Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL


MATA KULIAH Al-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

Disusun oleh :

Program Studi S1 Keperawatan Tingkat 2B

Mukhsin Abdulah C1714201051

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MUHAMMADIYAH SEBAGAI
GERAKAN SOSIAL”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata Al Islam dan kemuhammaddiyahan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.

Tasikmalaya,23 Sepetember 2018

 Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Nilai-nili dan ajaran sosial-kemanusiaan Muhammdiyah......... 3
B. Gerakan peduli kepada fakir miskin dan anak yatim............... . 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 7
B. Saran............................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar untuk
berjalan pada ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un pun sering digalakkan. Hal
ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial yang dilakukan Muhammadiyah. Dan bisa kita
lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai amal usaha, mulai dari pondok anak
yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit pun ada. Ini sebagai pengejawantahan
dari interpretasi terhadap surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan kemakmuran
masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki
terciptanya negara yang baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak
didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih berusaha untuk
menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat, fakir
miskin dan yatim piatu. Hal inilah yang menjadi penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai proses penguatan kembali
sistem paham dan jati diri sesuia dengan prinsip-prinsip ideal gerakan menuju pada tercapainya
kekuatan muhammadiyah sebagai gerakan islam yang menjalakan fungsi dakwah dan tajdid
menju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1.     Bagaimana yang di maksud nilai-nilai sosial kemanusiaan?
2.     Bagaiamana gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu yang Muhammadiyah sudah
lakukan?

1
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas penulis berharap para pembaca
dapat:
1.      Memahami nilai-nilai sosial kemanusiaan.
2.      Mengerti dan ikut dalam gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.  NILAI-NILAI SOSIAL KEMANUSIAAN (TEOLOGI AL-MA’UN)


Ayat yang menjadi landasan bagi gerakan-gerakan sosial dalam Islam, itulah Al-Ma'un.
Surah ini pendek, ayatnya tidak banyak, hanya sekitar tujuh ayat. Tapi maknanya yang
menggetarkan dada, tidak sekadar menjadi bacaan di kala shalat fardhu, melainkan juga
memberikan inspirasi-inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif: kesadaran atas
realitas sosial yang timpang. Al-Maun dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya
“sindiran”: Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase yang digunakan oleh Al-Qur'an
terasa sangat menohok: "pendusta agama". Kita tentu akan penasaran siapakah mereka yang
dihardik oleh Al-Qur'an dengan ungkapan "pendusta agama" itu?
Ayat kedua dan ketiga memberikan penjelasan. Pertama, orang yang menghardik anak
yatim (ayat 2). Kedua, menolak memberi makan orang miskin (ayat 3). Buya Hamka memberi
tafsir atas ayat ini dengan kata "menolakkan". Di  dalam ayat kedua  tertulis yadu'-'u  (dengan
tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Kata tersebut ditafsirkan orang lain dengan
"menghardik" atau sejenisnya, tetapi kata Hamka yang lebih tepat adalah "menolakkan". Kata
"menolak" itu bermakna  membayangkan kebencian yang sangat. Artinya, jika seseorang merasa
benci dengan anak yatim karena keyatimannya, berarti ia mendustakan agama. Sebabnya ialah
rasa sombong dan rasa bakhil, menurut Hamka. Membenci anak yatim berarti membenci
keberasalan Nabi Muhammad. Sebab, Nabi adalah anak yatim, yang dipinggirkan oleh
keluarganya, hidup dengan menggembala, berkutat dengan kemiskinan di masa kecilnya.
Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan egaliterisme. Islam menolak
stratifikasi sosial-ekonomis yang berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam
sistem sosial yang bertingkat. Anak yatim adalah mereka yang malang, tak mampu mengelak
dari takdir bahwa kasih sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan oleh ayah dan ibu mereka
yang telah tiada. Atau, tidak memberi porsi perhatian kasih-sayang pada kita.
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah
menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka
dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".

3
Dan ini menunjukkan pula bahwa Islam memiliki visi kemanusiaan. Dan visi kemanusiaan
ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata atau kehidupan sehari-hari. Dengan memberi
makan orang miskin yang memerlukan. Mengutamakan sifat individualis, berarti seseorang telah
melanggar visi kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan hanya bersifat vertikal,
terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah kemanusiaan yang membebaskan dan
mencerahkan.
Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya, dengan lebih lantang, mengatakan
pada kita: “Maka celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana mungkin, pengabdian
transendental seorang muslim, melalui shalatnya kepada Allah, disebut sebagai perbuatan yang
tidak hanya sia-sia, tapi juga mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang shalat (ayat 4-7). Pertama, mereka
yang lalai dalam shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat riya' (ayat 6). Ketiga, mereka
yang menolak memberi pertolongan. Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai" berarti shalat tanpa
diikuti oleh kesadaran sebagai hamba Allah. Kata Buya Hamka: "Saahuun; asal arti katanya ialah
lupa. Artinya dilupakannya apa maksud sembahyang itu, tidak didasarkan atas pengabdian
kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa kesadaran, adalah sebuah kelalaian,
begitu tafsir Buya Hamka. Kesadaran penting, manakala kita melakukan purifikasi atas niat
beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat ikhlasnya pada sesuatu yang bukan pada
Allah. Menisbatkan sesuatu yang seharusnya dipersembahkan pada Allah misalnya: shalat dan
ibadah justru kepada benda ciptaan Allah. Shalat dalam kerangka ini hanya membawa
kecelakaan. Kata Buya Hamka, kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin,
kadang-kadang kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu dikerjakannya karena
ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih moderen, shalat hanya dijadikan citra
untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.
Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman yang lain lagi. Orang-orang yang
mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong. Sebab, kata Buya Hamka tidak ada rasa
cinta di dalam hatinya, yang ada ialah rasa benci. Memberi pertolongan adalah wujud
kemanusiaan. Dan menolak memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam kesusahan,
melawan hakikat kemanusiaan. Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol kebohongan dan
kepalsuan, sementara menolak memberi bantuan adalah simbol individualisme dan kezaliman.

4
Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta agama. Sehingga, wajar jika Sayyid Quthb dalam
tafsirnya menyebut bahwa Al-Ma'un memperlambangkan pertemuan dimensi sosial dan ritual
agama. Ini menunjukkan bahwa agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke
seluruh sel-sel kehidupan nyata.
Maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau, mengamalkan bukan sekadar
menghafal atau membaca ayat tersebut. Namun, mengamalkan berarti mempraktikkan al-Ma’un
dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu", lanjut KH Ahmad Dahlan, “carilah anak-anak
yatim, bawa mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan
dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup,
dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian". KH Ahmad Dahlan lantas
mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan kemudian melaksanakan apa yang sudah
difirmankan Allah tersebut. Dari sana, lahirlah Muhammadiyah dengan amal usahanya. Inilah
teologi Al-Ma'un, landasan bagi gerakan sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus
batas jama'ah, menembus batas ormas, bahkan menembus batas-batas agama.

B.  GERAKAN PEDULI PADA FAKIR MISKIN DAN YATIM PIATU


Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu salah satunya adalah berzakat. Di
jelaskan dalam Surat At-Taubah : 60 tentang kelompok penerimaan zakat, fakir miskin dan yatim
piatu termasuk golongan yang wajib menerima zakat. Karena anak yatim dan yatim piatu adalah
anak yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik ayahnya atau ibunya atau keduanya dan
belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah sendiri. Sedangkan fakir miskin adalah
golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka. Ada yang
mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang dari separuh kebutuhannya,
sedangkan miskin pendapatannya kurang dari kebutuhannya tetapi pendapatannya diatas 50%
kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan  institusionalisasi teologi Al-Ma’un yang diharapkan
perduli pada kaum tersebut dalam mengikis problematika social. Muhammadiyah dalam praktisi
sosial dengan pemihakan terhadap kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan anak yatim,
mengilhami Muhammadiyah untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan, panti asuhan, rumah
sakit, dan tempat layanan sosial lainnya. Pendirian tempat layanan sosial adalah kepedulian
Muhammadiyah kepada kaum miskin dan kepentingan umat.

5
Dalam realitas keseharian dapat  disaksikan banyak orang kaya Islam khusyuk merata
dahi di atas sajadah, semantara di sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan gizi dan di grogoti
penyakit. Banyak orang rajin beribadah padahal kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan
mendera saudara-saudaranya. Fakta dan realitas kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi.
Kemiskinan terjadi akibat kemungkaran sosial dan dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu,
tetapi masalah bersama yang harus di cari jalan keluarnya. Dalam kontek ini muhammadiyah
dapat memainkan peran strategis, dengan member sumbangsi nyata terhadap masyarakat

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar untuk
berjalan pada ranah sosial. Saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai amal usaha, mulai dari
pondok anak yatim, sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit

B. SARAN
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup manusia. Seharusnya
kita ikut berpartisipasi dalam dakwah tersebut. Karena dengan dakwah tersebut menggerakkan
dinamika kehidupan masyarakat Islam di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial-budaya.

7
DAFTAR PUSTAKA

http://fitrafg.blogspot.in/2014/11/memahami-gerakan
http://munawarohblog.blogspot.com/2012/11/muhammadiyah-gerakan-sosial
http://www.artikelsiana.com

Anda mungkin juga menyukai