Nim: 202041224
Pendahuluan
“Filsafat diawali oleh Thales yang, untungnya, bisa dilacak masa hidupnya
berdasarkan fakta bahwa ia pernah meramalkan terjadinya gerhana matahari, yang
menurut para astronom terjadi pada 585 SM. Filsafat dan ilmu pengetahuan – yang
semula tidak terpisah – dengan demikian lahir bersama di awal abad ke 6 SM.
Peradaban Yunani Kuno telah dimulai sekitar abad 3000 Sebelum Masehi. Terdapat
tiga bangsa besar yang hidup pada masa Yunani Kuno, yaitu: Bangsa Doria, tinggal di
Peloponesos dengan ibukota Sparta. Bangsa Ionia, tinggal di Attica dengan ibukota
Delphi.
Pada zaman kuno, nama Pythagoras dikaitkan dengan berbagai penemuan matematika
dan ilmiah, seperti teorema Pythagoras, lima bangun ruang, teori kesebandingan, teori
bumi bulat, dan gagasan bahwa bintang timur dan barat adalah planet yang sama,
yaitu Venus. Konon ia juga adalah orang pertama yang menyebut dirinya sebagai
filsuf ("pecinta kebijaksanaan") dan membagi dunia menjadi lima zona iklim. Namun,
para ahli sejarah klasik masih memperdebatkan apakah Pythagoras benar-benar telah
membuat temuan-temuan ini, dan banyak pencapaian yang dikaitkan dengan namanya
mungkin sudah ada sebelumnya atau dicetuskan oleh rekan atau penerusnya. Selain
itu, masih diperdebatkan apakah ia benar-benar telah bersumbangsih terhadap bidang
matematika atau filsafat alam.
PARMENIDES
BAB XI SOKRATES
Plato diyakini sebagai seorang filsuf yang berperan besar dalam perkembangan
filsafat Yunani Kuno dan filsafat barat secara umum. Sumbangsih yang besar juga
diberikan oleh guru Plato, yakni Sokrates , dan murid Plato, yakni Aristoteles. Selain
sebagai filsuf, Plato juga dikenal sebagai salah satu peletak dasar agama-agama
barat dan spiritualitas. Pemikiran Plato dikembangkan menjadi Neoplatonisme oleh
para pemikir seperti Plotinus dan Porphyry. Neoplantonisme memberi pengaruh besar
bagi perkembangan Kristianitas, terutama memengaruhi pemikiran para Bapa
Gereja seperti Agustinus. Filsuf Alfred North Whitehead bahkan mengapreasiasi Plato
dengan mengatakan, "Karakterisasi umum yang paling aman dari tradisi filosofis
Eropa adalah bahwa tradisi ini terdiri dari serangkaian catatan kaki untuk Plato".
Gagasan dari plato yaitu : yang pertama , gagasan tentang utopia, yang kedua teorinya
tentang ide-ide. Ketiga, pendapatnya yang mendukung imortalitas. Keempat,
pandangan kosmogoninya. Kelima, konsep tentang pengetahuan yang lebih
bersumber dari ingatan dari pada persepsi.
Imortalitas dimengerti sebagai kehidupan dalam suatu bentuk yang berlangsung terus
tiada akhirnya dan kelangsungan hidup pribadi setelah kematian. Imortalitas jiwa
merupakan suatu ciri dari sistem-sistem yang berorientasi pada nilai idealisme,
dualisme, pluralisme dan bukan ciri sistem-sistem materialistik, sebab itu jiwa atau
diri.
ditafsir sebagai produk pemfungsian tubuh. Plato sendri meyakini bahwa jiwa berada
sebelum dan sesudah kehidupan. Jiwa sudah mengalami pra-eksistensi di mana ia
menetap bersama ide-ide. Namun setelah itu ia mengalami inkarnasi dan masuk ke
dalam tubuh. Namun sebaliknya Aristoteles melihat jiwa dan badan adalah
dwitunggal dan kedwitunggalannya itu, ia mengenalnya sebagai "Instrumentisme
kehidupan. Manusia harus dipandang sebagai kesatuan, dan dalam kesatuan itu, jiwa
merupakan keselesaian (aktus) demikianjuga manusia juga harus dipandang diakui
sebagai "Morphe". Perbedaan pandangan ini membangun pemahaman yang unik
mengenai konsep imortalitas yang saat ini berkembang dalam pemahaman agama,
khususnya dalam kekristenan.
Ada tiga penrahantan tentang etika: pertarna. etika sebagai cara atau pandangan hidup
(r,rrr o/ lifc) sepeni etika keagamaan Kedua. etika sebaqai ku m pu lan atu ran tentang
ringkah laku(nnrul codc) seperti etika perilaku. etika profesi dan sebagainl,a. Keriga.
etika sebagai upay,a analisis lerhadap utav o/ life dan nnrol codcl -"-ang ketiga ini
etika sebagai sebuah cabang filsafat yakui: metaetika(Paul Edlvard- 1972:81-82)
Penting urrtuk diketahLri bahwaantara etik dan rnoral secara ulrlunr dapat dibedakan.
Bila noral menyangkur nilai-nilai hidup dan dipegang teguh oleh rnasvarakat: rnaka
etik lebih nrerupakan "criticol .studie.s ort nnralih"\4enurut Plato. tLrjuan ntanusia
adalah audoimonia. vcll hcing atau hidup l,ang baik (K. Bertens. 1988 I16). dan
eudaimonia ini nrerupakan triuan teninggi dalam hidup manusia (lbid: 90). Bagi
PIato. idea-idea rnerupakar vang sungguh-sultgguh ada. idea-idea itu mernirnpin budi
ntanusia. men jad i contoh dalam hal-hal vang ada di dunia penca laman. D i antara
idea-idea tersebut. tingkatan tertinggi adalah idea kebaikan (Tha Good) (Poejau,ijatna.
1980: 30).
Filsafat dalam pemaghaman Russell adalah sesuatu yang berada di antara teologi dan
sains. Filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang
pengetahuan definitive tentangnya. Disini dapat kita di lihat bagaimana
perkembangan pemikiran para Filsuf dari tahun ke tahun, dimana para filsuf memiliki
pemahaman dan pemikiran yang berbeda-beda dalam Ilmu Pengetahuan, yang mana
pemikiran-pemikiran mereka masih ada dan terpakai sampai saat ini. Sejarah Filsafat
adalah upaya untuk menunjukkan bagaimana pengaruh ideologi para filsuf membawa
kepada terbentuknya filsafat tertentu.
relasi antara filsafat dan teologi, yaitu keduanya adalah dua sarana yang
dianugerahkan Allah kepada manusia, sehingga manusia dapat memahami dan
mengenal siapa diri-Nya dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Dalam perspektif
teologi injili, kedua hal tersebut tidak jarang berseberangan, sehingga menghasilkan
sesuatu yang perdebatan yang serius. Keduanya diusahakan untuk dapat
berdampingan dan menajamkan di dalam kekristenan.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa filsafat dan teologi adalah sesuatu yang netral
dan tergantung kepada siapa yang mempergunakannya. Dapat diibaratkan seperti
‘pisau’, yang dapat digunakan untuk memasak sesuatu yang indah bila berada di
tangan seorang koki, namun juga dapat digunakan untuk membunuh jika berada di
tangan orang yang jahat.
Selain itu, filsafat dan teologi dimana masing-masing adalah ada di dalam diri
manusia sebagai manusia ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan Dia. Oleh
sebab itu, keduanya sudah seharusnya direlasikan dalam kondisi yang harmonis, yaitu
bukan saling bertentangan, melainkan saling membangun dalam tugasnya sebagai
sarana pengenalan akan Allah serta sebagai kerangka untuk membangun teologi.