Anda di halaman 1dari 2

Indonesia dan tantangan globalisasi

Manusia diciptakan dimuka bumi untuk menjadi khalifah dengan potensi fitrah yang

dimilikinya diharapkan dapat memakmurkan segala bentuk aktifitas di bumi tuhan ini.

Sebagai bukti allah SWT menitipkan kelengkapan fisik berupa indera, akal, hati dan

ketiganya itu menjadi penting difahami untuk mengaktualisasikan kediriannya sesuai dengan

bisikan fitrah, karna ketiga instrument epistemic itu apabila di manfaatkan dengan baik dan

benar maka akan melindungi kita dari falasi bertindak dikarenakan merupakan seperangkat

alat atau metodis yang apabila digunakan maka akan melindungi kita dari kesalahan.

Instansi pendidikan islam ditantang oleh zaman sekarang ini untuk memberikan

gambaran konsepsi ideologis yang jelas berupa cara pandang atau weltanschauung mengenai

dimensi kesemestaan, manusia dan idealnya menjadi intelegensia muslim yang berkarakter.

Didalam seluruh aktivitas pengajarannya musti mengandung muatan ideologis yang mengatur

sikap perjuangan dan keyakinan dengan komitmen kebangsaan dan keummatan yang hal ini

disebut dengan wawasan integralistik.

Realitas global kemanusian

Kondisi kekinian yang melingkupi kehidupan manusia telah melahirkan dampak yang

berujung pada perilaku. Semua terjadi terjadi searah dengan membengkaknya eksploitasi

informasi dan teknologi yang berlebihan. Mau atau tidak efek dari keinginan, hasrat, dan

ambisi manusia telah berhadapan dengan arogansi sikap yang berujung pada kekacauaan

alam, sudah banyak bukti tentang ulah dari tangan para manusia yang tidak bertanggung

jawab, hingga alam manusia ini mengingatkan pada sapaan bencana alam akibat dari

eksploitasi atau keserakaan manusia.

Globalisasi menjadi kata kunci dalam mengurai “kemanusiaan” ketika kita melihat

potretan kebangsaan dan keummatan di Indonesia maka hampir semua aktifitas kedirian
masyarakat tidak lagi berjalan sesuai dengan nilai-nilai pancasila sebagai moral bersama

dalam berbangsa. Konsumsi sejarah kita diputar balikkan sehingga generasi dewasa ini

sekarang mengalami disparitas dalam memahami sejarah kebangsaannya. Wajar saja ketika

kerap kita menyaksikan perjalanan bangsa kita diwarnai dengan tindakan-tindakan yang tidak

sesuai dengan moral, dan nalar bersama.

Kita harus akui bersama bahwa globalisasi sebagai realitas telah berhasil menerobos

dinding kebudayaan-sosial kemasyarakatan, tidak dipungkiri akibat globalisasi yang

dimenangkan oleh bandit-bandit asing dan pemodal. Teknologi dan komunikasi telah mereka

kuasai bahkan model gaya hidup masyarakat Indonesia telah ditentukan oleh mereka-mereka

yang berniat mengahancurkan sistem kebudayaan Indonesia dengan memanfaatkan arus

media yang dikuasainya itu untuk menyeludupkan paham dan menjauhkan masyarakat dari

nilai-nilai moral yang sedari awal sudah mengkristal dan menyatu didalam bumi nusantara.

Adapun pada aspek pendidikan, kini telah mengalami alinea fungsi, akses baik

kekuasaan atau dominasi pemodal yang punya banyak uang. Kini pendidikan hanya untuk

kaum borjois atau kaum pemodal. Belum lagi politik kini telah beralih fungsi bukan lagi

sebagai alat perjuangan tapi berubah dan lebih mencitrakan sebagai kendaraan untuk meraup

modal sebagai alih pengembalian yang telah dihabiskan pada masa kampanye. Bahkan

rancangan undang-undang disahkan menjadi undang- undang yang dihasilkan sarat dengan

kepentingan pesanan. Tuntutan untuk memperlihatkan citra sukses dengan pengakuan sempit,

kemewahan hingga berbagai alasan lahir untuk menegaskan dan membuktikan kepada

mereka yang dianggap perlu untuk diajak bersaing.

Anda mungkin juga menyukai