Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ciri-ciri Kerusakan Telur dan Susu


2.1.1 Telur Ayam
Pangan merupakan sumber nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia. Nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh
meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Afifah, 2013). Protein
merupakan suatu zat dari makanan yang penting bagi tubuh. Sumber protein dapat
berasal dari kandungan protein nabati dan hewani. Salah satu protein hewani dapat
diperoleh dari telur (Ramadhani et al, 2018).
Telur merupakan salah satu protein hewani bermutu tinggi yang berasal dari hewan
unggas. Telur banyak dikonsumsi dan diolah sebagai produk olahan dikarenakan
memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap (Idayanti et al, 2009). Kandungan nutrisi
yang cukup lengkap pada telur maka ahli gizi menyarankan agar anak-anak dalam masa
pertumbuhan mengonsumsi telur. Selain itu, telur juga sangat baik dikonsumsi oleh ibu
hamil dan menyusui. Pada sebutir telur terdapat kadar protein yang dibutuhkan oleh
tubuh sebanyak 10,8% pada bagian putih telur dan 16,3% pada kuning telur (Sudaryani,
2003). Menurut Grobas et al (2001) pada satu butir telur seberat 53 gr mengandung
65,64%, kuning telur sebanyak 23,61%, serta 10,75% terdapat pada cangkang telur.
Bagian putih telur mengandung sebagaian besar air yakni sekitar 67% (Sidiq, 2014).
Telur dapat mengalami kerusakan secara fisik maupun kerusakan akibat adanya
pertumbuhan mikroba. Adanya pertumbuhan mikroba pada telur dapat terjadi karena
masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori pada bagian kulit telur yang
terbawa oleh air, udara maupun kotoran ayam (Afifah, 2013). Ciri-ciri terdapat
kerusakan pada telur dapat diketahui berkurangnya massa jenir telur, ukuran ruang
udara bertambah karena kandungan air telah hilang, adanya bercak-bercak pada bagian
kulit telur, berubahnya volume pada kuning telur, kadar putih telur berkurang, serta
berubahnya cita rasa pada telur (Sudaryani, 2003). Maka, perlu diperhatikan faktor-
faktor penyimpanan telur berupa lama dan suhu penyimpanan agar menjaga kualitas
telur (Afifah, 2013).
2.1.2 Susu Sapi
Susu sapi segar banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan (Naryanti & Adriyani, 2015). Susu merupakan bahan pangan yang istimewa
bagi masyarakat karena kelezatan dan kandungan nutrisi ideal yang dibutuhkan oleh
tubuh. Komposisi yang terkandung dalam susu antara lain 3,8% lemak, 3,2% protein,
4,7% laktosa, 0,855 abu, 87,25% air, serta 12,75% bahan kering (Anjarsari, 2010).
Syarat mutu susu segar yang baik dikonsumsi harus memenuhi persyaratan dalam
hal kandungan nutrisi dan juga cara pengemasan. Menurut Badan SNI (2011) untuk
memperoleh susu segar yang baik perlu memperhatikan beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas susu sehingga dapat memperkecil jumlah pertumbuhan bakteri
yang ada pada susu. Untuk mendapatkan kualitas susu sapi yang segar perlu
diperhatikan standar kebersihan kandang, alat memerah susu, serta kesehatan dari sapi.
Di Indonesia, kualitas susu dari peternak sapi perah lokal secara umum masih dibawa
standar sehingga berdampak pada rendahnya harga jual (Utami et al, 2014). Kerusakan
pada susu sapi diakibatkan oleh adanya kontaminasi bakteri dalam susu.
Susu sapi yang mengalami kerusakan dapat diketahui pada kondisi fisik maupun
kimia pada susu. Pemeriksaan secara fisik dapat dilakukan dengan memeriksa warna,
rasa, dan aroma air susu melalui panca indra, sedangkan untuk pemeriksaan kondisi
susu secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi zat kimia (Anindita &
Soyi, 2017). Ciri-ciri adanya kerusakan pada susu sapi antara lain adanya perubahan bau
dari bau khas susu yang disebabkan oleh dekomposisi komponen pada susu serta
peningkatan klorida akibat pertumbuhan dan perkembangan bakteri (Schroeder, 2012).
Ciri lainnya susu sapi normal tidak terlalu kental dan encer, rasa susu berubah menjadi
asam dengan disertai adanya penggumpalan yang berasal dari fermentasi laktosa
menjadi asam laktat menyebabkan pH susu mengalami penurunan dan kasein
menggumpal, adanya lendir seperti tali pada susu disebabkan oleh beberapa jenis
bakteri mengeluarkan getah dalam susu serta perubahan pada perubahan warna pada
susu sapi segar yang semula putih kekuningan menjadi putih pucat (Usmiati &
Abubakar, 2009).
2.6 Sumber Kontaminasi Utama
2.6.1 Telur Ayam
Ayam petelur yakni ayam betina dewasa dipelihara bertujuan untuk diambil
telurnya. Untuk mendapatkan kualitas telur yang baik dilakukan berbagai seleksi, salah
satunya memperhatikan warna kulit (Suprijatna, 2008). Dalam penyimpanan telur perlu
diperhatikan lama dan suhu penyimpanan serta aroma tempat penyimpanan telur. Telur
dapat mengalami perubahan kualitas seiring dnegan lamanya penyimpanan. Selain itu,
perlu juga memperhatikan suhu pada kandang pemeliharaan. Suhu yang rendah dapat
meningkatkan kelembapan sehingga memicu perkembangan bakteri dalam kandang dan
berisiko mengkontaminasi telur ayam (Nurjanna, 2015).
Sumber kontaminasi pada telur dapat berasal dari unggas yang sakit, kloaka, alas
kandang, wadah telur, debu, tanah, penyimpanan, sanitasi dan kebersihan serta pekerja.
Tanah merupakan sumber kontaminasi bakteri terbanyak (Vucemilo, 2010). Telur dapat
mengalami kerusakan, baik secara fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri. Bakteri masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada
kulit telur dengan perantara air, udara, maupun kotoran ayam. Jumlah bakteri dalam
telur ayam akan semakin meningkat sejalan dengan waktu penyimpanan dengan cara
mendegradasi senyawa yang terdapat dalam telur menjadikan aroma telur berubah
(Sudaryani, 2003).

2.6.2 Susu Sapi


Susu sapi segar merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia dan juga bakteri.
Bakteri dapat mengkontaminasi susu dalam waktu singkat dengan melakukan
berkembang biak dengan cepat sehingga jumlah kasus infeksi yang disebabkan oleh
susu semakin meningkat (Chandra, 2007).
Perubahan pada susu baik berupa fisik maupun kimia dapat terjadi secara bervariasi
sesuai dengan sumber penyebab terjadinya reaksi tersebut. Umumnya reaksi kimia
dalam susu diakibatkan adanya kontaminasi mikroorganisme ke dalam susu sehingga
susu tidak dapat dikonsumsi karena karena susu mengalami kerusakan (Aritonang,
2017). Berbagai sumber yang sering menyebabkan susu mengalamai kontaminasi oleh
mikroorganisme antara lain:
- Kelenjar susu
Susu yang masih berada pada kelenjar susu sudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit TBC, Mastitis, dan Brucelosis. Cara
mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada susu yang telah diperah adalah
dengan membuang pancaran pertama susu ketika memerah.
- Tubuh sapi
Tubuh sapi yang kotor dapat mengkontaminasi susu. Maka, sebelum
memerah susu, sapi dimandikan atau minimal dibersihkan pada bagian sekitar
ambing pada saat susu diperah. Pada tubuh sapi yang kotor ditemukan golongan
bakteri Esherichia dan Aerobacter.
- Udara
Mikroorganisme dapat terbawa oleh angin melalui udara. Ketika angin
membawa mikroorganisme dapat masuk ke dalam susu yang telah diperah
sehingga dapat menyebabkan susu mengalami kontaminasi.
- Peralatam memerah susu
Peralatan susu yang dipakai untuk memerah dapat menjadi sumber
kontaminasi mikroorganisme. Oleh karena itu perlu diperhatikan kebersihan
peralatan pemerah susu agar sisa susu yang terdapat pada peralatan setelah
digunakan tidak menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang ditemukan pada peralatan susu
adalah golongan Streptociccus lactis.
Sebaiknya hindari peralatan susu yang terbuat dari kayu maupun besi yang
mudah berkarat agar tidak mempengaruhi kualitas dari susu yang diperah.
Peralatan susu yang harus digunakan terbuat dari stainless steel agar mudah
dibersihkan dan juga dapat mempertahankan susu tetap dingin.
- Pemerah
Kebersihan dan juga kesehatan pemerah dapat berpengaruh terhadap
kualitas susu. Mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi susu ketika pemerah
tidak memperhatikan kebersihan diri adalah Streptococcus.
Daftar Rujukan

Afifah, N. 2013. Uji Salmonella-Shigella Pada Telur Ayam yang Disimpan Pada Suhu Dan
Waktu yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Edu Research, 2(1).

Anindita, N. S., & Soyi, D. S. 2017. Studi kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani melalui
Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta. Jurnal Peternakan
Indonesia 19(2): 93-102.

Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Aritonang, S. N. 2017. Susu dan Teknologi. Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (LPTIK): Padang, Sumatera Barat.

Avyanti, F., & Adriyani, R. 2015. Higiene Sanitasi, Kualitas Fisik dan Bakteriologi Susu Sapi
Segar Perusahaan Susu X di Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 8(1): 36-47.

Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1:2011 Tentang Syarat Mutu Susu Segar. Jakarta.

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Idayanti, S., Darmawati, U., & Nurullita. 2009. Perbedaan Variasi Lama Simpan Telur Ayam
pada Penyimpanan Suhu Almari Es dengan Suhu Kamar terhadap Total Mikroba. Jurnal
Kesehatan. 1(2): 19-26.

Ramadhani, N., Herlina, H., & Pratiwi, A. C. 2018. PERBANDINGAN KADAR PROTEIN
TELUR PADA TELUR AYAM DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
VIS. Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(2), 53-56.

S, Nurjanna. 2015. Kontaminasi Bakteri Telur Ayam Ras yang Dipelihara dengan Sistem
Pemeliharaan Intensif dan Free Range dengan Waktu Pemberian Naungan Alami Berbeda.
Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Schroeder, J. W. 2012. Mastitis Control Program: Masitis Bovine and Milking Managenent.
Exstention Dairy Specialist. North Dakota University Fargo. North Dakota.

Sidiq, A. (2014). Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Pada Telur Ayam Leghorn Setelah
Disuntik Dengan Ekstrak Black Garlic (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya: Jakarta.

Suprijatna, E. 2008. Ayam Buras Krosing Petelur. Penebar Swadaya: Jakarta.

Usmiati, S. & Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian: Bogor.

Utami, K.B., Radiati, L.E., & Surjawardojo, P. 2014. Kajian Kualitas Susu Sapi Perah PFH
(studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang).
Jurnal- Jurnal Ilmu Peternakan. 24(2): 58-66.

Anda mungkin juga menyukai