Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INDIVIDU

PRAKTIKUM SUMBERDAYA LAUT TROPIS


EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

Disusun oleh :
Chikita Octalina Linggi’Allo
NPM 20.405011.58

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2021
DAFTAR ISI

Daftar isi…………………………….........................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………
1.1 . LATAR BELAKANG……………………………………………………….
1.2 TUJUAN UMUM…………………………………………………………….
1.3  TUJUAN KHUSUS…………………………………………………………..
1.4 MANFAAT…………………………………………………………...............
BAB 2 TEORI EKOSISTEM HUTAN
MANGROVE……………………………………………………………………….
BAB 3 METODE KULIAH
LAPANGAN………………………………………………………………………
3.1  WAKTU DAN
TEMPAT……………………………………………………………………..
3.2 ALAT DAN
BAHAN……………………………………………………………………….
3.3  PROSEDUR KULIAH
LAPANGAN………………………………………………………................
BAB 4
HASIL………………………………………………………………………..
BAB 5 PEMBAHASAN…………………………………………………………….
BAB 6 PENUTUP…………………………………………………………………..
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….
LAMPIRAN-
LAMPIRAN………………………………………………………………………
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Ekosistem merupakan satu kesatuan antara komunitas dengan lingkungannya.
Di dalam ekosistem terjadi interaksi antara komunitas sebagai komponen biotik
(makhluk hidup) dengan lingkungannya sebagai komponen abiotik (makhluk tak
hidup). Komponen biotik terdiri dari makhluk hidup (Luci, 2012). Ekosistem adalah
tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan (biotik maupun
abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling mempengaruhi dan saling
tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis
dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan
interaksi kehidupan dalam alam (Dephut, 1997).
Ekosistem adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat hubungan
antara struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem
tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman spesies (species diversity).
Ekosistem yang mempunyai struktur yang kompleks, memiliki keanekaragaman
spesies yang tinggi.Sedangkan istilah fungsi dalam definisi ekosistem berhubungan
dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen komponen ekosistem
(Tansley, 1935).
Istilah Ekologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu :Oikos = Tempat Tinggal
(rumah) Logos = Ilmu, telah. Oleh karena itu Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan
lingkungnya (Ernest Haeckel, 1869).ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan
fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur ekosistem
menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu
termasuk keadaan densitas organisme, biomassa, penyebaran materi (unsur hara),
energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem
tersebut (Odum, 1994).

1.2 Tujuan umum


Memfasilitasi proses pembelajaran secara langsung untuk melatih daya nalar
dan kritis dengan penelaahan, pengamamatan,
pengukuran tentang ekosistem hutan mangrove

1.3. Tujuan khusus


1) Mahasiswa lebih mengenal dan mengetahui serta memahami tentang ekosistem
mangrove secara langsung dengan cara pengamatan dan diskusi interaktif
2) Mahasiswa mengetahui dan memahami serta mengerti jenis-jenis vegetasi mangrove
beserta ciri-ciri bagian mangrove (akar, batang, daun, bunga dan buah) serta biota
(hewan) mangrove, baik pada bagian teresterial ataupun akuatik
3) Mahasiswa mengetahui dan memahami ragam variable yang mempengaruhi
kelangsungan hidup dari mangrove dan interaksi yang terjadi (predasi, simbiosis, dan
kompetisi)
4) Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dan manfaat ekologi dari hutan mangrove
1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum Ekologi Laut Tropis adalah agar dapat memahami
tentang habitat dan siklus hidup dari ekosistem Mangrove.
Kegunaan dari praktikum Ekologi Laut Tropis adalah
agar mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti dan memahami keragaman hayati
yang ada di mangrove.
BAB II
Teori Ekosistem Hutan Mangrove
 
2.1 Definisi
Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas
oleh kawasan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula mula kawasan hutan
mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan payau) karena sifat habitatnya yang
payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga
disebut hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa
portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa inggris) yang berarti belukar atau hutan
kecil (Arief, 2003). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas
tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata
mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk
menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Anonim, 2003).  Mangrove juga dapat digunakan
untuk menyebut populasi tumbuh tumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai
perakaran Pneumatophores (akar nafas) dan tumbuh di antara garis pasang surut (Steenis,
1978). Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang”. Berdasarkan SK Dirjen
Kehutanan No. 60/Kpts/Dj/I/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di
sepanjang pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu
pasang dan bebas genangan pada waktu surut (Arief, 2003). 
Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai merupakan suatu persekutuan
hidup alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah pantai dan disekitar
muara sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan hutan yang khas dan dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan
merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomis
yang memiliki berbagai manfaat (Farimansyah, 2005). Adapun tumbuhan yang dominan
hidup di daerah hutan mangrove adalah bakau. 
Bakau merupakan jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal
yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan
bakau tumbuh di daerah tropis dan subtropics, yang berfungsi sebagai pelindung pantai dari
terjangan gelombang secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan bakau dicirikan oleh
adanya lapisan lumpur dan sedimen halus. Hutan bakau juga menjadi tempat hidup bagi
habitat liar dan memberikan perlindungan alami terhadap angin yang kuat, gelombang yang
dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga gelombang tsunami (Anonim, 2005).
Di kota Tarakan kawasan Konservasi hutan manggrove Tarakan yang buat ceritanya
kurang lebih 21 ha memang telah menjadi salah satu icon wisata kota Tarakan, selain tempat
tempat wisata lain seperti obyek wisata kawasan pantai amal kawasan hal kecil bersejarah di
pantai memburu ngan dan beberapa tempat wisata lainnya. Kawasan hutan Mangrove ini,
telah berfungsi sebagai paru-paru kota Tarakan dan melindungi kawasan wilayah pesisir
pulau Tarakan dari bahaya Abrasi akibat hantaman gelombang laut untuk kepentingan ilmu
pengetahuan keberadaan utang untuk ini telah bermanfaat sebagai laboratorium hidup oleh
sejumlah peneliti utan dari dalam dan luar negeri.
Banyak sudah peneliti dari dalam dan luar negeri yang pernah datang berkunjung dan
mengadakan observasi di kawasan hutan mengerut ini. Sampai hari ini, pemerintah kota
Tarakan tidak kantinya terus memperbaiki kawasan konservasi hutan Mangrove yang terletak
di jalan Gajah Mada sini untuk dijadikan salah satu Destinasi pariwisata di kota Tarakan.
Berbagai fasilitas Penunjang wisata yang dibutuhkan telah dibangun di dalam kawasan hutan
mengerut ini. Dengan satu catatan bahwa semua pembangunan fasilitas Penunjang Ini tidak
merusak ekosistem dan suasana Kasran yang ada.Identitas visual merupakan salah satu yang
dibutuhkan KKMB untuk memajukan kawasan ini karena dapat membentuk persepsi
masyarakat terhadap kawasan ini. Identitas juga perlu karena dengan identitas dapat membuat
kawasan ini mudah untuk dikenali oleh pengunjung dan atau masyarakat kawasan ini.
 
2.2 Habitat mangrove 
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur,
terutama di daerah endapan lumpur yang terakumulasi (Chapman, 1977 dalam Rusila et al.,
1999). Menurut Warsono (2000) ekosistem mangrove hanya dapat ditemukan di daerah tropis
dan subtropis serta dapat berkembang dengan baik pada lingkungan seperti pantai yang
dangkal, muara sungai dan pulau yang terletak pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai
berikut :
 
1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari
lumpur, pasir atau pecahan karang.
2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada
saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem
itu sendiri.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang
berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur.
4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidal lebih dari 5C dan suhu rata- rata di bulan
terdingin lebih dari 20C.
5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt.
6. Arus laut tidak terlalu deras dan dipengaruhi pasang surut air laut.
7. Tumbuh di tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan
8. gempuran ombak yang kuat.
9. Topografi pantai yang datar atau landai.
Dengan memiliki habitat yang berada di wilayah pasang surut, adaptasi morfologi
merupakan salah satu mekanisme penyesuaian mangrove dengan kondisi habitat seperti itu.
Menurut Tomlinson (1986) dalam Arisandi (1999) sejumlah mangrove memiliki sistem
perakaran yang unik. Disamping fungsinya sebagai alat pertukaran udara, sistem perakaran
ini juga memungkinkan akar penyerap zat hara tumbuh cepat ke dalam lapisan endapan
sehingga akar penyerap tidak kekurangan oksigen.
Sistem perakaran mangrove tersebut menurut Rusila et al. (1999) adalah sebagai berikut
:
1. Akar udara (Aerial root)
Struktur yang menyerupai akar, keluar dari batang, menggantung di udara dan bila
sampai ke tanah dapat tumbuh seperti akar biasa. Beberapa kadang-kadang
menyerupai struktur akar yang dimiliki oleh famili Rhizophoraceae.
 
2. Akar banir/papan (Buttress)
Akar berbentuk seperti papan miring yang tumbuh pada bagian bawah batang, dan
berfungsi sebagai penunjang pohon seperti pada Kandelia sp.
 
3. Akar lutut (Knee root)
Akar yang muncul dari tanah kemudian melengkung ke bawah sehingga
bentuknya menyerupai lutut. Tanaman yang mempunyai tipe perakaran seperti ini
adalah Bruguiera sp.
 
4. Akar nafas (Pneumatophore)
Akar yang tumbuhnya tegak, muncul dari dalam tanah, pada kulitnya terdapat
celah-celah kecil yang berguna untuk pernafasan. Tanaman yang mempunyai tipe
perakaran seperti ini adalah Avicennia sp. dan Sonneratia sp.
 
5. Akar tunjang (Stilt-root)
Akar yang tumbuh dari batang di atas permukaan dan kemudian memasuki tanah,
biasanya berfungsi untuk penunjang mekanis seperti pada famili Rhizophoraceae.
 
2.3 Fungsi dan Manfaat Mangrove 
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi
pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya
abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove
adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan,
sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera,
kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove
yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan
tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).
Hutan mangrove mempunyai keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia
sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan. 
Fungsi mangrove dibedakan menjadi 5 golongan yaitu;
(1) Fungsi Fisik
Menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut, melindungi dan
tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, dll. 
(2) Fungsi Kimia
Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen, 
sebagai penyerap karbondioksida. 
(3) Fungsi Biologi
Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang serta berkembangbiak bagi burung dan
satwa lain, sebagai kawasan pemijahan dan daerah asuhan bagi udang.
(4) Fungsi Ekonomi 
Penghasil ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu (nektar), penghasil
kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga.
(5) Fungsi Wisata
Sebagai kawasan wisata alam pantai, sebagai lahan konservasi dan lahan penelitian
(Suwignyo, 2007).
Ekosistem hutan mangrove mempunyai arti penting karena tidak sedikit jumlah
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini (Sugiarto dan Willy,
2003). Disamping itu adanya berbagai komponen rantai makanan yang saling bergantung
pada ekosistem mangrove ini, yaitu serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove, yang
prosesnya dimulai oleh bakteri dan cendawan yang mengubah daun-daun menjadi detritus
yang disebut sebagai bahan organik. Selanjutnya bahan organik ini menjadi makanan bagi
udang atau rebon, kemudian binatang pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang,
dan kepiting. Demikian seterusnya sampai pada tingkat yang lebih tinggi

2.4   Penyebaran Hutan Mangrove 


Penyebaran hutan mangrove di Indonesia telah diteliti oleh berbagai institusi baik
organisasi internasional maupun nasional melalui departemen atau lembaga. Lembaga FAO
(1982) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia 4,25 juta hektar, PHPA-AWB (1987)
memperkirakan tinggal 3,23 juta hektar, sedangkan menurut RePPPRot (1985-1989)
memperkirakan 3,79 juta hektar, dan GIESEN (1993) memperkirakan luas hutan mangrove
Indonesia tinggal 2,49 juta hektar. Untuk mengurangi ketidakpastian luas hutan mangrove
maka DITJEN INTAG DEPHUT (1993) memperkirakan bahwa luas hutan mangrove
Indonesia tinggal 3,74 juta hektar (Anonim, 2004). Dari data di atas dapat diketahui bahwa
kawasan hutan mangrove mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun dalam pengelolaan
yang bersifat lestari. Hal ini adalah suatu latar belakang perlunya 
partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan mangrove di negara kita.
Permasalahan Hutan Mangrove Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan
konservasi kawasan hutan mangrove ( Arief, 2003). Adapun penyebab kerusakan mangrove
yang kerap terjadi menurut Kusmana (1994) adalah Pencemaran oleh minyak dan logam
berat, Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan lingkungan, seperti budidaya
tambak udang dan ikan, lahan pertanian, pembuatan jalan raya, industri, produksi garam,
penggalian pasir laut, dan Penebangan/pemanenan hasil hutan secara berlebihan (Anonim,
2003).

 
2.5 Kerangka Pemikiran 
Kondisi hutan mangrove yang ada saat ini berada dalam situasi yang sangat
mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari luas hutan mangrove yang mengalami penyusutan tiap
tahunnya. Keadaan ini tidak terlepas dari kerusakan yang disebabkan oleh alam, dan terutama
oleh manusia. Lestarinya kawasan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh aktifitas yang
terjadi di sekitar hutan itu
sendiri. Partisipasi masyarakat disekitarhutan mangrove sangat diperlukan untuk mensuksesk
ankegiatan pelestarian hutan mangrove.
Oleh sebab itu sangatdiperlukan masyarakat yang memiliki jiwa partisipasi yang tinggi. Nam
un tingkat partisipasi tiap-tiap masyarakatberbeda. 
Hal ini disebabkan oleh karakteristik individu tiapmasyarakat tersebut berbeda-beda. Ti
ngkat partisipasimasyarakat dapat dinilai dari tindakan-tindakan masyarakatdalam kegiatan p
elestarian hutan mangrove yang berkelanjutan di desa penelitian.
Tindakan pelestarian itudapat berupa kegiatan penanaman bibit (baik dari lembagadesa maup
un individu masyarakat), kegiatan pemeliharaanhutan mangrove, pengawasan terhadap hutan 
mangrove, hingga pemanfaatan yang bersifat lestari. Hasil
yang diharapkan dari adanya partisipasi masyarakat dalampelestarian hutan mangrove adalah 
terciptanya kawasan hutanmangrove yang lestari. 
Keadaan ini juga akan memberikan pengaruh kepadalingkungan di sekitar hutan mangr
ove, dapat berupa manfaatekologi (lingkungan), manfaat biologi, hingga manfaatekonomi ba
gi masyarakat sekitar hutan itu. Namun pada kenyataannya ada beberapa kendala yang memp
engaruhitingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutanmangrove. Kendala ini dapat 
menghambat partisipasimasyarakat untuk ikut dalam kegiatan pelestarian kawasanmangrove.

2.6 Interaksi
Hutan Mangrove tidak hanya teleponan yang hidup di sana namun juga banyak
hewan yang saling berinteraksi antara hewan dengan tumbuhan. Sesuai dengan pengamatan
saya mencoba menjabarkan interaksi apa saja yang terjadi di hutan manggrove:
1. Predasi
predasi merupakan interaksi antar makhluk hidup di mana salah satu organisme
memaksa organisme lain contohnya adalah ikan tempakul(mudskipper) dengan
kerang
2. Simbiosis
merupakan suatu interaksi antar makhluk hidup yang merupakan hubungan yang
memberikan dampak mengenai kehidupan suatu organisme
- Simbiosis Mutualisme contohnya crustace dengan akar mangrove
3. Kompetisi
interaksi ini merugikan bagi kedua spesies.

BAB III
Metode Kuliah Lapang

3.1 Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Sabtu, 9 Januari 2021

Pukul : 10.00 – 12.00 WITA

Tempat/Lokasi : Kawasan Konservasi Mangrove dan Benkantan (KKMB)


Jln. Gajah Mada, Strat Buntu – Kota Tarakan
3.2 Alat dan Bahan

1. Pulpen dan Buku


2. Pengaris
3. Meteran
4. Kamera/HP
5. Plastik transparan ukuran 1 kiloan
6. Berpakaian bebas rapi
7. WAJIB menggunakan Masker dan Sarung Tangan

3.3 Prosedur Kuliah Lapang

1. Pengamatan
- Mengamati dan secara visualisasi mengenai jenis-jenis vegetasi
hutan mangrove dan ciri-ciri hutan mangrove : akar, batang, daun,
bunga dan buah
- Mengetahui berbagai jenis biota (hewan) yang terdapat di lingkungan
ekosistem mangrove dan mengamati contoh interaksi yang terjadi
(simbiosis, kompetisi dan predasi) pada lingkungan hutan mangrove)
- Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dan manfaat ekologi dari
hutan mangrove
2. Pengukuran dan Pencatatan
- Melakukan pengukuran dan pencatatan pada komponen vegetasi
mangrove, seperti : daun, bunga, dan buah yang disertai dengan
dokumentasi
- Melakukan dokumentasi dan pencatatan tentang ragam jenis dan
fungsi dari akar vegetasi mangrove
- Melakukan dokumentasi dan pencatatan tentang biota (hewan)
teresterial dan akuatik yang terdapat pada lingkungan hutan
mangrove.
3. Diskusi dan Wawancara
- Dosen pengampun mendampingi dan melakukan diskusi dengan
mahasiswa sepanjang perjalanan di lingkungan KKMB. Hal yang
didiskusikan adalah yang menjadi tujuan dari kegiatan kuliah lapang
- Mahasiswa melakukan diskusi (Tanya jawab) dengan dosen
pengampun tentang lingkungan ekosistem mangrove
- Mahasiswa melakukan wawancara kepada petugas KKMB dan
pengunjung KKMB tentang fungsi dan peran ekosistem mangrove
secara ekologi dan ekonomis atau hal lainnya mengenai hutan
mangrove.
4. Pelaporan
- LAPORAN DIKERJAKAN PERORANGAN
- Lakukan pengamatan, pengukuran, pencatatan, dan dokumentasi
serta wawancara pada lingkup ekosistem mangrove sesuai dengan
kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan di atas
- Bekerja secara kelompok sesuai dengan tugasnya, agar lebih efektif
dan efisien sehingga tujuan kuliah lapang tercapai
- Laporan akhir dikerjakan pada file MS-word, font : times new
roman, ukuran huruf 12, spasi 1,5 dan terjilid rapi
- Hasil kerja kelompok hard-file terjilid dan soft-file tersimpan dalam
flash disc dengan nama file : Kelompok
1/2/3/4/...dst_Mangrove_SLT_Agribisnis/Hukum
- Hasil kerja diberikan kepada dosen pengampun secara langsung atau
melalui ketua lokal pada 1 minggu kemudian setelah kuliah lapang
- Jika ada pertanyaan jangan ragu/malu, silahkan menghubungi dosen
pengampun
- Sekian dan Terima Kasih
BAB IV
HASIL

4.1 FLORA

NAMA NAMA LATIN DAUN BUNGA AKAR BATANG BUAH

BAKAU RHIZOPHORA 18CM 5CM 1M 3M 15CM

API-API AVICENNIA 13CM 4CM 1M 2M 6CM


MARINA

BIUS BRUGUIERA 13CM 7CM 1M 2M 1CM


PARVIFLOM
BAKA RHIZOPHORA 15CM - 1M 3M -
ITAM MUCROMATA

BAKAU

BATANG BUNGA

DAUN
AKAR
BUAH

API-API
BATANG
BUNGA

DAUN AKAR
BIUS

BATANG BUNGA

DAUN AKAR
BAKA ITAM

DAUN BATANG

AKAR
4.2 FAUNA

NAMA NAMA LATIN BERAT PANJANG

TUPAI SCANDETIA 42g 12CM

BIAWAK VARANUS 5kg 70CM


SALVATOR

KEPITING UCA SP 300g 7CM


BEKANTAN NASALIS +-20kg 76cm
LARVATUS

TEMPAKUL PERIOPTHALAMUS 2 ONS 10CM


SP

BAB V
PEMBAHASAAN
5.1 flora

- Bakau merupakan tumbuhan golongan rhizopora, bakau dikenal sebagai salah satu
pohon penyusun ekosistem mangrove. Hasil kerja lapang yang kami lakukan di
hutan mangrove tarakan, didapati berupa daun bakau berwarna hijau, daun
penumpuh yang meruncing serta buah yang berkecambah serta berakar ketika
masih dipohon (vivipara). Dan hasil pengamatan kami adapun ukuran yang telah
kami ukur dalam proses pengukuran yang dimana daunnya berukuran 18cm,bunga
5cm,akar 1m, batang +-3m,buah 15cm.
- Api-api merupakan tumbuhan golongan avicennia alba blume dimana biasanya
terdapat pada habitat rawa mangrove. Pohin api-api adalah salah satu tumbuhan
yang hidup dipinggir laut yang dapat berfungsi menangkis ombak dari lautan,
karena komunitasnya yang banyak dan cepat tumbuh. Api-api termaksud
golongan pohon dengan ketinggian +-2m kulit kayu berwarna keabu-abuan atau
gelap kecoklatan, beberapa tangkai terdapat tonjolan kecil, sementara yang lain
sering memiliki permukaan yang halus. Permukaan daun berwarna perak kelabu
atau putih dengan susunan daun tunggal dan bersilang, berbentuk planset hingga
lonjong dengan ujung runcing yang panjangnya sekitar +-13cm berada diujung
atau ketiak daun pada pucuk dengan ukuran diameter 0,4-0,5cm, jumlah kelopak
5heleai, mahkota 4 dan benang sari . buah umumnya berbentuk biji cabai
berwarna hijau kekuningan dengan ukuran +-6cm.
- Tumbuhan bius atau yang lebih dikenal nama latin BRUGUIERA PARVIFLOM
merupakan tanaman yang memiliki ukuran daun +-13cm, bunga 7cm,akar 1m,
batang 2m, buah 1cm.
- Tumbuhan bakai itam atau yang dikenal nama latin RHIZOPHORA
MUCRONATA memiliki daun elips lebar sampai memanjang ujung tulang daun
runcing dengan ukuran +-15cm, memiliki tinggi pohon +-3m, akar 1m.

5.2 fauna
- Tupai adalah segolongan mamalia kecil yang mirip dan kerap dikelirukan,
dengan bajing. Secara ilmiah, tupai tidak sama dan jauh kerabatannya dari
keluarga bajing. Tupai memiliki berat +-42g dan panjang 12cm.
- Biawak adalah sebangsa kadal beukuran menengah dan besar. Biawak berukuran
panjang +-sekitar 1,5m dan berat 5kg dengan panjang 70cm.
- Kepiting adalah sejenis kepiting yang hidup diekosistem hutan bakau. Kepiting
dengan karapas bentuk bundar telur, lebih lebar daripada panjang, pemukaan
karapas halus lokos, dan agak mencembung. Memiliki berat sekitar 300g dan
panjang 7cm.
- Bekantan atau biasa disebut monyet belanda merupakan satwa endemic pulau
Kalimantan. Belantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung
yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan dengan berat
sekitar 20kg dan panjang 76cm.
- Tempakul adalah jenis ikan dari beberapa marga yang termaksud kedalam anak
oxudercinae. Ikan-ikan ini senang melompat-lompat ke darat. Ikan ini memiliki
berat sekitar 2ons dan panjang 10cm.
-
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English).
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen,
atau juga hutan bakau. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara
sungai.
Hutan mangrove sangat berbeda dengan tumbuhan lain di hutan pedalaman tropis dan
subtropis, ia dapat dikatakan merupakan suatu hutan di pinggir laut dengan kemampuan
adaptasi yang luar biasa. Akarnya, yang selalu tergenang oleh air, dapat bertoleransi terhadap
kondisi alam yang ekstreem seperti tingginya salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat
unik dan menjadi suatu habitat atau ekosistem yang tidak ada duanya.
Hutan mangrove memiliki ciri-ciri fisik yang unik di banding tanaman lain. Hutan
mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu
berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor
yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun
mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat
facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar.
6.2 Saran
Untuk melestarikan keberadaan hutan bakau maka saya sebagai penyusun
menyarankan agar masyarakat menghentikan segala bentuk aktivitas yang dapat merusak
hutan bakau dan melakukan usaha rehabilitasi baik untuk mencegah kerusakan hutan bakau
maupun memulihkan kembali kondisi hutan bakau yang telah rusak. Selain itu pemerintah
juga perlu mempertegas undang-undang yang mengatur tentang perusakan kawasan hutan
dan menggalakkan program-program penyelamatan hutan bakau.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A, dkk. 2002. Biologi Jilid III. Jakarta: Penerbit Erlangga

Anonim.2013.http://www.pusatbiologi.com/2013/03/komponen-ekosistem.html.

Arief, A.. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius.

Coto, Z. T. B. Suselo, S. Rahardjo, J. Purwanto, E. M. Adiwilaga, dan P. J. H.


Nainggolan. 1986. Interaksi Ekosistem Hutan Mangrove dan Ekosistem
Perairan di Daerah Eustaria. Diskusi pael daya guna dan batas lebar hijau
hutan mangrove. Ciloto: Proyek Lingkungan Hidup LIPI dan Departemen
Kehutanan.

Wiharyanto, D. dan Asbar L. 2010. Kajian pengelolaan hutan mangrove di


kawasan konservasi Desa Mamburungan Kota Tarakan Kalimantan Timur.
Media Sains 2(1) : 10-17.

Sumber:http://repository.usu.ac.id
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
KERANGKA ...
repository.usu.ac.id › bitstream › handle
Lampiran-lampiran

Anda mungkin juga menyukai