Pidato Maira
Pidato Maira
Alhamdulillahirobbil’alamin. Assalatu wassalamu ala asyrofil anbiya iwal mursalin. Wa ala alihi
wasohbihi aj’main.
Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Allahumma sholi wa salim wa
barik ala Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.
Yang saya hormati, Bapak/Ibu dewan guru beserta staf tata usaha
Limpahan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang senantiasa memberikan
kita berjuta nikmat, terutama nikmat sehat dan nikmat sempat sehingga kita bisa hadir di
panggung/tempat yang mulia ini.
Shalawat belantunkan salam tiada bosan kita sampaikan kepada Nabi terbaik yang digelari Al-Amin,
Muhammad SAW. Semoga kita bisa menjadi penerus dakwahnya hingga Hari Kiamat nanti.
Berdirinya saya di sini ialah untuk menyampaikan secarik pidato singkat tentang ajakan berbakti
kepada orang tua.
Pertanyaan saya; sudah seberapa sayang kita kepada Ayah dan Ibu di rumah? Apakah masih
setengah hati, atau malah sedang berusaha menuju sepenuh hati?
Jika sudah sepenuh hati, maka kita ucapkan “Alhamdulillah” ya. Orang tua yang telah membesarkan
kita, merawat kita, mengajarkan kita adab dan perilaku, bahkan tiada terlupa senantiasa
memberikan kita uang jajan.
Cobalah sejenak kita bayangkan apa saja kegiatan Ayah di rumah. Hari ini, mungkin beliau sedang
berkeringat di ladang mencari nafkah, sedang kepusingan mengurus dokumen rapat, atau bahkan
sedang kepanasan berjualan di bawah terik matahari yang menyiksa.
Belum selesai. Sekarang, cobalah kita kembali membayangkan Ibu, Bunda, alias Mama di rumah. Apa
saja pekerjaannya sekarang?
Ibu sudah menyediakan sarapan sebelum matahari bangun, mencuci piring, membersihkan rumah,
melipat pakaian, bahkan ikut berjuang bersama Ayah demi mencukupi kebutuhan kita untuk
bersekolah.
Cobalah bayangkan lebih dalam lagi, lalu kita rasakan bagaimana lelahnya seorang Bunda
mengandung. Sembilan bulan sepuluh hari bahkan lebih, lalu melahirkan kita dengan penuh peluh
dan darah.
Sungguh melelahkan, bahkan Ibu bertaruh nyawa demi mempersilakan kita menatap dunia.
Sedangkan kita? Di saat itu belum ada gigi, dan kita hanya bisa menangis. Tidak hanya siang hari,
bahkan juga tengah malam.
Ketika kita bayangkan, ternyata begitu besar perjuangan kedua orang tua demi membesarkan kita.
Sayangnya mereka kepada kita tidak akan pernah runtuh hingga akhir zaman, dan ketulusan yang
mereka taburkan tiada pernah bisa tertandingi.
Apakah kita boleh terus mengeluh meminta uang jajan yang dirasa kurang, menuntut dibelikan tas
baru, memaksa kedua untuk membeli kuota internet demi bisa nonton kartun di YouTube?
Tugas kita sejatinya ialah berbakti kepada orang tua. Patuh, hormat, dan taat kepada Ayah dan Ibu,
kepada Papa dan Mama.
Dalam Al-Quran surah al-Isra ayat 23 tertuang dalil “fala takul lahuma uffin” yang artinya jangan
sekali-kali kita berkata “ahh” atau “uuh” kepada keduanya.
Itu kalimat larangan, kan? Secara tidak langsung, perilaku mengeluh dan membantah perkataan
kedua orang tua hanya akan mengantarkan kita kepada lumbung dosa.
Padahal kita tahu bahwa ridho Allah bergantung kepada ridho kedua orang tua. Maka dari itulah kita
perlu menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi kita sewaktu kecil.
Lakukanlah yang terbaik untuk menyenangkan kedua orang tua, terutama selama keduanya masih
hidup dan selama kita masih sempat. Dan terakhir, jangan lupa lantunkan doa terbaik agar kita bisa
bersama-sama dengan mereka di surga nanti. Aamiin.
Demikianlah pidato yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat bagi
diri dan semua. Saya tutup dengan pantun: