Anda di halaman 1dari 15

LAMPIRAN PERATURAN DIREKSI

RS MUHAMMADIYAH PASER
NOMOR :
TENTANG PANDUAN MANAJEMEN NYERI

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Beberapa definisi terkait dengan isi buku Panduan Manajemen Nyeri adalah sebagai
berikut :
 Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial (International Association For Study Of Pain / IASP,1979).
 Skrining Nyeri adalah suatu kegiatan pemeriksaan awal nyeri pasien pada saat
pasien baru masuk untuk menentukan dilakukannya assesmen nyeri selanjutnya.
 Skala Nyeri adalah salah satu alat pengukuran nyeri yang umum digunakan
melalui pengukuran komponen sensorik atau intensitas nyeri.
 Asesmen Nyeri adalah suatu kegiatan penilaian nyeri pasien menggunakan skala
nyeri untuk mendeskripsikan intensitas nyeri agar dapat memberikan informasi
nyeri yang dialami secara objektif, terdiri dari asesmen awal nyeri dan asesmen
ulang (reasesmen) nyeri.
 Manajemen Nyeri adalah upaya perawatan nyeri secara komprehensif oleh tim
multidisiplin untuk mengatasi nyeri sehingga dapat membantu pasien merasa
lebih baik dan menolong mereka sembuh lebih cepat.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup manajemen nyeri meliputi seluruh unit pelayanan pasien di RS


Muhammadiyah Paser yang terdiri dari:
 Skrining nyeri dilakukan oleh perawat di tiap unit pelayanan rawat inap dan rawat
jalan yang tercantum dalam asesmen awal keperawatan rawat inap dan rawat
jalan dan IGD
 Asesmen awal nyeri dilakukan oleh perawat berkolaborasi dengan dokter pada
pasien dengan skala nyeri <4 di unit pelayanan rawat inap dan instalasi gawat
darurat (IGD) dan dituliskan di lembar CPPT setiap 8 jam atau per shiff setelah
dilakukan penanganan nyeri
 Asesmen ulang (reasesmen) nyeri dilakukan oleh perawat berkolaborasi dengan
dokter pada pasien dengan skala nyeri >4 yang telah mendapatkan tata laksana
pengelolaan nyeri dan dituliskan di lembar Monitoring Reasesmen Nyeri dan di
observasi setiap 30 menit sd 1 jam setelah dilakukan penanganan nyeri
 Penanganan nyeri dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional
yang telah ditetapkan.
 Pendidikan dan pelatihan nyeri dilakukan oleh rumah sakit secara berkelanjutan
dengan sasaran pasien dan staf medis rumah sakit.

2
BAB III
TATA LAKSANA

Semua pasien rawat inap dan rawat jalan dengan keluhan nyeri dilakukan
skrining nyeri terlebih dahulu oleh perawat yang tercantum dalam asesmen awal
keperawatan rawat inap dan rawat jalan. Skrining nyeri menggunakan alat bantu
skala nyeri. Asesmen nyeri dilaksanakan secara komprehensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien. Asesmen nyeri dilakukan ketika didapatkan skala
nyeri >4 dengan mengukur intensitas dan kualitas rasa nyeri, seperti karakter rasa
nyeri, frekuensi, lokasi, dan durasi. Pasien rawat inap dan IGD dengan skala nyeri >4
dilakukan alur tata laksana pengelolaan nyeri. Alat pengukuran skala nyeri yang
digunakan disesuaikan dengan kondisi pasien, tetapi secara umum adalah skala
nyeri numerik dan skala nyeri dari Wong Baker pain scale. Asesmen ini dicatat
sedemikian rupa dalam rekam medis pasien agar memfasilitasi atau memudahkan
asesmen ulang yang regular dan follow up sesuai dengan kebutuhan pasien.

A. Alat Pengukur Skala Nyeri


Beberapa alat yang digunakan untuk mengukur skala nyeri di RSIJPK, antara
lain:
1. Numeric Rating Scale
a. Indikasi: Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >8 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakan.
b. Penggunaan: Pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0-10.
 0 = Tidak nyeri
 1–3 = Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan
baik)
 4–6 = Nyeri sedang (secara obyektif pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikan, dapat
mengikuti perintah dengan baik).
 7–9 = Nyeri berat (secara obyektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

3
menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya tidak dapat
diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi).
 10 = nyeri yang sangat (pasien sudah tidak mampu berkomunikasi,
memukul)

2. Wong Baker FACES Pain Scale


a. Indikasi: Pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
b. Penggunaan: Pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang dirasakan, serta tanyakan juga lokasi dan durasi
nyeri.
 0 = tidak merasa nyeri
 1 = sedikit rasa nyeri
 2 = nyeri ringan
 3 = nyeri sedang
 4 = nyeri berat
 5 = nyeri sangat berat

0 1 2 3 4 5

4
3. FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability) Behavioral Pain
Assessment Scale
a. Indikasi: Pasien bayi dan anak <3 tahun yang tidak tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka dan gambar.
b. Penggunaan: Terdapat 5 parameter perubahan perilaku yang masing-
masing mempunyai skor 0-2, dengan skor total 0-10.
 0 = tidak nyeri
 1-3 = nyeri ringan
 4-6 = nyeri sedang
 7-10 = nyeri berat
Tgl./Waktu
Parameter Skor
Face (wajah) 0 – tidak ada ekspresi tertentu
1 – sesekali ringis atau mengerutkan
kening, menarik diri
2 – sering sampai konstan
mengerutkan kening, rahang
terkatup, dagu gemetaran
Legs (kaki) 0 – posisi normal atau santai
1 – cemas, gelisah, tegang
2 – menendang kaki dan menarik diri
Activity 0 – berbaring tenang, posisi normal,
(aktivitas) bergerak dengan mudah
1 – menggeliat, mondar-mandir,
tegang
2 – melengkung, kaku, atau
menyentak
Cry (tangis) 0 – tidak ada teriakan (terjaga atau
tertidur)
1 – mengerang atau merintih
2 – menangis terus, teriak, sering
mengeluh
Consolabilty 0 – puas, senang, santai
1 – sesekali diyakinkan dengan
sentuhan, pelukan, atau diajak
5
berbicara
2 – sulit untuk dihibur atau dibuat
nyaman

4. Comfort Scale
a. Indikasi: Pasien bayi, anak, dan dewasa yang tersedasi di ruang rawat
intensif atau kamar operasi, tidak dapat digunakan pada pasien-pasien di
bawah pengaruh obat pelumpuh otot.
b. Penggunaan: Terdapat 8 parameter (6 parameter perilaku dan 2 parameter
fisiologis) yang masing-masing parameter memiliki skor 1-5, dengan skor
total antara 8-40.
 8-16 = sedasi dalam
 17-26 = sedasi dan kontrol nyeri yang adekuat
 27-40 = sedasi yang inadekuat.
Tgl./Waktu
Parameter Skor

Kewaspadaan 1 – tidur pulas/nyenyak


2 – tidur kurang nyenyak
3 – mengantuk
4 – sadar sepenuhnya dan waspada
5 – hyper-alert
Ketenangan 1 – tenang
2 – agak gelisah
3 – gelisah
4 – sangat gelisah
5 – panik
Respon 1 – tidak ada respirasi spontan dan
pernapasan tidak ada batuk
2 – respirasi spontan dengan
sedikit/tidak ada respon terhadap
ventilator
3 – kadang-kadang batuk atau
terdapat tahanan terhadap
ventilator

6
4 – sering batuk, terdapat
tahanan/perlawanan terhadap
ventilator
5 – melawan secara aktif terhadap
ventilator, batuk terus-
menerus/tersedak
Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan
fisik 2 – sesekali bergerak sedikit
3 – sering bergerak perlahan
4 – pergerakan kuat pada
ekstremitas
5 – pergerakan kuat termasuk
badan dan kepala
Tonus otot 1 – relaksasi otot total, tidak ada
tonus otot
2 – penurunan tonus otot
3 – tonus otot normal
4 – peningkatan tonus otot dan
fleksi jari tangan dan kaki
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi
jari tangan dan kaki
Tegangan 1 – relaksasi otot wajah total
wajah 2 – tonus otot wajah normal, tidak
terlihat tegangan otot wajah
3 – tegangan beberapa otot wajah
4 – tegangan hampir di seluruh otot
wajah

5 – seluruh otot wajah tegang,


meringis
Tekanan darah 1 – tekanan darah di bawah batas
basal normal
2 – tekanan darah berada di batas
normal secara konsisten

7
3 – peningkatan tekanan darah
sesekali ≥15% di atas batas
normal ( 1–3 kali dalam
observasi selama 2 menit )
4 – seringnya peningkatan tekanan
darah ≥15% di atas batas normal
( >3 kali dalam observasi selama
2 menit )
5 – peningkatan tekanan darah
terus-menerus ≥15%
Denyut jantung 1 – denyut jantung di bawah batas
basal normal
2 – denyut jantung berada di batas
normal secara konsisten
3 – peningkatan denyut jantung
sesekali ≥15% di atas batas
normal ( 1–3 kali dalam
observasi selama 2 menit )
4 – seringnya peningkatan denyut
jantung ≥15% di atas batas
normal ( >3 kali dalam observasi
selama 2 menit )
5 – peningkatan denyut jantung
terus-menerus ≥15%
Skor total

5. Behavioral Pain Scale (BPS)


a. Indikasi : Alat pengukur nyeri ini digunakan untuk pasien di ruang ICU yang
menggunakan alat bantu nafas dan dengan kebutuhan pelayanan terminal
yang dilakuhan asuhan pasien tahap akhir kehidupan dengan tidak
menggunakan alat bantu nafas yang dikaji dan dilakukan reasesmen sesuai
SPO yang ada

8
b. Penggunaan : terdapat tiga parameter yang akan dinilai yaitu dari ekspresi
wajah, Pergerakan ekstremitas atas atau posisi dan adanya toleransi terhadap
penggunaan ventilasi mekanik/ventilator
c. Kategiri Penilaian
 Ringan : < 6
 Sedang : 6-8
 Berat : ≥ 9

Penilaian nyeri SKOR


1 2 3 4
BPS
Ekspresi Tenang Sebagian Seluruh wajah Wajah
Wajah wajah tegang menyeringai &
tegang/ (kelopak mata mengkerut
(dahi menutup)
mengkerut)
Pergerakan Tenang Sebagian Menekuk total Menekuk total
ekstremitas pada daerah dengan jari-jari dengan terus
atas atau siku mengepal menerus
posisi menekuk
Toleransi Bisa Adanya Melawan pola Tidak mampu
terhadap mengikuti respon batuk ventilasi mentoleransi
ventilasi irama / pola tetapi tetap pola nafas
mekanik / ventilasi masih dapat
ventilator mengikuti
pola ventilasi

B. Alur Tata Laksana

9
Mulai

PETUGAS
Penilaian Derajat Nyeri &
Dokumentasi

Dearajat PETUGAS
Ya
Nyeri >4 Lapor DPJP untuk Penilaian Ulang
dan Tatalaksana Nyeri

DPJP
Tidak
Tata laksana nyeri pada pasien
dengan derajat nyeri > 4 oleh DPJP

PETUGAS
Pemantauan Derajat Nyeri Setiap 8 Nyeri
Ya Ya
jam & Dokumentasi Tertangani

Tidak

DPJP - Residen
Komunikasi Tim Pelayanan Nyeri
Anastesi

Derajat
Nyeri >4
Tim Pelayanan Nyeri Anastesi
Tata laksana nyeri pada pasien
dengan derajat nyeri >4 oleh tim
penanganan nyeri anastesi

Tidak
Tidak

Nyeri
SELESAI Ya
Tertangani

Tata laksana nyeri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, pada
umumnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Intervensi non farmakologi
a. Stimulasi fisik
 Stimulasi kulit melalui cara seperti kompres hangat, dingin, dan pijat.
 Stimulasi elektrik atau transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS)

10
 Akupunktur yaitu satu metode terapi melalui penusukan pada titik-titik
akupunktur.
b. Intervensi perilaku kognitif
 Distraksi dengan cara mengalihkan perhatian ke objek lain, misalnya
dengan cara mendengarkan musik, mengajak bicara.
 Imajinasi terbimbing (Imagery) dengan cara mengalihkan pikiran pasien
ke hal-hal yang menyenangkan, misalnya menceritakan sesuatu
keadaan yang indah.
 Relaksasi dengan cara menarik nafas dalam lewat hidung dan
mengeluarkan secara perlahan malaui mulut diulang secara terus
menerus dan teratur.
 Hipnosis dengan cara menciptakan keadaan tidak sadar melalui
gagasan-gagasan.
2. Intervensi farmakologi
a. Analgesik non opioid (untuk nyeri ringan sampai sedang)
 Golongan p-aminofenol, contoh: paracetamol/acetaminofen.
 Golongan salislat, contoh: aspirin.
 Golongan cychlo-oxygenase-2 (COX-2) inhibitors, contoh: celecoxib.
 Golongan asam propionat, contoh: ibuprofen, ketoprofen.
 Golongan asam asetat, contoh: diclofenac, ketorolac, indomethacin.
 Golongan oxicam, contoh: meloxicam, piroxicam.
 Golongan fenamat, contoh: asam mafenamat.
 Golongan pirazol, contoh: fenilbutazon.
b. Analgesik opioid kerja pendek (untuk nyeri sedang)
 Golongan morphine-like agonist”, contoh: codein, hidrocodon,
oksicodon.
 Golongan lain, contoh: tramadol.
c. Analgesik opioid kerja panjang (untuk nyeri sedang sampai berat), seperti:
morfin, hidromorfon, fentanil, metadon
d. Analgesik adjuvan Golongan obat lain, seperti: kortikosteroid, anti
konvulsan, anti depresan.

11
Penatalaksanaan nyeri terutama intervensi farmakologi harus
mempertimbangkan 4 prinsip WHO (World Health Organization) Ladder, yaitu:
1. ”By Mouth”, menggunakan rute oral jika memungkinkan bahkan golongan
opioid sekalipun.
2. “By the Clock”, memberikan pengobatan dalam interval yang teratur untuk
nyeri yang persisten bukan berdasarkan bila perlu (pro Renata).
3. “By the Ladder”
a. Langkah I:
 Untuk nyeri ringan sampai sedang, mulai dengan analgesik non opioid
dan tingkatkan dosis, bila perlu sampai dosis maksimum yang
direkomendasikan.
 Gunakan analgesik adjuvan seperti anti depresan atau anti konvulsi jika
terdapat indikasi.
 Jika pasien memperlihatkan nyeri sedang atau berat, lewati langkah I.
b. Langkah II:
 Jika atau ketika analgesik non opioid tidak dapat meringankan nyeri
secara adekuat, tambahkan analgesik opioid untuk nyeri sedang seperti
hidrocodon (kombinasi dengan acetaminofen)
 Tambahkan atau lanjutkan analgesik adjuvan jika diperlukan.
c. Langkah III:
 Jika atau ketika analgesik non opioid untuk nyeri ringan sampai sedang
tidak dapat lagi meringankan nyeri secara adekuat, ganti dengan
analgesik opioid tunggal yang efektif untuk nyeri sedang sampai berat
seperti morfin, oksicodon, dan hidromorfon.
4. “For the Individual”, rencana pengobatan ditentukan secara individual sesuai
dengan target pengobatan pasien.

Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa
jam dan menunjukan adanya rasa nyeri, terutama:
1. Satu jam setelah tata laksana nyeri
2. Pasien yang menjalani prosedur menyakitkan
3. Sebelum transfer pasien
4. Sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

12
Beberapa ketentuan waktu asesmen ulang nyeri, antara lain:
1. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang
setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
2. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit-1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik)

BAB IV
DOKUMENTASI

13
Dokumentasi terkait manajemen nyeri meliputi:
1. Formulir Asesmen Awal Keperawatan Rawat Inap
2. Formulir Asesmen Awal Keperawatan Rawat Jalan
3. Formulir Asesmen Gawat Darurat
4. Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
5. Formulir Observasi Gawat Darurat
6. Formulir Monitoring Reasesmen Nyeri
7. Standar Prosedur Operasional Skrining Nyeri
8. Standar Prosedur Operasional Pengisian Formulir Monitoring Reasesmen Nyeri
9. Standar Prosedur Operasional Penatalaksanaan Nyeri

BAB VI
PENUTUP

14
Demikianlah buku Panduan Menejemen Nyeri RS Muhammadiyah Paser.
Upaya perbaikan dan peningkatan kualitas akan terus dilakukan. Peninjauan ulang
buku panduan ini terhadap relevansi kondisi yang ada akan dilakukan secara rutin
setiap tahunnya.

Ditetapkan di Gerogot
Pada
DIREKSI
RS. Muhammadiyah Paser

dr. SLAMET BUDIARTO, S.H., M.H.Kes.


DIREKTUR UTAMA

15

Anda mungkin juga menyukai