Anda di halaman 1dari 24

TUGAS ETIKA KEPERAWATAN

{ INFORMED CONSENT PERAWAT DENGAN PASIEN }

Dosen Pembimbing : Ns. Dessy Suswitha, S.Kep, M.Kes

Dibuat Oleh : Kelompok 6

Anggota : 1. Sherly Novella (144011926056 )

2. Sisi Apriyani (144011926057 )

3. Siti Nabila (144011926058 )

4. Siti Zulaika (144011926059 )

5. Sri Margaretha (144011926060 )

6. Suci Putri Ramadani (144011926061 )

7. Tara Selvi (144011926062 )

8. Tasya Rahmasari (144011926063 )

STIK Siti KHADIJAH PRODI D III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019-2020


KATA PENGANTAR

            Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan kurnia-Nya kepada penulis sehingga dengan seizin-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini yang berjudul “INFORMED CONSENT dan Upaya Penjaminan Hak-Hak
Klien dalam Menerima Pelayana Kesehatan”. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita
semua dan sebagai pembelajaran untuk mahasiswa ingin mencari bahan mengenai informed
consent.
            Penulis menyadari bahwa sepenuhnya karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun merupakan sesuatu yang diharapkan demi
kesempurnaan penulisan proposal ini dimasa yang akan datang.
                                                                                               

Palembang.08 Juli 2020

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................         
DAFTAR ISI .......................................................................................................  
      
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................        
1.1    Latar Belakang ....................................................................................................        
1.2.     Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3. Tujuan…………………………………………………………………………
1.4. Manfaat ……………………………………………………………………….       
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................   
2.1          Definisi.....................................................................................................        
2.2          Komponen-komponen Informed Consent……………………………………
2.3          Tujuan Pelaksanaan Informed Consent………………………………………
2.4          Fungsi Pemberian Informed Consent.......................................................        
2.5          Ruang Lingkup Informed Consent...........................................................        
2.6        Peran Perawat dalam Pemberian Informed Consen ……………………   
2.7          Hal – hal yang dapat di informasikan.......................................................        
2.8          Aspek Hukum Informed Consent………………………………………..…….
2.9 Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Informed Consen…………….………
2.10 Kualitas Informasi yang di berikan……………………………………...
2.11 Contoh Naskah Roleplay Informed Consent ……………………………
2.12 Contoh Format Informed Consent………………………………………

BAB 3 PENUTUP................................................................................................     
3.1.      Kesimpulan ..................................................................................................
3.2.       Saran........................................................................................................….    
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam rangka mempertahankan kesehatan yang optimal
harus dilakukan bersama-sama, oleh semua tenaga kesehatan sebagai konsekuensi dari
kebijakan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang
diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat menempatkan tenaga keperawatan
sebagai tenaga kesehatan mayoritas yang sering berhubungan dengan pasien sebagai pengguna
jasa pelayanan rumah sakit. Perawat hadir 24 jam bersama pasien dan memiliki hubungan yang
lebih dekat dengan pasien dibandingkan tenaga kesehatan lain. Pelayanan keperawatan berupa
bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan/atau mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya kemauan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan menurut Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 1996. Perawat diposisikan sebagai salah satu dari profesi tenaga
kesehatan yang menempati peran yang setara dengan tenaga kesehatan lain. Perjalanan awalnya
perawat hanya dianggap okuvasi (pekerjaan) saja yang tidak membutuhkan profesionalisme.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan praktek keperawatan, perawat sudah diakui sebagai
suatu profesi, sehingga pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat harus terlebih dahulu
memberikan informed consent kepada pasien. Persetujuan tindakan medik atau informed
consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Persetujuan dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan, tetapi setiap tindakan medik yang mengandung resiko
tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang hendak memberikan
persetujuan.
Informed consent  berasal dari hak legal dan etis individu untuk memutuskan apa yang akan
dilakukan terhadap tubuhnya, dan kewajiban etik dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk
meyakinkan individu yang bersangkutan untuk membuat keputusan tentang pelayanan kesehatan
terhadap diri mereka sendiri.
Dalam permenkes 585/Men.Kes/Per/ IX/1989 tentang persetujuan medik pasal 6 ayat 1
sampai 3 disebutkan bahwa yang memberikan informasi dalam hal tindakan bedah adalah dokter
yang akan melakukan operasi, atau bila tidak ada, dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk
dokter yang bertanggung jawab. Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan
invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan
atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan
tugas profesinya berkewajiban untuk diantaranya adalah kewajiban untuk menghormati hak
pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan,
dan kewajiban untuk meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Tenaga kesehatan yang tidak menunaikan hak pasien untuk memberikan informed
consent yang jelas, bisa dikategorikan melanggar case law (merupakan sifat hukum medik) dan
dapat menimbulkan gugatan dugaan mal praktek. Belakangan ini masalah malpraktek medik
(medical malpractice) yang cenderung merugikan pasien semakin mendapatkan perhatian dari
masyarakat dan sorotan media massa. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Pusat di
Jakarta mencatat sekitar 150 kasus malpraktik telah terjadi di Indonesia. Meskipun data tentang
malpraktek yang diakibatkan oleh informed consent yang kurang jelas belum bisa dikalkulasikan,
tetapi kasus-kasus malpraktek baru mulai bermunculan.

1.2              Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Informed Consent pada pasien ?
2. Naskah Roleplay Informed Consent perawat dengan pasien

1.3              Tujuan
1.3.1   Tujuan Umum
Menjelaskan Informed Consent pada pasien
1.3.2   Tujuan Khusus
1.        Menjelaskan pengertian Informed consent
2.        Menjelaskan komponen-komponen Informed consent
3.        Menjelaskan tujuan pelaksanaan Informed Consent
4.        Menjelaskan fungsi pemberian Informed Consent
5.        Menjelaskan ruang lingkup informed consent
6.        Menjelaskan peran perawat dalam pemberian Informed Consent
7.        Menjelaskan hal – hal yang di informasikan pada pasien
8.        Menjelaskan aspek hukum Informed Consent
9.        Menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi proses Informed Consent
10.    Menjelaskan kualitas Informasi yang di berikan

1.4              Manfaat
1.4.1   Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang bagaimana pemberian informed consent pada pasien agar dapat
meningkatkan kesehatan di masyarakat.
1.4.2   Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang pemberian informed consent  pada
pasien dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang etika dan hukum
kesehatan.
1.4.3   Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang pemberian informed consent pada pasien untuk
meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Definisi
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi
izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya
setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk
menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

2.2         Komponen-komponen Informed Consent
1)   Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke
arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini
diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk
membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki
kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh diantaranya terdapat berbagai tingkat
kompetensi membuat keputusan tertentu.
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan
berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia
telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap
tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga
kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
2)    Information elements
Terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman).
Elemen ini berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis
untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai
pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada
pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
·         Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan   informasi ditentukan
bagaimana biasanya dilakukan dalam       komunitas tenga medis. Dalam standar ini ada
kemungkinan bakebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat,
misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin
bermakna dari sisi sosial pasien.
·         Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi,
sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat
keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis
memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.
·         Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup
apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.
3)    Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan
authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi
ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang
bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya

2.3         Tujuan Pelaksanaan Informed Consent


Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien),
maka pelaksanaan informed consent, bertujuan untuk:
a)        Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis
yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang
sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar
profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over
utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya
b)        Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan
pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif,
misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah
bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi
dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan
besar karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak
akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.

2.4         Fungsi Pemberian Informed Consent


1.    Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2.    Penghormatan terhadap hak otonomi perorangan yaitu hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3.    Proteksi terhadap pasien sebagai subjek penerima pelayanan kesehatan (health care receiver =
HCR)
4.    Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
5.    Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
6.    Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
7.    Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
8.    Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan
9.    Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk melakukan introspeksi terhadap diri
sendiri.

2.5         Ruang Lingkup Informed Consent


Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis
pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain
yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar
menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan
yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak
memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya
mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan
terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya
pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit
tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah  dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien dalam
pemberian inform consent adalah:
1.        Hak atas informasi
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik apa yang
hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk
mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.
2.        Hak atas persetujuan (Consent)
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan tanpa paksaan oleh
seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia berikan ,dimana orang
tersebut secara hukum mampu memberikan consent. Kriteria consent yang syah yaitu tertulis,
ditandatangani oleh klien atau orang yang betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang
tepat dilakukan, memenuhi beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan
konsekuensinya. Hak persetujuan atas dasar informasi (Informed Consent).
3.        Hak atas rahasia medis
4.        Hak atas pendapat kedua (Second opinion)
5.        Hak untuk melihat rekam medik
6.        Hak perlindungan bagi orang yg tidak berdaya (lansia, gangguann mental, anak dan remaja di
bawah umur)
7.        Hak pasien dalam penelitian
Hak pasien membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapatkan informasi yang
lengkap, menghentikan partisipasi dalam penelitian tanpa sangsi, bebas bahaya, percakapan
tentang sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.
8.        Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
9.        Hak memperoleh pelayanan yg adil dan manusiawi
10.    Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi keperawatan tanpa diskriminasi
11.    Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan
peraturan yg berlaku di rumah sakit
12.    Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yg jelas tentang
penyakitnya
13.    Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
14.    Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya
15.    Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
16.    Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
17.    Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
18.    Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter

2.6         Peran Perawat dalam Pemberian Informed Consent


Peran merupakan sekumpulan harapan yang dikaitkan dengan suatu posisi dalam
masyarakat. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Berhubungan dengan profesi keperawatan,
orang lain dalam definisi ini adalah orang-orang yang berinteraksi dengan perawat baik interaksi
langsung maupun tidak langsung terutama pasien sebagai konsumen pengguna jasa pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Peran perawat professional dalam pemberian informed consent adalah dapat sebagai client
advocate dan educator. Client advocate yaitu perawat bertanggung jawab untuk membantu klien
dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam
memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (informed consent)
atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. A client advocate is an advocate of
client’s rights. Sedangkan educator yaitu sebagai pemberi pendidikan kesehatan bagi klien dan
keluarga.

2.7         Hal – hal yang dapat di informasikan


1.        Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya
perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan
selanjutnya berada di tangan pasien.
.        Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang
dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak
terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan
berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien.
Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat
alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika
seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan
terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
3.        Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia
harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari
beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan
terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan
prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
4.        Rujukan atau konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan
pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu.
Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan
terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat
menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
5.        Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya,
kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat
tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi
dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh
dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent. 

2.8         Aspek Hukum Informed Consent


Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien)
bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan
“jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi
orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya
diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak
dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum
administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam
tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya
secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang
siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah “kesalahan berat”
(culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis
belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan
medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien),
sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter
sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter
dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive
(misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan
medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut
telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal
351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed
consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien
dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak
mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter.
Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap,
sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang
berkenaan dengan informed consent ini.

2.9         Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Informed Consent


1.    Bagi pasien
a)    Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
b)   Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya
jawab
c)    Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
d)   Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
2.    Bagi petugas kesehatan
a)    Pasien tidak mau diberitahu.
b)   Pasien tak mampu memahami.
c)    Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
d)   Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

2.10   Kualitas Informasi yang di berikan


Kualitas informasi sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman
seseorang mengolah stimulus menjadi informasi. Burch (1986:5) mengatakan bahwa sebuah
informasi yang berkualitas sangat ditentukan oleh kecermatan (accuracy), tepat waktu
(timeliness) dan relevansinya (relevancy). Keakuratan informasi adalah bila informasi tersebut
terbebas dari bias. Informasi dikatakan tepat waktu bila dihasilkan pada saat diperlukan. Adapun
relevansi suatu informasi berhubungan dengan kepentingan pengambilan keputusan yang telah
direncanakan.
Informasi yang tidak adekuat sering menimbulkan masalah dalam menginterpretasikan
perawatan klien di Rumah Sakit seperti kecemasan pada keluarga menolak dilakukan tindakan
medik atau tindakan keperawatan invasif.
Adekuatnya informasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam menyampaikan
pesan melalui komunikasi terapeutik, pengetahuan dan pemahaman dasar tentang penyakit.
Dalam melaksanakan tindakan invasif hal-hal yang perlu diinformasikan adalah:
a.    Alasan dilakukan tindakan tersebut.
b.     Manfaat atau kegunaannya.
c.     Langkah-langkah yang akan dilakukan.
d.   Persiapan yang akan dibutuhkan.
e.    Cara perawatan setelah pemasangan alat tersebut.
Dengan telah dijelaskannya kegunaan dari pemasangan alat tersebut oleh perawat
diharapkan akan meningkatkan kerja sama perawat dan orang tua yang pada gilirannya
diharapkan akan  menurunkan tingkat kecemasan orang tua(Setiawan,1992,Sachari, 1996,
Whaley and Wong’s, 1999).
Penerimaan informasi bagi seseorang dipengaruhi oleh:
1)        Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan orang tua akan semakin luas wawasan pengetahuan dan akan semakin
mudah untuk menerima  dan mengangkat informasi yang disampaikan. Tingkat pendidikan ini
akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi, penerimaan informasi oleh petugas
kesehatan serta menentukan penilaian objektif dan kognitif terhadap pengalaman prioritas yang
lain (Andrew, MC. Ghie, 1999).
2)        Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang telah dihayati (Purwardaminta, 1991). Pengalama baik bersifat
efektif dan kognitif akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan terhadap
kehidupannya, pengalaman juga dapat terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengethuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Andrew, MC. Ghie, 1999).
3)        Nilai sosial dan budaya
Nilai sosial adalah segala sesuatu yang mendasari perilaku seseorang yang ditinjau dari segi
nilai-nilai, kemanusiaan pengaruh dari individu  lain dan sebagainya. Sistem nilai  yang dianut
oleh sesorang akan dapat mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan yang diambil untuk
mencapai tujuan. Dalam pembangunan kesehatan, aspek tingkah laku yang didasari oleh faktor
sosial budaya perlu mendapat perhatian, karena umumnya program kesehatan lebih berhasil
apabila intensitas tingkah laku sosial budaya individu ataupun masyarakat tidak begitu kuat
(Azwar, 1996).

2.11 Contoh Naskah Roleplay Informed Consent

Aktris :1. Selly Novella sebagai Pasien

2. Sri Margaretha sebagai Perawat 1

3. Siti Zulaika sebagai Perawat 2

4. Sisi Apriyani sebagai Ibu Pasien

5. Tasya Rahmasari sebagai Dokter

6. Siti Nabila sebagai Penolong 1

7. Tara Selvi sebagai Penolong 2

8. Suci Putri Ramadani sebagai Petugas RM

Narasi

Pada suatu hari terjadi sebuah kecelakaan tunggal yang mengakibatkan seorang remaja
perempuan mengalami cidera dan kemudian dilarikan ke rumah sakit Mitra Sehat oleh
dua pengendara lain yang menolongnya.

Pasien (Setengah sadar dengan merintih kesakitan)

Penolong : “Sus tolong ada pasien kecelakaan, tolong segera

ditangani”

Perawat 1 : “Baik saya bantu”

Narasi

Perawat IGD segera mengambil brankart, dan memindahkan pasien pasien diatas bed.
RM : “Maaf anda siapanya ?”

Penolong 1 : “Saya yang menolong sus”

RM : “Anda tahu identitas dari korban ini mbak ?”

Penolong 1 : “Tidak sus tapi saya coba tanya ke korbannya dulu.”

(si penolong menghampiri korban)

Penolong 2 : “Dek kamu bawa KTP, boleh saya pinjam dulu untuk administrasi?
Kamu bawa hp atau tidak ? Nanti saya akan mengabari keluargamu”

Pasien : “Di tas bu” (dengan suara lemas).

Narasi

Kemudian si penolong mengurusi registrasi si korban dan menghubungi keluarga klien.


Sementara itu, si perawat sedang menangani korban kecelakaan tadi.

Perawat 1 : “Dek-dek bisa dengar saya ?”

Pasien : “aduh sakit sus”

Perawat 1 : “yang sakit sebelah mana dek ?”

Pasien (menggerakkan bagian yang sakit.)

Perawat 1 : “pusing tidak dek ?”

Pasien : “pusing sus”

Perawat 1 : “Saya periksa dulu ya de”

Pasien : “ Baik sus “

Perawat 1 : (melakukan tensi darah, memeriksa denyut jantung pasien


Dll) “tunggu dulu ya de kami akan bawa data ini kedokter dan memanggil
dokternya untuk memeriksa adek secara lanjut”

Pasien : “baik sus”

Narasi

Setelah data-data pasien dibawa kedokter, dokter pun datang ke kamar pasien

Dokter : “Permisi dek, gimana sekarang keadaannya, apa yang sakit?”

Pasien : “Kaki saya, san pusing dok,”

Dokter : “Baiklah, saya periksa dulu ya de” (sambil memegang kaki pasien)

Pasien : “au, sakit dok,”

Dokter : “tahan ya dek, sebentar saja”

Pasien : (menganggukkan kepala, sambil menahan rasa sakit)

Dokter : “baik, dokter keruangan dokter dulu ya untuk mempersiapkan apa yang
diperlukan”

Pasien : “baik, dok”

*di receptionis

Keluarga : “sus anak saya tadi kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit. Pasien
dengan nama Selly?”(dengan ekspresi yang panik)

RM : “disebelah sana buk, mari saya antarkan”

Narasi

Petugas RM pun mengantarkan Ibu pasien menuju bad tempat anaknya


dirawat

RM : “ Ini bu, anak ibu ada di dalam”


Ibu : “ Oh iya, makasih sus”
RM : “ Iya bu, sama-sama”

Narasi

Sang Ibupun segera membuka sampiran dan menjumpai anaknya terbaring tak berdaya
di atas tempat tidur
Ibu : “ Ya Allah nak...... kok bisa sampek kayak gini to?,
apanya yang sakit nak?”
Pasien : “ Kaki bu, sama pusing”
Ibu : “ Lha ini tadi kamu sudah diperiksa sama dokter belum
nak?”
Pasien : “ Sudah bu”
Ibu : “ Terus apa katanya dokter?”
Pasien : “ Gak tau bu”

Narasi
Ditengah perbincangan ini perawat datang ke ruangan pasien
Perawat 1 : “ Permisi bu, saya izin mau menanyai adeknya sebentar ya
bu”
Ibu ; “ Iya sus, silahkan”
Perawat 1 : “Gimana dek ada yang dikeluhkan lagi ?”
Pasien : “kaki sakit, dan pusing sus”
Ibu : “lha, ini tadi kata anak saya sudah diperiksa sama dokter, hasilnya
gimana ya sus?”
Perawat 1 : “ Oh itu, nanti akan segera diberi tahu oleh perawat satu nya yang
diamanahkan oleh dokter nya ya bu”
Ibu : “O, begitu ya sus”
Perawat 1 : “iya bu, kalau begitu saya permisi dulu ya bu, kalau butuh sesuatu bisa
panggil kita diruang perawat ya bu”
Ibu : “Baik sus”
Perawat 1 : “ Mari bu,”
Ibu : “ Oh iya, monggo”

Narasi
Perawat kembali ke ruang perawat dan Ibu pasien tetap menunggu pasien disamping
tempat tidur pasien. Setelah beberapa menit kemudian, seorang perawat datang kembali.
Perawat 2 : “Permisi bu, bagaimana bu keadaan anaknya ?”

Ibu : “yah, masih beginilah sus, masih sakit anaknya”

Perawat 2 : “Saya dari ruangan dokter, sebaiknya anak ibu perlu dilakukan rotgen
dan Ct scan, agar kita bisa mengetahui keadaan tulang kakinya bagian
dalam”

Ibu : “Tapi itu nanti beresiko/ tidak ya sus?”

Perawat 2 : “ Insya Allah tidak apa-apa bu, karna memang sebaiknya dilakukan itu
bu, agar bila terjadi sesuatu bisa segera diketahui dan ditangani”

Ibu : “ Oh yayaya, terimakasih ya sus informasinya, baiklah saya setuju untuk


melakukan rotgen dan Ct scan nya”

Perawat 2 : “Baiklah jika ibu setuju tolong tanda tangan surat persetujuannya yah bu
dan beserta kebenara data sipasien, mohon baca terlebih dahulu”

Ibu : “baik sus, (setelah membaca) tanda tangan dimana sus”

Perawat 2 : “disebelah sini bu”

Ibu : “Oh baiklah sus”


Perawat 2 : “Baiklah, terimakasih ya bu, masalah administrasinya nanti bisa datang
ke bagian administrasi didepan ya bu.”

Ibu : “baik sus,”

Perawat 2 : “Mari, permisi bu”

Ibu : “monggo-monggo”

Narasi

Kemudian Sang Ibu kembali ke kamar pasien , setelah beberapa saat kemudian datanglah
seorang perawat.

Perawat 2 : “ Permisi bu, Dek ini mau dilakukan rogten, ini adek mau saya antarkan
ke ruang radiologi, sebelumnya perhiasannya dan jamnya dilepas dulu ya,
biar dibawa ibunya dulu”

Pasien : (menganggukan kepala)

Perawat 2 : “ Mari dek saya antarkan”

Pasien : “Iya sus”

Narasi

Dan akhirnya Selly pun dibawa ke ruang radiologi untuk diakukan rongten. Dari hasil
rogten diketahui bahwa pasien mengalami patah tulang, dan harus di rawat inap untuk
segera dilakukan operasi.

A. Teknik komunikasi Terapeutik yang digunakan dalam role play “Informed Consent
Perawat pada Pasien di IGD” adalah :
1. Observasi : kegiatan mengamati kondisi klien/orang lain. Observasi dilakukan
apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal yang butuh pengamatan lebih
mendalam.
Contoh pada dialog

Pasien : “aduh sakit sus”

Perawat 1 : “yang sakit sebelah mana dek ?”

Pasien : (menggerakkan bagian kaki kiri yang sakit.)

Perawat 1 : “oh yg sakit bagian kaki kiri ya dek? pusing tidak

dek ?”

Pasien : “iya sus, pusing sus”

2. Klarifikasi: menanyakan kepada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap
situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan apabila pesan yang disampaikan oleh klien
belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan
oleh klien.
Contoh dialog

Perawat 1 : “yang sakit sebelah mana dek ?”

Pasien : (menggerakkan bagian kaki kiri yang sakit.)

Perawat 1 : “oh yg sakit bagian kaki kiri ya dek? pusing tidak

dek ?”

3. Assertive:   kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan


pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain.
Ibu : “Tapi itu nanti beresiko/ tidak ya sus?”

Perawat 2 : “ Insya Allah tidak apa-apa bu, karna memang sebaiknya dilakukan itu
bu, agar bila terjadi sesuatu bisa segera diketahui dan ditangani”

2.12 Contoh Format Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin(L/P) :
Umur/Tgl Lahir :
Alamat :
Telp :
Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang
tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari:
Nama :
Jenis Kelamin(L/P) :
Umur/Tgl Lahir :
Alamat :
Telp :
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis
berupa…………………………………………………………………………….
Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan
penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan
yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.
Palembang,…………………..….2020

Dokter/Pelaksana, Yang membuat pernyataan,


Ttd Ttd

(……………………) (…………………………..)
*Coret yang tidak perlu

BAB 3

PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Hak pasien yang pertama adalah hak atas informasi. Dalam UU No 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, pasal 53 dengan jelas dikatakan bahwa hak pasien adalah hak atas informasi dan hak
memberikan persetujuan tindakan medik atas dasar informasi (informed consent). Jadi, informed
consent merupakan implementasi dari kedua hak pasien tersebut. Hak pasien tersebut merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi Undang-Undang.
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan
dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai
perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang
ditawarkan pihak lain.
Peran perawat dalam informed consent terutama adalah membantu pasien untuk
mengambil keputusan pada tindakan pelayanan kesehatan sesuai dengan lingkup kewenangannya
setelah diberikan informasi yang cukup oleh tenaga kesehatan. Dasar filosofi tersebut bertujuan
untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terintegrasi sehingga dapat mewujudkan
keadaan sejahtera.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu
pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk
melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.

3.2         Saran
3.2.1        Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang bagaimana pemberian informed consent pada pasien
agar dapat meningkatkan kesehatan di masyarakat.

3.2.2    Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang pemberian informed consent 
pada pasien dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang etika dan
hukum kesehatan.

3.2.2        Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang pemberian  informed consent  pada
pasien untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. 2005. Bioetik dan Hukum Kedokteran,
Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Penerbit Pustaka Dwipar.

J. Guwandi. Informed consent Consent. FKUI. Jakarta. 2004.

M.jusuf H & Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. 1999.

Anonim. (2012). Persetujuan dan Penolakan terhadap Tindakan


Medis. http://informedconsent_a1.webs.com/persetujuanpenolakan.htm. Diakses pada tanggal 01
November 2012, pukul 11.35 WIB

Anonim. (2012). Mengenal “Informed Consent”. http://www.scribd.com/doc/ 22040447/All-About-


Informed-Consent. Diakses pada tanggal 01 November 2012, pukul 11.35 WIB

Anda mungkin juga menyukai