Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN FIELDTRIP MANDIRI

PERTANIAN BERLANJUT

ASPEK DAYA DUKUNG, INTENSIFIKASI PERTANIAN, DAN


LANSKAP AGROFORESTRI

Oleh:
Kelompok 2
Kelas XX

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2020

i
LEMBAR DATA ANGGOTA

PRAKTIKUM PERTANIAN BERLANJUT ASPEK BUDIDAYA


PERTANIAN

Kelompok : Kelompok 2
Asisten :

No Nama NIM
1. Anis Eka Arviana 185040101111043

2. Angela Rintalia Purba 185040101111059

3. Amara Rigita Kusuma Wardhani 185040101111063

4. Rizal Adi Prasetyo 185040101111072

5. Mashita Dewi Maghfiroh 185040101111074

6. Intan Salva Anggraeni 185040101111078

7. Suhaiba Fahliza 185040101111081

8. Gusti Ayu Devina Marsheila 185040101111089

9. Shinta Octavila 185040101111099

10. Shela Yuanita 185040101111112

11. Rimita Salsabila Putri 185040107111038

12. Aldo Agung Nugroho 185040107111044

13. Balqis Mufti Aulia 185040107111053

14. Indra Hastantiyo Lukito 185040107111065

15. Ghina Fauziah Sulaiman 185040107111066

16. Aulia Safira Fitri 185040107111068

17. Chandrika Kumarasetya Anamel 185040107111085

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
berkat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Pertanian Berlanjut
Aspek Budidaya Pertanian yang berjudul “Aspek Daya Dukung, Intensifikasi
Pertanian, dan Lanskap Agroforestri” Adapun isi dari laporan ini adalah kumpulan
dari data pengamatan fieldtrip mandiri. Laporan ini berguna sebagai tugas mata
kuliah Pertanian Beralanjut Aspek Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihak yang mendukung selama berjalannya proses praktikum sampai pada
penyusunan laporan akhir praktikum. Dalam penulisan laporan ini, penyusun
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan
ini. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan
ini dapat memberikan manfaat, khususnya kepada penyusun dan umumnya
kepada pembaca. Atas perhatian dari semua pihak yang membantu penulisan ini,
kami ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat menjadi rujukan ke
depannya.

Malang, 10 November 2020

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................. i
LEMBAR DATA ANGGOTA.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Tanaman Jagung ........................................................................................ 3
2.2 Peran Daya Dukung Lingkungan dalam Memenuhi Kebutuhan Manusia ... 3
2.3 Tingkat Intensifikasi Lahan ....................................................................... 4
2.4 Keterkaitan Daya Dukung Lahan dan Intensifikasi Pertanian ..................... 6
2.5 Interaksi Antar Agroekosistem................................................................... 7
2.6 Pengelolaan Biodiversitas untuk Mempertahankan Kualitas Air dan
Kuantitas Air ............................................................................................. 8
3. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 11
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 11
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 11
3.3 Langkah Kerja ......................................................................................... 11
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 13
4.2 Hasil ........................................................................................................ 13
4.3 Pembahasan ............................................................................................. 17
5. KESIMPULAN ............................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25
LAMPIRAN ..................................................................................................... 29

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Profil Petani........................................................................................ 13
2. Sitem Tanam ............. ...................................................................... 13
3. Masalah-Masalah Utama yang Dihadapi ............................................. 16

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Diagram Alir Proses Pengumpulan Data ............................................. 11
2. Fase Pertumbuhan Komoditas Jagung ................................................. 19

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1. Dokumentasi Kegiatan ....................................................................... 29
2. Kuesioner Wawancara ........................................................................ 30

vii
1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya
berprofesi sebagai petani. Para petani biasanya memiliki lahan berupa sawah
ataupun ladang sebagai tempat untuk mengolah berbagai macam tanaman
yang menjadi bahan pokok maupun sebagai industri seperti tebu, jagung,
gandum dan sebagainya. Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat
esensial dalam menopang setiap aktivitas kehidupan manusia, baik sebagai
sumber daya yang dapat diolah sesuai kebutuhan ataupun sebagai tempat
tinggal manusia. Penggunaan lahan diatur dalam Pasal 6 Undang – Undang
Pokok Agraria yang berisi, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Ketentuan tersebut, antara lain berarti bahwa hak atas tanah, termasuk hak
milik yang ada pada seseorang atau badan hukum tidak dibenarkan apabila
tanahnya digunakan atau tidak digunakan semata-mata untuk kepentingan
pribadi atau individu. Apabila digunakan atau tidak digunakan tanah tersebut
akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas.
Penggunaan lahan dapat dilihat dari berbagai jenis sudut pandang yaitu,
lahan sebagai lahan (land), lahan sebagai tanah (soil), lahan sebagai matra
dasar uang, dan lahan sebagai sumber daya lingkungan. Lahan untuk bidang
pertanian merupakan faktor penunjang kebutuhan hidup masyarakat terutama
masyarakat pedesaan dan pinggiran kota. Sebagian besar masyarakat yang ada
di daerah pedesaan dan pinggiran memperoleh penghasilan atau
mengandalkan usaha yang bergerak di bidang pertanian. Namun lahan
pertanian atau persawahan telah dialihfungsikan menjadi lahan industri,
perumahan dan permukiman yang menyebabkan produksi beras nasional akan
terus menurun.
Jagung sebagai makanan pokok utama setelah beras, sehingga menjadi
penyangga ketahanan pangan nasional. Ketersediaan lahan yang semakin
berkurang karena pengaruh konversi lahan pertanian menjadi sector lainnya
menyebabkan berkurangnya lahan pertanian komoditas jagung. Permasalahan
yang terjadi terhadap penyediaan lahan untuk berbagai aktivitas manusia saat
yang meningkat baik di wilayah perkotaan maupun di pinggiran kota.
2

Keperluan penyediaan berbagai fasilitas mengakibatkan peningkatan terhadap


permintaan lahan. Sedangkan persediaan lahan kosong di perkotaan saat ini
sangat sulit untuk diperoleh. Hal ini menyebabkan terjadinya peralihan fungsi
lahan pertanian untuk pembangunan berbagai fasilitas untuk mendukung
sektor lain. Akibat pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan
lahan industri dapat mengancam pencapaian terhadap ketahanan pangan, dan
dapat mengurangi daya dukung lahan pertanian. Daya dukung lahan pertanian
merupakan kemampuan lahan pertanian dalam mendukung kehidupan
masyarakat yang ada di suatu kawasan, terutama terkait dengan pemenuhan
kebutuhan pangan.
Oleh karena itu, laporan ini kami susun agar Mahasiswa dapat mengetahui
mengenai daya dukung lahan pertanian yang menjadi sangat penting untuk
perencanaan pembangunan yang dapat memberikan gambaran mengenai
hubungan antara penduduk, penggunaan lahan, dan lingkungan. Mahasiswa
juga dapat mengetahui mengenai pengelolaan biodiversitas dan
agroekosistem.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya fieldtrip mandiri yaitu:
1. Mengetahui aspek daya dukung lingkungan terhadap pemenuhan kebutuhan
manusia
2. Mengetahui praktek intensifikasi pertanian beserta dampak yang ditimbulkan
3. Mengetahui pengelolaan biodiversitas dan agroekosistem
4. Mengetahui contoh lanskap agroforestri
3

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Jagung (Zea Mays L.) merupakan salah satu pangan terpenting di
Indonesia, karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua terbesar setelah
beras. Selain itu jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak
(Ekowati dan Mochamad, 2011). Jagung adalah makanan biji-bijian dari keluarga
rerumputan. Tanaman ini merupakan tanaman pangan yang penting selain
gandum dan beras. Tanaman jagung berasal dari Amerika Serikat dan menyebar
ke Asia dan Afrika, melalui kegiatan bisnis Eropa ke Amerika Serikat. Orang-
orang di abad ke-16 Portugal menyebarkannya ke Asia termasuk Indonesia.
Tanaman jagung membutuhkan ruang terbuka dan sejenisnya cahaya.
Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman jagung dari 0 sampai dengan 1300
m di atas permukaan laut. Suhu tanaman jagung perlu tumbuh 23-27oC. Secara
umum, curah hujan sangat ideal untuk tanaman jagung antara 200 sampai 300 mm
per bulan atau curah hujan tahunan berkisar antara 800 sampai 1200 mm. Tingkat
keasaman tanah (pH) tanah terbaik untuk pertumbuhan dan pertumbuhan kisaran
perkembangan jagung adalah 5,6 sampai 6,2. Namun, menabur jagung tidak
bergantung pada musim itu tergantung apakah ada cukup air. Jika irigasi cukup,
menabur jagung di musim kemarau sudah cukup jagung tumbuh lebih baik
(Riwandi et al., 2014).
Secara morfologi bagian tanaman jagung merupakan bagian akar jagung
yang tergolong serabut akar. Batang jagung tegak dan mudah dilihat, seperti
sorgum dan tebu, tetapi tidak seperti padi atau gandum. Daun jagung merupakan
daun yang sempurna dan memiliki bentuk yang ramping. Jagung mempunyai
bunga jantan dan betina yang berbeda (diklin) dalam satu tanaman (monoecious).
Tongkolnya tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun, biasanya,
meski ada banyak bunga betina, satu tanaman hanya bisa menghasilkan satu
tongkol produktif (Sihombing, 2018).

2.2 Peran Daya Dukung Lingkungan dalam Memenuhi Kebutuhan Manusia


Lahan merupakan komponen abiotik utama yang dimanfaatkan dalam
bidang pertanian. Dalam penggunaan lahan, diperlukan perecanaan yang terarah
4

agar lahan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kemampuannya (Widiatmaka et al.,


2015). Konsep daya dukung dapat dilihat dari sisi ketersediaan dan sisi kebutuhan
dengan melihat karakteristik wilayah, potensi sumberdaya, dan makhluk hidup di
wilayah sekitar (Mulawarman et al., 2019). Daya dukung lahan membantu
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan. Daya dukung dapat
dikategorikan menjadi surplus dan defisit. Keadaan surplus terwujud karena
ketersediaan lahan lebih besar dari kebutuhan lahan sedangkan keadaan defisit
menujukkan ketersediaan lahan tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi
(Susanto et al., 2013). Keadaan surplus ini merupakan wujud dari peran daya
dukung lingkungan dan wujud dari ketahanan pangan yang menopang ketahanan
ekonomi. Daya dukung lingkungan berperan sebagai penyedia sumberdaya alam
(air dan pangan), pengembangan dan pembangunan pertanian (Mulawarman et al.,
2019).
Daya dukung lingkungan berperan penting dalam pembangunan pertanian.
Konsep pembangunan pertanian berlanjut yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani secara luas.
Pembangunan pertanian yang berkelanjutan akan menciptakan produksi pertanian
dengan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Menurut Arwati (2018), di
Indonesia pembangunan berwawasan lingkungan merupakan implementasi dari
konsep pembangunan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produksi pertanian
dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Pembangunan pertanian harus dilakukan secara seimbang dan disesuaikan dengan
daya dukung ekosistem sehingga kontinuitas produksi dapat dipertahankan dalam
jangka panjang dengan menekan tingkat kerusakan lingkungan sekecil mungkin
(Jariyah, 2018).
2.3 Tingkat Intensifikasi Lahan
Berdasarkan pernyataan Giller et al. dalam Hidayati (2018), Intensifikasi
pertanian adalah sistem produksi yang secara konvensional dicirikan oleh rendah
mengikuti rasio dan penggunaan input secara intensif, seperti modal, tenaga kerja,
pestisida, dan bahan pupuk kimia, untuk meningkatkan hasil pertanian, sehingga
meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan. Intensifikasi ini
5

dimaksudkan sebagai penambahan modal dan tenaga kerja pada kesatuan luas
lahan yang telah ada dengan memperbaiki cara pengolahan lahan dalam upaya
meningkatkan hasil pertanian.
Intensifikasi pertanian terutama untuk tanaman pangan sudah banyak
dilakukan di Pulau Jawa. Menurut Kementan RI (2019), selama periode tahun
1980-2018 di Pulau Jawa, penggunaan lahan didominasi oleh padi dan palawija
sehingga produksi jagung mengalami fluktuasi yang cenderung menurun karena
persaingan penggunaan lahan. Dikarenakan jagung merupakan salah satu
komoditas pangan utama, petani perlu melakukan intensifikasi lahan. Salah satu
upaya pemerintah yaitu melaksanakan program Upaya Khusus (Upsus) untuk
meningkatkan hasil produksi Pajale (padi, jagung dan kedelai). Revolusi hijau di
Indonesia merupakan program pemerintah bentuk intensifikasi pertanian sistem
pertanian yang terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
global, khususnya di bidang pertanian. Seiring berjalannya waktu pelaksanaan
program intensifikasi pertanian ternyata tidak sesuai yang diharapkan.
Penggunaan input usahatani yang dimaksudkan memberikan peningkatan
produksi usahatani namun ternyata tidak memperhatikan keseimbangan
ekosistem.
Pada hakekatnya intensifikasi merupakan usaha meningkatkan
produktivitas tanah dengan memanfaatkan teknologi tepat guna (Sutanto, 2002).
Produktivitas tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kapasitas tanah
mengikat air, aerasi dan kemudahan tanah diolah, kemampuan tanah memasok
hara dan daya sangga tanah, aktivitas mikroba dalam tanah, serta pengelolaan
tanaman, lahan, dan tanah. Pengelolaan iklim dan budi daya secara langsung dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Produktivitas tanah dapat ditingkatkan
melalui pengelolaan lahan, tanah, dan tanaman secara terpadu. Dengan demikian,
pemahaman secara menyeluruh (comprehensive) terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas tanah sangat diperlukan petani untuk mengelola
produktivitas tanah. Usaha untuk memperbaiki produktivitas tanah dengan
memperhatikan semua faktor yang berpengaruh dikenal sebagai membangun
kesuburan tanah secara terpadu.
6

Salah satu bentuk upaya intensifikasi yaitu penggunaan bibit maupun


benih unggul. Bibit maupun benih unggul mampu meningkatkan produktivitas,
memberikan hasil panen melimpah dan kualitas hasil yang baik. Untuk produksi
pangan, bibit unggul mampu mengatasi ketersediaan pangan dengan baik,
khususnya tanaman jagung. Salah satu benih jagung unggulan yaitu Jagung
Pertiwi-6 atau juga disebut dengan F1 Hibrida Pertiwi-6. Benih jagung satu ini
sudah tersertifikasi dalam Kementan No. 3254/Kpts/SR.120/9/2012. Keunggulan
dari jagung ini yaitu mampu beradaptasi dengan baik (dataran tinggi dan rendah),
potensi hasil jagung bisa mencapai 15.1 ton/ha dengan rata-rata hasil mencapai
10.2 ton/ha. Umur panen Jagung Pertiwi-6 kurang lebih 106 hari setelah tanam,
jumlah baris biji per tongkol yaitu 14-16 baris dan rendemen biji 79-81%. Jenis
jagung yang satu ini tahan terhadap penyakit bulai, hawar daun, serta karat daun.
Jagung Pertiwi-6 memiliki hasil biji kering lebih tinggi dari varietas unggulan lain
(Prasetyo, 2017).
Untuk mencapai tujuan akhir program intensifikasi dan usaha agribisnis
tanaman pangan yang meliputi peningkatan ketahanan pangan, peningkatan
pendapatan petani peningkatan kesempatan kerja, pengembangan ekonomi
nasional dan regional, serta peningkatan devisa, maka pengembangan intensifikasi
tanaman pangan perlu didukung oleh seluruh stakeholders terkait atau masyarakat
agribisnis tanaman pangan. Pada beberapa tahun terakhir, program pembangunan
diimplementasikan melalui Proksi Mantap, suatu model manajemen pembangunan
untuk menjawab tantangan otonomi daerah yang lebih demokratis dengan
melibatkan seluruh stakeholders. Proksi Mantap berfungsi sebagai wadah
koordinasi, sinkronisasi, penggerakan, serta pembagian tugas dan peran sesuai
fungsi masing-masing seluruh stake holder pada berbagai subsistem agribisnis dan
level administrasi/simpul pembangunan (desa, kecamatan, kabupaten, propinsi,
nasional).
2.4 Keterkaitan Daya Dukung Lahan dan Intensifikasi Pertanian
Daya dukung lahan adalah kemampuan bahan pada suatu satuan lahan
untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan manusia dalam bentuk penggunaan
lahan, yang memiliki tujuan akhir untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama
bahan makanan (Moniaga, 2011). Daya dukung lahan pertanian bukanlah besaran
7

yang tetap, melainkan berubah-ubah menurut waktu karena adanya perubahan


teknologi dan kebudayaan. Teknologi akan mempengaruhi produktivitas lahan,
sedangkan kebudayaan akan menentukan kebutuhan hidup setiap individu.
Perhitungan daya dukung lahan harus dihitung dari data yang dikumpulkan cukup
lama, sehingga dapat menggambarkan keadaan daerah yang sebenarnya
(Moniaga, 2011). Analisis daya dukung berdasarkan ketersediaan lahan dan
kebutuhan lahan pertanian perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan lahan
untuk menyediakan pangan bagi pemenuhan kebutuhan penduduk di suatu daerah
dalam waktu tertentu.
Menurut Ida Bagus Mantra (1986), penurunan daya dukung lahan
dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang terus meningkat, luas lahan yang
semakin berkurang, persentase jumlah petani dan luas lahan yang diperlukan
untuk hidup layak. Penurunan daya dukung lahan dapat diatasi dengan cara: 1)
Konversi lahan, yaitu merubah jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih
menguntungkan tetapi disesuaikan wilayahnya; 2) Intensifikasi lahan, yaitu dalam
menggunakan teknologi baru dalam usahatani; 3) Konservasi lahan, yaitu usaha
untuk mencegah (Hardjasoemantri, 1989).
Intensifikasi pertanian merupakan upaya pengolahan lahan pertanian yang ada
dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan
berbagai sarana (Hidayati et al., 2019). Berbicara mengenai keterkaitan antara
daya dukung lahan dan intensifikasi pertanian, berdasarkan pernyataan
Hardjasoemantri di atas bahwa intensifikasi pertanian dapat menjadi salah satu
solusi dalam mengatasi menurunnya daya dukung lahan. Sehingga dengan
demikan hubungan keduanya berkolerasi positif. Hasil studi yang terdahulu
menunjukkan bahwa pengaplikasian intensifikasi pertanian rupanya menyebabkan
konversi lahan marginal, seperti pemangkasan padang rumput atau berbagai lahan
untuk kegiatan produksi pertanian sehingga hal tersebut menyebabkan degradasi
lahan, menyebabkan peningkatan erosi, kesuburan tanah yang lebih rendah hingga
berkurangnya keanekaragaman hayati (Matson et al., 1997). Intensifikasi juga
memberikan dampak negatif eksternalitas regional karena penggunaan air dan
limpasan bahan kimia dapat mempengaruhi area di luar pembudidayaan (Tilman
et al., 2002).
8

2.5 Interaksi Antar Agroekosistem


Interaksi merupakan satu relasi antara dua sistem yang terjadi sedemikian
rupa sehingga kejadian yang berlangsung pada satu sistem akan mempengaruhi
kejadian yang terjadi pada sistem lainnya (Chaplin, 2011). Sedangkan
agroekosistem merupakan suatu kondisi yang didalamnya terdapat kegiatan
interaksi antara komunitas tanaman, komunitas hewan dan lingkungannya serta
merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil
pertanian (Kirana, 2015). Atau dalam arti lain agroekosistem adalah suatu
kawasan tempat membudidayakan makhluk hidup tertentu meliputi apa saja yang
hidup di dalamnya serta material lain yang saling berinteraksi. Interaksi antara
agroekosistem akan selalu terjadi secara terus menerus. Hal tersebut dikarenakan
kejadian ini merupakan hukum alam yang terjadi agar dapat menghasilkan
individu dalam komunitas yang sudah teruji dalam ekosistem. Interaksi dalam
agroekosistem terjadi secara alami pada setiap komponen sehingga membentuk
susunan jaring-jaring makanan, yang masing-masing kelompoknya saling
memerlukan untuk kelangsungan hidupnya (Ivakdalam, 2011).
Kemudian, Odum (1996) menyebutkan bahwa adanya interaksi dapat
mengakibatkan keseimbangan ekosistem yang tidak mudah berubah karena
ekosistem berlangsung dengan stabil. Lutfi et al., (2015) juga mengatakan bahwa
Interaksi antara komponen biotik dan abiotik di ekosistem akan mempengaruhi
mortalitas, natalitas, penyebaran serangga pada ekosistem, sehingga komposisi
spesies selalu dinamis. Komponen biotik dan abiotik di dalam agroekosistem
saling berinteraksi untuk mencapai keseimbangan ekosistem pertanian. Menurut
Reijntes et al., (1992), meningkatkan keragaman spesies dan genetik dalam
agroekosistem dapat meningkatkan interaksi alami yang menguntungkan dan
sinergi dari komponen-komponen agroekosistem melalui keragaman hayati.
Keragaman tanaman yang tinggi dapat menciptakan interaksi dan jaring-jaring
makan yang baik dalam suatu agroekosistem.
Keragaman tanaman dalam suatu agroekosistem merupakan konsep dasar
dalam pengendalian hayati (Noris dan Kogan, 2006). Pada suatu agroekosistem
dengan keragaman tanaman yang tinggi, akan mempunyai peluang adanya
interaksi antar spesies yang tinggi, sehingga menciptakan agroekosistem yang
9

stabil dan akan berakibat pada stabilitas produktivitas lahan dan rendahnya
fluktuasi populasi spesies-spesies yang tidak diinginkan (Van Emden dan
Williams, 1974). Apabila terdapat gangguan pada suatu agroekosistem yang
disebabkan oleh patogen, serangga hama atau degradasi lahan, maka untuk
mencegah terjadinya kerentanan pada agroekosistem tersebut perlu dilakukan
pengembalian keseimbangan (resiliance), yaitu dengan mengembalikan fungsi
dari masing-masing komponen yang ada dalam agroekositem tersebut (Nurindah,
2006).
2.6 Pengelolaan Biodiversitas (Keanekaragaman Hayati) untuk
Mempertahankan Kualitas Air dan Kuantitas Air
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2003), biodiversitas
atau keanekaragaman hayati ialah keanekaragaman di dalam makhluk hidup dari
semua sumber, termasuk diantaranya adalah daratan, lautan, ekosistem perairan
lain, dan kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari
keanekaragamannya. Selain itu biodiversitas diartikan sebagai banyaknya
kelimpahan jenis (spesies) makhluk hidup, variasi genetik dalam suatu spesies,
keragaman habitat, dan ekosistem (Roe et al., 2018). Sedangkan menurut Sunarmi
(2014), keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut:
a. Keanekaragaman spesies, hal ini mencakup semua spesies di bumi termasuk
bakteri dan protista;
b. Keanekaragaman variasi genetik dalam satu spesies;
c. Keanekaragaman komunitas, komunitas biologi yang berbeda serta
asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing- masing.
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati jika dikelola dengan baik dan
benar akan menghasilkan berbagai manfaat salah satunya berdampak pada air.
Aspek air sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup di bumi. Faktor
kualitas air juga dipengaruhi oleh pengelolaan biodiversitas yang baik. Pada saat
ini pengelolaan biodiversitas perlu diperhatikan untuk mempertahankan kualitas
air. Banyak sumber air mengalami pencemaran sehingga dapat menurunkan
kualitas air yang dikarenakan pengelolaan biodiversitas yang tidak baik. Menurut
Ratih et al., (2015), sumber pencemaran air umumnya berasal dari limbah
10

domestik, industri, pertanian. Banyak petani menggunakan input anorganik seperti


pupuk dan pestisida kimia dalam usahtaninya. Pupuk dan pestisida kimia tersebut
dinilai banyak menimbulkan residu yang dapat mencemari tanah dan demikian
pula dengan organisme perairan yang ada akan mengalami perubahan jumlah.
Organisme yang tidak toleran akan mengalami penurunan kelimpahannya, bahkan
menghilang dalam lingkungan perairan. Organisme yang tidak toleran dapat
dijadikan indikator terhadap kualitas aitr bersih dan normal (Satriati et al., 2018).
Kualitas air secara biologis juga perlu diperhatikan karena kehidupan biologis
yang berlangsung terkena dampak dari pencemaran yang terjadi. Kehidupan
biologis yang dimaskudkan adalah kehidupan berbagai organisme yang ada di
dalam air. Menurut Ratih et al., (2015), kelompok organisme yang digunakan
untuk pendugaan kualitas air adalah plankton, bentos, dan nekton (ikan).
Kelompok tersebut digunakan dalam pendugaan kualitas air karena dapat
mencerminkan pengaruh perubahan kondisi fisik dan kimia dalam selang waktu
tertentu (Odum, 1996). Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin banyak
organisme yang ada di air maka semakin baik kualitas air tersebut. Upaya yang
dilakukan untuk mengelola biodiversitas dalam meningkatkan kualitas air seperti
konservasi lahan dan menggunakan sistem pertanian berlanjut.
Selain berpengaruh terhadap kualitas air, pengelolaan biodiversitas yang baik
juga dapat mempengaruhi kuantitas air. Kuantitas sangat penting dalam
mendukung kehidupan mahkluk hidup termasuk manusia. Menurut Sasongko et
al., (2014) Masalah terbesar mahkluk hidup adalah ketersediaan kuantitas air yang
tidak mampu untuk menampung kehidupan manusia yang terus bertambah.
Kuantitas air berpengaruh dalam kehidupan jika kuantitas akan air berkurang
maka tidak dapat menunjang kehidupan sehingga dampak berkepanjangan yang
mungkin terjadi adalah kehidupan di dunia tidak dapat mendukung kehidupan.
Pengelolaan biodiversitas dibutuhkan untuk terus menjaga air tanah tetap utuh
sehingga dapat menampung kebutuhan tanaman. tejadinya pengelolaan
biodiversitas dapat membantu menjaga kuantitas serta kualitas air (Njurumana,
2016). Sehingga dengan pengelolaan tanah dapat menjaga keutuhan kuantitas dan
kualitas air seperti dengan pengurangan pencemaran air tanah dengan bahan
11

kimia, dengan menggunakan bahan bahan organik untuk memperbaiki keadaan


lingkungan tanah sehingga ketersediaan air dapat menunjang kehidupan manusia.
12

3. BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Pertanian Berlanjut Aspek Budidaya Pertanian ini
dilakukan dengan wawancara petani pada Sabtu, 24 Oktober 2020. Kegiatan
tersebut dilakukan di lahan jagung milik Bapak Yasin. Adapun lahan ini terletak
di Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.

3.2 Alat dan Bahan


Dalam pelaksanaan kegiatan praktikum ini, alat yang diperlukan antara
lain alat tulis untuk mencatat hasil wawancara dan analisis pengamatan, serta
papan jalan sebagai alas untuk menulis. Selain itu, dibutuhkan pula kamera untuk
mendokumentasi kegiatan. Sedangkan bahan yang diperlukan yaitu kertas
kuisioner.
3.3 Langkah Kerja
Berikut adalah diagram alir pengumpulan data yang dilakukan oleh
praktikan:

Menyiapkan kuesioner

Melakukan kunjungan pada sawah petani di Desa Gandon


Barat, Kecamatan Jabung

Mengunjungi petani yang akan diwawancarai yaitu Pak


Yasin

Melakukan wawancara dengan tanya jawab antar praktikan


dan petani

Melakukan dokumentasi dengan petani

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengumpulan Data


13

Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan kuesioner, kemudian


melakukan kunjungan pada sawah petani yang berada di Desa Gandon Barat,
Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Setelah sampai di
lokasi, praktikan mengunjungi petani yang akan diwawancarai yaitu Pak Yasin
sebagai petani jagung. Selanjutnya praktikan melakukan wawancara yang
dilakukan dengan sesi tanya jawab antar praktikan dan petani. Langkah terakhir
adalah praktikan melakukan dokumentasi dengan petani sebagai bukti hasil
wawancara.
14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Identifikasi Petani
Tabel 1. Profil petani
No. Uraian Keterangan

1. Nama petani : Yasin

2. Lokasi : Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan


Jabung, Kabupaten Malang

3. Luas lahan : 3.600 m2

4. Jenis tanah : Latosol, kelerangan 2% (datar)

5. Topografi : Curah hujan 350 mm/tahun, Dataran


menengah 500 mdpl

6. Kepemilihan lahan : sewa

Petani yang diwawancarai bernama Yasin. Lahan beliau berada pada


Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang dengan luas
sebesar 3.600 m2 dengan lahan kepemilikan orang lain (sewa). Jenis lahan beliau
adalah tanah litosol dengan kelerengan sebesar 2%, serta memiliki curah hujan
350 mm/tahun dan berada pada dataran menengah lebih tepatnya berada pada 500
mdpl.
4.1.2 Sistem Tanam
Tabel 2. Sistem Tanam
No. Uraian Keterangan

1 Varietas : Jagung pertiwi 6

2 Asal benih : Beli (bersertifikasi)

3 Jarak tanam : 70x20 cm

4 Sistem tanam : Sistem tanam lurus


15

5 Jumlah benih/ha : 5.715 benih/3.600 m2 atau 71.429 benih/ha

6 Jenis pupuk dan dosis yang


digunakan

a. Pupuk organik : -
(kg/ha)
b. Pupuk N (kg/ha) : 250 kg/3.600 m2 atau 694,44 kg/ha

c. Pupuk P (kg/ha) : 100 kg/3.600 m2 atau 277,78 kg/ha

d. Pupuk K (kg/ha) : 100 kg/3.600 m2 atau 277,78 kg/ha

e. Pupuk ZA (kg/ha) : 100 kg/3.600 m2 atau 277,78 kg/ha

7 Penggunaan agen hayati :-

8 Penggunaan HPT dan gulma a. Penyemprotan pestisida (insektisida dan


fungisida)
b. Penggunaan obat:
c. -hama: proclaim
d. -penyakit: acrobat
e. -jamur: amistartop, antracol
9 Jumlah tenaga kerja a. Tanam: 5 orang
b. Bajak: 2 orang
c. Pupuk 1: 2 orang
d. Pupuk 2: 2 orang
e. Pupuk 3: 2 orang
f. Pupuk 4: 2 orang
g. Pupuk 5: 2 orang
h. Pembumbunan/pendangiran: 4 orang
i. Penyemprotan pestisida: 1 orang
10 Umur panen (HST) 90 HST

11 Cara panen Tebas

12 Produktivitas per ha 8 ton/3.600m2 atau 22,22 kg/ha


16

13 Harga jual petani Rp 6.000.000/3.600 m2 atau Rp 750.000/kg

14 Harga pasar Rp 750.000/kg

15 Keuntungan petani Rp 3.000.000/3.600 m2 atau Rp


8.300.000/ha

Pak Yasin mempunyai sistem tanam monokultur yang berarti hanya


menanam satu jenis tanaman yakni jagung pertiwi 6 dengan jarak tanam 70X20
cm. Pak Yasin memerlukan sekitar 25.715 benih untuk ditanam di lahan seluas
3.600 m2. Pak Yasin menggunakan pupuk seperti NPK dan ZA dengan dosis
masing-masing sebanyak 250 kg, 100 kg, 100 kg, dan 100 kg untuk lahan sebesar
3.600 m2. Untuk perawatan lahannya, pak Yasin menggunakan pestisida
(insektisida dan fungisida) dan penggunaan obat lainnya seperti obat hama
(proclaim), penyakit (acrobat), dan jamur (amistartoop, antracol). Pak Yasin
menggunakan jasa tenaga kerja yang berbeda berdasarkan jenis kegiatan di lahan
yaitu untuk kegiatan tananam dilakukan 5 orang pekerja yang terdiri dari 2 orang
tenaga kerja laki-laki dan 3 orang tenaga kerja perempuan, kegiatan bajak
dilakukan oleh 2 orang tenga kerja laki-laki, kegiatan pemupukan 1 hingga 5
dilakukan oleh masing-masing 2 orang tenaga kerja perempuan, kegiatan
pembumbunan/pendangiran dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja laki-laki, dan
yang terakhir kegiatan penyemprotan pestisida oleh 1 orang tenaga kerja laki-laki.
Komoditas jagung ini dapat dipanen pada 90 HST dengan sistem tebas.
Produktivitas yang didapatkan pak Yasin sebanyak 8 Ton dengan keuntungan
sebesar Rp 3.000.000,-.
4.1.3 Sistem Pengairan dan Agroekosistem
a. Sistem Pengairan yang Digunakan
1. Jenis : Campuran
2. Sumber irigasi : Sungai, pompa air
3. Kualitas air : Jernih
b. Jenis Agroekosistem yang Berada Disekitar Lahan:
1. Tanaman semusim seperti jagung, padi, dan ketan
2. Arthropoda
17

4.1.4 Masalah-Masalah yang Dihadapi


Tabel 3. Masalah-Masalah Utama yang Dihadapi
No. Uraian Keterangan

1. Kekurangan modal Biaya /modal di awal cukup besar

2. Mahalnya tenaga kerja Membutuhkan banyak tenaga kerja

Langkanya ketersediaan pupuk Langkanya keberadaan pupuk subsidi dan


3.
mahalnya pupuk non subsidi

4. Tingginya serangan hama Serangan hama tinggi (ulat dan belalang)

Tingginya serangan pathogen Sering terserang pathogen (busuk batang,


5.
diplodia, bulai dll)

6. Rendahnya harga jual Harga jual dipasaran cukup rendah

Masalah utama yang dialami oleh Bapak Yasin yaitu kekurangan modal,
dimana menurut hasil wawancara yang telah dilakukan dilapang biaya yang
dibutuhkan di awal cukup besar. Selain itu, mahalnya biaya tenaga kerja yang
dibutuhkan cukup besar yaitu kurang lebih 34 orang tenaga kerja (21 laki-laki dan
13 perempuan) yang dibutuhkan dengan biaya perhari sebesar Rp 40.000 untuk
laki-laki dan Rp 25.000 untuk perempuan. Ketersediaan pupuk subsidi tidak
menentu menjadi kendala bagi Pak Yasin untuk memenuhi kebutuhan pupuk saat
ini. Pemenuhan kebutuhan pupuk dapat dilakukan dengan pembelian pupuk
nonsibsidi akan tetapi terkendala dalam masalah harga pupuk yang cukup tinggi.
Tingginya serangan hama dan pathogen cukup besar berpengaruh dalam kegiatan
produksi Bapak Yasin.
4.1.5 Kondisi Agroklimat dan Analisis Vegetasi
a. Kondisi Agroklimat
Intensitas Cahaya Matahari :-
Kelembaban : 78%
Suhu : 30-32ᵒC
Kondisi agroklimat pada lahan yang diamati memiliki tingkat kelembaban
sebesar 78% dengan suhu antara 30-32ᵒC.
18

b. Analisis Vegetasi pada Lahan Pertanian


Vegetasi yang terdapat pada lahan yang diamati terdapat 3 jenis tanaman.
Diantaranya tanaman jagung, padi dan gulma. Tanaman budidaya utamanya
merupakan tanaman jagung, sedangkan tanaman semusim lainnya seperti padi dan
gulma berperan sebagai tanaman agroekosistem yang berada di sekitar lahan
tersebut. Bandotan merupakan tanaman liar di Indonesia dan lebih dikenal sebagai
tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan ladang (Retno, 2009).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Identifikasi Petani


Petani merupakan profesi yang mayoritas dijalani oleh kebanyakan negara
negara agraris. Pertanian memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi negara.
Salah satu daerah di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya bercocok
tanam yaitu Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten
Malang. Di Desa Gandon terdapat petani bernama Bapak Yasin yang berprofesi
sebagai petani. Bapak Yasin memiliki luas lahan sebesar 3600 m2 yang dimana
lahan tersebut digunakan untuk bercocok tanam jagung. Dengan topografi curah
hujan 350 mm/tahun dan pada dataran menengah 500 mdpl memungkinkan untuk
menanam jagung dilahan tersebut. Menurut Sirait et al., (2020) pada curah hujan
350 mm/tahun sudah termasuk kedalam cukup untuk digunakan sebagai penopang
untuk bercocok tanam jagung. Jenis tanah yang dimiliki di lahan milik Pak Yasin
merupakan jenis tanah latosol, kelerangan 2%. tanah latosol memiliki warna tanah
sekitar merah dan bertekstur lempung (Muningsih dan Anggraini, 2018).
4.2.2 Sistem Tanam
Berdasarkan hasil pengamatan, petani hanya menanam satu jenis varietas
yaitu jagung pertiwi 6 yang berarti petani menggunakan sistem tanam monokultur.
Menurut Setiani et al., (2015), sistem tanam monokultur ialah penanaman varietas
satu jenis pada sebidang lahan. Sistem tanam monokultur dengan penanaman satu
jenis varietas relatif lebih mudah terserang hama maupun penyakit sehingga
meningkatkan penggunaan pestisida. Contoh obat hama yang diaplikasikan oleh
petani jagung ini yaitu proclaim sebagai insektisida, obat penyakit yaitu acrobat,
serta obat jamur yaitu amistartop dan antracol.
19

Sesuai pernyataan Syahputra et al., (2017), sistem tanam monokultur


dengan keseragaman varietas memiliki kekurangan seperti mempercepat
penyebaran organisme pengganggu tanaman (hama), dan penyakit. Hal ini
menyebabkan risiko menurunnya produksi jagung dan rendahnya harga jual,
sehingga pendapatan pun menurun karena hasilnya hanya jagung. Namun, ada
juga kelebihannya jika sistem monokultur berhasil diterapkan, yaitu kuantitas
hasil yang didapatkan lebih besar karena tidak ada persaingan antar tanaman
dalam memperoleh nutrisi, serta budidaya dan perawatan yang relatif mudah
karena hanya satu jenis varietas yang ditanam.
Pada sistem tanam monokultur yang diterapkan, biaya yang dikeluarkan
lebih rendah dibandingkan dengan sitem tanam tumpangsari. Petani yang
membudidayakan jagung pertiwi 7 ini menggunakan jarak tanam 70 cm x 20 cm
pada lahannya. Hasil penelitian Nur et al., (2018) mengatakan bahwa jarak tanam
70 cm x 20 cm merupakan jarak terbaik untuk mendapatkan kuantitas hasil jagung
serta diameter tongkol jagung yang lebih besar. Produktivitas jagung pertiwi 6
dapat dikatakan tinggi, yaitu sebesar 22,22 ton/ha melebihi target produktivitas
yang dibuat oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dalam TrubusNews (2020)
yaitu sebesar 11 ton/ha.
4.2.3 Sistem Pengairan dan Agroekosistem
A. Sistem Pengairan
Petani di Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamtan Jabung, Kabupaten
Malang, khususnya Pak Yasin menggarap lahan dan menanami lahannya dengan
tanaman jagung. Jenis jagung yang ditanam yaitu Jagung Pertiwi 6. Musim tanam
jagung yang tepat di Indonesia umumnya berlangsung pada bulan Mei-Juli yaitu
pada saat musim kemarau. Pada bulan tersebut cocok untuk menanam jagung
karena intensitas hujan sudah berkurang. Tanaman jagung merupakan tanaman
dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm (FAO, 2001).
Pengelolaan air atau sistem irigasi pada tanaman jagung disesuaikan
dengan kondisi sumber daya fisik yang meliputi tanah, iklim, sumber daya air.
Petani di desa tersebut menggunakan pengairan campuran untuk mengairi
tanaman jagung pada saat musim kemarau. Sumber irigasi campuran berasal dari
sungai dan pompa air dengan kualitas air yang jernih. Frekuensi pemberian air dan
20

curah hujan berpengaruh besar terhadap hasil jagung. Irigasi pada tanaman jagung
perlu diperhatikan untuk memeroleh produktivitas jagung yang baik. Berdasarkan
pernyataan Aqil et al., (2016), tanaman jagung toleran terhadap kekurangan air
pada fase vegetatif dan fase pematangan. Penurunan hasil tersebesar terjadi jika
tanaman jagung kekurangan air pada fase pembungaan (bunga betina dan bunga
jantan muncul), dan fase penyerbukan. Penurunan hasil disebabkan oleh
kekurangan air yang menyebabkan proses pengisian tongkol terhambat, sehingga
jumlah biji tongkol berkurang.

Gambar 2. Fase Pertumbuhan Komoditas Jagung


B. Jenis Agroekosistem yang Berada Disekitar Lahan
Keberagaman agroekosistem yang berada di sekitar lahan Desa Gandon
Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang yaitu terdapat tanaman
semusim (jagung, padi, dan ketan) dan terdapat arthopoda. Pada lahan ini dalam
pengendalian hama tidak menggunakan agen hayati, melainkan menggunakan
pestisida dan obat sehingga terjadi ledakan hama. Agroekosistem yang ada juga
tidak memiliki keragaman biotik dan genetik yang tinggi sehingga kurang stabil.
Menurut Noris dan Kogan (2006) keberagaman tanaman yang tinggi dapat
menciptakan interaksi dan jaring-jaring makan yang mantap dalam agroekosistem,
sehingga pada lahan ini memiliki beberapa jenis tanaman yang dibudidayakan.
Namun pengendalian hama yang dilakukan sepenuhnya hanya memanfaatkan
pestisida tanpa mengelola agen hayati sehingga resistensi musuh alami terhadap
21

insektisida ssangat lama dan musuh alami berpeluang kecil memiliki gen yang
resisten karena populasi yang rendah (Nurindah, 2006)
4.2.4 Masalah-Masalah yang Dihadapi
Petani harus memiliki modal yang cukup dalam memulai proses produksi,
karena dengan adanya modal seluruh kebutuhan atau bahan-bahan produksi akan
terpenuhi sehingga akan berhasil menghasilkan panen (Daniel, 2004). Modal
dalam usaha tani merupakan salah satu faktor penting untuk memulai sebuah
usaha dalam pertanian guna mencukupi keperluan produksinya. Tiada modal
proses produksi tidak akan berjalan. Masalah utama yang dialami oleh Bapak
Yasin selaku petani jagung yaitu mengalami kekurangan modal dikarenakan
biaya di awal cukup besar. Modal usaha petani untuk tanaman pangan diketahui
relatif sangat terbatas. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan petani
meminjam modal kepada rentenir, bank rontok dan pengijon. Petani tidak
mempunyai akses kepada lembaga keuangan baik lembaga formal maupun non
formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan seperti koperasi tani, koperasi
simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan formal yang
memberikan skim kredit pertanian kepada petani juga belum ada. Keadaan
tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit kepada rentenir dan
pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun dengan bunga yang
tinggi. Akibatnya biaya modal usaha relatif tinggi. Salah satu solusi masalah
tersebut adalah membangun kelembagaan non formal dari kelompok yang sudah
ada dengan kesepakatan atau sebagai dasar untuk mengikat para petani untuk
bergabung dalam pengembangan modal usaha. Selain itu, dalam usaha yang
dijalankan oleh Bapak Yasin membutuhkan banyak tenaga kerja dan juga
mahalnya biaya tenaga kerja yang cukup besar yaitu kurang lebih 34 orang tenaga
kerja (21 laki-laki dan 13 perempuan) yang dibutuhkan dengan biaya perhari
sebesar Rp 40.000 untuk laki-laki dan Rp 25.000 untuk perempuan. Menurut
Dwiyatmo (2006), Tenaga kerja dalam usaha tani merupakan salah satu unsur
penentu keberlangsungan usaha. Tenaga kerja usaha tani umumnya terdiri dari
beberapa buruh tani bisa berupa keluarga atau tenaga dari luar yang
seluruhnya berperan dalam kegiatan usaha pertanian. Penggunaan tenaga kerja
dalam pertanian dimanfaatkan untuk menghasilkan produksi pertanian yang
22

maksimal, tenaga kerja harus menjalankan proses kerja yang intensif dalam waktu
kerjanya
Menurut Santosa (2008), permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi
tidak pernah terselesaikan sampai dengan saat ini. Sewaktu pupuk dibutuhkan
biasanya akan sangat sulit untuk dicari sehingga hal ini menyebabkan harga pupuk
di pasaran akan membumbung tinggi. Adapun penyebab dari permasalahan
tersebut terletak pada permasalahan struktur pasar yang cenderung oligopolis dan
proses pendistribusian pupuk yang tidak terlaksana dengan baik. Ketersediaan
pupuk subsidi tidak menentu menjadi kendala bagi Pak Yasin untuk memenuhi
kebutuhan pupuk saat ini. Pemenuhan kebutuhan pupuk dapat dilakukan dengan
pembelian pupuk nonsibsidi akan tetapi terkendala dalam masalah harga pupuk
yang cukup tinggi. Adanya serangan hama yang tinggi pada komoditas tanaman
yang sedang ditanam oleh Pak Yasin menjadi permasalahan bagi Pak Yasin, yang
dapat mengakibatkan rendahnya hasil panen jagung. Surtikanti (2011),
menyatakan bahwa di pertanaman jagung ada beberapa jenis hama yang
diantaranya berstatus penting yaitu lalat bibit (Atherigona sp.) merusak tanaman
jagung hingga 80%, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) kehilanagan
hasil jagung berkisar antara 20- 80%, ulat grayak (Spodoptera litura,, Mythimna
sp.) kemampuan ulat grayak merusak tanaman jagung berkisar antara 5-50%,
penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), kutu daun (Aphis sp.) merusak
tanaman jagung hingga 65%,, kumbang landak dan kumbang bubuk (Sitophilus
sp.) kerusakan biji oleh kumbang bubuk dapat mencapai 85%. Untuk mengatasi
permasalahan tingginya serangan hama pada tanaman komoditas yang ditanam,
Pak Yasin menyemprotkan obat agar hama mati dan membuat tanaman refugia
agar hama dapat teralihkan.
Salah satu kendala dalam upaya peningkatan produksi jagung yaitu
adanya serangan penyakit hawar daun. Penyakit ini termasuk dalam penyakit
penting karena kerugian yang disebabkan dapat mencapai 50% pada tanaman.
Gejala awal penyakit hawar daun adalah adanya bercak kecil kebasah-basahan,
kemudian bercak semakin banyak berwarna hijau kekuningan. Pada tingkat yang
parah bercak membesar dan berkembang menjadi nekrotik (Wakman dan
Burhanudin, 2004). Pengendalian yang umum dilakukan oleh petani yaitu
23

pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida. Penggunaan fungisida


kimia yang berlebihan dapat membawa kerugian yang cukup besar. Fungisida
berpengaruh terhadap matinya organisme yang bukan sasaran, berkurangnya
keanekaragaman hayati dan terganggunya ekosistem sehingga menyebabkan
lingkungan tercemar. Salah satu pengendalian yang aman dan ramah lingkungan
yaitu pengendalian hayati berbasis mikroorganisme antagonis. Soeharjo dan
Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari ker jasama
faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan jasa pengelolaan.
Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja tetapi dapat
juga diperoleh dari hasil menyewakan atau menjual unsur-unsur produksi,
misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi, menyewakan lahan dan lain
sebagainya. Tinggi rendahnya pendapatan jagung dipengaruhi oleh berbagai
faktor-faktor diantaranya faktor biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2007). Harga
jual jagung juga dapat disesuaikan oleh harga pasar dan banyaknya permintaan
akan jagung, dan dapat juga dilihat dari kualitas hasil panen. Untuk itu Pak Yasin
dapat memperbaiki cara perawatan dan pupuk yang diberikan agar hasil panen
dapat bagus dan banyak, agar penjualan hasil panen mendapatkan harga jual yang
tinggi.
4.2.5 Kondisi Agroklimat dan Analisis Vegetasi
A. Kondisi Agroklimat
Kondisi agroklimat di Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung,
Kabupaten Malang yaitu curah hujan 350 mm/tahun, kelembapan 78% dan suhu
antara 30-32oC. Sedangkan syarat optimal untuk pertumbuhan tanaman jagung
adalah curah hujan antara 1200-1600 mm/tahun, kelembaban udara antara 75-
80%, dan suhu udara antara 26-28°C (Sahuri, 2017). Sehingga pertumbuhan
tanaman jagung kurang optimal karena curah hujan masih rendah dan suhu tinggi
pada Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.
Sesuai dengan pendapat Pembengo (2016) bahwa tipe agroklimat yang berbeda
menunjukkan potensi produksi yang berbeda factor-faktor iklim yang dapat
mempengaruhi tipe agroklimat yaitu intensitas radiasi, curah hujan, ketersediaan
air tanah, ketinggian tempat, dan suhu.
24

B. Analisis Vegetasi pada Lahan Pertanian


Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat (Sari et al., 2018).
Pada lahan pertanian milik Pak Yasin yang berada di Desa Gandon Barat,
Sukolilo, Kecamatan Jabung ini terdapat beberapa vegetasi yang dapat ditemukan
yaitu jagung, yang merupakan tanaman budidaya utama, kemudian padi, yang
merupakan tanaman semusim dan juga gulma. Gulma ialah tumbuhan yang
kehadirannya tidak dikehendaki oleh manusia. Keberadaan gulma menyebabkan
terjadinya persaingan antara tanaman utama dengan gulma. Gulma yang tumbuh
menyertai tanaman budidaya dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun
kuantitasnya (Widaryanto, 2010). Kemampuan bersaing yang kuat dalam
memperebutkan CO2, air, cahaya matahari dan nutrisi serta dapat menyerap hara
dan air lebih secpat dibandingkan tanaman utama sehingga hal ini dapat
menyebabkan tanaman utama budidaya mengalami penurunan kualitas dan
kuantitas hasil produksi (Singh, 2005). Pada lahan pertanian milik Pak Yasin juga
ditemukan bandotan yang merupakan tanaman liar di Indonesia dan lebih dikenal
sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan ladang.
25

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
komoditas yang ditanam oleh narasumber yaitu Pak Yasin adalah komoditas
jagung (Zea mays L.) yang terletak di Desa Gandon Barat, Kecamatan Sukolilo,
Kabupaten Malang. Dalam proses budidaya komoditas jagung perlu diperhatikan
beberapa hal yaitu dari input pertanian, sistem tanam, dan pemenuhan nutrisi bagi
jagung. Pak Yasin menggunakan sistem tanam monokultur dimana sistem tersebut
lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga membutuhkan
pestisida untuk menanganinya. Namun sistem tanam monokultur lebih efisien
dalam pengeluaran biaya dibandingkan dengan sistem tanam yang lain seperti
tumpangsari. Sedangkan untuk sistem pengairan sendiri petani di Desa tersebut
khususnya Pak Yasin menggunakan sistem irigasi campuran dimana sumber
irigasi campuran berasal dari sungai dan pompa air dengan kualitas air yang
jernih. Keberagaman agroekosistem yang berada di sekitar lahan Desa Gandon
Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang yaitu terdapat tanaman
semusim (jagung, padi, dan ketan) dan terdapat arthopoda. Dalam menjalankan
usahataninya, Pak Yasin mengalami masalah ataupun kendala yang juga dialami
oleh rata-rata petani di Desa tersebut.
Masalah utama yang dialami oleh Bapak Yasin selaku petani jagung yaitu
mengalami kekurangan modal dikarenakan biaya di awal cukup besar. Modal
usaha petani untuk tanaman pangan diketahui relatif sangat terbatas. Selain itu
masalah lain berupa adanya serangan penyakit hawar daun pada komoditas
Jagung dan serangan hama yang tinggi. Kondisi tersebut diatasi dengan
menyemprotkan obat agar hama mati dan membuat tanaman refugia agar hama
dapat teralihkan. Kondiai agroklimat di wilayah tersebut kurang baik, sehingga
pertumbuhan tanaman jagung kurang optimal karena curah hujan masih rendah
dan suhu tinggi pada Desa Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung,
Kabupaten Malang. Pada lahan pertanian milik Pak Yasin yang berada di Desa
Gandon Barat, Sukolilo, Kecamatan Jabung ini terdapat beberapa vegetasi yang
dapat ditemukan yaitu jagung, yang merupakan tanaman budidaya utama,
kemudian padi, yang merupakan tanaman semusim dan juga gulma.
26

DAFTAR PUSTAKA

Aqil, M., Firmansyah, I. U., dan Akil M. 2016. Pengelolaan Air Tanaman
Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serelia, Maros
Arwati, Sitti. 2018. Pengantar Ilmu Pertanian Berkelanjutan. Makassar: Inti
Mediatama
Chaplin. (2011). Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan Kartini Kartono).
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Dwiyatmo, K. 2006. Kiat Menjadi Petani Sukses. Yogyakarta: PT. Citra Aji
Parama
Ekowati, Diah dan Mochamad Nasir. 2011. Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea
Mays L.) Varietas Bisi-2 Pada Pasir Reject dan Pasir Asli Di Pantai Trisik
KulonProgo. Jurnal Manusia Dan Lingkungan. 18 (3). 220-231
FAO/WHO Food Agricultural Organization/World Health Organization. 2001.
Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. Report of a Joint
FAO/WHO Working Group on Drafting Guidelines for the Evaluation of
Probiotics in Food. Ontario: Canada
Hardjasoemantri. 1989. Hukum Tata Lingkungan. Edisi Ke-empat, Universitas
Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Hidayati, F., Yonariza, Y., Nofialdi, N., & Yuzaria, D. 2019. Intensifikasi Lahan
Melalui Sistem Pertanian Terpadu: Sebuah Tinjauan. In Unri Conference
Series: Agriculture and Food Security. Vol. 1, pp. 113-119
Ida Bagoes Mantra. 1986. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya
Ivakdalam, Lidya M. 2011. Agroekosistem Pertanaman Jagung Di Desa Sasa
Provinsi Maluku Utara. Fakultas Pertanian. Ternate: UMMU
Jariyah, N. A. 2018. Daya Dukung Lahan Di Kawasan Hutan dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) Gombong. JPPDAS
Juhandi, D., Enre, A. 2019. Kebijakan Upsus Pajale: Mampukah Menambah
Provinsi Basis Produksi Pajale?. Jurnal Habitat 30(3) : 123-131
Kementan RI. 2019. Outlook Jagung 2018. Jakarta Selatan: Kementerian
Pertanian Republik Indonesia. epublikasi.setjen.pertanian.go.id. Diakses
pada tanggal 27 Oktober 2020
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. 2003. Keanekaragaman Hayati
Untuk Keberlanjutan Kehidupan Manusia. (diakses 27 Oktober 2020
http://perpustakaan.menlhk.go.id)
Kirana, Chandra. 2015. Distribusi Spasial Arthropoda Pada Tumbuhan Liar Di
Kebun Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. Jurnal
Bioeksperimen
Lutfi Afifah, Purnama Hidayat, Damayanti Buchori, Marwoto, dan B.T Rahardjo.
2015. Pengaruh Perbedaan Pengelolaan Agroekosistem Tanaman
27

Terhadap Struktur Komunitas Serangga Pada Pertanaman Kedelai Di


Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Jurnal Hama Penyakit Tanaman
Tropika
Matson., P.A., W.J. Parton, A.G. Power, and M.J.Swift. 1997. Agricultural
Intensification and Ecosystem Properties. Science 277:504-509
Moniaga, V.R.B. 2011. Analisis Daya Dukung Lahan Pertanian. Universitas Sam
Ratulangi, Manado. 7 (2): 61-68
Mulawarman, A., Paddiyatu, N., B, S., Haupea, R. A. 201. Daya Dukung
Ketersediaan Air dan Pangan di Kecamatan Sukamaju. Jurnal Linears,
2(2): 92-99
Muningsih, R., & Anggraini, A. 2018. Pemanfaatan Hasil Fermentasi Limbah
Pucuk Teh Teroksidasi sebagai Alternatif Pupuk Organik untuk
Meningkatkan Kesehatan Bibit Teh. Jurnal Agrotek Lestari, 3(1)
Njurumana, G. N. (2016). Village Community and Flora Biodiversity
Management in Home Garden System at Central of Sumba
Regency. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 5(1), 25-36
Noris, R. F. dan Kogan, M. 2006. Ecology of interactions between weeds and
arthropods. Annual Review of Entomology
Noris, R. F. dan Kogan, M. 2006. Ecology of interactions between weeds and
arthropods. Annual Review of Entomology 50: 479 – 503
Nur, M., Asrul, Rafiuddin. 2018. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Jagung (Zea mays L.) pada Tingkat Umur Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq). Jurnal Buletin Palma, 19(2): 127-146
Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Volume
5 Nomor 2, 78:85. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Malang, Jawa Timur
Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Malang:
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press
Pembengo, Wawan. 2016. Potensi dan Kendala Produksi Jagung pada Beberapa
Tipe Agroklimat Gorontalo Berdasarkan Model Simulasi Tanaman.
Seminar Nasional dan Kongres PERAGI
Ratih, Iin., Prihanta, Wahyu., Susetyarini, E.Rr. 2015. Inventarisasi
Keanekaragaman Makrozoobentos di Daerah Aliran Sungai Brantas
Kecamatan Ngoro Mojokerto Sebagai Simber Belajar Biologi Kelas X.
Malang. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia Vol (1), No.2
Reijntes, C., Haverkort, B. Dan Water-Bayer, A. 1992. Farming for the Future,
Macmillan. London
Riwandi, Merakati Handajaningsih, dan Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya
Jagung dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal. Cetakan ke-1. Unib
Press
28

Roe, D., Seddon, N., & Elliot, J. (2018). Biodiversity loss is a development issue:
A rapid review of evidence. IIED Issue Paper. London: IIED
Sahuri. 2017. Pengembangan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Antara Tanaman
Karet Belum Menghasilkan. Analisis Kebijakan Pertanian, 15(2): 113-126
Santosa, P. B. 2008. Kelangkaan Pupuk dan Alternatif Pemecahannya.
Jurnal Pangan
Sar, D.N., F. Wijaya., M.A. Mardana dan M. Hidayat. 2018. Analisis Vegetasi
Tumbuhan Dengan Metode Transek (Line Transect) di Kawasan Hutan
Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional
Biotik. UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Sasongko, E. B., Widyastuti, E., & Priyono, R. E. (2014). Kajian kualitas air dan
penggunaan sumur gali oleh masyarakat di sekitar Sungai Kaliyasa
Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(2), 72-82
Satriati, Budi., Pawhestari S.W., Merliyana, dan Widianti, N. 2018. Penentuan
Tingkat Pencemaran Sungai Berdasarkan Komposisi Makrobentos Sebagai
Bioindikator. Lampung. Jurnal Al-Kamiya Vol. 5, No.2
Setiani, N., Zakaria, W.A., dan Adawiyah. 2015. Analisis Usahatani pada
Beberapa Pola Tanam di Lahan Sawah dan Hubungannya dengan Tingkat
Pendapatan dan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani di Kecamatan
Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis,
3(2): 122-129
Sihombing, Andre Parulian. 2018. Budidaya Jagung Manis. Pekanbaru: Fakultas
Pertanian. Universitas Lancang Kuning
Singh, S. 2005. Effect of establishment methods and weed management practices
on weeds and rice in ricewheat cropping system. Indian J. Weed Sci, 37
(2): 524 -527
Sirait, S., Aprilia, L., & Fachruddin, F. 2020. Analisis Neraca Air dan Kebutuhan
Air Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Berdasarkan Fase Pertumbuhan di
Kota Tarakan. Rona Teknik Pertanian, 13(1): 1-12
Sunarmi. 2014. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Melalui Pembelajaran Di
Luar Kelas Dan Tugas Yang Menantang. Jurnal Pendidikan Biologi
Volume 6, Nomor 1, hlm. 38-49
Surtkanti. 2011. Hama dan Penyakit Penting Tanaman Jagung dan
Pengendaliannya. Balai Tanaman Seleria. Seminar Nasional Tanaman
Seleria
Susanto, I.W., Anwar, M. R., dan Soemarno. 2013. Analisis Daya Dukung
Lingkungan Sektor Pertanian Berbasis Produktivitas Di Kabupaten Bangli.
Jurnal Bumi Lestari, 13(1): 115-123
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Yayasan Kanisius, Jakarta
Syahputra, N., Mawardati, Suryadi. 2017. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Petani Memilih Pola Tanam pada Tanaman Perkebunan di Desa Paya
29

Palas Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh Timur. Jurnal


AGRIFO, 2(1): 41-50
Tilman, D., K. Cassman, P.A. Matson, and R. Naylor. 2002. Review Article
Agricultural Sustainibility and Intensive Production Practices. Nature:
418(6898): 671-677
TrubusNews. 2020. Kementan Kembangkan 14 Varietas Jagung Produksi Tinggi
di 2020, Apa Saja?. Diakses pada 10 November 2020 dari
https://news.trubus.id/baca/37426/kementan-kembangkan-14-varietas-
jagung-produksi-tinggi-di-2020-apa-saja
Van Emden, H.F. dan Williams, G. F. 1974. Insect stability and diversity in
agroecosystems. Jurnal Annual Review of Entomology
Wakman, W. dan Burhanudin. 2004. Pengelolaan Penyakit Prapanen
Jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman Sereali
Widaryanto, E. 2010. Teknologi Pengandalian Gulma. Malang: Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya
Widiatmaka, Ambarwulan, W., Purwanto, M. Y. J., Setiawan, Y., dan Effendi, H.
2015. Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan Di Tuban,
Jawa Timur (Land Capability Based Environmental Carrying Capacity In
Tuban, East Java). Jurnal Manusia dan Lingkungan, 22(2): 247-259
30

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Dokumentasi 1. Lahan Pertanian Dokumentasi 2. Lahan Pertanian


Pak Yasin Pak Yasin

Dokumentasi 3. Lahan Pertanian


Dokumentasi 3. Pemilik Lahan
Pak Yasin
(Pak Yasin)
31

Lampiran 2. Kuesioner Wawancara

KUESIONER PRAKTIKUM
MATA KULIAH PERTANIAN BERLANJUT

Nama petani dan lokasi : Pak Yasin di Desa Gandon Barat,


Sukolilo, Kec. Jabung, Kab. Malang
Luas lahan yang dikelola dalam satu hamparan: 3600 m2
Jenis tanah : latosol dan regosol (subur dan
potensi pertanian), kelerengan 2%
yaitu datar
Topografi : curah hujan (350 mm/tahun),
dataran menengah (500mdpl)
Kepemilikan lahan : sewa

1. Sistem tanam yang digunakan: Monokultur

2. Apabila monokultur, isilah tabel di bawah ini:


No. Uraian Keterangan
1 Varietas Jagung pertiwi 6
2 Asal benih (produksi sendiri atau Beli, bersertifikasi
beli, bersertifikat atau tidak)
3 Jarak tanam 70x20 cm
4 Sistem tanam (jajar legowo, SRI, Sistem tanam lurus
konvensional-khusus padi)
5 Jumlah benih/ha 71.429 benih/ha, 25.715 benih/3600m2
6 Jenis pupuk dan dosis yang
digunakan
a. Pupuk ZA 100kg/3600m2

b.Pupuk urea (N) 250kg/3600m2

c. Pupuk phonska (P dan K) 100kg/3600m2

Pengaplikasian 5gr/tanaman
Dilakukan 5 kali = 1) 10 hst urea, 2) 21 hst urea, 3) 35 hst urea, 4) 45 hst phonska,
5) 55 hst ZA
7 Penggunaan agen hayati -
8 Penanggulangan HPT dan gulma Penyemprotan pestisida = insektisida dan
fungisida
Hama = ulat faw jagung, belalang,
spodoptera litura
Penyakit = bulai, culfularia, diplodia, gray
leaf straight, shorten leaf blight, busuk
32

batang
Obat = hama (proclaim), penyakit (acrobat
sebelum tanam diaplikasikan ke biji), jamur
(amistartop, antracol)
9 Jumlah tenaga kerja Tanam (5 orang-pa 2, pi 3), bajak (2 orang
pa), pupuk 1 (2 orang pi), pupuk 2 (2 orang
pi), pupuk 3 (2 orang pi), pupuk 4 (2 orang
pi), pupuk 5 (2 orang pi),
pembumbunan/pendangiran (4 orang pa
selama 3 hari), penyemprotan pestisida (1
orang pa selama 5 hari)
10 Umur panen (HST) Tebon atau untuk pakan sapi 90 hst
11 Cara Panen tebas
12 Produktivitas per ha 8 ton/3600m2
13 Harga jual petani 6jt/3600m2-Rp 750/kg
14 Harga pasar Rp 750/kg
15 Keuntungan petani (Rp/ha) Rp 3 jt/3600m2-Rp 8.3 jt/ha

3. Apabila tumpang sari, isilah tabel di bawah ini!

No Varietas Keterangan
1 Varietas setiap tanaman : Jagung pertiwi 6
2 Asal benih (produksi sendiri atau : Beli (bersertifikasi)
beli, bersertifikat atau tidak) setiap
tanaman
3 Jarak tanam setiap tanaman : 70x20 cm
4 Sistem tanam (jajar legowo, SRI, : Sistem tanam lurus
konvensional-khusus padi)
5 Jumlah benih/ha setiap tanaman : 5.715 benih/3.600 m2 atau 71.429
benih/ha
6 Jenis pupuk dan dosis yang
digunakan
a. Pupuk organik (kgha-1) :-
b. b. Pupuk N (kgha-1) : 250 kg/3.600 m2 atau 694,44 kg/ha
c. c. Pupuk P (ha-1) : 100 kg/3.600 m2 atau 277,78 kg/ha
d. d. Pupuk K (kgha-1) : 100 kg/3.600 m2 atau 277,78 kg/ha

7 Penggunaan agen hayati : 100 kg/3.600 m2 atau 277,78 kg/ha


8 Umur panen per tanaman (HST) : 90 HST
9 Penanggulangan HPT dan gulma f. Penyemprotan pestisida (insektisida
dan fungisida)
33

g. Penggunaan obat:
h. -hama: proclaim
i. -penyakit: acrobat
-jamur: amistartop, antracol
10 Jumlah tenaga kerja a. Tanam: 5 orang
b. Bajak: 2 orang
c. Pupuk 1: 2 orang
d. Pupuk 2: 2 orang
e. Pupuk 3: 2 orang
f. Pupuk 4: 2 orang
g. Pupuk 5: 2 orang
h. Pembumbunan/pendangiran: 4 orang
i. Penyemprotan pestisida: 1 orang
11 Cara panen setiap tanaman Tebas
12 Produktivitas per ha per tanaman 8 ton/3.600m2 atau 22,22 kg/ha
13 Harga jual setiap tanaman Rp 6.000.000/3.600 m2 atau Rp
750.000/kg
14 Harga pasar setiap tanaman Rp 750.000/kg
15 Keuntungan total petani (Rp/ha) Rp 3.000.000/3.600 m2 atau Rp
8.300.000/ha

4. Sistem pengairan yang digunakan


Jenis:
a. Tadah hujan b. Irigasi teknis c. Campuran
Sumber irigasi : dari sungai, memakai pompa
Kualitas air (kejernihan, debit):kejernihan(√), debit(-)
5. Jenis agroekosistem yang berada di sekitar lahan: arthropoda, agroekosistem
pertanaman semusim jagung, padi, ketan
6. Masalah-masalah utama yang dihadapi (lingkari yang terdapat di lapang dan
isilah keterangan sebagai tingkat masalah - urutkan dari masalah yang dianggap
paling serius dan berdampak paling besar menggagalkan produksi/sulit
ditangani)

No Uraian Keterangan
1 Kekurangan modal Iya, Biaya/modal yang dibutuhkan di
awal cukup besar
2 Mahalnya tenaga kerja Iya, Jika ditotal tk ada 34 orang (pa 21,
pi 13) dengan biaya pa=40rb, pi=25rb
34

3 Langkanya ketersediaan pupuk (harga, Iya, Pupuk bersubsidi keberadaannya


ketepatan waktu) langka, sedangkan pupuk non subsidi
harganya mahal
4 Tingginya serangan hama Iya, Seperti ulat FAW jagung,
belalang, ulat spodoptera litura
5 Tingginya serangan patogen Iya, Seperti bulai, culfularia, diplodia,
gray leaf straight, shorten leaf bright,
busuk batang
6 Rendahnya harga jual Iya, Cukup rendah jika dibandingkan
dengan besarnya modal awal serta
harga jual di pasaran
7 Rendahnya kesuburan tanah Tidak
8 Air terkena limbah Tidak, mungkin saja tercemar namun
masih dalam intensitas wajar
9 Bencana alam (longsor, banjir dll) Tidak
10 Lainnya

7. Kondisi agroklimat
Intensitas cahaya matahari :
Kelembaban : 78%
Suhu : 30-32oC
8. Lakukan analisis vegetasi pada lahan pertanian = jagung, gulma, padi

Anda mungkin juga menyukai