Anda di halaman 1dari 7

TUGAS AKHIR M6

Nama: Mula Rakhman

Kerjakanlah tugas dibawah ini dengan analisis yang cermat dan komprehensif:

1. Pada saat ini dunia berada arus ketergantungan global. Sebagai negara
berkembang tentu saja banyak tantangan yang di hadapi oleh ndonesia. Diskusikan
dalam kelompok hal apa yang harus dipersiapkan oleh Indonesia agar
memiliki birgining position yang kuat dalam kerjasama Internasional? Berikan
argumentasi anda dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, tantangan
dan peluang Indonesia?

Jawaban :

Era globalisasi saat ini turut mempengaruhi pula fungsi utama dari sebuah negara. Negara
kian dituntut untuk senantiasa menjaga keamanan negaranya dari setiap ancaman. Secara
garis besar cara untuk menghadapi ancaman yang ada di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu
untuk ancaman militer atau pertahanan militer dan ancaman non militer atau nirmiliter. Salah
satu cara nirmiliter yang dapat dilakukan oleh negara yaitu dengan melakuikan kerjasama
dengan negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral. Kerjasama pertahanan
dilakukan untuk kepentingan nasional suatu negara dalam kancah global agar tetap terjaga
sehingga kepentingan suatu negara dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.
Kerjasama ini juga sebagai upaya menjaga kestabilan negara kawasan bukan untuk melawan
pihak lain atau berperang. Negara tidak hanya harus memiliki kekuatan militer tetapi juga
harus menjalin silaturahmi antarnegara. Proaktif ini diperlukan dalam misi keadilan untuk
menegakan kebenaran yang ada. Misalnya dalam Komunitas Ekonomi Asean sebagai
realisasi akhir dari sebuah integrasi ekonomi yang sesuai dengan visi ASEAN 2020, yang
didasarkan pada kepentingan bersama Negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan
memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru dengan
kerangka waktu yang  jelas (Cetak Biru KEA 2013). Tujuan utamanya yaitu untuk
mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam empat
hal: (1) ASEAN sebagai aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja
terdidik, dan bebas modal (single market and production base); (2) ASEAN sebagai kawasan
dengan daya saing tinggi (a highly competitive economic region); (3) ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha
kecil menengah (a region of equitable economic development); dan (4) ASEAN sebagai
kawasan terintegrasi (a region fully integrated in to the global economy)

Untuk arus barang sendiri dilakukan dengan menghapuskan bea masuk seluruh barang
kecuali barang yang termasuk dalam Sensitive List (SL) dan High Sensitive List (HSL) serta
bea masuk produk Priority Integration Sectors (PIS).  Arus jasa dilakukan dengan
mengurangi seluruh hambatan dalam perdagangan jasa untuk empat sektor bidang jasa, yaitu
transportasi udara,e-ASEAN, kesehatan dan pariwisata; mengurangi seluruh hambatan
perdagangan jas. Sedangkan, untuk liberalisasi arus tenaga kerja dilakukan dengan meberikan
fasilitas penerbitan visa dan employment pass bagi tenaga profesi serta tenaga kerja terampil
ASEAN yang bekerja di sektor-sektor yang berhubungan dengan perdagangan atau investasi
antar Negara ASEAN. Tentunya dengan adanya Forum ini menjadi sebuah peluang sekaligus
tantangan bagi Negara-negara ASEAN khususnya Indonesia. Peluang, karena produk-produk
Indonesia akan mendapat pasar di kawasan ASEAN.

Populasi ASEAN mencapai 617,68 juta jiwa dengan pendapatan domestik bruto 2,1 triliun
dolar AS. Jumlah itu menunjukkan potensi besar ASEAN untuk digarap oleh investor.
Namun juga menjadi tantangan, karena jika kita tidak siap maka justru produk dari negara
ASEAN lainnya yang akan menyerbu Indonesia. Saat ini pun, banyak produk impor yang
masuk ke Indonesia. Ada keraguan memang apakah Indonesia akan siap atau tidak dalam
mengadapi pasar ASEAN. Menurut Ketua Bidang Organisasi Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia Edy Suandi Hamid " Indonesia belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN, hal ini disebabkan karena daya saing ekonomi nasional dan daerah belum siap.
Mengenai persiapan di dalam negeri, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional
Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo mengatakan bahwa dalam mengahadapi AEC,
Indonesia harus memperkuat daya saing, mengamankan pasar domestik serta mendorong
ekspor (Antara News).

Akan tetapi, mau tidak mau Indonesia harus siap menghadapi AEC maupun pasar global
secara umum karena secara tidak langsung  masyarakat Indonesia dituntut untuk
berkreativitas lagi agar mampu bersaing dengan Negara-negara Anggota ASEAN pada
khususnya, masyarakat global pada umumnya. Integrasi ekonomi berpeluang menjadi batu
loncatan bagi Indonesia untuk memiliki posisi tawar yang kuat dalam konstelasi politik
global. Indonesia bahkan diprediksi bahwa  akan menjadi negara dengan tingkat ekonomi
terbesar ke tujuh pada 2030. Kenyataan ini dan prediksi ke depan tersebut memberi angin
segar dalam membangun optimisme Indonesia menatap masa depan. Perdagangan bebas
antar negara akan membawa hal positif dan negatif bagi masing-masing negara yang terlibat
didalamnya. Manfaatnya yaitu penurunan biaya perjalanan transportasi, menurunkan secara
cepat biaya telekomunikasi, meningkatkan jumlah pengguna internet, informasi akan semakin
mudah dan cepat diperoleh, meningkatnya investasi dan lapangan kerja.

Tantangan kedepan bagi Indonesia ialah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan
keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia bisa membantu untuk
mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa bersaing. Dalam forum
internasional, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan telah berperan
aktif dan menjadi focal point pada pertemuan-pertemuan di bidang transportasi, termasuk
kerja sama di wilayah sub regional seperti The Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
(IMT-GT) dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth
Area (BIMP-EAGA).
2. Globalisasi mengacu pada semua proses dimana masyarakat dunia dimasukkan ke
dalam sebuah masyarakat tunggal dunia, masyarakat global, ada negara yang
duntungkan, tetapi ada juga negara yang tenggelam di arus globalisasi. Berikan
analisis anda tentang kondisi Indonesia dalam pergaulan internasional?

Jawaban:

Membahas masalah peran indonesia dalam hubungan internasional tidak akan dapat
dipisahkan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia, yaitu politik luar negeri bebas-
aktif. "Bebas" berarti  tidak terikat kepada suatu blok negara adikuasa tertentu. Sementara
"aktif" berarti aktif dalam mengembangkan kerjasama Internasional dengan negara lain.
(A.W. Wijaya)

Dalam hubungan internasional, Indonesia merupakan aktor yang melaksanakan perannya


yang berdasarkan kebijakan politik luar negeri bebas-aktif. Kemudian dapat diartikan
Indonesia sebagai aktor yang mempunyai hak untuk menentukan arah kebijakan, sikap, dan
keinginannya sebagai negara yang berdaulat untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini
Indonesia tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara lain.

Di Indonesia, negara mengadakan hubungan dengan negara lain dengan diplomasi. Pejabat
yang menjalankan tugas diplomasi disebut diplomat. Tugas diplomat yaitu menghubungkan
kepentingan nasional bangsa Indonesia dengan negara - negara lain yang ada di dunia ini,
seperti Inggris, Singapura, Malaysia, dan lain - lain.

3. Lakukan analisis dalam kelompok anda mengapa politik luar negeri Indonesia
masih tetap menekankan kepada politik luar negeri bebas-aktif, sementara
kontestasi politik global terus berubah.
Jawaban:

Di dalam pelaksanaannya, Indonesia menjalankan politik luar negeri bebas-aktif berpacu


kepada ideologi Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945 yang merupakan dasar
hukum tertinggi negara Indonesia.  Pancasila sebagai landasan ideologi Indonesia yang
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai pedoman Indonesia
dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya dalam hubungan internasional. Sementara,
kepentingan nasional Indonesia secara umum sudah tercantum dalam UUD 1945. 

Dalam konstitusi tersebut, kepentingan nasional Indonesia adalah sebagai berikut: (1)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah; (2) memajukan
kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Selain itu, kekuatan nasional juga harus menjadi perhatian Indonesia untuk dijadikan
bargaining value agar dapat memenuhi kepentingan nasionalnya. Indonesia perlu
mempertimbangkan beberapa faktor untuk dijadikan kekuatan nasional, antara lain kekuatan
militer, politik, letak kondisi geografis, jumlah dan kualitas penduduk, ekonomi dan sumber
daya negara, serta ideologi negara. 

Kekuatan nasional yang dimiliki Indonesia nantinya untuk membantu jalannya proses
hubungan internasional, karena dari esensi khususnya power inilah dapat dilihat sukses atau
tidaknya suatu interaksi berlangsung. 

Setiap aktor memiliki kekuatan yang berbeda, semakin besar kekuatan suatu aktor tentunya
akan semakin mudah aktor tersebut menggunakan kekuatannya untuk berkuasa dalam
konteks hubungan internasional.

Tujuan dari diciptakannya politik luar negeri bebas aktif adalah untuk melaksanakan
ketertiban dunia, mengusahakan perdamaian abadi dan keadilan sosial, meningkatkan
kerjasama antar bangsa dan negara, dan lain – lain.

Politik luar negeri bebas aktif dicetuskan oleh The Founding Father Indonesia. Bebas berarti
bahwa bangsa Indonesia bebas menentukan dan berhubungan baik dengan negara manapun
didunia. aktif berarti bahwa bangsa Indonesia turut aktif dalam menciptakan perdamaian
dunia.

Politik luar negeri bebas aktif, masih relevan digunakan di Indonesia. mengingat tujuan dari
politik luar negeri bebas aktif menurut Drs. Moh. Hatta, salah satu tujuannya adalah
memperoleh barang-barang dari luar untuk meningkatkan kemakmuran rakyat selama belum
bisa diproduksi di dalam negeri. Dan disinilah yang membuat penting bagi Indonesia tetap
menggunakan politik luar negeri bebas aktif, karena kehidupan akan terus berubah-ubah dan 
kebutuhan akan barang semakin meningkat dengan berbagai macam jenisnya.

4. Bacalah Renstra Kemenlu 2015-2019 yang dapat dilihat di url


https://www.kemlu.go.id/AKIP/Rencana%20Strategis%20Kemlu%202015-
2019.pdf terutama pada hal 5 yang berkaitan tentang kerjasa regional. Lakukan
analisis mengapa Indonesia tetap mempertahankan perdamaian dan stabilitas di
laut Tiongkok Selatan.

Jawaban:

Indonesia diminta aktif mendorong perdamaian di Laut China Selatan pascakeluarnya


putusan Mahkamah Arbitrase Internasional atas gugatan sengketa Laut China Selatan. Posisi
Indonesia sebagai negara non-claimant yang tidak memiliki klaim atas wilayah itu dinilai
strategis untuk menyuarakan perdamaian.

Kepentingan Indonesia di Laut China Selatan yang ialah perairan Natuna yang dimasukkan
China dalam nine-dash line, peta teritorial yang dibuat China untuk menandai wilayah yang
dia klaim di Laut China Selatan. Hampir 90 persen perairan di laut sengketa itu yang diklaim
China. Batas zona ekonomi eksklusif Indonesia di selatan Laut China Selatan, perairan
Natuna, yang diklaim masuk sembilan garis putus itu (nine-dash line).
Meski China sejak awal tidak mengakui Mahkamah Arbitrase Internasional soal sengketa
Laut China Selatan dan menolak hasilnya, dunia akan memandang klaim China ilegal dan
dilakukan secara sepihak.

Mahkamah Arbitrase Internasional menguntungkan Indonesia karena Indonesia jadi bisa


lebih percaya diri dalam menindak kapal-kapal nelayan China yang mengambil ikan ilegal di
ZEE Indonesia. Arbitrase Internasional soal sengketa Laut China Selatan digelar setelah
Filipina mengajukan gugatan pada tahun 2013. Sebagai salah satu claimant state, Filipina
menantang klaim nine-dash line China yang melingkupi ratusan pulau, terumbu karang, dan
perairan di Laut China Selatan.

Nine-dash line China yang “mencaplok” sebagian Laut Natuna juga mengambil perairan
yang juga diklaim Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam.
Dalam keputusan setebal 497 halaman, Mahkamah Arbitrase Internasional menyatakan
klaim nine-dash line China tidak berdasar dan tidak sesuai dengan hak berdaulat ZEE yang
didasarkan pada hukum laut internasional atau the United Nations Convention of the Law of
the Sea (UNCLOS).

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI meminta semua pihak
tunduk pada hukum internasional, khususnya UNCLOS, dalam menyikapi putusan
Mahkamah Arbitrase Internasional. Indonesia juga mendesak pihak-pihak terkait untuk
menjaga perdamaian.

Beberapa butir putusan Mahkamah Arbitrase Internasional soal Laut China Selatan yang
penting bagi Indonesia ialah: China tak punya hak historis di Laut China Selatan, dan
klaim nine-dash line yang meliputi 85 persen Laut China Selatan batal berdasarkan
UNCLOS.

Indonesia selalu berusaha untuk mengurangi ketegangan konflik adu kekuatan negara-negara
di wilayah tersebut. Selain itu, Indonesia tidak menginginkan Laut China Selatan sebagai
lokasi proyeksi kekuatan negara-negara besar.

Laut China Selatan merupakan wilayah strategis yang berbatasan dengan Brunei Darussalam,
Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan RRT. Di beberapa bagian terjadi
tumpang tindih yurisdiksi antara claimant states (Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia,
Singapura, Vietnam, dan RRT) yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini cukup tinggi.

Dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, para Menteri Luar
Negeri negara anggota ASEAN mengeluarkan ASEAN Declaration on the South China Sea
yang ditandatangani di Manila tanggal 22 Juli 1992. Adapun prinsip-prinsip yang dimuat
dalam deklarasi ini, antara lain, menekankan perlunya penyelesaian sengketa secara damai,
dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait dengan safety of maritime
navigation and communication; pelindungan atas lingkungan laut; koordinasi search and
rescue; upaya memerangi pembajakan di laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan
gelap obat-obatan.
Sepuluh tahun kemudian, bersama RRT, ASEAN mengeluarkan Declaration on Conduct of
the Parties in the South China Sea (DOC) yang ditandatangani di Phnom Penh, Kamboja,
pada 4 November 2002. Deklarasi ini berisikan komitmen dari negara anggota ASEAN dan
RRT untuk mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, menghormati freedom of
navigation di Laut China Selatan, menyelesaian sengketa secara damai, dan menahan diri dari
tindakan yang dapat meningkatkan eskalasi konflik. DOC menjadi pedoman bertindak bagi
negara anggota ASEAN dan RRT dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah yang
menjadi sengketa dengan semangat kerja sama dan saling percaya.

Pada tahun 2011 saat Pertemuan 44th AMM/PMC/18th ARF, di Bali, RRT dan ASEAN
berhasil menyepakati Guidelines for the Implementation of the DOC (Declaration on
Conduct of the Parties in the South China Sea). Keberhasilan kesepakatan atas Guidelines ini,
sejak penandatanganan DOC tanggal 4 November 2002, di Phnom Penh, Kamboja,
merupakan suatu "major breakthrough" sekaligus salah satu "major achievement" dalam
masa Keketuaan Indonesia untuk ASEAN di tahun 2011. Kesepakatan itu membuka
kesempatan bagi upaya implementasi DOC melalui pelaksanaan kegiatan atau proyek kerja
sama antara ASEAN dan Tiongkok di kawasan Laut China Selatan dan bagi dimulainya
pembahasan awal mengenai pembentukan suatu regional Code of Conduct in the South China
Sea (CoC) yang akan berfungsi sebagai sebuah mekanisme operasional pencegahan konflik
(operational preventive measure) dan bertujuan untuk mengatur tata perilaku negara secara
efektif (effectively regulate the behaviour)

Indonesia terus berkomitmen untuk menciptakan kawasan Laut China Selatan yang aman,
damai dan stabil melalui berbagai upaya diplomasi. Pada tahun 2012, menyikapi perbedaan
pandangan dalam menyikapi situasi di Laut China Selatan Menlu RI pada tanggal 18-19 Juli
2012 telah melakukan pendekatan dan konsultasi intensif (shuttle diplomacy) dengan para
Menteri Luar Negeri ASEAN terkait posisi bersama. Upaya tersebut membuahkan hasil
dengan disepakatinya ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea pada tanggal 20
Juli 2012. Dokumen tersebut berisikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

The full implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea
(2002);

The Guidelines for the Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea (201 1);

The early conclusion of a Regional Code of Conduct in the South China Sea;

The full respect of the universally recognized principles of lnternational Law, including the
1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS);

The continued exercise of self-restraint and non-use of force by all parties; and

The peaceful resolution of disputes, in accordance with universally recognized principles of


lnternational Law, including the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS).
Selain upaya-upaya tersebut, komitmen Indonesia juga telah ditunjukkan melalui
penyelenggaraan Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea setiap
tahun, sejak 1990, guna memberikan perspektif dan alternatif solusi bagi penyelesaian isu
LCS.

Anda mungkin juga menyukai