Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN


HIPERBILIRUBIN

Disusun oleh :
KIKI ALFIATUR ROHMANIAH
202102040016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
. Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133)
Hiperbilirubinemia (icterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Hyperbilirubin adalah
suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari
10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal
dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Hyperbilirubinemia tak
terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum indirek ≥ 1 mg/ dl untuk bayi
cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi premature. Hyperbilirubinemia
terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum direk ≥ 3 mg/ dl atau fraksi >
10% sampai 15% bilirubin serum total. Hal ini disebabkan keegagalan
bilirubin terkonjugasi diekskresikan dari hepar (hepatosit) ke duodenum
karena deefisiensi sekresi atau aliran empedu sehingga menyebabkan
cedera sel hepar
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir
menderita ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian
hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi
60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar
80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk
dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi
bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau
kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat
perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24
jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih
dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan
yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis
(hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus,
yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru
Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam
darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada
bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian
penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat
patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul,
lama, atau kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna
dari ikterus fisiologis. Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan
sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar.
Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas
permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media
pemantulan sinar.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
hiperbilirubin.
2. Tujuan khusus
a. Saya mampu menyebutkan pengertian hiperbilirubin
b. Saya mampu menyebutkan etiologi hiperbilirubin
c. Saya mampu menyebutkan klasifikasi hiperbilirubin
d. Saya mampu menjelaskan patofisiologi hiperbilirubin
e. Saya mampu menyebutkan manifestasi klinis hiperbilirubin
f. Saya mampu menjelaskan komplikasi hiperbilirubin
g. Saya mampu menjelaskan penatalaksanaan hiperbilirubin
h. Saya mampu menyebutkan pemeriksaan penunjang hiperbilirubin
i. Saya mampu melakukan perawatan pasien dengan hiperbilirubin
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133)
Hiperbilirubinemia (icterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Hyperbilirubin adalah
suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari
10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal
dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Hyperbilirubinemia tak
terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum indirek ≥ 1 mg/ dl untuk bayi
cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi premature. Hyperbilirubinemia
terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum direk ≥ 3 mg/ dl atau fraksi >
10% sampai 15% bilirubin serum total. Hal ini disebabkan keegagalan
bilirubin terkonjugasi diekskresikan dari hepar (hepatosit) ke duodenum
karena deefisiensi sekresi atau aliran empedu sehingga menyebabkan
cedera sel hepar
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
➢ Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
➢ Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
➢ Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
➢ Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
➢ Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
➢ Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
➢ Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum
dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek
pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
D. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 5 mg/ dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal
untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk
mengekskresikannya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain atau
proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan
membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak ter-konjungsi.
Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua
atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah
merah mengalami pergantian yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih
pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi.
Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan factor yang membatasi ekskresi
bilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
dan hipoksia.
E. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang pada penderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking.
G. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
H. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
➢ Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih
dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
➢ Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
b. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
c. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
I. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan
Rh atau golongan darah A,B,O). Polisistemia, infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan ibu
menderita DM.
b. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang
meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.
c. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
d. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit
bayi tampak kuning.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
f. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
g. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi
yang ikterus
h. Pemeriksaan Fisik
Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi,
hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang,
tangisan melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak stabil
terutama suhu tubuh. Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami
penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning
(kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine
dan feses.
J. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : terjadi keseimbangan cairan
Intervensi :
➢ Catat jumlah dan kualitas feses
➢ pantau turgor kulit
➢ pantau intake output cairan
➢ Monitor status dehidrasi
➢ Monitor TTV
➢ Kolaborasi pemberian IV
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan suhu dalam batas normal
Kriteria hasil : Nadi dalam batas normal
Suhu dalam batas normal
Intervensi :
➢ Beri suhu lingkungan yang netral
➢ Monitor suhu sesering mungkin
➢ Monitor WBC,Hb,Hct
➢ Monitor warna dan suhu kulit
➢ Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik jika diperlukan
➢ Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan denganhiperbilirubinemia dan
diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kerusakan kulit terataso
Kriteria hasil : kulit menjadi lembab
Berbaikan kulit meningkat
Intervensi :
➢ Kaji warna kulit tiap 4 jam
➢ pantau bilirubin direk dan indirek
➢ ubah posisi setiap 2 jam
➢ masase daerah yang menonjol
➢ jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
PATHWAYS
Peningkatan destruksi eritrosit
(Gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport bilirubin/peningkatan siklus
entero hepatik)

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak dapat melakukan konjugasi

Peningkatan bilirubin dalam darah

Ikhterus pada schlera leher Indikasi fototerapi


dan badan

Pemecahan bilirubin meningkatkan pengeluaran


cairan empedu ke organ usus
Gangguan
integritas kulit
Gerakan peristaltik usus meningkat

Diare Hipertermi

Kekurangan
volume cairan
DAFTAR PUSTAKA

Alih bahasa Pendit, Brahm U. Jakarta : EGC


Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1.
Mathiands S., Wilar R., Wahami A. 2013. Hiperbilirubinemia pada Neonatus.
Murray, R.K., et al. 2009. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27th edition.
Nugraheni B. D. H., dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Leaflet dan Penjelasan
Terhadap Pengetahuan Ibu Mengenai Hiperbilirubinemia Neonatorum.
Jurnal Kedokteran Diponegoro, volume 5, nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai