Makala LK Dua Wim
Makala LK Dua Wim
KODE MAKALAH: J
Diajukan Untuk Mengikuti Intermediate Training (LK II) HMI Cabang Konawe
Disusun Oleh:
Wahyu ismaman
2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Wahyu ismaman
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pancasila sebagai dasar negara lahir dalam proses pergulatan panjang,
mengatasi pertempuran ideologi yang berlangsung kala itu. Ia mula-mula muncul
sebagai refleksi bangsa di tangan Soekarno, kemudian perlahan merambat masuk
kedalam sanubari masyarakat Indonesia. Pancasila memang bukanlah originalitas
olah fikir Soekarno sebagai mana iya akui sendiri, ia merupakan endapan nilai dan
jati diri bangsa yang telah berpuluh-puluh tahun tertancap dalam di bumi pertiwi,
soekarno adalah penggali dan penemu. Namun soekarno adalah sosok penting
dalam proses penemuan bersejarah ini.
Diketahui bahwa konseptualisasi Pancasila mula-mula merupakan kreasi
Bung Karno, tetapi ia bukanlah karya individual. Dalam fase perumusan,
penyempurna hingga pengesahannya terdapat banyak perkawinan gagasan,
pendapat, masukan dan perubahan, sebelum akhirnya mencapai konsensus
bersama.
Karena pancasila adalah hasil karya bersama, secara otomatis ia memiliki
daya perekat yang9 sangat kuat. Pancasila tidak hendak mengakui satu kelompok
di atas kelompok lain, tidak juga mengakomodir manyoritas di atas minoritas
yang lain. Pancasila tepatnya sebagai alat pemersatu bangsa, di mana semua
golongan yang hidup di dalam negara pancasila, indonesia diakui hak dan
keberadaannya .
Lahirnya negara pancasila didasari semangat kolektif untuk bebas dari
penjajah dengan terbentuknya negara merdeka, adil, berdaulat, dengan pengakuan
tegas adanya Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan menjadi causa prima dari
elemen terbentuknya negara Pancasila, Indonesia.1 Dalam artian, terbentuknya
negara Pancasila berbeda dengan cara pandang liberal yang melihat negara
sebagai status tertentu yang terbentuk atas perjanjian masyarakat dari individu-
individu yang bebas. Pernyataan diatas ingin menyatakan bahwa manusia
dilahirkan dengan hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu dikuatkan
1
Mahfud MD, “strategi pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila”
pula sebagaimana pembukaan UUD, yang menyatakan bahwa negara terbentuk
atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas.2
Negara pancasila tidak berhenti pada tujuan untuk mendirikan negara dalam
bentuk negara yang berdaulat, namun yang paling penting adalah negara
memperhatikan warganya untuk menjadi individu - individu yang mampu berlaku
adil kepada lingkungan sosial atas dasar maniefestasi sifat-sifat Tuhan Yang Maha
Esa. Sesuai dengan sila – sila yang terkandung dalam Pancasila, manusia
Indonesia bukan saja menjadi manusia yang taat kepada tuhannya, namun juga
menjadi manusia yang adil – berdab (sila kedua), manusia yang mengedepankan
persatuaan (sila ketiga), mendahulukan musyawarah dalam setiap persoalan
negara (sila keempat), dan insan yang berlaku adil kepada seluruh elemen bangsa
(sila kelima).
Negara pancasila secara nomenklatur memang bukanlah negara Islam, akan
tetapi esensinya sama dengan perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam. Itu
mengafirmasikan bahwa Islam merupakan sebuah agama universal, ia bukan saja
hanya sekedar pelaksanaan ibadah kepada Tuhan, melainkan merupakan bentuk-
bentuk pelaksanaan hubungan memanusiakan manusia, atau dalam hal ini adalah
memperbaiki hubungan kepada sesama manusia, tampa melihat apa agamanya,
suku, budaya, bahasa dan ras.
Dalam telaah islam sebagai konsep yang utuh tersebut telah menimbulkan
perdebatan ideologis filosofis dalam hubungannya dengan dengan negara. Telaah
atas hubungan antara islam dengan pancasila menjadi menarik untuk sama-sama
kita dudukkan, setidaknya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu; Islam
dan pancasila kerap kali dibeturkan keduanya acap kali dipersepsikan sebagai dua
cara pandang yang berbeda dan saling besebrangan.
Maka dalam makala ini akan mengungkap nilai-nilai Islam yang terkandung
dalam setiap hukum yang berlaku dan Jika kita telaah lebih mendalam lima sila
pancasila betapapun sangatlah Islami, dan bahkan dikonfirmasikan oleh ayat-ayat
Alquran .
2
Lihat pembukaan UUU 1945 .
B. Rumusan masalah
3. Bagaimana konsep pancasila dan islam sebagai titik temu ideologi besar
dunia?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui korelasi antara nilai-nilai pancasila dengan nilai-nilai
ajaran Islam .
2. Mengetahui bahwa Pancasila dan Islam sebagai simpul yang menyatukan
ideologi-ideologi besar dunia
3. Mengetahui wawasan negara dalam al-Qur’an
4. Mengetahui negara Pancasila dan negara Islam esensial
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian
kualitatif, artinya metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara
mendalam terhadap suatu masalah yang ingin dikaji, sehingga menekankan
pencarian makna, konsep, karakteristik gejala, maupun deskripsi tentang suatu
fenomena.
Dengan melalui pendekatan studi pustaka yaitu suatu jenis penelitian yang
dilakukan dengan meneliti secara mengumpulkan data-data dan referensi dari
literatur-literatur atau buku-buku akademik, dan data-data tersebut kemudian
dianalisis, serta disajikan dalam bentuk naratif.
PEMBAHASAN
5
Yudi Latif, Op. Cit., h. 10
ketika mengkaji pemikira-pemikiran tertentu yang beliau anggap penting, seperti
Marxisme.6
Hal yang sama Soekarno tunjukan pada saat menyampaikan isi pidatonya
pada sidang BPUPK pertama.Tampak nilai-nilai fundamen sebagai basis negara
yang di usung Bung Karno telah dilontarkan oleh para anggota BPUPK yang
lainnya sebelum beliau. Terlebih Muhammad yamin dan Soepomo, adalah dua
penggagas konsep dasar negara yang hampir menyerupai pancasila yang ia
kemukakan dikemudian hari. Tetapi konsep Pancasila yang di usung Soekarno
adalah yang mampu menarik seluruh perhatian dan berhasil menggalang
konsensus dari para anggota BPUPK sebagai common denominator.7
Tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno dalam kesempatannya
menyampaikan konsepsi Pancasila lewat pidatonya. Ia mengatakan “dalam
mengadakan negara Indonesia merdeka itu, harus dapat meletakkan negara itu di
atasa meja statis yang dapat mempersatukan segenap elemen didalam bangsa itu,
tetapi juga harus mempunyai tuntutan dinamis kearah mana kita gerakkan rakyat,
bangsa, dan negara ini”.8
Dalam pengakuannya, ide Pancasila dia gali dalam bumi nusantara,
menembus pada zaman Hindu dan praHindu, dimana itu semua membeku dalam
lima hal. Itulah menjadi jiwa dari bangsa Indonesia. Kelima nilai dasar itu
meliputi: pertama, kebangsaan indonesia; kedua, internasionalisme, atau
prikemanusiaan; ketiga, mufakan dan demokrasi; keempat, kesejahteraan sosial,
dan; kelima, Ketuhanan yang berkebudayaan.9 Setelah mengemukakan
pandangannya yang terkait Panca sila, Soekarno juga sempat menawarkan kepada
presidium sidang, seandainya ada yang tidak senang dengan angka lima, maka iya
dapat memerasnya menjadi Tri sila atau tiga sila saja. Diantara tiga sila itu; socio-
nationalisme, socio-democratie dan ketuhanan
Namun ketika sodara tidak senag mengunakan angaka tiga maka itu bisa
diperas lagi menjadi Ekasila, yang Soekarno beri nama “gotong royong” Soekarno
6
R. Saddam AL- Jihad , Pancasila ideologi dunia, sintesis kapitalisme, sosialisme, dan islam
(Jakarta: Pustaka Alvabet, Agustus 2018) h. 151
7
Ibid., h. 152
8
Yudi Latif, Op. Cit., h. 14
9
Soekarno, Panja sila sebagai dasar negara, (Kursus Presiden Sukarno dii Istana Negara tahun
1958) bagian II, h. 8-15
menjelaskan gotong-royong adalah pembantingan tilang bersama, pemerasan
keringat bersama, berjuang bersama-sama.
Seperti yang kita saksikan, rumusan pancasila Soekarno semula tidak
tersusun seperti yang kini berlaku. Mengenai signifikansi susuna Soekarno sendiri
tidak menjadikan itu persoalan. “Urutan-urutan yang biasa saya pakai untuk
menyebut lima sila dalam pancasila sekedar urutan kebiasaan saja. Ada kawan-
kawan yang mengambil urutan-urutan lain yaitu meletakkan sila pri-kemanusiaan
sebagai sila yang kedua dan sila kebangsaan sebagai sila ketiga. Bagi saya
prinsipil tidak ada keberatan untuk mengambil urutan-urutan itu”.10
Alhasil pasca penyampaiaan pidatonya kebanyakan anggota BPUPK setuju
dengan pandangannya. Selanjutnya proses penyempurnaan rumusan Pancasila
baru di lanjutkan setelah masa persidangan pertama BPUPK.
Paca persidangan pertama ketua BPUPK langsung membentuk panitia kecil
yang beranggotakan delapan orang, yang memiliki tugas mengumpulkan tawaran-
tawaran para anggota yang nantinya akan dibahas pada sidang berikutnya, 10-17
Juli 1945. Panitia kecil itu diketuai oleh soekarno sendiri. Berselang beberapa hari
kemudian membentuk panitia kecil lagi yang beranggotakan 9 orang yang
kemudian dikenal dengan panitia sembilan. Komposisi anggota dalam panitia
sembilan itu barang kali dapat disebut sedikit berimbang antara perwakilan
golongan islam dan golongan kebangsaan. Para anggota sembilan ini terdiri dari
Soekarno selaku ketua, M. Hatta, M. Yamin, A.A Maramis, Soebardjo (golongan
kebangsaan), dan K.H Agues Salim, K.H Kahar Muzakkir, K.H Wachid Hasyim,
dan R. Abikusumo Tjokrosoejoso (golongan islam). Adapun tujuan terbentiknya
panitia ini adalah untuk menyusun rancangan UUD negara repoblik Indonesia,
yang juga didalamnya termuat dasar negara. Yang kemudian di tandatangani oleh
setiap anggota panitia sembilan pada 22 Juni 1945. Hasil rancangan ini memeiliki
beberapa penyebutan , oleh Soekarno disebutnya mukkadimah; M. Yamin
disebutnya Piagam Jakarta; sementara Sukiman menyebutnya Gentlemen’s
Agreement.
Meski demikian finalis rumusan Pancasila belum berakhir disisni. Pada
rancangan pembukaan undang-undang dasar ini, rumusan pancasila yang diusung
10
Ibid., h. 3
Soekarno pada pidato 1 juni telah mengalami perubahan redaksi dan
pengurutannya. Hal itu bisa dilacak dari perubahan urutan dan redaksinya yang
terbaru, yakni: sila pertama ketuhanan yang dibubuhi dengan anak kalimat
“dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” sila
kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab; sila ketiga, persatuan indonesia; sila
keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan; sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sebelum rancangan diatas disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945,
terjadi perdebatan alot tentang pencantuman “tuju kata” pada sila pertama
pancasila (piagam jakarta).
Pada tanggal 12 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan kemerdekaan
Indonesia yang bertujuan mempercepat upaya persiapan terakhir bagi
pembentuakan suatu pemerintahan Indonesia Merdeka. Pertemuan pertama PPKI
dilangsungkan pada 18 Agustus menyusul peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam pertemuan itu terpilihlah Soekarno sebagai presiden dan Muhammad Hatta
sebagai wakilnya. Kemudian pada waktu bersamaan, PPKI mengesahkan naska
piagam jakarta sebagai pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Namun dengan
pengecualian tuju kata yang termuat didalamnya. Dengan demikian sila pertama
Pancsila berubah dari yang semula, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”, menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kesediaan menghapus “tuju kata” itu bagi Muhhamad Hatta menurutnya tiada
lain sebagai emangat untuk menjaga persatuan bangsa. Akhirnya Pancasila yang
kini berlaku adalah buah dari penyempurnaan pidato Soekarno, 1 Juni 1945
sampai pengesahannya pada 18 Agustus 1945.
2. Pancasila sebagai ideologi negara senafas dengan spirit juang nilai-nilai
ke-Islaman
Pancasila adalah wujud kemenangan politik wakil-wakil muslim, dan
bahkan merupakan wujud dari kemenangan kaum muslim di Indonesia. Menurut
Cak Nur, dari pandangan bahwa Islam menhendaki para pengikutnya untuk
berjuang bagi kebaikan universal (rahmatan lil al-amin), dan kembali ke keadaan
nyata Indonesia, maka sangat jelas bahwa sistem yang menjamin kebaikan
konstitusional bagi keseluruhan bangsa adalah sistem yang telah kita sepakati
bersama, yakni pokok-pokok yang dikenal dengan pancasila menurut semangat
Undang-Undang Dasar 1945. Cak nur menegaskan bahwa hal stereotipikal ini
penting dan terpaksa harus sering dikemukakan, karena hal itu menyangkut
persoalan pokok yang untuk sebagian masyarakat muslim dianggap belum selesai
benar. Padahal menurut Cak Nur, kaum muslim di Indonesia seharusnya tidak
perlu menolak Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 karena telah
mengandung nilai-nilai yang sangat Islami. Sifat islami keduanya didasarkan pada
dua pertimbangan yakni; pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran Islam,
dan kedua, fungsinya sebagai nokta-nokta kesepakatan dari berbagai golongan
untuk mewujudkan kesatuan sosial-politik bersama.
Kedudukan serta fungsi Pancasila dan UUD 1945 bagi ummat Islam
Indonesia menurut Cak nur, sekalipun tidak dapa disamakan, sebenarnya dapat
dianalogkan dengan kedudukan serta fungsi dokumen politik pertama dalam
sejarah Islam yang kita kenal sebagai “Piagam Madina/ mitsaq al-Madinah” pada
masa masa awal setelah hijrah nabi Muhammad SAW. Perjanjian inilah yang
disebut sebagai Piagam Madina.11
Pancasila melalui slogannya Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap
satu), mengandung makna bahwa meskipun masyarakat Indonesia sangatlah plural
baik dari segi agama, suku bangsa, bahasa dan sebaginya tetapi mereka diikat dan
disatukan oleh sebuah landasan hidup bersama yakni Pancasila. 12 Piagam madina
juga merupakan rumusan tentang prinsip-prinsip kesepakatan antara kaum
muslimin Madinah juga merupakan rumusan tentang prinsip-prinsip kesepakatan
antara kaum muslimin Madinah dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW
11
Nurcholish Madjid Agama dan Negara dalam Islam, h. 11-15
12
Najib Burhani, Piagam jakarta dan piagam Madinah
dengan berbagai kelompok non Muslim dikota itu untuk membangun tatanan
sosial politik bersama.
Didalam piagam Madinah, salah satunya dinyatakan tentang hak kewarga
negaraan dan partisipasi kaum non-Muslim dikota Madina yang dipimpin oleh
Nabi Muhammad SAW. Kaum yahudi yang semula merupakan himpunan suku-
suku juga diangkat statusnya oleh piagam Madinah untuk menjadi warga negara
yang sah. Jadi dari piagam itu nabi kemudian ingin mengproklamirkan bahwa
semua warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim, adalah satu bangsa dan
bahwa mereka semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. 13 Memang setelah
terjadinya peristiwa-peristiwa penghianatan Yahudi tersebut, resmi piagam
madina itu tidak berlaku lagi, namun prinsip-prinsipnya sebenarnya tetap sah dan
diikuti ditempat lain. Oleh karena itu menjadi jelas bahwa ketika orang-orang
Arab melakukan gerakan-gerakan pembebasan ke setiap daerah-daerah luar Arab,
dan mendapatkan masyarakat yang plural/majemuk maka yang pertama kali
mereka lakukan adalah mengatur hubungan kelompok itu dengan mencontoh
praktek dan kebijaksanaan Nabi sewaktu di Madina.
Bunyi dan spirit piagam Madina itu yang menurut Cak Nur merupakan salah
satu sumber etika politik Islam, yang gagasan pokok eksperimen politik di Madina
ini ialah, adanya suatu tatanan sosial politik yang diperintah, bukan oleh kemauan
pribadi, melainkan secara bersama-sama, jadi bukan prinsip-prinsip yang dapat
berubah-ubah sejalan dengan kehendak pemimpin, melainkan oleh prinsip-prinsip
yang telah dilembagakan didalam dokumen kesepakatan dari semua anggota
masyarakat, yang dalam zaman moderen ini konstitusi kenegaraan seperti Undang
Undang Dasar negara.14
Sebanding dengan kaum Muslimin dalam menerima Pancasila dan UUD
1945, menurut Cak Nur, orang-orang Muslim pimpinan Nabi Muhammad SAW
itu menerima konstitusi Madina adalah juga atas pertimbangan nilai-nilainya yang
dibenarkan oleh ajaran Islam. Berdasarkan hal itu, Cak Nur sampai pada
kesimpulan bahwa, sikap ummat Islam Indonesia yang menerima dan menyetujui
Pancasila dan UUD 1945, dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya dari segala
13
Suratno, kompatibilitas Islam dan Modernitas dalam neo-modernisme Nurcholis madjid, dalam
jurnal universitas paramadina., Agustus 2006, h. 332
14
Nurcholis Madjid, cita-cita politik islam era revormasi, (Jakarta: paramadina, 1999) h. 21-22
segi pertimbangan. Dari sudut pandang itu pula kita menilai kesungguhan hati
para fonding fathers dan para tokoh Islam yang selalu menegaskan bahwa antara
Islam dan dan Pancasila tidak ada masalah. artinya bahwa Pancasila sudah jelas
dan sangat kuat merupakan representasi nilai-nilai Islam.
Semangat merajut komponen bangsa hanya dapat diwujudkan apabila
semua warga negara berkomitmen akan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Adapun kelompok Islam yang menganngap pancasila sebagai ideologi
sekuler, sehingga harus digantikan dengan ideologi Islam sepenuhnya tidaklah
tepat. Terdapat pada penjelasan sebelumnya bahwa Pancasila, berikut pembukaan
Undang Undang Dasar, hinggah batang tubuhnya (konstitusi) telah mengakui
Islam sebagai agama yang punya kontribusi besar bagi kemerdekaan dan
peradaban bangsa. Islam tidak hanya tersirat dalam semangat konstitusional
negara, tetapi dengan nyata-nyata termaktub didalamnya. Alinea keempat,
preambule UUD1945, yang berbunyi; “Atas berkat rahmat Allah yang maha
kuasa” jika ditilik kebelakang, merupakan rekomendasi dari para perwakilan
kelompok Islam dalam penyempurnaan pidato Soekarno 1 Juni 1945. Karenanya,
Pancasila sendiri sebagai hal yang pokok dalam berbangsa telah mengakui sejak
awal peran dan keberadaan islam itu sendiri sebagai agama mayoritas masyarakat
Indonesia. Peradaban yang muncul belakangan terkait formalisasi islam dan islam
subtansial, adalah seputar bagaimana pengejewantahan nilai-nilai Islam dalam
membangun tatanan Indonesia yang berkeadilan sosial.
Disini sangat jelas bahwa Pancasila dan nilai-nilai Islam itu sudahlah
senyawa sejak dulu, tidak perlu dilakukan formalisasi yang terkesan kaku,
sehingga memicu benturan yang lebih luas. Bukan seberapa formal ia
dicantumkan dalama aturan hukum. Sebab, esensi Islam tidak terletak dari nilai
formalismenya, tetapi pada oprasionalnya. Pada akhirnya, Islamis tidaknya bangsa
Indonesia tergantung dari seberapa komitmen ummat Islam sendiri dalam
mengamalkan nilai-nilai Islam itu.
Walaupun negara ini mengaku sebagai negara yang berasaskan Islam tetapi
dalam praktiknya melakukan tindakan korupsi masih sering terjadi, diskriminasi
masih saja melanda masyarakat, kemiskinan semakin menjamur, utang semakin
menggunung, maka problem utama masalah itu bukan karna formal atau tidaknya
nilai-nilai Islam yang terlembagakan dalam konstitusi negara. Persoalan bangsa
ini terletak pada komitmen Rakyat Indonesia, mulai dari elite penyelenggaraan
negara sampai pada masyarakat dalam menjalankan nilai-nilai Agamanya sembari
menjunjung tinggi cita-cita bangsa mewujudkan masyarakat adil dan makmur
dalam bingkai Negara Kesatuan Repoblik Indonesia. Sehinnga kembali lagi,
Pancasila sebagai titik temu kesepahaman ide dan sikap dari masing-masing
anasir agama dan kebangsaan telah menjadi instrumen penyatu yang diyakini
mampu mengatasi perpecahan bangsa, menuju Indonesia yang berperadaban.15
Dalam dinamika kebangsaan kita dewasa ini kesadaran masyarakat
khususnya muslim perlu ditumbuhkan ditengah-tengah menurunnya rasa
tanggung jawab dalam mengamalkan, dan menjalankan pancasila karenaperasaan
khawatir bahwa Pancasila bertentangan dengan nilai syariaat Islam. Adapun
penjelasan diatas tadi menerangkan bahwa Pancasila merupakan
pengejewantahaan dari ajaran Islam. Karena islam merupakan rahma bagi seluruh
alam, mencintai kerukunan, toleransi, keadilan, dan semua sendi kehidupan dunia.
Sehingga tuduhan yang mempertentangkan antara syariaat dan kebangsaan dapat
terbantahkan, ini jelas bahwa nilai-nilai Islam secara implisit dan eksplisit terdapat
pada masing-masing sila dalam Pancasila.
17
Hamka Haq, Pancasila satu Juni dan syariat Islam (Jakarta; RM Boks, 2011)
menempatkan sila kebangsaan sebagai sila pertama. Penempatan urutan ini
banyak menyimpan teka-teki bagi seluruh warga dari dulu hingga sekarang.
Bahkan beberapa kalangan menuduh bahwa Soekarno adalah pemikir sekuler.
Bagi kalangan normatif-tekstualis penempatan sila pertama pada urutan
terakhir kurang tepat, sila ketuhanan merupakan primakuasa dari sila-sila
lainnya.
Namun Soekarno tidak bermaksud untuk menyepelekan urut-urut dengan
menempatkan sila ketuhanan pada sila terakhir. Bila melihat penempatan ini
dari kacamata filsafat, Soekarno memandang bahwa ketuhanan merupakan
final cause/ ultimate cause yang menjadikan tuhan merupakan tujuan akhir dari
pengabdian manusia didunia. Mengagungkan Tuhan tidaklah harus
menempatkan atau menyebut namanya di awal kalimat. Dalam Islam,
menyebut nama Tuhan baik diawal maupun diakhir tidaklah menjadi masalah,
karena semua arah dan tempat adalah milik-Nya, sebagaimana perkataan al-
Qur’an:
“Dialah yang awal maupun yang akhir yang zhahir dan yang bathin; dan dia
maha mengetahui segalah sesuatu” (QS. Al-Hadiid 57:3).18
Keselarasan sila pertama dengan syariaat Islam terlihat dalam al-Qur’an
yang mengajarkan kepada ummatnya untuk selalu mengesakan Tuhan, seperti
dalam surah al-Baqarah, ayat 163 yang berbunyi;
Dan Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan
melainkan dia Yang Maha Murah, lagi Maha Penyayang”. Didalam Islam
konsep ini biasa disebut Hablum min Allah yang merupakan esensi dari tauhid
berupa hubungan manusia dengan dengan Allah atau Taqwa.19
20
Azhari, Negara Hukum, “studi tentang prinsip-prinsipnya, dilihat dari segi hukum Islam,
implementasinya pada preode Negara Madina dan masa kini”, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang,
1992)
21
Kaelan, filsafat Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2002), h. 183.
22
Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Alfabeta, 2009) h. 148.
tidak mengenal diskriminasi. Ukuran kemanusiaan seseorang hanyalah
tergantung ketaqwaan seseorang kepada Tuhan.
Ibnu Asakir berkata didalam mubhimatnya: saya mendapati khath Ibnu
Basyukual, bahwa Abubakar Bin Abu Daud mengemukakan didalam tafsirnya:
bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abi Hindun. Olah Rasul
Allah menyuruh kaum bani bayadla untuk mengawinkan salah seorang
perempuan mereka dengannya. Mereka berkata: “Ya Rasulullah, pantaskan
kami mengawinkan putri-putri kami dengan muala-muala kami?” Maka
turunlah ayat tersebut (Juz 26, Qs. al-Hujuurat [49]: 13) berkenaan dengan
peristiwa itu bahwa Islam tidak mengenal perbedaan antara bekas budak
dengan orang merdeka.23
Ayat tersebut diatas menggambarkan bagaimana Tuhan menciptakan
manusia dengan ragam budaya (mulikultural). Bangsa indonesia diciptakan-
Nya dalam beragam suku, dan tentunya setiap suku dibekalinya dengan alat
komunikasi berupa bahasa kaumnya. Beragamnya suku bangsa dari manusia
ciptaan tuhan ini menyadarkan kita bahwa kita hidup bersamadengan manusia
lainnya yang beragam suku bangsa. Menyatunya suku bangsa dalam bingkai
Indonesia ini adalah akibat terjadinya penjajahan yang telah menyengsarakan
manusia Indonesia.
Masyarakat dan bangsa Indonesia menciptakan kesadaran dalam sikap
batin akan kesamaan nasib yang menyatukan semuah komponen anak bangsa
dalam sebuah semangat nasional. Faham Nasionalisme dalam konteks Islam
juga dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw ketika mengadakan sebuah
perjanjian perdamaian dalam sebuah piagam yang dikenal dengan nama
Piagam Madina. Piagam madina memuat hubungan persaudaraan antara Kaum
Muslimin dengan Kaum Yahudi yang bersama-sama tinggal di Madina.24
Kedua belah pihak bersepakat untuk saling membantu dalam hal terjadinya
peperangan yang mereka hadapi. Piagam madina menjadi contoh hubungan
baik yang terjadi antara ummat beragama yang dicontohkan oleh Rasulullah
Muhammad Saw. Hubungan antara ummat beragama terjalin dengan sebuah
kesadaran bahwa sanya kita hidup atap langit yang sama.
23
Ahmad Mustafa Al- Maragi, Tafsir Al-maragi, (Semarang : CV Toha Putra, 1986) h.234
24
Muhammad Ali Hasyimi, Musyawarah Dalam Islam (Jakarta: Islam House, 2009)
Kehancuran antara ummat beragama perlu dijalin dengan menghilangkan
bergam prasangka buruk terhadap pemeluk agama lain. Konsep persaudaraan
antara ummat beragama membolehkan kita untuk saling bekerja sama,
bermuamalah, saling tolong menolong yang dilandasi oleh semangat
persaudaraan dan persatuan seperti yang terangkum dalam perjanjian antara
ummat Islam dan Yahudi. Dalam lapangan muamalah kita diwajibkan untuk
menciptakaan rasa persaudaraan, dan Rasulullah Saw melarang ummat Islam
untuk menggangu orang yang berbeda agama/keyakinan karena Islam
merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Sikap destruktif dengan saling menghancurkan adalah sebuah sikap yang
jauh dari nilai-nilai Islam. Islam diwajibkan berperang ketika kaum muslimin
terusir dari tanah-tanah yang mereka tempati. Kewajiban tersebut berkaitan
dengan hak untuk hidup sebagai hak azasi manusia. Peperangan ataupun sikap
destruktif oleh ummat Islam lebih disebabkan oleh ketidak adilan sosial yang
terjadi akibat karena terusirnya mereka akibat terjadinya eksploitasi besar-
besaran oleh oligarki. Dalam konsep persaudaraan antar ummat beragama, nilai
keimanan dengan mengakui Tuhan yang maha esa sebagai konsep tauhid
adalah sebuah kesadaran mutlak religiusitas ummat Islam dimanapun dan
kapanpun. Kesadaran pengakuan Tuhan Yang Maha Esa tidak menjadikan
ummat Islam menyatakan sikap permusuhan terhadam ummat beragama lain.
Pengakuan atas nilai religius yang berbeda diakui dalam Islam itu
terdapat dalam al-Qur’an surah al-Kafirun ayat satu sampai enam. Konsep
penghormatan kepada ummat beragama lainnya menjadikan ummat Islam
mengedepankan kerjasama sosial atau dalam konsep pancasila itu desebut
dengan gotong royong dengan pemeluk agama lain.
Nilai persatuan antar ummat beragama diletakkan sebagai basis falsafa
bangsa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri atas
beragam etnik, suku maupun keyakinan. Keberagaman masyarakat yang
multikultural ini menjadikan kita semakin menyadari bahwa setiap ummat
beragama di Indonesia harus terjalin persaudaraan walaupun tidak serumpun
keyakinan, etnis dan budaya. Kesadaran akan persamaan kebutuhan,
kepentingan, tidak menjadikan kita bermusuhan, sebab karena permusuhan
akan membuat kehancuran peradaban Indonesia.
Perbedaan agama, kultur, etnik menjadi salah satu faktor
penyatusekaligus menjadi titik tolak terjadinya perpecahan bangsa. Kehancuran
peradaban bangsa indonesia dengan mudah terjadi apabila setiap komponen
bangsa mengutamakan garis-garis perbedaan atau mengutamakan kepentingan
pribadi, dan kelompoknya dibandingkan titik-titik persamaan antar komponen
bangsayang berbeda dan beragaam. Beragam sengketa mudah terjadi akibat
adanya egosentris kesukuan yang tinggi, egosentris keagamannya dan
mengesampingkan rasa Ketuhanan.
Masyarakat Indonesia sebagai bagian dari sebuah bangsa yang besar
melihat adanya sebuah nilai –nilai kesadaran bangsa melalui nilai-nilai yang
terkandung dalam Islam. Mengutamakan basis ideologi yang yang kontruktif
dalam Islam akan menjadikan masyarakat Muslim Indonesia jauh dari
semangat saling menghancurkan satu sama lain. Sebagai masyarakat yang
beragama, maka setiap komponen bangsa menyadari bahwa setiap masalah
yang dihadapi selayaknya diselesaikan melalui mekanisme musyawarah.
Prinsip musyawarah begitu diutamakan dalam al-Qur’an, dan hal tersebut telah
diletakkan dalam pondasi ideologi permusyawaratan rakyat yang tertuang
dalam sila keempat Pancasila.
25
Prof. Dr. Hamka Haq, MA., Pancasila 1 Juni dan syariat Islam (Jakarta : RM Books , 2011) h.
212
Konsep Islam mengenai musyawarah dalam menyelesaikan segala
persoalan dikenal dengan nama syuura (musyawarah), konsep ini tercermin
dalam beberapa surah dalam al-Qur’an salah satunya dalam surah Ali Imron,
ayat 159;
“maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi, berhati kasar tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau membulatkan tekad, maka
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (qs. Ali Imron[3]:159).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya harus dikatakan bahwa Weltanschauung Pancasila merupakan
yang tidak hanya kreatif dalam melakukan sintesis ideologi besar dunia, tetapi
sekalipun yang paling berhasil dalam mengatasi problem mendasar yang
melibatkan Agama dan negara itu sendiri. Pancasila bukan hanya sebagai “jalan
tengah” seperti yang disinyalir oleh Russel, tetapi satu-satunya ideologi nasional
yang mampu melampai ideologi-ideologi besar lainnya yang pernah ada. Sebagai
karya bersama, Pancasila sebagai genuitas kearifan bangsa yang darinya Indonesia
merdeka diletakkan.27 Membangun Indonesia merdeka bukan atas dasar kesamaan
keagamaan, tetapi berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa yang
menganugrahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan.
Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi negara tidaklah bertentangan
dari nilai-nilai ajaran Islam. sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat
bagi semesta alam), Islam sangat relevan dalam segalah bidang kehidupan. Islam
mengatur para pemeluknya dalam segala hal, baik itu menyangkut kehidupan
individu, maupun sosial kemasyarakatan. Kedalaman nilai filosofis Pancasila
yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai ajaran Islam hendaknya memperkuat
posisi kita sebagai warga negara Indonesia yang beragama. Beragama dengan
berkeadaban dengan menghormati semua pemeluk agama yang ada, sebagai mana
yang dicita-citakan oleh Soekarno.
Oleh karena itu kita sebagai Masyarakat Indonesia senantiasa
melaksanakan, menjaga, dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam
setiap pola laku kita sebagai generasi bangsa sehingga kita menyadari bahwa
Islam dan Pancasila tidak perlu lagi dibenturkan karena sudah sangat jelas antara
persenyawaan diantara keduanya.
27
R. Saddam Al-Jihad, Op.Cit,. h. 183