Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CRONIC KIDNEY DISEASE) / GAGAL GINJAL KRONIK

Disusun Oleh :

Oktavia Rahmawati P27220017155

Widha Listyaninggar P27220017163

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN CKD (Chronic Kidney Disease)

I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Gagal ginjal yaitu ginjal berhubungan dengan kehilangan kemampuannya
untuk mempertahankan volume dari komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya terbagi menjadi 2 kategori
yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun). Gagal
ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa
ginjal (Nurarif, 2013). Menurut Morton (2011) Chronic Kidney Disease adalah
perburukan fungsi ginjal lambat, progresif, dan irreversible yang menyebabkan
ketidakmampuan ginjal untuk membuang produk sisa dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Menurut Padila (2012), penyakit gagal ginjal kronis adalah penyakit
ginjal tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan, dan elektrolit serta mengarah kepada
kematian. Menurut penelitian dari desfrimadona (2016), menjelaskan Gagal
Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak
dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum.

B. Etiologi
Menurut Robinsin (2013) dalam prabowo dan andi (2014), menjelaskan bahwa
gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya. Sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab
yang sering adalah diabetes militus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa
penyeban lainnya dari gagal ginjal kronis yaitu :
1. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis).
2. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis).
3. Kelainan kongenital (polikisitik ginjal).
4. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis).
5. Obstruksi saluran kemih (nepholithisis).
6. Penyakit kolagen (systemic lupus Erythematosus).
7. Obat- obatan nefrotoksis (aminoglikosida) ckd 2
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan
tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National
Kidney Foundation, 2015).

C. Manifestasi Klinis
Menurut Robinson dan Judith (2013), menjelaskan bahwa tanda dan gejala
klinis pada ginjal kronis di karenakan gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal
sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak
(organs multifunction) sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbagan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini
adalah tanda dan gejala yang di tunjukan oleh gagal ginjal kronis (Prabowo dan
Andi 2014) :
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic
pericarditis, efusi pericardial (kemungkinan bias terjadi tamponade
jantung). Gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kenal, uremik pleuritis dan uremik lung
dan sesak nafas
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukan adaya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal Karena stomatis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga di sertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis,
kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning kekuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis,
petechiae dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya di tunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri gatal
pada lengan dan kaki, selain itu juga adanya kram pada otot dan reflex
kedutan. Daya memori menurun, apatis rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang, dari hasil EEG menunjukkan adanya
perubahan metabolic encephalopathy
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi
sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet
biasanya masalah yang serius pada sistemhematologi ditunjukan
dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan pethechiae).
9. Muskuloskeletal.
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis,
dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). Ckd 2

D. Klasifikasi
National Kidney Foundation (2015) menjelaskan bahwa CKD didefinisikan
dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam
menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi
penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan
kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD. Stadium dibuat berdasarkan
ada tidaknya gejala dan progresivitas penurunan GFR, yang dikoreksi
perukuran tubuh (per 1,73m²). GFR normal pada dewasa sehat kira-kira 120
sampai 130 ml. Berikut adalah klasifikasi stadium CKD.
1. Stadium 1
Pada stadium ini gejala dari patologi kerusakan, mencakup
kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam
pemeriksaan pencitraan dengan laju filtrasi glomerulus (GFR)
normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90 ml/menit (≥ 75%
dari nilai normal).
2. Stadium 2
Stadium 2 ditandai denan laju filtrasi glomerulus antara 60-89
ml/menit (kira-kira 50% dari nilai normal), dengan tanda
kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda
penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya
sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan
beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini nefron terus-menerus mengalami kematian serta
terjadi penurunan sedang fungsi ginjal. Stadium 3 diklaikassikan
menjadi 3a dan 3b. klasifikasi ini didarakan dengan laju filtrasi
glomerulus 3a ( 45-59 ml/menit) dan 3b ( 30-44 ml/menit)
4. Stadium 4
Laju filtrasi glomerulus antara 15-29ml/menit (12%-24% dari nilai
normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
5. Stadium 5
Gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerulus kurang dari 15
ml/menit (< 12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi
tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus
ginjal.

E. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan
ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.
Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di
reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)
F. Pathway

(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)


G. Pemeriksaan Penunjang
Pradeep (2017) menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk kasus CKD adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung darah lengkap (CBC)
b. Urinalisis
c. Tingket albumin serum.
Tingket albumin serum berhubungan denan status nutrisi,
Pasien dapat menderita hipoalbuminemia karena kekurangan
gizi, kehilangan protein urin, atau peradangan kronis.
d. Profil lipid.
Profil lipid digunakan untuk menunjukan resiko komplikasi
kardiovaskular, Pasien dengan CKD memiliki ganguan
metabolisme lipd yang meningkatan risiko penyakit
kardiovaskular
2. Pemeriksaan pencitraan radiologi
a. Ultrasonografi ginjal
Ultrasonografi ginjal berguna untuk mengamati hidronefrosis,
yang mungkin tidak diamati pada pasien obstruksi atau
dehidrasi dini, Atau untuk keterlibatan retroperitoneum dengan
fibrosis, tumor, atau adenopati diffuse, Ginjal kecil ekogenik
diamati pada gagal ginjal lanjut.
b. Retrograde pielografi (RPG)
RPG berguna dalam kasus dengan kecurigaan yang tinggi
terhadap obstruksi meskipun ada ultrasonogram ginjal negatif,
dan juga untuk mendiagnosis batu ginjal.
c. Computed tomography (CT) scanning
CT scann berguna untuk menentukan massa ginjal dan kista
biasanya dicatat pada ultrasonogram Juga merupakan tes yang
paling sensitif untuk mengidentifikasi batu ginjal.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI berguna pada pasien yang memerlukan CT scan namun
tidak dapat melakukan kontras intravena, Dapat digunakan
dalam diagnosis trombosis vena ginjal.
e. Pemindaian radionuklida ginjal
Pemindaian radionuklida ginjal berguna untuk menyaring
stenosis arteri ginjal bila dilakukan dengan pemberian
captopril, Juga menghitung kontribusi ginjal terhadap GFR.

H. Penatalaksanaan
Morton, et al (2011) menjelaskan penatalaksanaan pada pasien CKD adalah :
ckd3
1. Penatalaksanaan gangguan cairan
Pada pasien CKD, pembatasan cairan dan garam adalah penyokong terapi
untuk mencegah kelebihan beban cairan. Diuretik juga digunakan untuk
memperlambat kebutuhan akan dialisis. Pasien biasanya dapat merespon
diuretik sampai mereka mencapai ERSD.
2. Penatalaksanaan gagguan asam basa
Penyakit CKD akan menyebabkan asidosis metabolik karena
ketidakmampuan nefron untuk mensekrsi dan mengeskresi ion
hidrogen dan merabsorbsi ion bikarbonat seiring dengan
perburukan ginjal. Pengkajian dengan analisa gas darah (AGD) dan
karbondioksida vena dapat sebagai panduan untuk pemberian
terapi obat-obat yang bersifat basa seperti, larutan shohl, bicitra da
natrium bikarbonat.
3. Penatalaksanaan gangguan kardiovaskular
a. Hipertensi
Hipertensi adalah koplikasi dari CKD yang disebabkan karena
retensi natrium dan air. Penata laksanaan hipertensi pada psein
ckd dapat berupa, pembatasan natrium dan ciairan,
penggunaan deuretik, terapi anti hipertensi serta dialisis untuk
membuang cairan yang berlebih
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia sangat berbahaya pada pasien ckd, hiperkalemia
terjadi karena GFR yang menurun, sehingga ginjal tidak
mampu mengeskresikan kelebihan kalium. Penatalksanaan
pada pasien hiperkalemia dapat melalui, pembatasan kalium
dalam diet, diuretik, dan resin yang mengikat kalium (hiperkalemi
ringan <6 mEq/L tanpa peruban EKG), sedangkan
untuk hiperkalemia berat dilakukan dengan berusaha melawan
efek kalium melalui pemberian kalsium glukonat atau klorida
IV, membuang kalium dari tubuh melalui pemberian deuretik
dan resin, serta memindahkan kalium kedalam sel melalui
pemberian bikarbonat IV dan insulin
4. Penatalaksanaan gangguan paru
Komplikasi yaang serig terjadi pada paisien CKD adalah edema
paru, akibat kelebihan volume cairan, gagal jantung atau keduanya.
Penatalaksanaan gangguan paru berupa pembatasan cairan dan
natrium, penangaanan pada gagal jantung yang mendasari, serta
pemberian deuretik
5. Penatalaksanaan gangguan pencernaan
Pada pasien CKD sering terjadi perdarahan pencernaan,
penatalaksanaan dapat melalui pemberian kristaloid dan produk
darah.
6. Penatalaksanaan gangguan hematologi
Pada pasien CKD akan mengalami gangguan hematologi berupa,
peningkatan kecenderungan perdarahan, ganguan sisstem imun dan
anemia, penatalaksanaanya melalui penatalaksanaan kolaboratif
mencakup pemberian produk darah sesuai kebutuan, memberikan
suplemen zat besi oral, membeikan suplemen vitamin.
7. Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat
Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat ini sangat penting
Karena agen farmakologis, metabolitnya atau keduaya
diekskresikan oleh gijal, kewaspadaan perawat sangat perlu untuk
utuk memastikan pemberian dosis obat serta pada pemberian waktu
yang tepat.
8. Penatalaksanaan pada gangguan skeletal
Penatalaksanaan pada gangguan skeletal terdiri dari, pengaturan
fosfat, suplementasi kalsium dan vit D, pencegahan toksilitas
alumunium, dan pengendalian asidosis metabolik.
9. Penatalaksanaan sistem integumen
Penatalaksanaan kolaboratif pada sistem integuemen adalah,
penaturan fosfat, pemeberian viatamin D, obat-obat anti histamin
serta perawatan kulit dengan seksama melalui alih baring pasien
untuk mencegah kerusakan kulit. Ckd3

I. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2011) komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan,
mencakup:
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih
2. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin,
angiotensin, aldosterone
4. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, peradangan gastro intestinal
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfa
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Barret (2010), menjelaskan tentang pengkajian yang harus
dilakukan antara lain:
1. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamt,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, nomor CM, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab
Identitas penannggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, hubungan dengan pasien.
3. Pengkajian primer
a. Airway
Lihat ada/tidaknya obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh produksi sekret,
adanya lidah jatuh ke belakang karena penurunan kesadaran pada pasien.
b. Breathing
Adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, tampak tarikan
otot pernapasan, pernapasan cuping hidung, retraksi dada, pola dan frekuensi
napas, suara pada saat ekspansi dada, bunyi
napas tambahan, distensi vena jugular
c. Circulation
Tekanan darah meningkat, nadi kuat, disritmia, edema, akral
dingin, perdarahan pada lambung, ada tidaknya nyeri dada,
gambaran EKG (ecocardiography), temperatur dan kelembaban
serta oksigenasi sirkulasi perifer, CRT (capilary refill time).
d. Disability
Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS), reaksi pupil dan pembesaran pupil, disorientasi.
e. Exposure
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya tanda
bekas trauma maupun lesi.
4. Pengkajian sekunder
Pengkajian ini dilakukan dengan format SAMPLE, yang merupakan pengkajian
riwayat singkat pasien dirawat di rumah sakit, pengkajian ini dapat dilakukan pada
saat kondisi pasien sudah stabil jika belum stabil maka pengkajian primer dilakukan
kembali. Pengkajian dengan metode SAMPLE ini antara lain:
a. S (Sign and Symptoms)
Tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan pasien.
Badan lemah, cepat lelah, pucat, napas terengah-engah,
peningkatan berat badan dan kadang-kadang disertai edema
ekstermitas serta asites.
b. A (Allergies)
Ada tidaknya riwayat alergi pada pasien, baik alergi terhadap
makanan, minuman maupun obat-obatan.
c. M (Medications)
Terapi terakhir yang sudah diberikan pada pasien dan apakah
terapi tersebut mengurangi permasalahan pasien atau tidak.
d. P (Past Medical History)
Riwayat medis sebelum pasien dirawat saat ini, seperti riwayat
penyakit yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan
yang pernah dijalani. Riwayat hipertensi yang tidak terkontrol,
diabetes mellitus kronis, dan atau riwayat penyakit jantung.
e. L (Last Oral Intake)
Makan dan minum terakhir serta jenis dari makanan atau
minuman yang baru saja dimakan atau diminum.
f. E (Even Prociding Incident)
Hal-hal yang memungkinkan atau peristiwa yang mengawali
terjadinya serangan atau penyakit pasien saat ini sampai harus
dirawat inap. Keluhan mengenai ketidakmampuan berkemih,
anuria, sakit ketika berkemih
5. Pemeriksaan penunjang
Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,
eritrosit, BUN, kreatinin, kalium, natrium, kalsium ion.
6. Terapi
Meliputi program terapi yang diberikan pada pasien selama
dirawat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis,
yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif
menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit
sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis
ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis
positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai
kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis
Promosi Kesehatan (ICNP, 2015).
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah
sebagai
berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1. Hipervolemia
2. Defisit nutrisi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pertukaran gas
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif
9. Nyeri akut
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan keperawatan Observasi :
selama 3x8 jam maka 1. Periksa tanda dan
hipervolemia meningkat gejala hipervolemia
dengan kriteria hasil: (edema, dispnea,
1. Asupan suara napas
cairan tambahan)
meningkat 2. Monitor intake dan output
2. Haluaran urin cairan
meningkat 3. Monitor jumlah dan
3. Edema menurun warna urin
4. Tekanan darah Terapeutik
membaik 4. Batasi asupan cairan dan
5. Turgor kulit membaik garam
5. Tinggikan kepala tempat
tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian
diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan pemenuhan 2. Identifikasi makanan yang
kebutuhan nutrisi pasien disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
hasil: 4. Monitor berat badan
1. intake nutrisi tercukupi Terapeutik
asupan makanan dan cairan 5. Lakukan oral hygiene
tercukupi sebelum makan, jika
perlu
6. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
7. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam maka 1. Identifikasi pengalaman
nausea membaik dengan mual
kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis.
1. Nafsu makan membaik Frekuensi, durasi, dan
2. Keluhan mual tingkat keparahan)
menurun Terapeutik
3. Pucat membaik 1. Kendalikan faktor
Takikardia membaik lingkungan penyebab
(60-100 kali/menit) (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
2. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual (mis.
Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
1. Anjurkan istirahat
dan tidur cukup
minimal 8 jam
2. Anjurkan sering
membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsan mual
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual (mis.
Relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiemetik (jika perlu)
4. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan
Integritas Kulit tindakan keperawatan integritas kulit
selama 3x8 Obsevasi
jam diharapkan integritas Identifikasi penyebab
1. kulit dapat terjaga gangguan integritas kulit
dengan kriteria hasil: (mis. Perubahan sirkulasi,
2. Integritas kulit yang baik perubahan status nutrisi)
bisa dipertahankan Terapeutik
3. Perfusi jaringan baik 1. Ubah posisi tiap 2 jam
4. Mampu melindungi kulit jika tirah baring
dan mempertahankan 2. Lakukan pemijataan pada
kelembaban kulit area tulang, jika perlu
3. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering Bersihkan perineal
dengan air hangat
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion
atau serum)
menggunakan sabun
secukupnya
2. Anjurkan minum air yang
cukup sesuai anjuran
dokter
3. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
5. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam 1. Monitor frekuensi,
diharapkan pertukaran irama, kedalaman dan
gas tidak terganggu upaya napas
dengak kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
1. Tanda-tanda vital 3. Monitor saturasi oksigen
dalam rentang normal 4. Auskultasi bunyi napas
2. Tidak terdapat otot Terapeutik
bantu napas 1. Atur interval pemantauan
Memlihara kebersihan respirasi sesuai kondisi
paru dan bebas dari pasien
tanda-tanda distress 2. Bersihkan sekret pada
pernapasan mulut dan hidung, jika
perlu
3. Berikan posisi semi
fowler
4. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
5. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan
hasil pemantauan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter
dalam penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
Aktifitas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam toleransi 1. Monitor kelelahan fisik
aktivitas meningkat 2. Monitor pola dan jam
dengan kriteria hasil: tidur
1. Keluhan lelah Terapeutik
menurun 1. Lakukan latihan rentang
2. Saturasi oksigen gerak pasif/aktif
dalam rentang 2. Libatkan keluarga dalam
normal (95%- melakukan aktifitas, jika
100%) perlu
3. Frekuensi nadi dalam Edukasi
rentang normal (60- 1.Anjurkan melakukan
100 kali/menit) aktifitas secara bertahap
Dispnea saat beraktifitas 2.Anjurkan keluarga untuk
dan setelah beraktifitas memberikan penguatan
menurun (16-20 positif
kali/menit) Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tetang tata cara
meningkatkan asupan
makanan

7. Resiko Setelah dilakukan Perawatan Jantung


Penurunan asuhan keperawatan Observasi:
Curah Jantung selama 3x8 jam 1. Identifikasi tanda dan
diharapkan penurunan gejala primer
curah jantung penurunan curah
meningkat dengan jantung (mis. Dispnea,
kriteria hasil: kelelahan)
1. Kekuatan nadi 2. Monitor tekanan darah
perifer meningkat 3. Monitor saturasi oksigen
2. Tekanan darah Terapeutik:
membaik 100- 1. Posisikan semi fowler
130/60-90 mmHg atau fowler
3. Lelah menurun 2. Berikan terapi oksigen
4. Dispnea menurun Edukasi
dengan frekuensi 16-24 1. Ajarkan teknik relaksasi
x/menit napas dalam
2. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
8. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak Efektif tindakan perawatan Observasi
selama 3x8 jam maka 1. Periksa sirkulasi
perfusi perifer perifer (mis. Nadi
meningkat dengan perifer, edema,
kriteria hasil: pengisian kapiler,
1. denyut nadi warna, suhu)
perifer 2. Monitor perubahan kulit
meningkat 3. Monitor panas,
2. Warna kulit kemerahan, nyeri atau
pucat menurun bengkak
3. Kelemahan 4. Identifikasi faktor risiko
otot menurun gangguan sirkulasi
4. Pengisian Terapeutik
kapiler 1. Hindari pemasangan infus
membaik atau pengambilan darah di
5. Akral membaik area keterbatasan perfusi
Turgor kulit membaik 2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan
infeksi
4. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
4. Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur sesuai
anjuran dosis dari dokter
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
ketosteroid jika perlu
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam maka 1. Identifikasi factor
tautan nyeri meningkat pencetus dan pereda
dengan kriteria hasil: nyeri
1. Melaporkan nyeri 2. Monitor kualitas nyeri
terkontrol 3. Monitor lokasi dan
meningkat penyebaran nyeri
2. Kemampuan 4. Monitor intensitas
mengenali onset nyeri dengan
nyeri meningkat menggunakan skala
3. Kemampuan 5. Monitor durasi dan
menggunakan frekuensi nyeri
teknik Teraupetik
nonfarmakologis 1. Ajarkan Teknik
meningkat nonfarmakologis untuk
4. Keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri
penggunaan 2. Fasilitasi istirahat dan
analgesik menurun
5. Meringis menurun tidur
6. Frekuensi Edukasi
nadi 1. Anjurkan memonitor
membaik nyeri secara mandiri
7. Pola nafas membaik 2. Anjurkan menggunakan
Tekanan darah analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
analgetik

D. Implementasi Keperawatan
Setiadi (2012), Implementasi keperawatan merupakan rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan dan dikelola atau diwujdkan. Implementasi berfokus
pada asuhan keperawatan meliputi mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan system tubuh, hubungan atara klien dan lingkungan lebih
dimantapkan, dan mengimplementasikan pesar dokter. Tahap keperawatan ada tiga
antara lain tahap persiapan, tahap intervensi, dan tahap dokumentasi. Tahap persiapan
meliputi mereview antisipasi tindakan keperawatan, pengetahuan dan ketrampilan
dianalisis, mengetahui kemungkinan yang timbul, peralatan yang diperlukan
disiapkan, ciptakan lingkungan yang kondusif, dan mengidentifikasi aspek-aspek
hukum dan etik. Setiadi (2012) menjelaskan lebih lanjut mengenai tahap-tahap
tindakan keperawatan. Pada tahap intervensi tindakan keperawatan
dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
profesional antara lain
1. Independent
Independent adalah perawat yang melaksanakan kegiatan tanpa
petunuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan. Tindakan
independent keperawatan dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe,
antara lain :
a) Tindakan diagnostik
Tindakan diagnostik ini dilakukan dengan cara wawancara kepada
klien, selain itu mengobservasi dan melakukan pemeriksaan fisik,
serta melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana dan
membaca hasil pemeriksaan laboratorium tersebut.
b) Tindakan terapeutik
Tindakan terapeutik bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan
mengatasi masalah klien
c) Tindakan edukatif
Tindakan edukatif adalah tindakan melalui promosi kesehatan dan
pendidikan kesehatan kepada klien dengan tujuan merubah perilaku
klien
d) Tindakan merujuk
Tindakan merujuk adalah tindakan kerja sama dengan tim
kesehatan lainnya
2. Interdependent
Interdependent merupakan perlunya suatu kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam suatu kegiatan, misalnya kerja sama dengan
tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter.
3. Dependent
Dependent adalah suatu pelaksanaan rencana tindakan medis, misalnya
dokter menuliskan untuk perawatan colostomy, tindakan keperawatannya adalah
mendefinisikan perawatan colostomy berdasarkan kebutuhan individu dari klien.

E. Evaluasi Keperawatan
Setiadi (2012) menerangkan tahap evaluasi adalah perbandingan
yang sistematis dengan dan terencana tentang kesehatan klien. Tujuan dari
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Evaluasi
sendiri terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi berjalan (formatif) dan evaluasi
akhir (sumatif). Evaluasi formatif dikerjakan dalam bentuk pengisisan
format catatan perkembangandengan berorientasi kepada masalah klien.
Format yang dipakai adalah SOAP, berikut penjelasannya :
1. S (Subyektif)
Subyektif adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
dikemukakan klien termasuk yang dirasakan dan dikeluhkan.
2. O (Obyektif)
Obyektif adalah perkembangn yang bisa diamati dan diukur oleh perawat
atau tim kesehatan lain.
3. A (Analisis)
Analisis adalah penilaian dari data subyektif dan data obyektif,
perkembangan klien mengarah pada perbaikan atau kemunduran.
4. P (Perencanaan)
Rencana yang didasarkan pada hasil analisis data yang berisi melanjutkan
perencanaan sebelumnya atau masalah belum teratasi atas penangan
kepada klien

Setiadi menjelaskan lebih lanjut sedangkan evaluasi sumatif cara


membaningkannya dengan tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat
kesenjangan diantara keduanya, memungkinkan semua tahap dalam
proses keperawatan perlu ditinjau kembali. Fomat yang dipakai adalah
format SOAPIER, berikut penjelasannya :

1. S (Subyektif)
Subyektif merupakan perkembangan berdasarkan apa yang
diungkapkan klien, termasuk yang dirasakan dan dikeluhkan.
2. O (Obyektif)
Obyektif adalah perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh
perawat atau tim kesehatan lain.
3. A (Analisis)
Analisis adalah penilaian dari data subyektif dan data obyektif,
perkembangan klien mengarah pada perbaikan atau kemunduran.
4. P (Perencanaan)
Rencana yang didasarkan pada hasil analisis data yang berisi
melanjutkan perencanaan sebelumnya atau masalah belum teratasi
atas penangan kepada klien.
5. I (Implementasi)
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan
rencana.
6. E (Evaluasi)
Evaluasi merupakan penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan
dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah kien
teratasi.
7. R (Reassesment)
Reassesment dilakukan bila evaluasi menunjukkan masalah belum
teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subyektif, obyektif, dan proses anaisisnya
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal


Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta:
Nuha Medika

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh
Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria

Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik


dengan Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma
Thesis Univesitas Andalas

KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan


CERDIK dan PATUH. Diakses pada tanggal 07 Desember 2018
dari www.depkes.go.id

Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada


pasien dengan Gagal Ginjal Kronik. Scribd. Diakses pada 30
November 2018

Kozier, Barbara (2010). Fundamentals of Canadian Nursing:


Concepts, Process and Practice, edisi2. Pearson Education Canada

Long, Barbara C. (1996). Perawatan medikal bedah:suatu pendekatan


proses keperawatan. Mosby Company

Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika

Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Purwaningsih, Wahyu & Karlina, Ina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika

RISKESDAS (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Diakses pada 2


desember 2018. dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general-

/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

Toto, Abdul.(2015). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan.


Jakarta : Trans Info Media

World Health Organization, (2013) The WOrld Organization Quality


of Life. diakses pada tanggal 2 Desember 2018. Dari
http://www.whoqoi.breff.org

Yuliana, Lina. (2013). Karya Tulis Ilmiah Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge
Planning Pasien Di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Diakses pada tanggal 02 Desember
2018

Anda mungkin juga menyukai