Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS

Manajemen Intensive Care pada Pasien Syok Septik di ICU

Disusun Untuk Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu
Anestesiologi dan Reanimasi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:

dr.Akhmad Syaiful Fatah, Sp. An

Disusun Oleh:

Faiz Ikram Pranoto

20174011154

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018

1
REFLEKSI KASUS

I. Laporan Kasus
A. Identitas Pasien
 Nama : Ny. D
 Umur : 26 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Gamping, Sleman
 Tanggal masuk RS : 22/02/2018 pukul 22.48
 Tanggal masuk ICU : 23/02/2018 pukul 15.50

B. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh lemas dan pusing

C. Primary Survey
 Airway
 Clear
 Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
 Breathing
 Pernapasan spontan reguler
 Gerakan dada simetris
 Jejas dinding dada (-)
 Pernafasan 31x /menit
 Circulation
 Nadi reguler kuat
 Tekanan Darah rendah 70/33 mmHg
 Turgor kulit menurun
 Akral dingin
 CRT >2 detik
 Dissability
 GCS E4V5M6
 Pupil isokor diameter 3/3 reflek cahaya +/+

2
 Lateralisasi (-)
 Eksposure
 Tidak tampak jejas (-)
 Suhu 38,1⁰ C
D. Secondary Survey
 Anamnesis
 RPS
Pasien datang dirawat di ICU RS PKU Muhammadiyah Gamping mengeluh
lemas dan pusing pasca operasi benjolan pada kaki kiri pasien. Sesak nafas (-)
mual (-), muntah (-).
 RPD
 Riwayat asma (-)
 Hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 RPK :
 Riwayat Asma (-)
 Hipertensi (-)
 Diabetes Mellitus (-)

 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak Gelisah, Compos Mentis
Tekanan darah : 70/35 mmHg
Nadi : 123 x /menit
Pernafasan : 31 x /menit
Temperatur : 38,1⁰ C
SaO2 : 99 %

 Status Generalis
 Kepala-leher :
 Konjungtiva tidak anemis
 Sklera tidak ikterik

3
 Bibir tidak sianosis
 Mukosa basah
 Deviasi trakea (-)
 JVP meningkat (-)
 LNN teraba (-)
 Tiroid teraba (-)
 Thorax :
 Jantung : S1 S2 reguler
 Paru-paru : vesikular +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen Pelvis :
 Datar, supel
 peristaltik (+), nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
 Atas : Akral dingin
 Bawah : Akral dingin . Riwayat CTEV pada kedua kaki

E. Assessment
Syok Septic Post Debridement Soft Tissue Tumor Pedis (S) dengan Dehidrasi Berat

F. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
23/02 jam 22.38

Darah rutin
Angka leukosit 18900 mm3 High
Basofil 0%
Eosinofil 0% Low
Neutrofil 88 % High
Limfosit 4% Low
Monosit 8%
Eritrosit 5.88 juta/mm3 High
Hemoglobin 17.3 g/dl
Hematokrit 51%
MCV 86.0 fL
MCH 29.4 pg
MCHC 34.2 g/dl
Trombosit 220 ribu/mm3
RDW CV 12.5 %
RDW SD 50.2 %

4
Kimia klinik
Gula Darah Sewaktu 45 mg/dl Low
Ureum 10.3 mg/dl Low
Kreatinin 2.60 mg/dl High
Elektrolit
Natrium 136.0 mmol/L
Kalium 3.51 mmol/L Low
Chlorida 93.7 mmol/L Low

5
G. Catatan Monitoring di ICU
BB = 50 kg
IWL = 31,25 cc/jam

23/02/2018
16 17 18 19 20 21 22 23 24
Respirasi Hemodinamik

Tekanan darah 74/35 96/45 93/50 82/50 95/55 95/70 100/75 120/73 115/70
MAP 45 63 65 66 64 75 84 90 88
Nadi 134 110 105 103 80 90 113 131 105
Suhu 38,1 38⁰C 37,7⁰C 38⁰C 38 38⁰C 38⁰C 38⁰C 38,5⁰C

Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM CM CM
Irama EKG ST ST ST ST ST ST ST ST ST
SaO2 97 100 100 100 100 100 100 100 100
Tipe Ventilasi Binasal Binasa Binasal Binasal Binasa Binasal Binasal Binasa Binasal
l l l
FiO2 3 lpm 3 lpm 3 lpm 3 lpm 3 lpm 3 lpm 3 lpm 3 lpm 3 lpm
RR 31 30 16
Mata R/L R/L R/L R/L R/L R/L R/L R/L R/L
Pupil 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3
Neuro

Ref. Cahaya +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Tangan +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Kaki +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
GCS(EVM) 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6
Cairan

Masuk 550 928


Keluar 100 130
IWL 187,5 342
Balance Cairan + 262,5 + 456
Urin Output 0,3 cc/ 0,1 cc/

6
kgBB/ kgBB/
jam jam

Obat-obatan

1. Ranitidin 1 amp/12 jam IV


2. Ceftriaxone 1g/12jam IV
3. Antrain 1 amp /8jam
4. Vascon 50mg
5. Inf. Paracetamol 500mg/12 jam

BB = 50 kg
IWL = 31,25 cc/jam

24/02/2018
1 2 3 4 5 6 7 8 9

7
Respirasi Hemodinamik
Tekanan 115/65 105/73 105/54 88/53 103/70 115/80 114/60 105/70 110/70
darah
MAP 80 78 62 60 78 70 79 76 82
Nadi 142 145 155 160 165 162 178 172 178
Suhu 38,8 38,8⁰C 38,8 38,8⁰C - 39,8C 39,8⁰C 41⁰C 41⁰C
Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM CM CM
Irama EKG ST ST ST ST ST ST ST ST ST
SaO2 97 100 100 100 100 100 99 100 100
Tipe Binasa Binasal Binasa Binasal Binasa Binasa Binasal Binasa Binasal
Ventilasi l l l l l
FiO2 3 lpm 3 lpm 5 lpm 5 lpm 5 lpm 5 lpm 5 lpm 5 lpm 5 lpm
RR 31 25 23 22 22 22 20 - -
Mata R/L R/L R/L R/L R/L R/L R/L R/L R/L
Pupil 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3 3/3
Ref. cahaya +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Neuro

Tangan +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Kaki +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
GCS(EVM 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6 4/5/6
)
Masuk 1920
Keluar 230
IWL 937,5
Balance +
Cairan 752,5
Urin output 0,2 cc/
kgBB/
jam

8
Obat-obatan

1. Ranitidin 1 amp/12 jam IV


2. Antrain 1 amp/8 jam
3. Ceftazidime 1 gr /8jam
4. Digoxin 2 x 1/2 tab
5. Alprazolaam 2 x 0,5mg
6. Fentanyl 50mcg (ekstra)
7. Inf. Paracetamol 500mg/8jam

9
 Pada jam 10.00, pasien mengalami sianosis lalu muntah. Setelah itu pasien
mengalami penurunan kesadaran hingga mengalami cardiac arrest dengan
gambaran EKG Asystole. Lalu dilakukan RJP dan VTP selama 45 menit.

 Setelah 45 menit dilakukan RJP + VTP dan pemberian bolus ephineprine


9 amp/5 menit , pasien tidak menunjukan respon positif. Pada pukul 10.50
pasien dinyatakan meninggal dengan pupil midriasis maksimal, dan hasil
EKG Flat / Asystole

10
II. Pengalaman Terhadap Kasus
A. Apa yang dimaksud dengan sepsis dan syok septik?
B. Bagaimana tatalaksana pasien pada kondisi syok septik?
III.Pembahasan
A. Sepsis adalah respon sistemik tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan
sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder untuk dicurigai adanya infeksi)
dan syok septik (sepsis berat ditambah hipotensi tidak terbalik dengan
resusitasi cairan). Sepsis berat dan syok septik masalah kesehatan utama,
yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun,
membunuh satu dari empat (dan sering kali lebih), dan kejadiannya masih
meningkat. Mirip dengan politrauma, infark miokard akut, atau stroke,
kecepatan dan ketepatan terapi diberikan dalam jam awal setelah sepsis
berat berkembang cenderung mempengaruhi hasil.
Derajat sepsis
1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan 2
gejala sebagai berikut:
a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b) Takipnea (resp >20/menit)
c) Tachycardia (nadi >100/menit)
d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e) >10% cell imature
2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS
3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria
bahkan anuria.
4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik < 90
mmHg atau penurunan tekanan sistolik > 40 mmHg).
5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat
resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.

11
B. Penatalaksanaan Syok Septik
 Early goal directed treatment
Merupakan tatalaksana syok septik 6 jam pertama, dengan pemberian
terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterloaddan
kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protokol tersebut
mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit
untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan
arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor
hingga >65 mmHg dan bila MAP >90 mmHg berikan vasodilator.
Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %,
dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan
hematokrit optimal namun ScvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik.
Inotropik diturunkan bila MAP >65 mmHg, atau frekuensi jantung
>120x/menit

Early Goal Directed Treatment

12
 Tata laksana syok septik meliputi banyak factor yang harus
dipenuhi:
1. Perbaikan Hemodinamik 
Banyak pasien syok septik yang mengalami penurunan
volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan
cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan
kristaloid diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah
dan CVP dipelihara antara 10-12 mmHg. Untuk mencapai cairan
yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2
jam. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang
mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12
mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak
mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,
maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30%
dan/atau pemberian dobutamin (dosis 5-10 μg/kg/menit sampai
maksimal 20 μg/kg/menit). Dopamin diberikan bila sudah tercapai
target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-
110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis
ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di
tingkatkan sampai 20 μg/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis
dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit, tetapi di
kombinasi dengan levarterenol (norepinefrin). Bila kombinasi
kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk
sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin
atau epinefrin).

2. Pemakaian Antibiotik 
Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera
diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan
tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil

13
kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman
masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi
untuk gram positif dan gram negatif. Terapi antibiotik intravena
sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat,
setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat
yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan
dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena
pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan
antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti
karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana
terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin,
misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. Pemberian
antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :
a. Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui
b. Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan
netropeni dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang
sangat patogen (pseudomonas aeruginosa, enterococcus).

3. Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam


berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab
teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombiasi lebih baik
daripada monoterapi

14
Pilihan antibiotik pada sepsis

4. Terapi suportif
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila
disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi
yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
b. Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid
(NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. Pada

15
keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi
albumin perlu diberikan. Transfusi PRC diperlukan pada
keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada
kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan
septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
c. Vasopresor dan Inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih
hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan
dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau
tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-
0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-
28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-
0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone
dan milrinone)
d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau
serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk
memperbaiki keadaan hemodinamik
e. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien
hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian
cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan.
Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan
untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun
secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi

16
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis
maupun hemofiltrasi kontinu.
f. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi
(glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada
sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses
katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori
(asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu
diberikan sedini mungkin.
g. Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan
terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada
kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai
kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula
darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah
tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih
perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.
h. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya
gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan
dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis
berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan
dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ.
Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan
substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat
diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.

17
i. Kortikosteroid --> Hanya diberikan dengan indikasi
insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg
bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan
septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan
kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak
diberikan dalam terapi sepsis.

IV. Kesimpulan
Seorang wanita berusia 26 tahun dengan kondisi lemas pasca
operasi soft tissue tumor pedis dirawat di ICU RS PKU Gamping pada
pukul 16.00 pada hari Jumat, 23 Februari 2018. Pasien memiliki riwayat
CTEV. Vital sign awal pasien tekanan darah 70/33 mmHg, nadi 123x
/menit, pernafasan 31x /menit, temperatur 38,1⁰ C, SaO2 99%.
Kemudian di ICU di lakukan oksigenasi, loading NaCl 500 ml per
8 jam, injeksi vascon 2cc, injeksi ceftriaxon 1gr/12 jam, Infus Paracetamol
500 ml/ 12 jam dan di lakukan pemantauan ketat jumlah cairan per 4 jam.
Didapatkan perbaikan vital sign pada 8 jam pertama. Namun pada jam
setelahnya atau pada jam 01.00 nadi dan suhu badan pasien mengalami
perburukan, nadi pasien naik menjadi 142x/menit dan suhu badan menjadi
38,8 C. Pada jam tersebut pasien mengalami keadaan gelisah dan sulit
tidur, sehingga pasien diberi obat peroral alprazolam 0,5mg. Keadaan
semakin memburuk pada pagi hari nya, nadi pasien naik menjadi
172x/menit pada jam 8 pagi dan suhu badan menjadi 41 C. Keadaan
tambah memburuk pada jam 9 pagi, pasien mengalami sianosis dan selang
beberapa puluh menit pasien mengalami muntah di ikuti dengan
penurunan kesadaran dan EKG menunjukan hasil asystole. Maka
dilakukan RJP dan VTP selama 45 menit yang terdiri 25 menit dengan
rasio kompresi ventilasi 30:2 dan 20 menit dilakukan pemasangan ETT
dan dilakukan kompresi dada secara simultan hingga akhirnya pada jam
10.50 pasien dinyatakan meninggal dengan hasil EKG asystole dan pupil
midriasis maksimal.

18
Pasien dengan syok segera berikan pertolongan pertama sesuai
dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas
kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B =
breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi
buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C =
circulation) pada syok septik harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk
mengatasi vasodilatasi perifer. Manajemen cairan adalah penting dan
kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal..
Pada keadaaan yang berat, dukungan inotropik dengan dopamin,
vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan
kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi dahulu.
Selain itu pernapasan pasien juga harus diperhatikan. Pasien harus
diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui ETT. Jalan napas yang bersih
dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula yang tepat dan aliran
pengisapan darah dan sekret yang sempurna.
Di ICU, pasien ini sudah mendapatkan penanganan syok septik
sesuai prosedur secara tepat. Pasien dimonitor ketat terkait optimisasi
hemodinamik Optimasi hemodinamik atau early goal-directed therapy
(EGDT) bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara pengantaran
oksigen dan kebutuhan jaringan akan oksigen. Pengelolaan hemodinamik
mengutamakan optimasi preload, konsentrasi oksigen dalam arteri,
afterload, kontraktilitas, dan penggunaan oksigen sistemik. Target EGDT
mencakup CVP sebesar 8-12 mmHg, MAP antara 65-90 mmHg, ScvO 2 >
70%, hematokrit > 30% atau hemoglobin > 8 g/dL, laktat ≤ 2 mmol/L,
urine output ≥ 0.5 ml/kg/jam, dan oxygen delivery index > 600
ml/menit/m2. Target ini dapat dicapai melalui pemberian cairan intravena,
inotrop, vasopresor, dan transfusi darah.
Namun dari alloanamnesis keluarga pasien, lamanya pasien
berobat (2 tahun baru berobat) membuat infeksi pada tumor di kaki nya

19
sudah meluas sehingga terjadi syok septic yang menyebabkan keadaan
cardiact arrest.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan, Starry, Disfungsi Miokra pada Sepsis dan Syok Septik.


JurnaL Biomedik Volume 7, Nomor 1, 2015 .
2. Tornado A, Sepsis, Universitas Diponegoro 2013
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology, 5th ed.
Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2013.
4. Gunawan, S.G., R.S. Nafrialdi, dan Elysabeth. 2011. Farmakologi dan
Terapi. Edisi Ke-5 (cetak ulang dengan tambahan). Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
5. American Heart Association (2015). About Cardiac Arrest (SCA) Face
Sheet, CPR Statistics. (2015). American Hearth Association Guide lines
For Cardiopulomonary Resuscitation and Emergency Cardio vaskular
Care. AHA Journals.

21

Anda mungkin juga menyukai