2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut:
4. PEMBAHASAN
A. Peran agama islam dalam pengentasan kemiskinan
Islam dengan segala ajaran luhur yang terkandung didalamnya memiliki proyeksi
yang jauh ke depan yang bertujuan untuk memelihara kepentingan dan kemaslahatan
umat manusia. Dalam Islam kita mengenal zakat (baik fitrah maupuu mâl). Sebagai
salah satu dari rukun Islam yang lima zakat fitrah ternyata mampu memberikan solusi
nyata (konkrit) dalam mengatasi kemiskinan umat. Betapa tidak, setiap orang yang
memiliki harta yang telah mencapai nisab (batas minimal harta) dan haulnya (batas
minimal waktu) diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya dengan persentase yang telah
diatur dalam syariat. Zakat itu nantinya akan didistribusikan kepada orang-orang fakir
lagi miskin dan tujuh golongan lainnya sebagaimana termaktub dalam Alquran (QS. at-
Taubah [9]: 61). Dengan demikian tidak akan ada lagi kesenjangan sosial antara si kaya
dan si miskin. Tidak ada lagi sikap saling mencurigai dan mengintimidasi. Karena si
kaya memilki kepedulian terhadap nasib orang miskin dan si miskin pun merasa
diayomi dengan santunan yang diberikan oleh kaum elit (aghniyâ’) itu. Inilah yang
kemudian kita sebut sebagai inti ajaran Islam yang begitu memperhatikan
perikemanusian.
Ibadah lain yang juga kita kenal dan selalu kita kerjakan secara rutin, lima waktu
dalam sehari semalam adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang dilakukan untuk
melakukan kontak langsung dengan sang khâlik, Allah SWT. Dimana setiap muslim
diwajibkan untuk menjalankannya tanpa pengecualian. Dari ibadah shalat tersebut
sejatinya memiliki nilai psikologis yang tinggi dan sarat makna. Dalam shalat berjamaah,
ritual ini akan dipimpin oleh seorang pemandu yang disebut imâm dan dibelakangnya
terdapat jamaah yang disebut makmûm. Formulasi ini menggambarkan kepada kita bahwa
hidup yang teratur dan nyaman itu haruslah dibawahi oleh seorang pemimpin yang
memiliki kredibilitas tinggi dan berwibawa. Di samping rakyat yang patuh dan taat kepada
pemimpinnya selama pemimpin itu berada pada koridor (aturan) yang benar. Manakala
pemimpin itu melakukan kesalahan maka rakyat sepatutnya menegur dengan teguran yang
sopan dan tidak anarkis. Hal ini karena kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin tidak
selamanya disebabkan faktor kesengajaan, bisa saja karena kelalaian atau lupa. Lebih jauh
dari itu, seorang pemimpin pun harus merasa senang jika kesalahannya diingatkan oleh
rakyat dan bersedia untuk mundur dari jabatannya jika ternyata dia terbukti tidak lagi
mampu memimpin rakyatnya.
Perihal ibadah shalat di atas juga memberikan pengertian kepada kita bahwa hidup
yang teratur itu juga akan menjadikan kehidupan rakyat sejahtera dan bahagia. Betapa
tidak, pemimpin dan rakyat berjalan seiring, sejalan dan selangkah menuju misi alias
tujuan yang diinginkan. Sehingga dalam melakukan segala hal, seluruh komponen
masyarakat dilibatkan tanpa terkecuali. Tidak ada lagi diskriminasi dan demarkasi antara
rakyat kecil dengan orang kaya yang berlimpahkan harta. Tidak ada lagi golongan
mayoritas dan kelompok minoritas. Semunya berkedudukan sama di mata Allah SWT.
Yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya adalah derajat ketakwaannya
kepada-Nya semata. Sehingga sikap saling menghargai, menyayangi, dan mengasihi akan
terwujudkan (tercermin) dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian sikap serakah,
mau menang sendiri, monopoli harta tidak akan kita dapatkan lagi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara memiliki kepedulian sosial yang tinggi
terhadap nasib saudaranya. Sikap altruisme pun akan tumbuh dan berkembang pesat dalam
kehidupan mereka. Hal ini yang kemudian menciptakan iklim masyarakat yang sejahtera
dan bahagia.
1. Zakat
Islam tidak bersikap acuh tak acuh dan membiarkan nasib fakir miskin terlantar.
Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu yang ada pada harta
orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti yaitu zakat. Sasaran utama zakat
adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.
Siapakah di antara kalian yang mencintai harta ahli warisnya lebih daripada mencintai
hartanya sendiri? Mereka menjawab, ”Wahai Rasulullah! Tidak ada seorang pun di antara
kami melainkan lebih mencintai hartanya sendiri.” lalu beliau bersabda, ”Sesungguhnya
hartanya sendiri itu ialah apa yang telah dipergunakannya (disedekahkannya) dan harta
ahli warisnya ialah apa yang ditinggalkannya.(shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 6442)).
Dilihat dari pengertian distribusi dan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di atas, maka yang
dimaksud pendistribusian (ZIS) adalah kegiatan mempermudah dan memperlancar
penyaluran (pembagian dan pengiriman) dana dari muzzaki kepada mustahiq, sehingga
dana ZIS dapat tersalurkan tepat sasaran dan sesuai dengan yang diperlukan mustahiq.
Pemerintah harus bisa terus mengembangkan SDM khususnya yang berada di daerah
pedesaan, kebanyakan kemiskinan terjadi karena orang desa yang pindah ke kota tapi tidak
dibarengi dengan kemampuan atau skill yang baik. Sehingga hal itulah yang menyebabkan
kemiskinan di kota - kota besar.
Salah satu cara untuk mengembangkan SDM adalah dengan membangun sistem
pendidikan yang baik khususnya pendidikan vokasi, karena sistem pendidikan vokasi
mengajarkan skill yang bisa langsung digunakan untuk bekerja, apalagi sekarang sudah
memasuki era industri 4.0 yang mana jika seseorang tidak memiliki skill tentu akan sulit
bagi orang tersebut untuk bersaing. Saya rasa hal tersebut sangat mungkin direalisasikan di
Indonesia khususnya di pendistribusian zakat, infaq dan shodaqoh.
Para jamaah haji yang melaksanakan prosesi ibadah haji di Makkah akan merasakan
betapa indahnya ukhuwah dan kebersamaan umat Islam. Di negeri (tempat) itu semua
umat Islam dari segala penjuru dunia berkumpul menggunakan pakaian yang sama,
pakaian ihram yang berwarna putih. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa
solidaritas dan merasa senasib dan sepenanggungan baik dalam ibadah maupun muamalah.
Sepulang dari tanah suci, jamaah haji akan kembali berbaur dengan masyarakat tempat
mereka bermukim sebelumnya. Mereka akan menceritakan kisah-kisah, pengalaman
spiritual selama berada di sana. Hal ini tentu akan memberikan kontribusi, motivasi
kepada masyarakat untuk menumbuhkan spiritualitas mereka, untuk konsisten (istiqâmah)
mengabdi kepada Allah SWT. Selain itu para jamaah haji juga akan mengamalkan
pengalaman spiritual mereka di negeri tercinta mereka. Kebersamaan yang mereka rasakan
di sana tentu akan mendorong mereka untuk meringankan beban sesama muslim karena
sudah merasa senasib dan sepenanggungan. Sehingga kebutuhan mereka juga menjadi
tanggung jawab bersama untuk memenuhinya. Dengan demikian predikat haji mabrur itu
akan didapatkan, yaitu akan mendapatkan balasan surga di akhirat kelak (al-hajj al-mabrûr
laisa lahu al-jazâ’ illa al-jannah).
6. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas tentu akan semakin menambah keyakinan kita akan
kebenaran agama Islam yang selama ini kita anut dan yakini. Ternyata semua unsur rukun
Islam itu memiliki nilai filosofis yang tinggi yang salah satunya adalah dalam rangka
mengentaskan kemiskinan bangsa. Hal ini lah yang akan meperkuat dua kalimat syahadat
(syahadatain) yang sudah sekian lama kita ikrarkan. Tidak ada lagi keraguan akan
persaksian kita bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang wajib disembah kecuali Allah SWT dan
Muhammad SAW adalah utusan-Nya yang membawa risalah ketuhanan dan keagamaan.
Sehingga pondasi keislaman kita akan semakin kuat dan tidak akan pernah goyah
wapaupun badai kencang datang mengoncang sekalipun. Hal ini karena keyakinan yang
dilandasi oleh alasan yang argumentatif, hujjah matînah, dan bukti yang logis itu akan
mudah dan tetap terkristal dalam hati (qalbu) dibandingkan dogma semata. Bagi kaum
non-muslim, jika mereka ingin mendalami hakikat dari ajaran Islam tentu mereka akan
mendapati bahwa Islam adalah benar-benar agama yang peduli dengan umat, kehidupan
dan kemanusian. Hal ini tentu berdasarkan misi Islam yang akan terus menebarkan rahmat
bagi seluruh alam (rahmatan li al-‘âlamîn). Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.
7. Daftar pustaka
Ibn Ma’jah Abu’ Abdilla’h Muhammad bin Yazid al-Quzwayni, Sunan Ibn Majah, Juz 2.
t.tp.: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.
Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i Bisyarhi al-Suyuthi
Kwa Hasyiyah al-Sanadi, juz 8. Beirut : Dar al-ma’rifah, 1420H.
As-Shadr, Muhammad Baqir. 2008. Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna. Jakarta:Az-
Zahra.
RI, Departemen Agama. 2005. Mushaf Al-Quran dan Terjemah. Depok: Al-Huda
Kelompok Gema Insani.