Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL

ISLAM DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

UNIVERSITAS BALIKPAPAN TAHUN 2021


Jl. Pupuk Raya, Gn. Bahagia, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kota
Balikpapan, Kalimantan Timur 76114
DAFTAR ISI.....................................................................................
1. Judul.......................................................................................
2. Latar belakang........................................................................
3. Rumusan masalah...................................................................
4. Tujuan pembahasan................................................................
5. Pembahasan............................................................................
 A. Peran agama islam dalam pengentasan kemiskinan
 B. Solusi mengatasi kemiskinan dalam islam
6. Kesimpulan.............................................................................
7. Daftar pustaka.........................................................................
1. JUDUL
“ISLAM DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN”
2. LATAR BELAKANG
Islam sebagai agama yang banyak dianut oleh rakyat Indonesia selayaknya memiliki
andil (saham) yang besar terhadap pemberantasan kemiskinan bangsa ini. Sebagaimana
kita maklumi bahwa kemiskinan adalah masalah bangsa Indonesia yang tiada pernah
menemui titik terangnya. Setiap tahun kemiskinan semakin bertambah yang biasanya
didahului oleh surplus Sumber Daya Manusia (SDM) usia remaja yang memasuki usia
kerja. Karena terbatasnya lapangan pekerjaan maka berdampak pada pengangguran yang
berimplikasi pada kemiskinan rakyat. Sebagai sebuah agama yang nilai-nilai luhurnya
bersumber dari tuhan (wahyu) maka Islam seharusnya mampu membaca kondisi yang ada
dan berusaha melakukan respon yang benar dan tepat guna. Dengan demikian kemiskinan
tidak lagi menjadi momok bangsa yang berlarut-larut tanpa menemui jalan tengah (solusi).
Dan hal ini juga karena hakikatnya ajaran Islam itu mengandung nilai-nilai implikatif yang
responsif, konstruktif, dan inovatif terhadap kehidupan umat manusia.

Masalah kemiskinan yang merajalela di berbagai negara, terlebih di Negara Muslim


yang tak pernah terselesaikan, menjadi suatu fenomena yang harus dipecahkan. Karena
kemiskinan menjadi beban yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang
menghadapinya. Sebagian orang menganggap bahwa kemiskinan bukanlah suatu hal yang
perlu dipermasalahkan, karena miskin merupakan takdir dari Allah SWT yang harus
dihadapi. Namun pada hakikatnya, Islam tidak menghendaki umatnya menjadi miskin.
Islam sangat memperhatikan kesejahteraan umatnya. Untuk mengentaskan kemiskinan
yang ada, Islam mempunyai cara dan alternatif yang variatif. Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Islam memandang
kemiskinan, dan bagaimana Islam mengatasi dan mengentaskan kemiskinan yang melanda
umat muslim di dunia.

2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut:

1. Bagaimana peran Ajaran agama islam dalam menanggulangi kemiskinan?


2. Apa saja solusi yang dapat menanggulangi kemiskinan?
3. TUJUAN PEMBAHASAN
A. Untuk mengetahui bagaimana peran agama islam dalam upaya pemenuhan kebutuhan
pokok dan pengentasan kemiskinan.

B. Untuk mengetahui bagaimana solusi membrantas kemiskinan dalam perspektif islam.

4. PEMBAHASAN
A. Peran agama islam dalam pengentasan kemiskinan
Islam dengan segala ajaran luhur yang terkandung didalamnya memiliki proyeksi
yang jauh ke depan yang bertujuan untuk memelihara kepentingan dan kemaslahatan
umat manusia. Dalam Islam kita mengenal zakat (baik fitrah maupuu mâl). Sebagai
salah satu dari rukun Islam yang lima zakat fitrah ternyata mampu memberikan solusi
nyata (konkrit) dalam mengatasi kemiskinan umat. Betapa tidak, setiap orang yang
memiliki harta yang telah mencapai nisab (batas minimal harta) dan haulnya (batas
minimal waktu) diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya dengan persentase yang telah
diatur dalam syariat. Zakat itu nantinya akan didistribusikan kepada orang-orang fakir
lagi miskin dan tujuh golongan lainnya sebagaimana termaktub dalam Alquran (QS. at-
Taubah [9]: 61). Dengan demikian tidak akan ada lagi kesenjangan sosial antara si kaya
dan si miskin. Tidak ada lagi sikap saling mencurigai dan mengintimidasi. Karena si
kaya memilki kepedulian terhadap nasib orang miskin dan si miskin pun merasa
diayomi dengan santunan yang diberikan oleh kaum elit (aghniyâ’) itu. Inilah yang
kemudian kita sebut sebagai inti ajaran Islam yang begitu memperhatikan
perikemanusian.

Ibadah lain yang juga kita kenal dan selalu kita kerjakan secara rutin, lima waktu
dalam sehari semalam adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang dilakukan untuk
melakukan kontak langsung dengan sang khâlik, Allah SWT. Dimana setiap muslim
diwajibkan untuk menjalankannya tanpa pengecualian. Dari ibadah shalat tersebut
sejatinya memiliki nilai psikologis yang tinggi dan sarat makna. Dalam shalat berjamaah,
ritual ini akan dipimpin oleh seorang pemandu yang disebut imâm dan dibelakangnya
terdapat jamaah yang disebut makmûm. Formulasi ini menggambarkan kepada kita bahwa
hidup yang teratur dan nyaman itu haruslah dibawahi oleh seorang pemimpin yang
memiliki kredibilitas tinggi dan berwibawa. Di samping rakyat yang patuh dan taat kepada
pemimpinnya selama pemimpin itu berada pada koridor (aturan) yang benar. Manakala
pemimpin itu melakukan kesalahan maka rakyat sepatutnya menegur dengan teguran yang
sopan dan tidak anarkis. Hal ini karena kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin tidak
selamanya disebabkan faktor kesengajaan, bisa saja karena kelalaian atau lupa. Lebih jauh
dari itu, seorang pemimpin pun harus merasa senang jika kesalahannya diingatkan oleh
rakyat dan bersedia untuk mundur dari jabatannya jika ternyata dia terbukti tidak lagi
mampu memimpin rakyatnya.
Perihal ibadah shalat di atas juga memberikan pengertian kepada kita bahwa hidup
yang teratur itu juga akan menjadikan kehidupan rakyat sejahtera dan bahagia. Betapa
tidak, pemimpin dan rakyat berjalan seiring, sejalan dan selangkah menuju misi alias
tujuan yang diinginkan. Sehingga dalam melakukan segala hal, seluruh komponen
masyarakat dilibatkan tanpa terkecuali. Tidak ada lagi diskriminasi dan demarkasi antara
rakyat kecil dengan orang kaya yang berlimpahkan harta. Tidak ada lagi golongan
mayoritas dan kelompok minoritas. Semunya berkedudukan sama di mata Allah SWT.
Yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya adalah derajat ketakwaannya
kepada-Nya semata. Sehingga sikap saling menghargai, menyayangi, dan mengasihi akan
terwujudkan (tercermin) dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian sikap serakah,
mau menang sendiri, monopoli harta tidak akan kita dapatkan lagi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara memiliki kepedulian sosial yang tinggi
terhadap nasib saudaranya. Sikap altruisme pun akan tumbuh dan berkembang pesat dalam
kehidupan mereka. Hal ini yang kemudian menciptakan iklim masyarakat yang sejahtera
dan bahagia.

B. Solusi mengatasi kemiskinan dalam islam

1. Zakat
Islam tidak bersikap acuh tak acuh dan membiarkan nasib fakir miskin terlantar.
Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu yang ada pada harta
orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti yaitu zakat. Sasaran utama zakat
adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.

2. Sedekah sukarela dan kebajikan individu


Seorang muslim adalah pribadi yang mulia dan muslim sejati adalah insan yang suka
memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diminta.
Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak diminta. Ia suka berderma (memberikan infak)
di kala senang maupun susah, secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Ia
melakukannya bukan karena cinta kemegahan atau kepopuleran dan bukan pula karena
takut adanya hukuman dari pihak penguasa. Sifat-sifat ini serta hal-hal yang memotivasi
agar memiliki sifat ini banyak didapatkan dalam al-Qur’an maupun hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Siapakah di antara kalian yang mencintai harta ahli warisnya lebih daripada mencintai
hartanya sendiri? Mereka menjawab, ”Wahai Rasulullah! Tidak ada seorang pun di antara
kami melainkan lebih mencintai hartanya sendiri.” lalu beliau bersabda, ”Sesungguhnya
hartanya sendiri itu ialah apa yang telah dipergunakannya (disedekahkannya) dan harta
ahli warisnya ialah apa yang ditinggalkannya.(shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 6442)).

3. Pendistribusian Zakat Infaq dan Shodaqoh (ZIS)


Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011 menjelaskan bahwa pendistribusian zakat
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan, dan kewilayahan.

Dilihat dari pengertian distribusi dan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di atas, maka yang
dimaksud pendistribusian (ZIS) adalah kegiatan mempermudah dan memperlancar
penyaluran (pembagian dan pengiriman) dana dari muzzaki kepada mustahiq, sehingga
dana ZIS dapat tersalurkan tepat sasaran dan sesuai dengan yang diperlukan mustahiq.

4. Meningkatkan Kualitas SDM


Rasulullah selalu memotivasi para sahabatnya yang terjebak dalam kemiskinan untuk
bekerja, karena hal itu lebih baik daripada meminta – minta. Hal itu dilakukan karena jika
seseorang memiliki keahlian maka keahlian itu yang akan membantu orang tersebut bias
bekerja bahkan mendapatkan perkerjaan yang lebih baik.

Pemerintah harus bisa terus mengembangkan SDM khususnya yang berada di daerah
pedesaan, kebanyakan kemiskinan terjadi karena orang desa yang pindah ke kota tapi tidak
dibarengi dengan kemampuan atau skill yang baik. Sehingga hal itulah yang menyebabkan
kemiskinan di kota - kota besar.

Salah satu cara untuk mengembangkan SDM adalah dengan membangun sistem
pendidikan yang baik khususnya pendidikan vokasi, karena sistem pendidikan vokasi
mengajarkan skill yang bisa langsung digunakan untuk bekerja, apalagi sekarang sudah
memasuki era industri 4.0 yang mana jika seseorang tidak memiliki skill tentu akan sulit
bagi orang tersebut untuk bersaing. Saya rasa hal tersebut sangat mungkin direalisasikan di
Indonesia khususnya di pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh.

5. Melaksanaka ibadah haji


Dan yang terakhir yang juga terbukti ampuh untuk mengentaskan kemiskinan adalah
ibadah haji (al-hajj). Haji adalah rukun Islam yang kelima yang wajib dijalankan bagi
mereka yang sudah mampu. Mampu dalam arti kecukupan biaya untuk melakukan
perjalanan ke sana, ada biaya untuk keluarga yang ditinggalkan dan sehat jasmani maupun
rohani tentunya serta adanya mahram (pendamping) bagi perempuan. Ibadah haji banyak
memberikan inspirasi umat Islam untuk melakukan bisnis dan mengilhami manusia untuk
menciptakan alat transportasi modern. Betapa tidak, ketika musim haji tiba para penjahit
tentu akan kebanjiran pesanan untuk membuat pakaian ihram yang berdampak pada
melonjaknya omzet (pendapatan). Kelompok tertentu mengadakan bimbingan haji plus
demi kelancaran pelaksaan ibadah haji di Makkah al-Mukarramah nantinya bagi para
calon jamaah haji. Tentu bimbingan haji ini tidak gratis tetapi juga menghasilkan rezeki
yang tidak kecil. Bimbingan ini juga tentu akan melibatkan banyak orang dari kalangan
akademis (‘ulamâ’) yang juga akan membantu dan memberikan peluang bagi mereka
untuk mengais rezeki yang halal lagi baik. Di sisi lain, jarak yang jauh antara Indonesia
dan Makkah membuat manusia berfikir untuk menciptakan alat transportasi baru. Dengan
demikian mereka juga akan mendapatkan keuntungan jika proyek mereka itu berhasil dan
lebih jauh dari itu kenyamanan pelaksaan ibadah haji akan dirasakan dengan adanya
pesawat-pesawat baru.

Para jamaah haji yang melaksanakan prosesi ibadah haji di Makkah akan merasakan
betapa indahnya ukhuwah dan kebersamaan umat Islam. Di negeri (tempat) itu semua
umat Islam dari segala penjuru dunia berkumpul menggunakan pakaian yang sama,
pakaian ihram yang berwarna putih. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa
solidaritas dan merasa senasib dan sepenanggungan baik dalam ibadah maupun muamalah.
Sepulang dari tanah suci, jamaah haji akan kembali berbaur dengan masyarakat tempat
mereka bermukim sebelumnya. Mereka akan menceritakan kisah-kisah, pengalaman
spiritual selama berada di sana. Hal ini tentu akan memberikan kontribusi, motivasi
kepada masyarakat untuk menumbuhkan spiritualitas mereka, untuk konsisten (istiqâmah)
mengabdi kepada Allah SWT. Selain itu para jamaah haji juga akan mengamalkan
pengalaman spiritual mereka di negeri tercinta mereka. Kebersamaan yang mereka rasakan
di sana tentu akan mendorong mereka untuk meringankan beban sesama muslim karena
sudah merasa senasib dan sepenanggungan. Sehingga kebutuhan mereka juga menjadi
tanggung jawab bersama untuk memenuhinya. Dengan demikian predikat haji mabrur itu
akan didapatkan, yaitu akan mendapatkan balasan surga di akhirat kelak (al-hajj al-mabrûr
laisa lahu al-jazâ’ illa al-jannah).

6. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas tentu akan semakin menambah keyakinan kita akan
kebenaran agama Islam yang selama ini kita anut dan yakini. Ternyata semua unsur rukun
Islam itu memiliki nilai filosofis yang tinggi yang salah satunya adalah dalam rangka
mengentaskan kemiskinan bangsa. Hal ini lah yang akan meperkuat dua kalimat syahadat
(syahadatain) yang sudah sekian lama kita ikrarkan. Tidak ada lagi keraguan akan
persaksian kita bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang wajib disembah kecuali Allah SWT dan
Muhammad SAW adalah utusan-Nya yang membawa risalah ketuhanan dan keagamaan.
Sehingga pondasi keislaman kita akan semakin kuat dan tidak akan pernah goyah
wapaupun badai kencang datang mengoncang sekalipun. Hal ini karena keyakinan yang
dilandasi oleh alasan yang argumentatif, hujjah matînah, dan bukti yang logis itu akan
mudah dan tetap terkristal dalam hati (qalbu) dibandingkan dogma semata. Bagi kaum
non-muslim, jika mereka ingin mendalami hakikat dari ajaran Islam tentu mereka akan
mendapati bahwa Islam adalah benar-benar agama yang peduli dengan umat, kehidupan
dan kemanusian. Hal ini tentu berdasarkan misi Islam yang akan terus menebarkan rahmat
bagi seluruh alam (rahmatan li al-‘âlamîn). Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.

7. Daftar pustaka
Ibn Ma’jah Abu’ Abdilla’h Muhammad bin Yazid al-Quzwayni, Sunan Ibn Majah, Juz 2.
t.tp.: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.

Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i Bisyarhi al-Suyuthi
Kwa Hasyiyah al-Sanadi, juz 8. Beirut : Dar al-ma’rifah, 1420H.
As-Shadr, Muhammad Baqir. 2008. Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna. Jakarta:Az-
Zahra.

Diana, Ilfi Nur. 2012. Hadis-hadis Ekonomi. Malang:UIN MALIKI PRESS.

Muna, Arif Chasanul. 2012. “Prinsip-prinsip Penanganan Kemiskinan Di Madinah Pada


Masa Nabi Muhammad SAW”, 9(2): 1-13

RI, Departemen Agama. 2005. Mushaf Al-Quran dan Terjemah. Depok: Al-Huda
Kelompok Gema Insani.

Wargadinata, Wildana. 2011. Islam dan Pengentasan Kemiskinan. Malang: UIN-MALIKI


PRESS.

Anda mungkin juga menyukai