DISUSUN OLEH
Tegar Bagas Primatura (A219129)
Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BW, pengaturan tentang
hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang
tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur
dalam undang undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend
recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan
baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan .
Harta benda;
Harta adalah sesuatu yang dapat diperoleh dan dapat di kumpulkan oleh manusia
dengan suatu tindakan baik berwujud materi maupun non materi.Mencari harta yang
halal maupun berkah adalah anjuran Agama, karena dengan harta kita dapat bertahan
hidup dengan kebutuhan yang sempurna.
Suatu perjanjian dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak, tanpa ada pihak yang
bersepakat maka perjanjian tersebut tidak akan lahir, begitu juga mengenai pribadi
yang membuat perjanjian tersebut. Setiap orang yang mebuat perjanjian tersebut harus
mengerti kepada siapa dia membuat perjanjian, dan bagaimana kondisi dan status
orang yang sedang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian. Karena perjanjian
harus dibuat dengan penuh pertanggung jawaban. Dalam hal ini Pasal
1330 KUHPerdata mengatur mengenai orang yang tidak cakap membuat perjanjian,
yaitu :
Orang yang belum dewasa, dalam hal ini dalam pasal 330 KUHPerdata menjelaskan
bahwa kecakapan diukur bila para pihak telah mencapai umur 21 tahun atau kurang
dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya. Jadi bagi mereka yang telah
berumur 21 tahun dapat mengadakan suatu perjanjian dengan tanggung jawab penuh,
begitu juga orang dibawah 21 tahun tetapi yang sehat pikirannya. dan menurut
undang-undang perkawinan UU no 1 tahun 74 “Kecakapan bagi pria adalah ketika dia
berumur 19 tahun dan bagi wanita adalah ketika ia berumur 16 tahun”.
Orang yang berada di bawah pengampuan. Orang yang dibawah pengampuan tidak
dapat membuat perjanjian, artinya orang seperti ini walau terlihat dewasa namun tidak
dapat mengurusi dirinya dan orang lain, begitu juga dengan orang yang gelap mata
dan seorang pemboros. Orang yang berada dibawah pengampuan harus diwakilkan
oleh walinya.
Seorang perempuan (dalam hal ini tidak berlaku semenjak diberlakukannya Undang-
Undang Perkawinan)
dan semua orang yang dilarang oleh undang-undang untuk membuat sebuah
perjanjian.
dalam point 1 dan 2 adalah mengenai syarat subyektif karena mengenai orang-
orangnya yang membuat suatu perjanjian, sedangkan point 3-4 adalah syarat obyektif,
karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.
Berikut adalah penjelasan mengenai orang yang cakap dalam suatu perjanjian,
semoga bermanfaat dan dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat.