evaluasi dengan berbagai cara untuk menilai kemajuan kelompok


dan hasil yang dicapai. Keberhasilan proses inkuiri sangat tergantung dari bahan
yang dikemukakan sebagai stimulus pada tahap pendahuluan (apersepsi). Materi
yang disajikan harus terkait dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya,
sehingga pelajaran tidak terasa asing dan merangsang keingintahuan siswa.

5. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Nasution (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 123) mengatakan masa usia


sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam
tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini disebut juga masa
sekolah. Pada masa bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik
daripada masa sebelum dan sesudahnya.Suryobroto (Syaiful Bahri
Djamarah,2000: 124) mengemukakan masa ini dapat diperinci menjadi dua fase,
yaitu masa kelas-kelas rendah SD dan masa kelas-kelas tinggi SD. Adapun siswa
kelas V SD pada umumnya berusia antara 10-12 tahun, yang termasuk dalam
kategori kelas tinggi.

Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang perkembangan intelektual


yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience),
penyalaman logika matematika (logical mathematical experience), transmisi
sosial (social transmission), dan proses keseimbangan (equilibriun) atau proses
pengaturan sendiri (self-regulation ) .

Nasution (1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar


mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap
kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan
ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan
mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai
mulai menonjolnya faktor-faktor, (4) pada umumnya anak menghadap tugas-
tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini
anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
38

sekolah, (6) anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya
untuk bermain bersama-sama.

Hal penting pada masa ini adalah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan),
terutama otoritas orang tua dan guru. Otoritas guru bisa dalam berbagai bentuk,
misalnya dalam pemberian nilai (angka raport) dan dalam pemberian hadiah,
pemberian hukuman dan lain-lain. Anak-anak pada usia ini menganggap nilai
teman-temannya untuk melihat keadilan guru dan kekuatan dirinya sendiri dalam
kelas, diantara teman-temannya. Dalam hal ini biasanya terjadi persaingan
diantara anak-anak itu. Persaingan ini biasanya terbatas pada sesama jenis
kelamin. Dengan pengalaman-pengalaman itu tumbuhlah dengan lebih nyata masa
keadilan.

Berdasarkan perkembangan tingkat kemampuan berpikir anak kelas


tinggi,maka untuk pembelajaran di kelas sebaiknya sudah diarahkan pada
pelatihan kemampuan berpikir yang lebih komplek.Dalam pembelajaran dengan
metode inkuiri siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dilatih
untuk berdiskusi, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan.

B. PenerapanMetode Inkuiri dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


di Sekolah Dasar

IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari fakta-fakta. Materi


pembelajaran IPS juga sangat banyak dan luas sehingga siswa terkadang sulit
untuk mengingat materi dalam pelajaran tersebut. Agar mudah diingat sangat
penting untuk membermaknakan suatu materi. Salah satu cara yaitu dengan
menemukan sendiri jawaban atas suatu pertanyaan yang telah dirancang oleh
guru.

Pada metode inkuiri terbimbing kegiatan belajar mengajar diawali dengan


menghadapkan siswa pada masalah yang merangsang. Jika siswa menunjukkan
perhatian dan minatnya dengan cara yang dinyatakan oleh reaksi mereka yang
berbeda-beda, guru mengarahkan mereka untuk merumuskan dan menyusun
masalah. Selanjutnya, siswa diarahkan pada usaha supaya mereka mampu
39

menganalisis, mengorganisasikan kelompok mereka, bekerja dan melaporkan


hasilnya akhirnya.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diketahui bahwa dalam


pembelajaran IPS pada semester I tahun ajaran 2015 /2016 pada siswa kelas V SD
Negeri Pejagalan 01,Jakarta Utara, hasil belajar siswa masih sangat rendah karena
siswa yang belum mencapai KKM (nilai ≤70) adalah sebanyak 70% siswa. Hal ini
dikarenakan dalam kegiatan pembelajarannya, guru hanya menggunakan metode
ceramah sehingga siswa merasa bosan. Materi IPS yang abstrak juga dirasakan
sulit untuk dipahami oleh siswa, sehingga diperlukan kreatifitas guru untuk
menggunakan metode pembelajaran baru untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa khususnya pada mata pelajaran IPS.

Tujuan pembelajaran IPS di SD adalah agar siswa mampu menguasai


konsep-konsep pengetahuan IPS yang kompleks dan keterkaitannya dalam
kehidupan sehari-hari serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi
sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi.IPS sering dianggap
sebagai mata pelajaran yang kurang menarik dan dianggap remeh sehingga
prestasi belajar siswa masih rendah.

Berdasarkan beberapa masalah di atas peneliti berusaha mencari


pemecahan masalahnya yaitu dengan menerapkan metodeinkuiri. Melalui
penerapan metode inkuiri proses pembelajaran akan terasa lebih menyenangkan
bagi siswa karena siswa terlibat aktif dalam menemukan informasi atau materi
pelajaran, sehingga informasi yang ditemukan sendiri ini dapat lebih melekat
dalam ingatan siswa. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
guru, aktivitas siswa dan prestasi belajar IPS.

Kerangka pikir dapat disajikan dalam bagan sebagai berikut :


40

KONDISI AWAL
1. Guru masih menggunakan metode ceramah.
2. Siswa pasif dan tidak mampu memahami konsep IPS.
3. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS dibawah
Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70.

PELAKSANAAN TINDAKAN
1. Guru bersama siswa merumuskan masalah.
2. Siswa menyusun hipotesis berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki.
3. Secara berkelompok, siswa mengumpulkan data.
4. Guru membimbing siswa dengan mengajukan pertanyaan
pancingan.
5. Siswa menganalisis data dengan berdiskusi kelompok.
6.Siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan, dan
mencocokkan dengan hipotesis awal.

KONDISI AKHIR
1. Keterampilan guru meningkat melalui penerapan
metodeinkuiri.
2.Aktivitas siswa meningkat karena guru menciptakan suasana
Belajar yang aktif, kreatif, dan berpusat pada kebutuhan
siswa melalui penerapan metodeinkuiri.
3.Prestasi belajar IPS meningkat karena adanya pembelajaran
bermakna
41

Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Pikir

KONDISI AWAL

1. Guru masih menggunakan metode ceramah.

2. Siswa pasif dan tidak mampu memahami konsep IPS.

3. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS dibawah Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70.

PELAKSANAAN TINDAKAN

1. Guru bersama siswa merumuskan masalah.

2. Siswa menyusun hipotesis berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

3. Secara berkelompok, siswa mengumpulkan data.

4. Guru membimbing siswa dengan mengajukan pertanyaan pancingan.

5. Siswa menganalisis data dengan berdiskusi kelompok.

6. Siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan, dan mencocokkan

dengan hipotesis awal.

KONDISI AKHIR

1. Keterampilan guru meningkat melalui penerapan metode inkuiri.

2. Aktivitas siswa meningkat karena guru menciptakan suasana belajar yang aktif,
kreatif, dan berpusat pada kebutuhan siswa melalui penerapan metode inkuiri.

3. Prestasi belajar IPS meningkat karena adanya pembelajaran bermakna dengan


penerapan metode inkuiri.

D. Hipotesis

Hipotesis bersifat suatu dugaan sementara yang mungkin benar atau salah.
42

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang diungkapkan di atas maka
hipotesis dari penelitian ini adalah: dengan menerapkan metode inkuiri maka
prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Pejagalan 01 pada mata pelajaran IPS
akan meningkat.

BAB III

METODE PENELITIAN

( PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN )


43

A. Subjek, Tempat, Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu

1. Subyek Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) kelas V semester ganjil tahun
pelajaran 2016 /2017, pada pokok bahasan peninggalan sejarah. Subyek
penelitian adalah siswa kelas V SDN PEJAGALAN 01,Jakarta Utara yang
berjumlah 26 orang.
Tabel 1. Data Siswa

NO NAMA SISWA L/P


1 ADAM SETIAWAN L
2 ADINDA FARHANA AURELIA P
3 ALFI DZAKYUN L
4 ALFIAN NUR ILHAM L
5 ALIFIA SUCI P
6 ARDAN SAPUTRA L
7 ATIKAH AGUSTINA P
8 BAGUS ARIF SAPUTRA L
9 DEA AMALIA P
10 DENNY ARYANTO L
11 ENDANG FATMAWATI P
12 ERICK AAN GUNAWAN L
13 GITA ANISSA SAFITRI P
14 KRIS IMELDA TARUNA P
15 M .KHAFIDZ L
16 M REZA MAHENDRA L
17 M YUDO PRATOMO L
18 M YUSUF FADLAN L
19 NELSON JULIEGO L
20 RAFLY ARIYANTO L
21 RIANTY WAFIQ AZIZAH P
22 SAIPUL HADI L
23 SEKAR HELENA P
24 SHINTA OCTAVIANI P
25 SILVIA RAMADHANI P
26 SITI HAWA P
44

2. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di kelas V SDN PEJAGALAN 01 yang terletak di
Jalan D Teluk Gong RT.12/10 Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.
3. Waktu Penelitian
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan pada tahun
pelajaran 2016/ 2017 pada semester ganjil di minggu keempat bulan
Agustus dan bulan September 2016 seperti yang diuraikan pada Tabel 2 di
bawah ini :

Tabel 2.
Pembagian Waktu Penelitian

Waktu
No Kegiatan Agustus september
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Pengajuan judul
Penyusunan
2
rancangan
3 Penelitian
4 Pelaksanaan siklus I
5 Pelaksanaan siklus II
Pelaksanaan siklus
6
III
Penulisan hasil
7
penelitian

Tabel 3
Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran

No Hari, Tanggal Mata Pelajaran Keterangan


1 Selasa,30 Agustus 2016 Ilmu Pengetahuan Sosial Siklus 1
2 Rabu ,7 September 2016 Ilmu Pengetahuan Sosial Siklus 2
3 Senin 19 September 2016 Ilmu Pengetahuan Sosial Siklus 3

4. Pihak yang Membantu


45

Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dapat dilaksanakan karena


banyak pihak yang membantu. Adapun pihak- pihak yang membantu
adalah :
1. Bapak Dr. I Made Astra,M.Si . sebagai supervisor I mata kuliah
PemantapanKemampuan Profesional ( PKP ).
2. Bapak Drs.Embisi Sihotang,M.Si sebagai Kepala Sekolah SDN
Pejagalan 01, Jakarta Utara.
3. Bapak Haikal ,SPd,MM sebagai rekan sejawat, serta rekan-rekan guru
dan staf SDN Pejagalan 01 .
4. Siswa-siswi kelas VB SDN Pejagalan 01,Jakarta Utara.

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran

1. Metode

Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK).


Dalam bahasa Inggris PTK diartikan dengan Classroom Action Research
(CAR). Namanya sendiri sebetulnya sudah menunjukkan isi yang
terkandung di dalamnya. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi
dalam sebuah kelas.Hopkins (Rochiati Wiriatmaja, 2005: 11) mengatakan
bahwa PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian
dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin
inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi,
sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.

Sedangkan Kemmis dan Taggart (H. Sujati, 2000: 2) mengartikan


bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian
reflektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan yang
diselaraskan dengan kondisi di mana praktik itu dilakukan. Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK adalah penelitian yang
46

dilakukan oleh guru di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki


pembelajaran yang telah dilakukan.

Setiap jenis penelitian memiliki karakteristik tertentu yang


membedakan dengan penelitian lain. Kasihani Kasbolah (H.Sujati, 2000:
3) mengemukakan bahwa PTK memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Guru menjadi pelaksana dalam penelitian itu.

2. PTK berangkat dari permasalahan praktik pembelajaran yang faktual.

3.Dilakukan tindakan-tindakan atau aksi sebagai suatu upaya


memperbaiki proses belajar-mengajar.

. 2. Desain prosedur Perbaikan Pembelajaran

Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart.


Tahapan tahapan dari model penelitian Kemmis dan Mc Taggart ini
berbentuk spiral yang bersiklus secara terus-menerus. Setiap siklus terdiri
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Tahap-
tahapan penelitian terjadi secara berulang yang akhirnya menghasilkan
beberapa tindakan yang membentuk spiral.

Berikut gambar model visualisasi bagan yang disusun oleh kedua


ahli dimaksud, yaitu Kemmis dan Mc Taggart.
Perencanaan

Refleksi Siklus I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan
Perencanaan
Refleksi Siklus I Pelaksanaan

Refleksi Siklus II
Pengamatan Pelaksanaan

Perencanaan

Refleksi Siklus II Pelaksanaan


Pengamatan
Pengamatan
Perencanaan
Perencanaan
47
Siklus III Pelaksanaan
Siklus III Pelaksanaan
dan seterusnya

Pengamatan
dan seterusnya

Pengamatan

Gambar 4.Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc Taggart

(Rochiati Wiriatmaja, 2005: 66) H. Sujati (2000: 23-24) menjelaskan


secara singkat keempat langkah penelitian dari Kemmis & Mc Taggart
sebagai berikut:

a. Rencana : Rencana tindakan apa yang akan dilakukan peneliti untuk


memperbaiki, meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas.

b. Tindakan : Apa yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya untuk


memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang ada sehingga
kondisi yang diharapkan dapat tercapai.

c. Observasi : Peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakannya.

d. Refleksi : Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas


dampak dari tindakannya dengan menggunakan berbagai
48

kriteria.Berdasarkan hasil refleksi tersebut peneliti melakukan modifikasi


terhadap rencana tindakan selanjutnya.

Perbaikan pembelajaran dilakukan sesuai dengan masalah yang


dihadapi.Perbaikan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas V
dilakukan dalam 3 siklus.Gambaran tentang langkah yang akan dilakukan
dalam perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut :

Pada Siklus pertama

Materi pelajaran pada siklus I adalah Perkembangan agama dan


kebudayaan Hindu – Budha di Indonesia Guru mengajarkan materi
Perkembangan agama dan kebudayaan dengan model Inkuiri
Terbimbing.Kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan yang
ada di buku paket Ilmu Pengetahuan (IPS) kelas V SD secara individu
(kuis ).

Setelah itu dilanjutkan dengan menjawab soal secara berkelompok.


Jika diketahui hasil evaluasi pada siklus pertama kurang memuaskann atau
rata-rata masih di bawah KKM, maka perbaikan pembelajaran akan
dilaksanakan pada siklus II.

Pada Siklus II

Materi pelajaran pada siklus II ini adalah Peninggalan Sejarah pada


masa Hindu – Budha. Pada siklus ini , dalam menyampaikan materi guru
menggunakan model inkuiri terbimbing, guru juga menggunakan alat
peraga berupa gambar/ slide peninggalan sejarah.hal ini di lakukan dengan
tujuan agar penyampaian materi peninggalan sejarah Hindu- Budha lebih
mudah di terima oleh siswa.

Kemudian guru memberikan kuis kepada siswa,yang dilanjutkan


dengan mengerjakan beberapa soal bersama kelompoknya.Jika diketahui
hasil evaluasi pada siklus kedua ini masih belum ataupun sudah mencapai
target yang diharapkan, perbaikan pemebelajaran akan terus dilanjutkan
49

pada siklus 3, untuk mengetahui kesatbilan dan keajegan hasil belajar


siswa.

Pada Siklus III

Materi pelajaran pada siklus III adalah peninggalan sejarah pada


masa Islam. Pada siklus ini, dalam menyampaikan materi guru
menggunakan model inkuiri terbimbing dan menggunakan alat peraga
berupa gambar/ slide peninggalan sejarah.hal ini di lakukan dengan tujuan
agar penyampaian materi peninggalan sejarah Hindu- Budha lebih mudah
di terima oleh siswa. Kemudian guru memberikan kuis kepada siswa,yang
dilanjutkan dengan mengerjakan beberapa soal bersama
kelompoknya.Hasil belajar pada siklus III ini diharapkan benar-benar
sudah mencapai target atau di atas KKM yang ditunjukkan dengan
kestabilan hasil belajar siswa.

Siklus pertama dilakukan pada minggu kedua bulan Agustus tahun 2016 di
SDN Pejagalan 01 , Jakarta Utara.

Langkah-langkah PTK pada siklus pertama adalah sebagai berikut :

a. Skenario Pembelajaran
1) Ikuti kegiatan pembelajaran menyiapkan rencana pembelajaran
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
2) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai.
3) Perencanaan kegiatan inti pembelajaran dengan menggunakan
format penilaian yang sudah ditentukan.
4) Merancang LKS yang akan digunakan dalam proses
pengamatan saat siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
5) Menyiapkan alat/ media pembelajaran yang akan digunakan.
6) Merencanakan model pembelajaran yang akan digunakan pada
saat berlangsungnya penelitian.
7) Menyiapkan format pengamatan proses pembelajaran
berlangsungnya penelitian.
50

8) Menyiapkan format penilaian hasil belajar.

b. Pelaksanaan Tindakan I

Dalam tahapan ini , peneliti melaksanakan satuan perencanaan


tindakan yang sudah di rencanakan, yaitu pembelajaran inkuiri terbimbing
guna meningkatkan n rencanaselama 2 jam pelajaran yaitu sekitar 70
menit, disesuaikan dengan waktu belajar yang telah dijadwalkan pihak
sekolah. Dalam melaksanakan kegiatan ini peneliti melibatkan teman
sejawat. (kolaboras/supervisor ) yang akan mengamati saat kegiatan
pembelajaran berlangsung.

c. Pengamatan / Observasi Tindakan I

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini,observer mengamati


pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan
/observasi yang meliputi keaktifan siswa, semangat belajar,keberanian
bertanya dan menjawab pertanyaan, ketekunan belajar,aktifitas dan
kerjasama dalam melaksanakan tugas dan sebagainya.Dalam observasi ini
merupakan semua kegiatan yang ditujukan untuk mengenali,merekam, dan
mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai
baik yang ditimbulkan oleh tindakan terencana maupun akibat
sampingannya.

Observasi ini dilakukan oleh peneliti dan kolabor / supervisor 2


( teman sejawat ) untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan
dengan rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya, serta untuk
mengetahui seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung
dapat menghasilkan perubahan yang diharapkan yakni meningkatkan hasil
belajar.

d. Refleksi Tindakan I
51

Setelah peneliti melakukan proses belajar mengajar, peneliti


mengumpulkan dan menganalisis data hasil observer, baik peneliti maupun
dengan teman sejawat bersama-sama melakukan refleksi . Dalam proses
kegiatan refleksi tersebut ,antara peneliti dengan teman sejawat
mengadakan diskusi dan tanya jawab, dengan tujuan untuk melakukan
perbaikan pada proses pembelajaran bagi peneliti pada putaran berikutnya.
Proses refleksi juga akan merupakan verifikasi data hasil pengamatan
teman sejawat, sehingga akan diperoleh data-data yang sama dan tepat
antara keduanya.

Dari verifikasi data hasil pengamatan tersebut, akan diperoleh data


yang akurat mengenai butir-butir manakah yang sudah dipahami oleh anak
dan butir- butir manakah yang belum terserap pada proses kegiatan belajar
mengajar yang telah dilakukan oleh peneliti pada putaran pertama, dan
sekaligus sebagai acuan untuk merencanakan tindakan baru dan
melakukan perbaikan pada proses pembelajaran bagi peneliti pada putaran
siklus ke II.

Siklus II

a. Perencanaan Tindakan II
Berdasarkan hasil tindakan yang direncanakan adalah memfokuskan
perhatian siswa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri
terbimbing.

b. Pelaksanaan tindakan II
Pada kegiatan ini peneliti melakukan pembelajaran tentang
peninggalan sejarah Hindu - Budha.Guru memotivasi siswa untuk
mengingat kembali konsep. Pada akhir pembelajaran siswa diberikan
52

soal tes. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui pada materi bagian mana
yang harus mendapatkan penjelasan kembali atau tindakan perbaikan.
c. Observasi tindakan II
Selama proses pemeblajaran berlangsung, peneliti dan teman
sejawat mencatat atau merekam segala aktifitas peneliti serta siswa
untuk dijadikan bahan masukan bagi peneliti.Bahan masukan tersebut
diolah bersama untuk mendapatkan informasi-informasi yang akurat ,
apakah ada perubahan/ peningkatan hal-hal yang diharapkan dari siswa
selama kegiatan berlangsung..
d. Refleksi tindakan II
Setiap temuan didiskusikan dan dipresentasikan untuk dicarikan
solusinya, yang mana hasilnya digunakan sebagai pedoman bagi peneliti
dalam menentukan langkah-langkah dan persiapan yang lebih matang
untuk masuk ke siklus ketiga.Dengan demikian hasil refleksi digunakan
sebagai dasar untuk merencanakan perubahan atau perbaikan yang
sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran selanjutnya pada siklus III.

Siklus III

a. Perencanaan Tindakan III


Berdasarkan hasil tindakan yang direncanakan adalah
memfokuskan perhatian siswa dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Bagaimana berjalannya
pembelajaran lebih bervariasi dan tidak membosankan bagi siswa.
Selain itu agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk menemukan
jawaban bersama dan terarah.
b. Pelaksanaan tindakan III
Pada kegiatan ini, penulis melakukan pembelajaran tentang
peninggalan sejarah masa Islam.Guru memotivasi siswa untuk
mengingat kembali kaitan peninggalan sejarah sebelum masa
Islam.setelah mengerjakan secara bersama soal yang diberikansiswa
diberikan tes mandiri.hasilnya dianalisis, dilihat apakah hasil belajar
53

siswa sudah semakin baik atau belum yang ditunjukkan dengan


keajegan nilai yang diperoleh siswa secara individu maupun
kelompok.
c. Observasi Tindakan III
Selama proses pemeblajaran berlangsung, teman sejawat mencatat
dan atau merekam segala aktifitas peneliti serta siswa untuk dijadikan
bahan masukan bagi peneliti.Peneliti juga melakukan pengamatan
terhadap siswa baik secara individu maupun kelompok. Hasil
pengamatan temnan sejawat dan peneliti dicocokkan ,didiskusikan
bersama.

Catatan dan rekaman aktifitas tersebut menjadi informasi-informasi


yang sangat penting bagi peneliti untuk mengetahui hal-hal apa saja
sudah sesuai dan menunjukkan perbaikan dan peningkatan, atau hal-
hal apa saja yang memang masih harus diperbaiki.

d. Refleksi Tindakan III


Setiap temuan yang diperoleh berdasarkan hasil observasi,didiskusikan
dan dipresentasikan oleh peneliti dan kolaborator, yang mana hasilnya
digunakan sebagai pedoman dalam mengetahui dan menentukan
apakah hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS )dapat ditingkatkan
atau sudah stabil dan tetap melalui penerapan model pembelajaran
inkuiri terbimbing di SDN Pejagalan 01,Jakarta Utara.

3.Teknik Analisis Data

1. Analisis Kualitatif

Data observasi yang telah diperoleh dari hasil observasi terhadap


aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran dianalisis secara
kualitatif. Hal tersebut dilakukan dengan mencari dan menyusun data-data
yang diperoleh agar mudah dipahami dan dapat diinformasikan dengan
jelas. Adapun langkah-langkah menganalisis data kualitatif model Miles
dan Huberman (Sugiyono, 2007: 337-345) adalah sebagai berikut:
54

a. Reduksi data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,


memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.

b. Penyajian Data

Penyajian data kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.Selain itu
dapat juga berupa grafik, matrik, jejaring kerja, dan chart.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan harus didukung oleh bukti-bukti yang valid dan


konsisten, sehingga kesimpulan yang diperoleh sesuai dengan rumusan
masalah sejak awal.

2. Analisis Kuantitatif

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif


deskriptif. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan perhitungan statistik sederhana yaitu dengan perhitungan
rerata (mean) dan persentase ketuntasan belajar. Data dari hasil belajar
yang diperoleh di akhir siklus pertamadibandingkan dengan data awal
yang merupakan data sebelum penerapan tindakan.Jika hasil rerata tes
mengalami kenaikan sesuai standar nilai yang telah ditentukan, maka
diasumsikan dengan penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.Rerata dari rentetan bilangan adalah jumlah dari
keseluruhan bilangan dibagi dengan banyaknya angka tersebut. Untuk
mencari rerata dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

ɱ = ΣX

Keterangan :

ɱ = Mean(rata-rata) yang dicari


55

ΣX ̲= jumlah nilai yang diperoleh seluruh siswa

N = jumlah seluruh siswa

Penelitian ini dapat berhasil jika memenuhi indikator keberhasilan yang


telah ditentukan. Peneliti menentukan indikator keberhasilan melalui dua
kriteria sebagai berikut:

1. Indikator keberhasilan secara kuantitatif, mengarah pada aspek kognitif


siswa dalam menguasai materi IPS yang telah dipelajari pada proses
pembelajaran. Hal tersebut ditandai dengan 70% dari jumlah siswa telah
memenuhi KKM yaitu sebesar 70.

2. Indikator keberhasilan secara kualitatif, mengarah pada aktivitas siswa


dan guru pada proses pembelajaran IPS menggunakan metode inkuiri.
Aktivitas siswa dan guru dapat dilihat melalui metode observasi.
Keberhasilan aktivitas tersebut, ditandai dengan adanya:

a. Siswa aktif dalam pembelajaran IPS dengan menerapkan metode


inkuiri.

b. Guru aktif dan kreatif dalam pembelajaran IPS menggunakan metode


inkuiri, dengan membuat suasana kelas menyenangkan dan membuat
siswa bersemangat dan antusias dalam menguasai mata pelajaran IPS.

I. Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pengujian keabsahan data atau kepercayaan terhadap data yang


digunakan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan ketekunan

Sugiyono (2007: 370) mengatakan meningkatkan ketekunan berarti


melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, agar
kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan
sistematis. Selanjutnya untuk dapat memahami proses pembelajaran, maka
56

peneliti melakukan pengamatan secara terus menerus selama kegiatan


pembelajaran berlangsung.

b. Triangulasi

Triangulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan


berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2007: 372). Triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan
triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek
kepercayaan data melalui proses membandingkan data dengan sumber
berbeda, seperti melalui diskusi dengan rekan guru, dan kepala sekolah.
Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya data yang
diperoleh dengan observasi dicek dengan dokumentasi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitiian Perbaikan Pembelajaran
Pada pelaksanaan pembelajaran di siklus 1 guru menggunakan model
inkuiri terbimbing dengan pelaksanaan awal berupa apersepsi dan penggalian
informasi yang diharapkan dapat memicu antusias siswa terhadap materi
pelajaran Ilmu Pengetahuan sosial.
57

Gambar 5. Apersepsi dan arahan Guru di Siklus 1.

1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa


Tabel 4. Hasil perolehan nilai siswa siklus I
No Nama Siklis I Keterangan
1 ADAM SETIAWAN 70 Tuntas
2 ADINDA FARHANA AURELIA 60 Tidak Tuntas
3 ALFI DZAKYUN 60 Tidak Tuntas
4 ALFIAN NUR ILHAM 70 Tuntas
5 ALIFIA SUCI 40 Tidak Tuntas
6 ARDAN SAPUTRA 60 Tidak Tuntas
7 ATIKAH AGUSTINA 70 Tuntas
8 BAGUS ARIF SAPUTRA 40 Tidak Tuntas
9 DEA AMALIA 40 Tidak Tuntas
10 DENNY ARYANTO 80 Tuntas
11 ENDANG FATMAWATI 70 Tuntas
12 ERICK AAN GUNAWAN 40 Tidak Tuntas
13 GITA ANISSA SAFITRI 70 Tuntas
14 KRIS IMELDA TARUNA 50 Tidak Tuntas
15 M .KHAFIDZ 40 Tidak Tuntas
16 M REZA MAHENDRA 70 Tuntas
17 M YUDO PRATOMO 80 Tuntas
18 M YUSUF FADLAN 70 Tuntas
19 NELSON JULIEGO 40 Tidak Tuntas
20 RAFLY ARIYANTO 50 Tidak Tuntas
21 RIANTY WAFIQ AZIZAH 50 Tidak Tuntas
22 SAIPUL HADI 50 Tidak Tuntas
23 SEKAR HELENA 70 Tuntas
24 SHINTA OCTAVIANI 50 Tidak Tuntas
25 SILVIA RAMADHANI 70 Tuntas
26 SITI HAWA 50 Tidak Tuntas
27 SUCI RAMADHANI 100 Tuntas

28 TAUFIK HIDAYAT 80 Tuntas

29 TRI PUTRI UTAMI 50 Tidak Tuntas

30 YUDHI TRI OKTAVIANDI 70 Tuntas


58

31 ZAHRATUNNISA 50 Tidak Tuntas

Jumlah 1860
Rata-Rata 60,00

Tabel 5. Distribusi Hasil Perolehan Nilai Siswa Siklus I


Frekuens
No Nilai % NXF
i
1 40 6 19,35 240
2 50 8 25,81 400
3 60 5 16,13 300
4 70 8 25,81 560
5 80 3 9,68 240
6 100 1 3,23 100
Jumlah 31 100,00 1840

Tabel 6. Hasil Perolehan Nilai Terendah dan Tertinggi Pada Siklus I


No Uraian Nilai
1 Nilai Terendah 40
2 Nilai Tertinggi 100
3 Rentang Nilai 0-100
4 Nilai Rata-rata 60,00

Tabel 7. Prosentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I Dalam


Pengolahan dan Penyajian Data ( KKM = 65 )

Siklus I
No Rentang Nilai Jumlah Ketuntasan Keterangan
Siswa ( Prosentase )
1 0 – 64 19 61,29 Tidak Tuntas
2 65 – 70 8 25,81 Mencapai KKM
3 71 – 100 4 12,90 Tuntas

20
Jumlah Siswa

15
19
10
5 8
4
0
Dibawah KKM Mencapai KKM Diatas KKM

Ketercapaian KKM
59

Gambar 6. Prosentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I Dalam


Pengolahan dan Penyajian Data ( KKM = 65

Dari data tes pada siklus I menunjukan bahwa peserta didik yang belum
mencapai KKM sebesar 61,29% atau sebanyak 19 siswa dengan rentang nilai 0 –
64. Sedangkan siswa yang telah tuntas sebesar 38,71% atau sebanyak 12 siswa
dengan rentang nilai 65 – 100.
Pada siklus II pembelajaran di fokuskan pada peningkatan kemamapuan
siswa untuk menggali informasi yang harus di gali oleh siswa sehingga
pengalaman menemukan menjadi hal yang berarti bagi siswa.
60

Gambar 7. Kegiatan siswa mengerjakan tugas pada siklus 2

Tabel 8. Hasil perolehan nilai siswa siklus II


No Nama Siklus II Keterangan
1 ADAM SETIAWAN 80
Tuntas
2 ADINDA FARHANA AURELIA 70
Tuntas
3 ALFI DZAKYUN 70
Tuntas
4 ALFIAN NUR ILHAM 80
Tuntas
5 ALIFIA SUCI 50
Tidak Tuntas
6 ARDAN SAPUTRA 70
Tuntas
7 ATIKAH AGUSTINA 80
Tuntas
8 BAGUS ARIF SAPUTRA 50
Tidak Tuntas
9 DEA AMALIA 50
Tidak Tuntas
10 DENNY ARYANTO 90
Tuntas
11 ENDANG FATMAWATI 80
Tuntas
12 ERICK AAN GUNAWAN 50
Tidak Tuntas
13 GITA ANISSA SAFITRI 80
Tuntas
14 KRIS IMELDA TARUNA 60
Tidak Tuntas
15 M .KHAFIDZ 50
Tidak Tuntas
16 M REZA MAHENDRA 80
Tuntas
17 M YUDO PRATOMO 90
Tuntas
18 M YUSUF FADLAN 70
Tuntas
19 NELSON JULIEGO 50
Tidak Tuntas
20 RAFLY ARIYANTO 60
Tidak Tuntas
21 RIANTY WAFIQ AZIZAH 60
Tidak Tuntas
22 SAIPUL HADI 60
Tidak Tuntas
23 SEKAR HELENA 80
Tuntas
24 SHINTA OCTAVIANI 60
Tidak Tuntas
25 SILVIA RAMADHANI 80
Tuntas
26 SITI HAWA 60
Tidak Tuntas
61

27 SUCI RAMADHANI 90
Tuntas
28 TAUFIK HIDAYAT 90
Tuntas
29 TRI PUTRI UTAMI 60
Tidak Tuntas
30 YUDHI TRI OKTAVIANDI 70
Tuntas
31 ZAHRATUNNISA 60
Tidak Tuntas
Jumlah 2130  
Rata-Rata 68,71  

Tabel 9. Distribusi Hasil Perolehan Nilai Siswa Siklus II


No Nilai Frekuensi % NXF
1 50 4 12,90 200
2 60 10 32,26 600
3 70 10 32,26 700
4 80 4 12,90 320
5 90 3 9,68 270
6 100 0 0,00 0
Jumlah 31 100,00 2090

Tabel 10. Hasil Perolehan Nilai Terendah dan Tertinggi Pada Siklus II

No Uraian Nilai
1 Nilai Terendah 50
2 Nilai Tertinggi 90
3 Rentang Nilai 0-100
4 Nilai Rata-rata 68,71

Tabel 11. Prosentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II


Dalam Pengolahan dan Penyajian Data ( KKM = 65 )

Siklus II
No Rentang Nilai Jumla Keterangan
Ketuntasan
h
( Prosentase )
Siswa
1 0-64 14 45,16 Tidak Tuntas
2 65-70 10 32,26 Mencapai KKM
3 71-100 7 22,58 Tuntas
62

14
Jumlah Siswa
12
10
8 14
6 10
7
4
2
0
Dibawah KKM Mencapai KKM Diatas KKM
Ketercapaian KKM

Gambar 8.
Prosentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II Dalam Pengolahan

Dari data tes pada siklus II menunjukan bahwa siswa yang belum mencapai
KKM sebesar 45,16% atau sebanyak 14 siswa dengan rentang nilai 0 – 64.
Sedangkan siswa yang telah tuntas sebesar 54,84% atau sebanyak 17 siswa
dengan rentang nilai 65 – 100.
Di siklus III siswa lebih aktif lagi mencari informasi yang ingin di ketahui
dengan bimbingan guru.Pelaksanaannya berupa tugas kelompok dan tugas
mandiri.
63

Gambar 9 .Kegiatan pembelajaran siklus III


Siswa pun diberi kesempatan untuk menyajikan hasil kerja kelompok di
depan kelas.Dengan hal ini kelas menjadi lebih aktif dan siswa memperhatikan
dengan seksama hasil kerja kelompok lain dan menjadi hal yang melekat pada
ingatan mereka.

Gambar 10. Penyajian kelompok di siklus III

Tabel 12. Hasil perolehan nilai siswa siklus III


No Nama Siklus III Keterangan
ADAM SETIAWAN
1 90 Tuntas
64

ADINDA FARHANA AURELIA


2 90 Tuntas
ALFI DZAKYUN
3 90 Tuntas
ALFIAN NUR ILHAM
4 100 Tuntas
ALIFIA SUCI
5 100 Tuntas
ARDAN SAPUTRA
6 80 Tuntas
ATIKAH AGUSTINA
7 100 Tuntas
BAGUS ARIF SAPUTRA
8 70 Tuntas
DEA AMALIA
9 70 Tuntas
DENNY ARYANTO
10 100 Tuntas
ENDANG FATMAWATI
11 100 Tuntas
ERICK AAN GUNAWAN
12 70 Tuntas
GITA ANISSA SAFITRI
13 100 Tuntas
KRIS IMELDA TARUNA
14 70 Tuntas
M .KHAFIDZ
15 60 Tidak Tuntas
M REZA MAHENDRA
16 90 Tuntas
M YUDO PRATOMO
17 100 Tuntas
M YUSUF FADLAN
18 80 Tuntas
NELSON JULIEGO
19 60 Tidak Tuntas
RAFLY ARIYANTO
20 80 Tuntas
RIANTY WAFIQ AZIZAH
21 70 Tuntas
SAIPUL HADI
22 70 Tuntas
SEKAR HELENA
23 100 Tuntas
SHINTA OCTAVIANI
24 70 Tuntas
SILVIA RAMADHANI
25 100 Tuntas
SITI HAWA
26 70 Tuntas
SUCI RAMADHANI
27 100 Tuntas
TAUFIK HIDAYAT
28 100 Tuntas
TRI PUTRI UTAMI
29 90 Tuntas
YUDHI TRI OKTAVIANDI
30 90 Tuntas
65

ZAHRATUNNISA
31 80 Tuntas
Jumlah 2640  
Rata-Rata 85,16  

Tabel 13. Distribusi Hasil Perolehan Nilai Siswa Siklus III


Frekuens
No Nilai % NXF
i
1 60 2 6,45 120
2 70 8 25,81 560
3 80 4 12,90 320
4 90 6 19,35 540
5 100 11 35,48 1100
Jumlah 31 100,00 2640

Tabel 14. Hasil Perolehan Nilai Terendah dan Tertinggi Pada Siklus III
No Uraian Nilai
1 Nilai Terendah 60
2 Nilai Tertinggi 100
3 Rentang Nilai 0-100
4 Nilai Rata-rata 85,16

Tabel 15. Prosentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus III Dalam
Pengolahan dan Penyajian Data ( KKM = 65 )

Siklus III
No Rentang Nilai Jumla Keterangan
Ketuntasan
h
( Prosentase )
Siswa
1 0-64 2 6,45 Tidak Tuntas
2 65-70 8 25,81 Mencapai KKM
3 71-100 21 67,73 Tuntas

25
20
Jumlah siswa

15 21
10
8
5 2
0
M

KM

KM
KK

iK

K
as
h

pa
wa

at
ca

Di
ba

en
Di

Ketercapaian KKM
66

Gambar 11. Prosentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus III
Dalam Pengolahan dan Penyajian Data ( KKM = 65 )
Dari data tes pada siklus III menunjukan bahwa siswa yang belum mencapai
KKM sebesar 6,45% atau sebanyak 2 siswa dengan rentang nilai 0 – 64.
Sedangkan siswa yang telah tuntas sebesar 93,54% atau sebanyak 29 siswa
dengan rentang nilai 65 – 100. Berdasarkan data diatas pada siklus III telah
menunjukan hasil yang memuaskan sehingga penelitian dihentikan pada siklus III.

2. Hasil Observasi Aktifitas Siswa


Tabel 16. Hasil Observasi Siswa Pada Siklus I
Jumla
No Aspek yang diamati Prosentase
h
1 Minat 47 50,54%
2 Perhatian 47 50,54%
3 Keaktifan 36 38,71%
4 Tanya Jawab 45 48,39%
5 Keberanian 48 51,61%

60.00%

50.00%

40.00%
Prosentase

30.00%
50.54% 50.54% 48.39% 51.61%

20.00% 38.71%

10.00%

0.00%
Minat Perhatian Keaktifan Tanya Jawab Keberanian
Keaktifan Siswa
67

Gambar 12. Diagram Hasil Observasi Siswa Pada Siklus 1

Setiap pertemuan per siklus, selalu dilakukan pengamatan terhadap


aktifitas siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh observer. Pada
siklus I aktifitas siswa dalam proses pembelajaran tercatat sebagai berikut :
1. Minat = 50,54%
2. Perhatian = 50,54%
3. Keaktifan = 38,71%
4. Tanya jawab = 48,39%
5. Keberanian = 51,61%

Tabel 17. Hasil Observasi Siswa Pada Siklus II

Jumla Prosentas
No Aspek yang diamati
h e
1 Minat 63 67,74%
2 Perhatian 61 65,59%
3 Keaktifan 62 66,67%
4 Tanya Jawab 49 52,69%
5 Keberanian 52 55,91%
68

70.00%
60.00%
50.00%
Prosentase

40.00% 67.74% 65.59% 66.67%


30.00% 52.69% 55.91%

20.00%
10.00%
0.00%
Minat Perhatian Keaktifan Tanya JawabKeberanian
Keaktifan Siswa

Gambar 13. Diagram Hasil Observasi Siswa Pada Siklus II

Setiap pertemuan per siklus, selalu dilakukan pengamatan terhadap


aktifitas siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh observer.dimana
pada siklus II ini telah terjadi peningkatan keaktifan siswa tetapi belum seperti
yang diharapkan oleh peneliti. Pada siklus II aktifitas siswa dalam proses
pembelajaran tercatat sebagai berikut :

1. Minat = 67,74%
2. Perhatian = 65,59%
69

3. Keaktifan = 66,67%
4. Tanya jawab = 52,69%
5. Keberanian = 55,91%

Tabel 18. Hasil Observasi Siswa Pada Siklus III

Jumla Prosentas
No Aspek yang diamati
h e
1 Minat 79 84,95%
2 Perhatian 79 84,95%
3 Keaktifan 82 88,17%
4 Tanya Jawab 78 83,87%
5 Keberanian 81 87,10%

70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
Prosentase

67.74% 65.59% 66.67%


30.00% 52.69% 55.91%
20.00%
10.00%
0.00%
at an an ab an
M
in ati ktif Jaw ani
r h a r
Pe Ke ny
a be
Ta Ke

Keaktifan Siswa

Gambar 14. Diagram Hasil Observasi pada siklus III

Setiap pertemuan per siklus, selalu dilakukan pengamatan terhadap


aktifitas siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh observer.dimana
pada siklus III ini telah terjadi peningkatan keaktifan siswa seperti yang
diharapkan oleh peneliti. Pada siklus III aktifitas siswa dalam proses pembelajaran
tercatat sebagai berikut :
1. Minat = 84,95%
2. Perhatian = 84,95%
70

3. Keaktifan = 88,17%
4. Tanya jawab = 83,87%
5. Keberanian = 87,10%

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Berdasarkan analisis data dari masing-masing siklus melalui tabel dan
grafik di atas, maka hasil belajar IPS yang dicapai siswa pada setiap siklus
menunjukkan adanya peningkatan yang sangat baik. Peningkatan hasil belajar
IPS siswa secara runtut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 19. Hasil belajar dan Observasi Siswa Per Siklusnya
No Jenis Kegiatan Siklus I Siklus II Siklus III
1 Rata nilai siswa 59,35 67,42 85,16
2 Hasil Observasi 47,95 61,72 85,80
85.1685.8
90
80 67.42
70 59.35 61.72
60 47.95
50 Rata nilai siswa
40 Hasil Observasi
30
20
10
0
Siklus I Siklus II Siklus III

Gambar 15. Diagram Nilai dan Observasi Siswa per Siklusnya

Tabel 20. Peningkatan Hasil belajar dan Observasi Siswa Per Siklusnya

 Jenis Kegiatan Siklus I ke Sikus II Siklus II ke Siklus III


Rata-Rata nilai siswa 8,07 17,24
Hasil Observasi 13,77 24,08
71

24.08
25

20 17.24

13.77
15
Rata-Rata nilai siswa
Hasil Observasi
10 8.07

0
Siklus I ke Sikus II Siklus II ke Siklus III

Gbr. 16. Diagram Peningkatan Hasil belajar dan Observasi Siswa Per
Siklusnya

Berdasarkan data diatas telah terjadi peningkatan hasil belajar dari nilai
rata-rata kelas dan prosentase keaktifan siswa setiap siklusnya. Oleh karena itu,
peneliti menghentikan pelaksanaan tindakan kelas sampai pada siklus III, hal ini
dikarenakan indikator keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya oleh
peneliti telah tercapai pada siklus III
72

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah diuraikan
pada Bab IV maka dapat di ambil simpulan sebagai berikut:
1.Model Inkuiri Terbimbing sangat efektif digunakan dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial ( IPS ) khususnya kompetensi dasar Peninggalan Sejarah bagi
siswa kelas V Semester 1 SD Negeri Pejagalan 01 Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara Tahun Pelajaran 2016/ 2017. Kekhasan pembelajaran IPS yang
menuntut siswa memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalamkehidupan
sosial.
2. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 38,71%
(12 anak), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 61,29% (19 anak), pada akhir
siklus II yang mencapai ketuntasan sebanyak 54,84% (17 siswa) dan sebanyak
45,16% (14 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar sedangkan pada akhir
siklus III siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 93,54% (29 siswa)
dan sebanyak 6,45% (2 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai
rata- rata kelas siklus I 60,00, rata- rata kelas siklus II 68,71 sedangkan pada
siklus III rata-rata kelas mencapai 85,16. Adapun hasil non tes pengamatan
proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Secara keseluruhan rata-rata kelas pada tiap siklusnya
terjadi peningkatan, dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 8,07 dan
dari siklus II ke siklus III terjadi peningkatan sebesar 17,24 jika dibandingkan
dengan kondisi awal .

B. Saran
73

Berkaitan dengan simpulan di atas, beberapa hal yang sebaiknya


dilakukan guru dlam meningkatkan pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial,diantaranya :
1. Guru hendaknya menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing
sesuai dengan materi yang diajarkan. Untuk meningkatkan
hasil belajar kompetensi dasar Peninggalan Sejarah.
2. Selain itu guru hendaknya dapat menggunakan berbagai
metode dan media pembelajaran yang bervariasi sehingga
tidak menimbulkan kejenuhan pada diri siswa
74

Anda mungkin juga menyukai