Disusun Oleh :
2021
LAPORAN PENDAHULUAN CKD (Chronic Kidney Disease)
I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Gagal ginjal yaitu ginjal berhubungan dengan kehilangan kemampuannya
untuk mempertahankan volume dari komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya terbagi menjadi 2 kategori
yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun). Gagal
ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa
ginjal (Nurarif, 2013). Menurut Morton (2011) Chronic Kidney Disease adalah
perburukan fungsi ginjal lambat, progresif, dan irreversible yang menyebabkan
ketidakmampuan ginjal untuk membuang produk sisa dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Menurut Padila (2012), penyakit gagal ginjal kronis adalah penyakit
ginjal tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan, dan elektrolit serta mengarah kepada
kematian. Menurut penelitian dari desfrimadona (2016), menjelaskan Gagal
Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak
dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum.
B. Etiologi
Menurut Robinsin (2013) dalam prabowo dan andi (2014), menjelaskan bahwa
gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya. Sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab
yang sering adalah diabetes militus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa
penyeban lainnya dari gagal ginjal kronis yaitu :
1. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis).
2. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis).
3. Kelainan kongenital (polikisitik ginjal).
4. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis).
5. Obstruksi saluran kemih (nepholithisis).
6. Penyakit kolagen (systemic lupus Erythematosus).
7. Obat- obatan nefrotoksis (aminoglikosida) ckd 2
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan
tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National
Kidney Foundation, 2015).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Robinson dan Judith (2013), menjelaskan bahwa tanda dan gejala
klinis pada ginjal kronis di karenakan gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal
sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak
(organs multifunction) sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbagan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini
adalah tanda dan gejala yang di tunjukan oleh gagal ginjal kronis (Prabowo dan
Andi 2014) :
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic
pericarditis, efusi pericardial (kemungkinan bias terjadi tamponade
jantung). Gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kenal, uremik pleuritis dan uremik lung
dan sesak nafas
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukan adaya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal Karena stomatis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga di sertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis,
kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning kekuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis,
petechiae dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya di tunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri gatal
pada lengan dan kaki, selain itu juga adanya kram pada otot dan reflex
kedutan. Daya memori menurun, apatis rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang, dari hasil EEG menunjukkan adanya
perubahan metabolic encephalopathy
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi
sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet
biasanya masalah yang serius pada sistemhematologi ditunjukan
dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan pethechiae).
9. Muskuloskeletal.
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis,
dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). Ckd 2
D. Klasifikasi
National Kidney Foundation (2015) menjelaskan bahwa CKD didefinisikan
dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam
menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi
penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan
kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD. Stadium dibuat berdasarkan
ada tidaknya gejala dan progresivitas penurunan GFR, yang dikoreksi
perukuran tubuh (per 1,73m²). GFR normal pada dewasa sehat kira-kira 120
sampai 130 ml. Berikut adalah klasifikasi stadium CKD.
1. Stadium 1
Pada stadium ini gejala dari patologi kerusakan, mencakup
kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam
pemeriksaan pencitraan dengan laju filtrasi glomerulus (GFR)
normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90 ml/menit (≥ 75%
dari nilai normal).
2. Stadium 2
Stadium 2 ditandai denan laju filtrasi glomerulus antara 60-89
ml/menit (kira-kira 50% dari nilai normal), dengan tanda
kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda
penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya
sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan
beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini nefron terus-menerus mengalami kematian serta
terjadi penurunan sedang fungsi ginjal. Stadium 3 diklaikassikan
menjadi 3a dan 3b. klasifikasi ini didarakan dengan laju filtrasi
glomerulus 3a ( 45-59 ml/menit) dan 3b ( 30-44 ml/menit)
4. Stadium 4
Laju filtrasi glomerulus antara 15-29ml/menit (12%-24% dari nilai
normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
5. Stadium 5
Gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerulus kurang dari 15
ml/menit (< 12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi
tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus
ginjal.
E. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan
ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.
Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di
reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)
F. Pathway
H. Penatalaksanaan
Morton, et al (2011) menjelaskan penatalaksanaan pada pasien CKD adalah :
ckd3
1. Penatalaksanaan gangguan cairan
Pada pasien CKD, pembatasan cairan dan garam adalah penyokong terapi
untuk mencegah kelebihan beban cairan. Diuretik juga digunakan untuk
memperlambat kebutuhan akan dialisis. Pasien biasanya dapat merespon
diuretik sampai mereka mencapai ERSD.
2. Penatalaksanaan gagguan asam basa
Penyakit CKD akan menyebabkan asidosis metabolik karena
ketidakmampuan nefron untuk mensekrsi dan mengeskresi ion
hidrogen dan merabsorbsi ion bikarbonat seiring dengan
perburukan ginjal. Pengkajian dengan analisa gas darah (AGD) dan
karbondioksida vena dapat sebagai panduan untuk pemberian
terapi obat-obat yang bersifat basa seperti, larutan shohl, bicitra da
natrium bikarbonat.
3. Penatalaksanaan gangguan kardiovaskular
a. Hipertensi
Hipertensi adalah koplikasi dari CKD yang disebabkan karena
retensi natrium dan air. Penata laksanaan hipertensi pada psein
ckd dapat berupa, pembatasan natrium dan ciairan,
penggunaan deuretik, terapi anti hipertensi serta dialisis untuk
membuang cairan yang berlebih
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia sangat berbahaya pada pasien ckd, hiperkalemia
terjadi karena GFR yang menurun, sehingga ginjal tidak
mampu mengeskresikan kelebihan kalium. Penatalksanaan
pada pasien hiperkalemia dapat melalui, pembatasan kalium
dalam diet, diuretik, dan resin yang mengikat kalium (hiperkalemi
ringan <6 mEq/L tanpa peruban EKG), sedangkan
untuk hiperkalemia berat dilakukan dengan berusaha melawan
efek kalium melalui pemberian kalsium glukonat atau klorida
IV, membuang kalium dari tubuh melalui pemberian deuretik
dan resin, serta memindahkan kalium kedalam sel melalui
pemberian bikarbonat IV dan insulin
4. Penatalaksanaan gangguan paru
Komplikasi yaang serig terjadi pada paisien CKD adalah edema
paru, akibat kelebihan volume cairan, gagal jantung atau keduanya.
Penatalaksanaan gangguan paru berupa pembatasan cairan dan
natrium, penangaanan pada gagal jantung yang mendasari, serta
pemberian deuretik
5. Penatalaksanaan gangguan pencernaan
Pada pasien CKD sering terjadi perdarahan pencernaan,
penatalaksanaan dapat melalui pemberian kristaloid dan produk
darah.
6. Penatalaksanaan gangguan hematologi
Pada pasien CKD akan mengalami gangguan hematologi berupa,
peningkatan kecenderungan perdarahan, ganguan sisstem imun dan
anemia, penatalaksanaanya melalui penatalaksanaan kolaboratif
mencakup pemberian produk darah sesuai kebutuan, memberikan
suplemen zat besi oral, membeikan suplemen vitamin.
7. Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat
Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat ini sangat penting
Karena agen farmakologis, metabolitnya atau keduaya
diekskresikan oleh gijal, kewaspadaan perawat sangat perlu untuk
utuk memastikan pemberian dosis obat serta pada pemberian waktu
yang tepat.
8. Penatalaksanaan pada gangguan skeletal
Penatalaksanaan pada gangguan skeletal terdiri dari, pengaturan
fosfat, suplementasi kalsium dan vit D, pencegahan toksilitas
alumunium, dan pengendalian asidosis metabolik.
9. Penatalaksanaan sistem integumen
Penatalaksanaan kolaboratif pada sistem integuemen adalah,
penaturan fosfat, pemeberian viatamin D, obat-obat anti histamin
serta perawatan kulit dengan seksama melalui alih baring pasien
untuk mencegah kerusakan kulit. Ckd3
I. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2011) komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan,
mencakup:
1. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih
2. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin,
angiotensin, aldosterone
4. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, peradangan gastro intestinal
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfa
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Barret (2010), menjelaskan tentang pengkajian yang harus
dilakukan antara lain:
1. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamt,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, nomor CM, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab
Identitas penannggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, hubungan dengan pasien.
3. Pengkajian primer
a. Airway
Lihat ada/tidaknya obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh produksi sekret,
adanya lidah jatuh ke belakang karena penurunan kesadaran pada pasien.
b. Breathing
Adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, tampak tarikan
otot pernapasan, pernapasan cuping hidung, retraksi dada, pola dan frekuensi
napas, suara pada saat ekspansi dada, bunyi
napas tambahan, distensi vena jugular
c. Circulation
Tekanan darah meningkat, nadi kuat, disritmia, edema, akral
dingin, perdarahan pada lambung, ada tidaknya nyeri dada,
gambaran EKG (ecocardiography), temperatur dan kelembaban
serta oksigenasi sirkulasi perifer, CRT (capilary refill time).
d. Disability
Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS), reaksi pupil dan pembesaran pupil, disorientasi.
e. Exposure
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya tanda
bekas trauma maupun lesi.
4. Pengkajian sekunder
Pengkajian ini dilakukan dengan format SAMPLE, yang merupakan pengkajian
riwayat singkat pasien dirawat di rumah sakit, pengkajian ini dapat dilakukan pada
saat kondisi pasien sudah stabil jika belum stabil maka pengkajian primer dilakukan
kembali. Pengkajian dengan metode SAMPLE ini antara lain:
a. S (Sign and Symptoms)
Tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan pasien.
Badan lemah, cepat lelah, pucat, napas terengah-engah,
peningkatan berat badan dan kadang-kadang disertai edema
ekstermitas serta asites.
b. A (Allergies)
Ada tidaknya riwayat alergi pada pasien, baik alergi terhadap
makanan, minuman maupun obat-obatan.
c. M (Medications)
Terapi terakhir yang sudah diberikan pada pasien dan apakah
terapi tersebut mengurangi permasalahan pasien atau tidak.
d. P (Past Medical History)
Riwayat medis sebelum pasien dirawat saat ini, seperti riwayat
penyakit yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan
yang pernah dijalani. Riwayat hipertensi yang tidak terkontrol,
diabetes mellitus kronis, dan atau riwayat penyakit jantung.
e. L (Last Oral Intake)
Makan dan minum terakhir serta jenis dari makanan atau
minuman yang baru saja dimakan atau diminum.
f. E (Even Prociding Incident)
Hal-hal yang memungkinkan atau peristiwa yang mengawali
terjadinya serangan atau penyakit pasien saat ini sampai harus
dirawat inap. Keluhan mengenai ketidakmampuan berkemih,
anuria, sakit ketika berkemih
5. Pemeriksaan penunjang
Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,
eritrosit, BUN, kreatinin, kalium, natrium, kalsium ion.
6. Terapi
Meliputi program terapi yang diberikan pada pasien selama
dirawat.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis,
yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif
menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit
sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis
ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis
positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai
kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis
Promosi Kesehatan (ICNP, 2015).
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah
sebagai
berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1. Hipervolemia
2. Defisit nutrisi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pertukaran gas
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif
9. Nyeri akut
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Setiadi (2012), Implementasi keperawatan merupakan rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan dan dikelola atau diwujdkan. Implementasi berfokus
pada asuhan keperawatan meliputi mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan system tubuh, hubungan atara klien dan lingkungan lebih
dimantapkan, dan mengimplementasikan pesar dokter. Tahap keperawatan ada tiga
antara lain tahap persiapan, tahap intervensi, dan tahap dokumentasi. Tahap persiapan
meliputi mereview antisipasi tindakan keperawatan, pengetahuan dan ketrampilan
dianalisis, mengetahui kemungkinan yang timbul, peralatan yang diperlukan
disiapkan, ciptakan lingkungan yang kondusif, dan mengidentifikasi aspek-aspek
hukum dan etik. Setiadi (2012) menjelaskan lebih lanjut mengenai tahap-tahap
tindakan keperawatan. Pada tahap intervensi tindakan keperawatan
dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
profesional antara lain
1. Independent
Independent adalah perawat yang melaksanakan kegiatan tanpa
petunuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan. Tindakan
independent keperawatan dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe,
antara lain :
a) Tindakan diagnostik
Tindakan diagnostik ini dilakukan dengan cara wawancara kepada
klien, selain itu mengobservasi dan melakukan pemeriksaan fisik,
serta melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana dan
membaca hasil pemeriksaan laboratorium tersebut.
b) Tindakan terapeutik
Tindakan terapeutik bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan
mengatasi masalah klien
c) Tindakan edukatif
Tindakan edukatif adalah tindakan melalui promosi kesehatan dan
pendidikan kesehatan kepada klien dengan tujuan merubah perilaku
klien
d) Tindakan merujuk
Tindakan merujuk adalah tindakan kerja sama dengan tim
kesehatan lainnya
2. Interdependent
Interdependent merupakan perlunya suatu kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam suatu kegiatan, misalnya kerja sama dengan
tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter.
3. Dependent
Dependent adalah suatu pelaksanaan rencana tindakan medis, misalnya
dokter menuliskan untuk perawatan colostomy, tindakan keperawatannya adalah
mendefinisikan perawatan colostomy berdasarkan kebutuhan individu dari klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Setiadi (2012) menerangkan tahap evaluasi adalah perbandingan
yang sistematis dengan dan terencana tentang kesehatan klien. Tujuan dari
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Evaluasi
sendiri terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi berjalan (formatif) dan evaluasi
akhir (sumatif). Evaluasi formatif dikerjakan dalam bentuk pengisisan
format catatan perkembangandengan berorientasi kepada masalah klien.
Format yang dipakai adalah SOAP, berikut penjelasannya :
1. S (Subyektif)
Subyektif adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
dikemukakan klien termasuk yang dirasakan dan dikeluhkan.
2. O (Obyektif)
Obyektif adalah perkembangn yang bisa diamati dan diukur oleh perawat
atau tim kesehatan lain.
3. A (Analisis)
Analisis adalah penilaian dari data subyektif dan data obyektif,
perkembangan klien mengarah pada perbaikan atau kemunduran.
4. P (Perencanaan)
Rencana yang didasarkan pada hasil analisis data yang berisi melanjutkan
perencanaan sebelumnya atau masalah belum teratasi atas penangan
kepada klien
1. S (Subyektif)
Subyektif merupakan perkembangan berdasarkan apa yang
diungkapkan klien, termasuk yang dirasakan dan dikeluhkan.
2. O (Obyektif)
Obyektif adalah perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh
perawat atau tim kesehatan lain.
3. A (Analisis)
Analisis adalah penilaian dari data subyektif dan data obyektif,
perkembangan klien mengarah pada perbaikan atau kemunduran.
4. P (Perencanaan)
Rencana yang didasarkan pada hasil analisis data yang berisi
melanjutkan perencanaan sebelumnya atau masalah belum teratasi
atas penangan kepada klien.
5. I (Implementasi)
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan
rencana.
6. E (Evaluasi)
Evaluasi merupakan penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan
dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah kien
teratasi.
7. R (Reassesment)
Reassesment dilakukan bila evaluasi menunjukkan masalah belum
teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subyektif, obyektif, dan proses anaisisnya
DAFTAR PUSTAKA
/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.
Yuliana, Lina. (2013). Karya Tulis Ilmiah Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge
Planning Pasien Di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Diakses pada tanggal 02 Desember
2018