Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan tepat waktu meskipun masih jauh dari tahap kesempurnaan. Praktek klinik
(Komprehensif) ini merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh di
Kampus Jurusan Fisioterapi. Adapun sub bagian dari laporan ini adalah beberapa
pengetahuan umum terkhusus mengenai Manajemen Fisioterapi Pada Gangguan
tumbuh kembang anak (usia 4 tahun 4 bulan dengan usia perkembangan 6 bulan )
et causa cerebral palsy athetoid dengan terselesaikannya laporan praktek klinik ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-
masukan kepada penulis.
2. Pembimbing Akademik
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Olehkarenaitu, kritikdan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Terimakasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................6
TINJAUAN KASUS...............................................................................................6
A. Tinjauan Anatomi Fisiologi....................................................................6
B. Tinjauan Cerebral Palsy Athetoid.......................................................13
C. Tinjauan Pengukuran Fisioterapi........................................................17
D. Tinjauan Intervensi Fisioterapi...........................................................20
BAB III..................................................................................................................29
PROSES ASSESMEN FISIOTERAPI...............................................................29
A. Identitas Pasien......................................................................................29
B. History Taking.......................................................................................29
C. Inspeksi/Observasi.................................................................................30
D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi.................................................30
E. Diagnose Fisioterapi (ICF-ICD) :........................................................33
F. Problematik Fisioterapi........................................................................33
BAB IV..................................................................................................................37
INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI............................................37
A. Rencana Intervensi Fisioterapi............................................................37
B. Strategi Intervensi Fisioterapi..............................................................37
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi.....................................39
D. Edukasi dan Home Program................................................................42
E. Evaluasi..................................................................................................43
BAB V....................................................................................................................45
PEMBAHASAN...................................................................................................45
A. Pembahasan Assesmen Fisioterapi......................................................45
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi (kaitannya dengan clinical
reasoning)..........................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................54
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah tumbuh kembang yang sering muncul adalah cerebral
palsy, yaitu sekelompok gangguan neuromuscular non progresif yang disebabkan
oleh kerusakan otak yang terjadi pada saat pre, peri atau pasca natal pada saat
pembentukan otak belum sempurna.(Syarif, 2013).
Prematuritas dan berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko penting
untuk CP. Dalam kebanyakan penyebab kasus CP, cedera awal pada otak terjadi
selama awal perkembangan otak janin, pendarahan intraserebral dan leukomalasia
periventrikular adalah temuan patologis utama yang ditemukan pada bayi
prematur yang mengalami CP. Diagnosis CP lebih didasarkan pada temuan klinis
yang utamanya dapat diandalkan pada usia 2 tahun (Patel et al., 2020).
Cerebral palsy merupakan disabilitas fisik yang paling umum diderita pada
masa kanak-kanak (Byrne et al., 2017). Dikutip dari laporan World Health
Organization tentang disabilitas pada tahun 2011, sebanyak 15% dari populasi
global hidup dengan berbagai bentuk disabilitas, sementara 2-4% mengalami
kesulitan yang signifikan dalam berfungsi. Insiden cerebral palsy adalah 2-3 per
1000 kelahiran hidup di dunia (Patel et al., 2020). Menurut data Eropa, prevalensi
rata-rata CP adalah 2,08 per1000 kelahiran hidup, namun pada kelompok anak
lahir dengan berat badan di bawah 1500 g, frekuensinya 70 kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kelompok anak dengan berat badan lebih dari 2500 g saat
lahir (Disease et al., 2020). Sementara itu, diperkirakan antara 700.000 dan 1 juta
orang dewasa di United States memiliki cerebral palsy (Lomax & Shrader, 2020).
4
peningkatan. Terhitung 50% kasus tergolong ringan pada pasien cerebral palsy,
sehingga mampu mengurus dirinya sendiri, sedangkan 30% lainnya tergolong
berat dan membutuhkan bantuan orang lain (Selekta et al., 2018).
5
BAB II
TINJAUAN KASUS
6
2. Atrofi Otak
1) Lobus Fronto
7
c) Area prefrontal merupakan area untuk kepribadian dan
inisiatif.
2) Lobus Parietal .
8
c) Kemampuan untuk kontruksi bentuk, menghasilkan visual
atau ketrampilan proprioseptik. Lobus dominan berperan
pada kemampuan menghitung atau kalkulasi. Jaras visual
radiatio optika melalui bagian dalam lobus parietal.
(Japardi, 2003)
3) Lobus Temporal
9
c) Lobus limbic: terletak pada bagian inferior medial lobus
temporal, termasuk hipokampus & gyrus parahipokampus.
Sensasi olfaktoris melalui jaras ini, juga emosi / sifat efektif.
Serabut olfaktori berakhir di uncus.
4) Lobus Occipital
10
b) Anton's sindroma: Kerusakan striata dan para striata
menyebabkan kelainan interpretasi visual. Pasien tidak
sadar buta dan menyangkal. Karena kelainan arteri cerebri
posterior, juga dapat mengikuti hipoksia & hipertensi
ensefalopati.
11
j) Global dysphasia: bicara tak lancar, pengertian jelek. Area
reseptif dan ekspresi dihubungkan melalui fasikulus arkuata
untuk menjalankan fungsi intergrasi.
CP atetoid:
1) Cortex
2) Ganglia Basal
12
Nukleus basal atau ganglia basal berperan dalam
mengontrol gerakan selain memiliki fungsi non motorik yang
belum dipahami. Nukleus bangsal berfungsi menghambat
tonus otot diseluruh tubuh (tonus otot yang sesuai normal
dipertahankan oleh keseimbangan antara input eksitatorik dan
inhibitorik ke neuron-neuron yang mensarafi otot rangka),
mempertahankan aktivitas motorik yang bertujuan menekan
pola gerak yang tidak berguda dan tidak diinginkan, memantau
dan mengoordinasikan kontraksilambat yang menetap terutama
yang berkaitan dengan postur dan penopangan (Sherwood,
13
pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun dan umumnya diikuti spastisitas.
(Merlina, Kusnadi, 2012).
a. Definisi Athetoid
Athetoid berarti gerakan gerakan yang tidak terkontrol.
Biasanya pada lengan, tungkai kaki, tangan, wajah dan
berkedutkedut (meliuk-liuk) juga kepala. Gerakan-gerakan ini
hamper selalu terjadi jika anak dalam keadaan akan ataupun sudah
melakukan kegiatan / gerak. Dan gerakan-gerakan itu akan menjadi
lebih parah bila anak terlalu lebih bergairah / bersemangat atau
marah dan akan jauh menjadi lebih berkurang jika anak dalam
kondisi tenang.Posisi tubuh yang abnormal timbul dan hilang
sesuai dengan perubahanperubahan otot yang kaku menjadi lemas
dan sebaliknya perubahan-perubahan ini membuat anak sulit untuk
memantapkan posisinya sehingga keseimbangannya untuk
dikendalikan. Anakanak yang menyandang athetoid biasanya
lemas seperti bayi. (Gilette Childen’s Specailty Healthcare, 2009)
2. Etiologi
Cerebral palsy adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab.
Halhal yang diperkirakan sebagai penyebab cerebral palsy adalah
sebagai berikut:(Fitriadi, 2014).
1. Prenatal
Penyebab utama cerebral palsy pada periode ini adalah
malformasi otak kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah:
infeksi intrauterin (infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes virus dan sifilis), trauma, asfiksia intrauterin (abrupsio
plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilikus,
perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain), toksemia
gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu
faktor genetik, kelainan kromosom.
2. Perinatal
14
Penyebab cerebral palsy dalam periode ini antara lain:
anoksia / hipoksia yang dialami bayi selama proses kelahiran,
trauma (disproporsi sefalopelvik, sectio caesaria), prematuritas,
dan hiperbilirubinemia.
3. Postnatal
Penyebab cerebral palsy dalam periode ini yaitu trauma
kepala, infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan
pertama kehidupan), dan anoksia.
3. Patofisiologi
1. Bayi Prematur
Otak pada bayi prematur rentan terhadap dua patologi
utama yaitu Intraventrikular Hemorrhage (IVH) dan Periventricular
Leukomalacia (PVL). Meskipun kedua patologi meningkatkan
angka kejadian cerebral palsy, PVL lebih beresiko menyebabkan
cerebral palsy dan merupakan penyebab utama pada bayi prematur.
(Wilson, 2008).
2. Perdarahan intraventrikular (IVH)
15
satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh dari yang lain. Hasilnya
hampir sama dengan hemiplegi spastik tetapi lebih terlihat sebagai
kejang diplegia asimetris. Matriks germinal di daerah
periventrikular sangat rentan terhadap cedera hipoksiaiskemik
karena lokasinya di zona perbatasan vaskular antara zona akhir
arteri striata dan thalamik.
16
setiap saat. Tonus otot yang tinggi menyebabkan kekakuan dan
gerakan yang menyentak. Sedangkan tonus otot yang rendah
menyebabkankelemahan pada otot dan ditandai dengan kesulitan
gerak seperti kesulitan duduk.(Bochek, 2016)
17
Bohannon dan Smith memodifikasi skala Ashworth dengan
menambahkan 1+ ke skala untuk meningkatkan sensitivitas. Sejak
modifikasinya, skala Ashworth yang dimodifikasi (MAS), telah
diterapkan dalam praktik klinis dan penelitian sebagai ukuran
spastisitas. Tujuan skala Ashworth yang dimodifikasi adalah untuk
menilai otot spastisitas (Harb dan Kishner, 2021). Skalanya adalah
sebagai berikut:
0: Tidak ada peningkatan tonus otot
1: Sedikit peningkatan tonus otot, dengan catch and release
atau resistensi minimal di akhir rentang gerak ketika bagian
yang terpengaruh digerakkan dalam fleksi atau ekstensi
1+: Sedikit peningkatan tonus otot, dimanifestasikan
sebagai tangkapan, diikuti dengan minimal resistensi
melalui sisa (kurang dari setengah) rentang gerak
2: Peningkatan tonus otot yang nyata di sebagian besar
rentang gerakan, tetapi bagian yang terkena masih mudah
dipindahkan
3: Peningkatan tonus otot yang cukup besar, gerakan pasif
sulit
4: Bagian yang terpengaruh kaku dalam fleksi atau ekstensi
2. Bobath Assesment
Bobath Assesment digunakan untuk mengetahui kualitas
fungsional dari pasien cerebral palsy :
18
Associated Moderate -5
Reaction Severe
Asymmetry -5
(Trunk,Pelvis)
Inactive Trunk -5
Shoulder -5
Postural (Prot,Retrak)
Spine -5
Patern
(Kyposis,Lordosis
)
Pelvis Immobility -5
Functional Y,N
Hip Movement No Dissociation -5
Activity
Y,N
Knee Movement No Dissociation -5
Y,N
Ankle Movement No Dissociation -5
Y,N
Contracture & -5
Deformity
Dislocation
19
Level IV Standing 80
Level II Crepping/Crawlling 40
Total skor
20
dari: 1. Lakukan peregangan perlahan sampai batas sebelum
nyeri. 2. Tahan posisi itu selama kurang lebih 20 detik. 3. Jeda
selama sekitar 20 atau 30 detik (selama waktu itu Anda dapat
meregangkan kelompok otot yang berbeda, sebaiknya
antagonis). 4. Ulangi proses ini 3 atau 4 kali (Moran, 2012).
a. Indikasi
b. Kontraindikasi
2) Fraktur baru
4) Hematoma
5) Hipermobilitas
a. Definisi
21
postural karena lesi dari sistem saraf pusat (SSP), dan dapat
diterapkan untuk individu dari segala usia serta semua derajat
kecacatan fisik dan fungsional. Tujuan dari teknik ini adalah
meningkatkan kualitas dan efisiensi pergerakan fungsional pada
anak dengan gangguan neuromotorik. Fokus NDT adalah
memfasilitasi kontrol postural dan sikap postur yang optimal.
1) Patterns of movement
22
2) Use of handling
d. Teknik NDT
1) Inhibisi
3) Fasilitasi
23
tonus otot normal.Tekniknya disebutkey point of control.
Reaksi sikap dan gerak normal dengan fasilitasi terdiri atas :
j) Fasilitasi berjalan
4) Stimulasi
24
a) meningkatkan reaksi anak untuk memelihara posisi &
pola gerak yg dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
otomatis.
Jenis stimulasi :
Gambar 2.4
Sweap pada tangan→ stimulasi tangan
membuka→fasilitasi supporting reaction pada tangan
25
Gambar 2.6 Fasilitasi duduk dari posisi tengkurap
Gambar 2.7
Fasilitasi reflek tegak pada kepala & supporting reaction ke depan
Gambar 2.8
Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke
depan
26
Gambar 2.9
Fasilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang
a. Defenisi
27
senso yaitu metode ini tidak bisa diberikan kepada anak dengan
kondisi umum yang kurang baik, misalnya pada anak yang masih
demam.
28
arah lain. AFO jointed biasanya menggunakan plantarfleksion stop
pada posisi 90o . Jointed afo diberikan ketika memungkinkan
gerakan passive dorsi fleksi. Jointed AFO umumnya di
preskripsikan untuk pasien yang membutuhkan stabilitas subtalar
tapi tidak membutuhkan kontrol dorsi fleksi dan plantar fleksi
seperti pasien dengan spastisitas ringan atau pasien dengan
hyperektensi knee (Orlandi et al, 2014).
29
BAB III
A. Identitas Pasien
Nama : H.
Agama : Islam
B. History Taking
Keluhan Utama : Anak belum mampu merangkak, berdiri
dan berjalan.
30
keluar anak tidak menangis. PB: 60cm, BB:
3,8kg. Anak di inhibitor selama 1 bulan.
C. Inspeksi/Observasi
Inspeksi Statis :
Inspeksi Dinamis :
D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi
1. Pemeriksaan Vital Sign :
a. Denyut Nadi : 100x/menit
b. Tekanan Darah :-
c. Pernapasan : 60x/menit
d. Suhu : 360C
2. General Impression :
a. Kognitif : anak cukup mampu merespon instruksi secara
baik.
b. Komunikasi : anak merespon dengan memberikan senyuman
atau suara dengan kata yang tidak jelas ketika di beri instruksi
31
yang ia paham (seperti anak disuruh manyun-kan bibirnya) tapi
tidak merespon jika namanya dipanggil.
c. Adaptasi : anak kooperatif ketika diberikan intrevensi kadang
menangis ketika bosan.
3. Palpasi :
a. Suhu : tidak ada peningkatan suhu
b. Nyeri : tidak ada nyeri
c. Oedema : tidak ada oedema
4. Pemeriksaan Refleks Primitif :
a. Moro refleks (-)
b. ATNR (-)
c. STNR (-)
d. Graps Refleks (+)
5. Pemeriksaan Fungsi Sensorik :
a. Visual : eye contact baik.
b. Auditory : tidak menoleh saat dipanggil.
c. Tactil : bisa merasakan sentuhan dan nyeri.
d. Propioceptif : belum mampu hand support saat posisi
merangkak.
6. Pemeriksaan Tonus Otot (Skala Asworth) :
Skala Asworth
Ekstremitas
Dextra Sinistra
Ekstremitas atas 2 1
Ekstremitas bawah 2 2
7. Bobath Assesment
Bobath Assesment digunakan untuk mengetahui kualitas fungsional
dari pasien cerebral palsy :
32
Moderate -10
Motivation Pore -5
None
Postural Total Patern Moderate -5
Tone Severe
Associated Moderate -5
Reaction Severe
Asymmetry -5
(Trunk,Pelvis)
Inactive Trunk -5
Shoulder -5
Postural (Prot,Retrak)
Spine -5
Patern
(Kyposis,Lordosis
)
Pelvis Immobility -5
Functional Y,N
Hip Movement No Dissociation -5
Activity
Y,N
Knee Movement No Dissociation -5
Y,N
Ankle Movement No Dissociation -5
Y,N
Contracture & -5
Deformity
Dislocation
33
*Aktivitas fungsional : No = -5 , Yes = 0
Level IV Standing 80
Level II Crepping/Crawlling 40
Total skor 65
F. Problematik Fisioterapi
No Komponen ICF Pemeriksaan/Pengukuran Yang
. Membuktikan
1. Impairment
a. Adanya pola spastisitas Skala Asworth
pada kedua tungkai
bawah
b. Adanya abnormalitas Inspeksi
tonus postural tubuh
yang bersifat fluktuatif
(bisa terjadi hipertonus
saat tegang atau kaget
dan bisa terjadi
34
hipotonus saat rileks)
c. Adanya gerak involunter Inspeksi
yang tidak terkontrol
d. Gangguan control Inspeksi
postural
e. Tidak ada hand support
2. Activity Limitation
a. Kesulitan merangkak Pemeriksaan inspeksi, bobath
secara mandiri assesment quality movement
b. Kesulitan duduk secara Pemeriksaan inspeksi, bobath
mandiri assesment quality movement
c. Kesulitan untuk transfer Pemeriksaan inspeksi, bobath
dari duduk ke berdiri assesment quality movement
secara mandiri
d. Kesulitan untuk berjalan Pemeriksaan inspeksi, bobath
secara mandiri dengan assesment quality movement
pola yang benar
3. Participan Restriction
a. Kesulitan untuk bermain Anamnesis
seperti teman sebaya
35
36
BAB IV
37
kaget dan bisa
terjadi
hipotonus saat
rileks)
c. Adanya gerak Mengontrol gerak NDT (Inhibisi dan
involunter involunter key point of
yang tidak control), dan
terkontrol penggunaan AFO
serta splint
d. Gangguan Meningkatkan control NDT (Inhibisi dan
control postural key point of
postural control), eletrical
stimulation dan
penggunaan AFO
serta splint
2. Activity Limitation
a. Kesulitan Meningkatkan kemapuan NDT (Fasilitasi),
merangkak merangkak penggunaan AFO
secara mandiri dan home program
b. Kesulitan Meningkatkan NDT (Fasilitasi),
duduk secara kemampuan duduk penggunaan AFO
mandiri dan home program
c. Kesulitan Meningkatkan kemapuan NDT (Fasilitasi),
untuk transfer transfer dari duduk ke penggunaan AFO
dari duduk ke berdiri secara mandiri dan home program
berdiri secara dengan pola gerakan
mandiri yang benar
d. Kesulitan Meningkatkan kemapuan NDT (Fasilitasi),
untuk berjalan untuk beridir secara penggunaan AFO
secara mandiri mandiri dan home program
dengan pola
yang benar
e. Kesulitan Meninkatkan kemapuan NDT (fasilitasi),
38
untuk berjalan untuk berjalan secara penggunaan AFO
mandiri dan splint pada
kedua tungkai dan
home program
3. Participan
Restriction
a. Kesulitan Mengembalikan Edukasi dan home
untuk bermain kemapuan untuk bermain program
seperti teman tanpa keterbatasan
sebaya
39
Pasien berbaring tengkurap dengan satu kaki lurus dan satu
lagi dengan lutut ditekuk ke 45°. Terapis mencengkeram di atas
pergelangan kaki untuk meregangkan lutut sekaligus memberikan
tekanan dengan hipotenar tangan lain di sepanjang muscle belly
menjauhi insersio. Dilakukan selama 30 detik dengan 8 kali
pengulangan
2. Pemasangan AFO
Posisi pasien : Supine lying
Posisi fisioterapis : Menghadap ke pasien
Penatalaksanaan : Fisioterapis mefleksikan knee dan ankle pasien.
Kemudian pasang AFO dengan erat.
3. Pemasangan Splint
Posisi pasien : Supine lying
Posisi fisioterapis : Menghadap ke pasien
Penatalaksanaan : Fisioterapis memposisikan kedua ekstremitas atas
Fdan bawah netral kemudian memsang splint.
4. Neuro Devolpment Treatment (NDT)/Bobath
a. Fasilitas head control dan mobilisasi trunk
Posisi Pasien : Tidur terlentang
Posisi Fisioterapis : Berada di depan pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memegang kedua tangan
pasien,secara perlahan-lahan fisioterapis menarik lengan pasien
secara bergantian kiri dan kanan sehingga trunk pasien
termobilisasi dan kepala serta badannya ikut terangkat (posisi
duduk/setengah duduk).
b. Key point of control dan fasilitasi head control
Posisi Pasien : Duduk
Posisi Fisioterapis : Berada di belakang pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memegang kepala sebagai key
point of control untuk memfasilitasi kepala anak tetap tegak,
40
kemudian menggerakkan kepala ke samping kiri dan kanan yang
dikombinasikan dengan aproksimasi pada kepala anak.
c. Fasilitasi hand support dan posisi merangkak
Posisi Pasien : Prone lying
Posisi Fisioterapis : Berada di depan pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memposisikan pasien tengkurap
dengan area dada di sanggah menggunakan bantal kemudian
fisioterapis memposisikan kedua lengan untuk merangkak
(menumpu) dan diberi stimulasi dengan memeberikan tekanan
pada otot paravertebrae dan diberi stimulasi mainan/suara agar
pasien dapat mengangkat kepalanya dengan tegak saat posisi
tengkurap. Fisioterapis menjaga agar pasien tetap meumpukan
kedua tanggannya. Latihan dilakukan selama 15 menit.
d. Key point of control dan Inhibisi association movement posisi
duduk
Posisi Pasien : Duduk di atas kursi
Posisi Fisioterapis : Berada di belakang pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memegang kedua shoulder
pasien sebagai key point of control untuk menginhibisi gerakan
asosiasi berupa hiperekstensi head dan trnk saat pasien berusaha
mempertahankan posisi kepalanya. Inhibisi dilakukan dengan cara
kedua tangan fisioterapis menekan area di bawah clavicula.
e. Fasilitasi duduk + eletrical stimulation
Posisi Pasien : Duduk di atas kursi
Posisi Fisioterapis : Berada di belakang pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memposisikan pasien duduk
dengan kedua kaki menumpu di lantai. Kemudian meletakkan satu
pad eletrical stimulation pada otot paravertebrae dan satu pad
lainnya diletakkan pada otot sekitar pelvic. Stimulasi diberikan
selama 15 menit. Kedua tangan pasien diposisikan menumpu di
41
samping badan. Kedua tangan fisioterapis berada pada pelvic
pasien untuk menjaga agar pasien tetap duduk stabil.
f. Fasilitasi transfer dari duduk ke berdiri
Posisi Pasien : Duduk di atas kursi
Posisi Fisioterapis : Berada di belakang pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memposisikan pasien duduk
dengan kedua kaki menumpu di lantai menggunakan AFO. Key
point of control fisioterapis berada di pelvic dan knee. Satu orang
fisioterapis berada dibelakang pasien memegang pelvic dan
memfasilitasi pasien untuk berdiri dan fisioterapis lainnya berada
di depan pasien memegang kedua lutut pasien saat pasien bergerak
dari duduk ke berdiri.
g. Fasilitasi berdiri
Posisi Pasien : Berdiri pada standing frame
Posisi Fisioterapis : Berada di samping pasien
Tekhnik Pelaksanaan : Pasien dipasangkan AFO dan splint pada
kedua tungkai kemudian pasien di posisikan berdiri pada standing
frame. Fisioterapis mengoreksi postur pasien dan mengawasi agar
tetap berdiri dengan stabil.
h. Dosis latihan : F : 3 kali seminggu
I : 8 x hitungan/repetisi
T : Latihan aktif yang terkontrol dan berulang
T : 45Menit
42
a. Minta ibu untuk melalukan latihan tummy time di rumah dengan
memberikan stimulasi berupa mainan/suara
b. Minta ibu memberikan stimulasi berupaka tekanan ringan pada
otot-otot panggul
c. Minta ibu untuk melakukan latihan merangkak dengan pola yang
benar
d. Minta ibu untuk melakukan latihan duduk di kursi dengan kedua
tangan menumou disaping badan dan anak dapat mempertahankan
posisi kepalanya
E. Evaluasi
Evaluasi Jangka Evaluasi Jangka Panjang
Pendek
Skala gerak
involunter Postural
Asworth
Ext Gerak Pasien belum mapu merangkak,
atas, involunter duduk ke berdiri, dan berjalan
sinistra; masih tinggi secara mandiri.
1, ext
Postur saat
atas
duduk retraksi
M1 sinistra,
ext
bawah
sinistra
dan
dextra 2
Ext Gerak Anak sudah mampu merangkak
sinistra; masih tinggi Postur saat dengan pola yang salah, belum
M2 bisa duduk ke berdiri dan
1, ext duduk retraksi
atas berjalan secara mandiri.
sinistra,
43
ext
bawah
sinistra
dan
dextra
2
Ext Gerak Anak sudah mampu duduk
atas, involunter secara mandiri dengan pola dari
sinistra; masih tinggi merangkak ke duduk, jika diberi
1, ext latihan berjalan anak sudah bisa
atas melangkahkan kaki dengan
sinistra, Postur sudah bantuan terapis.
M3
ext nampak normal
bawah
sinistra
dan
dextra
2
44
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Assesmen Fisioterapi
1. History Taking
2. Inspeksi/Observasi
3. Pemeriksaan/Pengukuran Pediatrik
a. Palpasi
45
ditimbulkan, maka fenomena itu menandakan kemunduran fungsi
susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan proses
regresi tersebut ialah refleks menetek, snout reflex, refleks memegang
(grasp refleks), refleks glabella dan refleks palmomental.
46
d. Pemeriksaan Tonus Otot (Skala Asworth)
(berat).
47
Bobath Assesment digunakan untuk mengetahui kualitas
fungsional dari pasien cerebral palsy :
Shoulder -5
Postural (Prot,Retrak)
Spine -5
Patern
(Kyposis,Lordosis
)
Pelvis Immobility -5
Functional Y,N
Hip Movement No Dissociation -5
Activity
Y,N
Knee Movement No Dissociation -5
Y,N
Ankle Movement No Dissociation -5
48
Y,N
Contracture & -5
Deformity
Dislocation
Level IV Standing 80
Level II Crepping/Crawlling 40
Total skor
1. Stretching
Peregangan mengacu pada tindakan dan efek peregangan, dan kita
dapat mendefinisikan peregangan sebagai memanjangkan atau
melebarkan sesuatu, menariknya dengan paksa sehingga melepaskan
dirinya sendiri; itu seperti merentangkan atau menggerakkan lengan atau
kaki kita untuk menghangatkannya dan menghilangkan kekakuan.
(Moran,2012).
Teori ambang rangsangan dalam latihan fisik juga berlaku dalam
peregangan. Ini dapat dengan mudah dipahami dengan contoh-contoh
berikut:
49
Peregangan yang terlalu ringan akan menghasilkan hampir tidak
ada efek pada organisme, atau peningkatan mobilitas sendi.
Peregangan yang terlalu keras atau terlalu ekstrem dapat
menyebabkan cedera, atau dalam kasus terbaik, kontraktur otot
pelindung yang dapat mencegah Anda meningkatkan kelenturan.
Peregangan yang tepat, memaksa mobilitas tetapi tanpa mencapai
rasa sakit atau batas bahaya (Moran,2012).
Tujuan dari NDT itu yaitu menghambat pola gerak yang abnormal,
gangguan gross motor, dan gangguan postur terutama pada anak cerebral
palsy spastic. Teknik inhibisi pada NDT ini bertujuan untuk menghambat
pola gerak abnormal, dimana anak cerebral palsy yang spastic akan
muncul gerakan yang susah dikontrol. Ketika inhibisi diberikan maka
akan stimulasi dari propioceptive akan membawa implus sampai otak
untuk diterjemahkan menjadi suatu memori bahwa gerakan yang normal
itu adalah yang saat dirasakan (Ikay, et.al, 2016).
50
(homolateral) yang tujuannya yang satu ke cerebellumdan yang satu
diteruskan ke thalamus. Jalur aferen yang menuju cerebellum dibawa
kembali ke medula spinalis dan dilanjut ke thalamus. Sesampainya di
thalamus aferen dihantarkan melalui dua cabang yaitu menuju motor
cortex dan sensori cortex . pada motor cortex afren dibawa ke brainstem,
sedangkan aferen yang menuju sensori cortex melanjutkan perjalannan ke
cortical asosiasi area. Eferen melanjutkan stimulasi ke basal ganglia dan
kembai ke thalamus hingga kembali ke otot.
51
Selain itu NDT dapat menurunkan spastisitas dengan mekanisme
secara langsung, motor unit yang berperan meningkat seiring dengan
motor learning. Setelah itu peningkatan signifikan dari frekuensi motor
unit karena latihan yang terus-menerus menyebabkan terbentuknya
gerakan yang semakin cepat dan lancar, oleh karena adanya proses
reorganisasi dan adaptasi maka peningkatan fungsi-fungsi sensorik dan
motorik akan mempengaruhi komponenkomponen yang berperan dalam
fungsi prehension, seperti meningkatnya koordinasi gerakan dan
meningkatnya kekuatan otot. Pada otot juga terdapat reseptor yaitu muscle
spindle dan organ tendo Golgi. Muscle spindle mempunyai peranan dalam
pengaturan motorik yaitu dalam mendeteksi terhadap perubahan panjang
serabut otot dan kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan organ tendo
Golgi dalam mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo otot selama
kontraksi otot atau peregangan otot. Kedua reseptor tersebut akan
mengirimkan informasi ke dalam medulla spinalis dan juga serebelum
sehingga membantu system saraf untuk melakukan fungsi dalam mengatur
kontraksi otot (Guyton, 1991).
52
cerebral palsy yang terbagi menjadi dua kelompok. Kedua kelompok
diberikan intervensi NDT dan salah satu kelompok tersebut diberi
intervensi tambahan berupa adesuit neuro develompment treatment. Dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian intervensi
53
DAFTAR PUSTAKA
Berker, N., & Yalçin, S. (2010). The Help Guide To Cerebral Palsy (Second).
Istanbul, Turkey.
Ichsan, M. K., Studi, P., Iii, D., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2014).
CEREBRAL PALSY SPASTIC ATHETOID QUADRIPLEGI DI PEDIATRIC
AND NEURODEVELOPMENTAL THERAPY CENTRE ( PNTC ).
Kim, S. J., Kwak, E. E., Park, E. S., & Cho, S.-R. (2012). Differential Effects of
Rhythmic Auditory stimulation and Neurodevelopmental Treatment/Bobath on
Gait Patterns in Adults with Cerebral Palsy Adults with Cerebral Palsy: a
Randomized Controlled Trial. Clinical Rehabilitation, 904-914
54
Sarathy, K., Doshi, C., & Aroojis, A. (2019). Symposium - Cerebral Palsy
Clinical Examination of Children with Cerebral Palsy.
https://doi.org/10.4103/ortho.IJOrtho
55