Anda di halaman 1dari 4

Tugas bahasa Indonesia sejarah pahlawan nasional

12 TKRO 1

Kelompok ll

1)Ahmad azay maulana

2)Liana restu ningrum

3)Muhammad iqbal
Pangeran Diponegoro dalam Melawan Penjajahan di Tanah Jawa

" Pangeran Diponegoro"

Nama Pangeran Diponegoro mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Beliau
merupakan salah satu pahlawan nasional yang turut melawan penjajahan Belanda.
Saya dan kelompok saya akan menjelaskan tentang sosok Pangeran Diponegoro
serta peristiwa Perang Diponegoro sebagai upaya perlawanan terhadap penjajahan
Belanda.
Pangeran Diponegoro adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III memiliki
nama asli Raden Mas Ontowiryo, lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta.
Sosok Pangeran Diponegoro dikenal secara luas karena memimpin Perang
Diponegoro atau disebut sebagai Perang Jawa karena terjadi di tanah Jawa. Perang
ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda
selama masa pendudukannya di Nusantara.
Perang tersebut terjadi karena Pangeran tidak menyetujui campur tangan Belanda
dalam urusan kerajaan. Selain itu, sejak tahun 1821 para petani lokal menderita
akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan
Jerman. Van der Capellen mengeluarkan dekrit pada tanggal 6 Mei 1823 yang
menyatakan bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib
dikembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824. Namun, pemilik lahan
diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan Eropa.
Pangeran Diponegoro membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan dengan
membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata
dan makanan. Kekecewaan Pangeran Diponegoro juga semakin memuncak ketika
Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat
rel kereta api melewati makam leluhurnya. Beliau kemudian bertekad melawan
Belanda dan menyatakan sikap perang.
Pada hari Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang
memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan
Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah. Meskipun kediaman Diponegoro
jatuh dan dibakar, pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena
lebih mengenal medan di Tegalrejo. Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan
pasukannya bergerak ke barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan
meneruskan ke arah selatan hingga keesokan harinya tiba di Goa Selarong yang
terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.
Pangeran Diponegoro kemudian pindah ke Selarong, sebuah daerah berbukit-bukit
yang dijadikan markas besarnya. Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa
Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan
Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa sebelah barat yang disebut Goa
Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaannya, sedangkan Raden Ayu
Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya
wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.
Penyerangan di Tegalrejo memulai perang Diponegoro yang berlangsung selama
lima tahun. Diponegoro memimpin masyarakat Jawa, dari kalangan petani hingga
golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya
sebagai dana perang, dengan semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi
tekan pati”; “sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”.
Sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Bahkan Diponegoro
juga berhasil memobilisasi para bandit profesional yang sebelumnya ditakuti oleh
penduduk pedesaan, meskipun hal ini menjadi kontroversi tersendiri. Perjuangan
Diponegoro dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual
pemberontakan. Dalam perang jawa ini Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi
dengan I.S.K.S. Pakubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati
Gagatan.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun
1829, Kyai Mojo, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul
kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Alibasah Sentot
Prawirodirjo menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830,
Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana,
Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa
anggota laskarnya dilepaskan. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro ditangkap
dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di
Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.

Perang Diponegoro yang terjadi selama lima tahun (1825 – 1830) telah menelan
korban tewas sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa, sementara korban tewas di
pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi.

Selain melawan Belanda, perang ini juga merupakan perang (sesama) saudara
antara orang-orang keraton yang berpihak pada Diponegoro dan yang anti-
Diponegoro (antek Belanda). Akhir perang ini menegaskan penguasaan Belanda
atas Pulau Jawa.

Setelah perang Diponegoro, pada tahun 1832 seluruh raja dan bupati di Jawa
tunduk menyerah kepada Belanda kecuali bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat
III, justru hendak menyerang seluruh kantor belanda yang berada di kota-kota
karesidenan Madiun dan di jawa tengah seperti Wonogiri, karanganyar yang
banyak dihuni oleh Warok.

Begitulah peristiwa perang Diponegoro yang dipimpin langsung oleh Pangeran


Diponegoro. Semoga setelah membaca artikel ini, pengetahuan SMP Sobat
mengenai perjuangan para pahlawan nasional akan semakin bertambah, ya. Sebab
menurut Presiden Soekarno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati
jasa para pahlawannya.

Anda mungkin juga menyukai