Anda di halaman 1dari 21

DIAGNOSIS GAGAL GINJAL AKUT

Julie Raggio dan Jason Umans

Gagal ginjal akut (GGA) menjadi komplikasi pada perjalanan penyakit 7-


23% pasien di intensive care unit (ICU). Diagnosis dini dan penemuan etiologinya
akan mengarahkan pada perawatan yang berhasil. Bab ini akan mengulas definisi
GGA, pemeriksaan fisik dan penunjang, dan patofisiologi GGA yang berperan
pada diagnosis gangguan ini.

Definisi GGA berdampak pada diagnosisnya


Evaluasi kritis dari strategi diagnostik untuk mendeteksi dan menemukan
penyabab GGA dibatasi oleh kurangnya konsensus tergantung definisinya. Anuria
baru dan menetap jelas menunjukkan GGA. Sebaliknya, penurunan volume urin
mungkin adalah respon tepat untuk suatu masalah iskemi atau nefrotoksik. GGA
telah didefinisikan secara operasional sebagai penurunan tiba-tiba fungsi ginjal
yang menyebabkan anuria atau retensi zat sisa mengandung nitrogen seperti urea
atau kreatinin. Terdapat kesepakatan kecil mengenai rentang peningkatan penanda
filtrasi yang bersirkulasi tersebut yang akan mengarahkan pada GGA. Tampak
jelas bahwa sensitivitas dan spesifisitas strategi diagnostik akan berbeda secara
bermakna karena GGA didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerular filtration rate, GFR) 25% atau 50% atau penurunan fungsi ginjal
hingga GFR <10ml/menit. Maka, penulis berbeda pendapat bahwa ke-akut-an
yang melekat pada diagnosis GGA yang perlu diperhatikan, dimana dapat terjadi
penurunan GFR dalam waktu beberapa jam, hari, atau minggu.
Konsentrasi kreatinin serum memberikan perkiraan terbalik mengenai
clearance kreatinin, yang kemudian dipakai untuk memperkirakan GFR. Perkiraan
ini mengasumsikan produksi kreatinin adalah konstan dan kreatinin adalah
penanda filtrasi yang sempurna; tak satupun dari kedua asumsi ini yang benar. Sel
otot skelet melepaskan kreatin, yang akan diubah menjadi kreatinin. Pengubahan
kreatin relatif konstan pada pria dengan GFR normal, namun belum diteliti pada
wanita dan dapat menjadi sangat bervariasi pada pasien miopati, gangguan
katabolic, atau yang menderita penyakit kritis. Karena besarnya timbunan kreatin,

1
perubahan kecil pada pengubahan kreatin fraksional dapat menyebabkan
perubahan besar jumlah produksi kreatinin. Asupan makanan tinggi kreatin atau
protein juga dapat meningkatkan biosintesis kreatinin.
Kreatinin difiltrasi bebas di glomerulus tanpa adanya reabsorbsi atau
metabolisme tubular yang bermakna. Sel tubular proksimal, bagaimanapun juga,
menyekresikan kreatinin, berperan lebih penting pada clearance saat GFR
berkurang. Pasien dengan insufisiensi renal kronik mengeliminasi lebih banyak
kreatinin di luar ginjal, mungkin lewat saluran cerna. Perubahan kreatinin serum
harus ditafsirkan secara berbeda pada pasien dengan gagal ginjal acute on chronic.
Saat perubahan GFR menunjukkan perubahan kreatinin serum yang dapat
diprediksi dan tertunda/lambat, berdasarkan asumsi dasar terkait laju produksi dan
jumlah distribusinya, maka hubungan ini dapat bervariasi akibat perubahan
patologis pada cairan tubuh total (total body water, TBW) atau pada sekresi
tubular. Pada kadar kreatinin baseline yang lebih rendah, penambahan kreatinin
serum dalam jumlah kecil (tidak nampak secara klinis) bahkan bila masih dalam
batas normal, dapat menunjukkan adanya perubahan besar GFR.
Baru-baru ini, cystatin C (CysC) telah diajukan sebagai penanda GFR
serum alternatif yang dapat memberikan sensitivitas lebih besar dibandingkan
kreatinin dalam diagnosis GGA. CysC adalah proein dengan berat molekul 13
kDa yang diproduksi di semua sel bernukleus pada laju yang tampaknya konstan.
Karena ukurannya yang kecil dan pH basa, zat tersebut difiltrasi bebas di
glomerulus dan tidak disekresikan. CysC terfiltrasi lalu direabsorbsi oleh sel
epitelial tubular proksimal dan dikatabolisme seluruhnya, sehingga tak ada yang
kembali ke sirkulasi. Maka, ekskrsi CysC di urin dapat memberikan penanda dini
kerusakan epitelial tubular proksimal, dimana kadar serumnya seharusnya
berbanding terbalik dengan GFR.
Berlawanan dengan kreatinin, kadar CysC tampak mirip pada pria dan
wanita, dan di African-Americans dan Caucasians. Kadar CysC serum dapat
mendeteksi disfungsi renal lebih sensitif daripada kreatinin serum, terutama pada
pasien dengan massa otot yang lebih rendah, seperti pada usia lanjut dan penderita
sirosis. Namun, kadar CysC tampaknya meningkat lebih awal dibandingkan
kreatinin pada pasien dengan GGA. Saat ini, pemeriksaan imunonefelometrik

2
biasa untuk CysC masih belum terstandarisasi dengan baik, sehingga nilai
normalnya sangat bervariasi dan nilai normal yang berbeda dapat terjadi pada
pasien dengan keganasan, pasien yang mendapat pengobatan glukokortikoid, dan
penerima cangkok ginjal. Sayangnya, penelitian yang lebih besar harus
menerangkan kegunaan penanda filtrasi yang baru ini, yang dapat segera
membantu diagnosis dini ARF.

Patofisiologi yang mempengaruhi diagnosis GGA


GGA sering dikelompokkan sebagai satu dari tiga kategori besar
patofisiologi berikut:
 GGA prerenal (PR) yang reversible akibat hipoperfusi renal.
 GGA intrinsik akibat kerusakan nefron.
 GGA post renal karena adanya obstruksi urinaria.
Tentu saja, lebih dari satu etiologi dapat berkontribusi menimbulkan GGA
pada pasien tertentu.

Etiologi prerenal
GGA prerenal timbul saat hipovolemia absolut atau efektif mengganggu
perfusi renal. GFR dipertahankan oleh dilatasi arteriolar aferen dan vasokonstriksi
eferen yang terkoordinasi ; gangguan pada mekanisme kompensasi ini, termasuk
interferensi dengan efek intrarenal prostanoid vasodilator atau angiotensin II,
memperparah penurunan GFR. Respon tubular yang sesuai terhadap penurunan
volume adalah meningkatkan reabsorbsi air dan zat terlarut, yang mempengaruhi
konsentrasi urin. Diagnosis definitif GGA PR tergantung pada pemulihan segera
GFR setelah pemulihan volume efektif. GGA PR nosokomial sering diakibatkan
oleh penurunan volume efektif dibandingkan dengan penurunan TBW atau
kompartemennya.
Siklosporin, NSAID termasuk COX-2 inhibitors, zat kontras radiografik,
serta hiperkalsemia dapat meningkatkan tonus arteriol aferen dan kemudian
menurunkan GFR pada pasien yang GFR-nya tergantung pada vasodilatasi aferen,
seperti pada mereka dengan aktivasi fisiologis sistem renin-angiotensin. Demikian
pula, GGA dapat ditimbulkan oleh pemberian ACE inhibitors atau penghambat

3
reseptor angiotensin pada pasien manapun dengan penurunan volume efektif atau
gangguan aliran arteriolar aferen, misalnya pasien dengan gagal jantung kongestif
(CHF), stenosis arteri renal bilateral, sirosis, atau sindrom nefrotik.

GGA intrinsik akut


Baik kerusakan glomerular ataupun tubular yang ekstensif dapat
menyebabkan GGA intrinsik. Kerusakan glomerular juga khususnya akan
menyebabkan proteinuria dan abnormalitas sedimen urin, keduanya dapat
membantu diagnosis. Mirip dengan itu, diagnosis kerusakan tubular terbantu
dengan tanda berupa gangguan pengaturan zat terlarut dan konsentrasi urin.
Nekrosis tubular akut adalah penyebab paling penting GGA intrinsik pada pasien
di rumah sakit. 50% kasus disebabkan oleh cedera iskemik. Iskemik dapat
menyebabkan perlanjutan penyakit, dengan GGA prerenal menjadi nekrosis
tubular akut, lalu menjadi nekrosis kortikal ireversibel bila ginjal tak mengalami
reperfusi. Nefrotoksin seperti aminoglikosida dan bahan kontras radiografik dapat
menyebabkan 25-35% kasus nekrosis tubular akut yang dilaporkan. Ginjal
tampaknya rentan terhadap kerusakan taksik, sebagian karena ginjal dapat
mengonsentrasikan toksin di interstitium meduler dan sel epitelial tubuler. Bila
pemicu kerusakan potensial lainnya timbul bersamaan, resiko kerusakan ginjal
akan meningkat.

GGA post renal akut


Obstruksi aliran urin pada titik manapun dari tubulus hingga outlet uretral
dapa menyebabkan GGA post renal. Penting untuk menyingkirkan obstruksi
fungsional karena drainase sistem urinaria dapat memulihkan dan
mempertahankan fungsi ginjal. Pada kebanyakan kasus obstruksi hanya
menyebabkan penurunan GFR yang nyata secara klinis bila terjadi bilateral atau
bila pasien hanya memiliki satu ginjal yang berfungsi yang kemudian mengalami
obstruksi.
Obstruksi intratubular oleh materi kristalin atau materi berbasis protein
meningkatkan tekanan lebih proksimal dan melawan filtrasi. Obat seperti
asiklovir, indinavir, atau sulfonamid dapat mengendap, sama seperti asam urat,

4
kalsium oksalat, atau protein mieloma. Lebih distal, nefrolitiasis atau fibrosis
retroperitoneal dapat menyebabkan obstruksi ureteral. Hipertrofi prostat atau
disfungsi kandung kemih karenaneuropati otonom dapat memicu obstruksi traktus
bagian bawah. Demikian pula, obstruksi traktus bagian bawah dapat disebabkan
efek obat atropinik atau alfa-adrenergik yang menurunkan fungsi detrusor maupun
meningkatkan tonisitas sfingter kandung kemih.

Membuat diagnosis GGA


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, termasuk pemeriksaan tes
laboratorium, akan menunjukkan etiologi yang paling mungkin GGA pada
mayoritas pasien di rumah sakit. Penelaahan rekam medis, urinalisis, dan
mungkin kateterisasi kandung kemih atau pemeriksaan uSG harus menjadi bagian
dari pemeriksaan awal. Evaluasi yang lebih rinci, termasuk prosedur pengindexan
diagnostik sistem urinaria dan specialized serum assays, dilakukan sesuai indikasi.

Anamnesis
Kondisi yang ada sebelumnya, seperti CHF, sirosis, infeksi HIV, dan
keganasan, obat-obatan (termasuk obat bebas dan jamu), dan rincian semua sistem
harus dicari dengan lengkap. Riwayat diare masif, eksaserbasi CHF, konsumsi
ACE inhibitors atau NSAID atau adanya keluhan haus atau pusing ortostatik
mengarahkan pada penyebab prerenal, yang ditemukan pada 21-60% penderita
GGA rawat inap, dan 17% kasus di ICU.
Gejala sistemik seperti ruam, nyeri sendi, sinusitis, hemoptisis, atau
demam mengarahkan pada penyakit autoimun, vaskulitis, nefritis interstisial
alergik (umumnya diinduksi oleh obat-obatan) atau sindrom renal-pulmoner,
bertanggung jawab untuk >2% GGA di ICU. Nyeri pinggang konsisten dengan
trombosis vena renal katastrofik, nefrolitiasis, obstruksi, atau infark. Riwayat
terbaru mengenai hipotensi, terutama saat di bawah pengaruh obat anestesi umum,
atau riwayat mengonsumsi obat-obatan nefrotoksin mengarahkan pada nekrosis
tubular akut, yang menyebabkan 76% GGA di ICU. Gejala obstruktif atau
penggunaan obat-obatan dengan sifat antikolinergik atau alfa-adrenergik pada
pasien tanpa kateterisasi mengarahkan pada kemungkinan GGA post renal, yang

5
bertanggung jawab pada 1-10% GGA pada pasien rumah sakit dan untuk 0,8-4%
pasien ICU.
Investigasi tak boleh berhenti saat telah mengidentifikasi satu penyebab
potensial, terutama pada pasien dengan fungsi renal baseline yang normal. Faktor
resiko yang berkaitan erat dengan GGA ICU adalah sepsis, nefrotoksin, hipotensi,
usia tua, penyakit kronik sebelumnya, dan kegagalan multiorgan.
Pembuatan catatan dengan teliti untuk input dan output cairan harian, berat
badan harian, obat yang dikonsumsi, penggunaan bahan kontras radiografik,
perubahan tekanan darah, dan intervensi invasif pasien rawat inap dengan
hubungannya dengan BUN dan kreatinin amat berharga. BUN dan kreatinin
biasanya meningkat 24-48 jam setelah pemakaian bahan kontras radiografi,
memuncak pada 3-5 hari setelah paparan, dan pada banyak kasus kembali ke nilai
normal pada hari ke 7-10. Disfungsi renal akibat nekrosis tubular akut dapat
timbul bebrapa jam hingga beberapa hari setelah iskemi atau paparan dengan zat
nefrotoksin, biasanya bertahan 1-2 minggu, namun kadang dapat bertahan hingga
1-11 bulan. Nekrosis tubular akut yang diinduksi aminoglikosida biasanya tidak
nyata hingga 7-10 hari penggunaan aminoglikosida, namun dapat muncul lebih
awal pada keadaan adanya kerusakan ginjal lain atau kerusakan fungsi ginjal
baseline. Komplikasi atheroembolik dapat timbul 1 hari hingga 7 minggu setelah
intervensi arterial.
Nilai laboratorium atau gejala yang konsisten dengan penyakit ginjal
kronik menunjukkan gagal ginjal acute on chronic, dan sebuah alternatif diagnosis
banding. Gejala yang sudah ada sebelumnya seperti anoreksia, disgeusia, dan
mual mengarahkan adanya uremia. Hiperfosfatemia, anemia, dan hipokalemia
tidak jelas berbeda untuk GGA maupun GGK. Hemoglobin karbamilasi, yang
menunjukkan azotemia kronik, dapat meningkat pada pasien dengan penyakit
ginjal kronik, namun tidak digunakan secara klinis.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada hemodinamika, penilaian status
volume, dan pencarian tanda gangguan sistemik yang dapat memicu kerusakan
ginjal. Hipotensi dan hipotermia maupun demam dapat mengindikasikan sepsis

6
atau respon inflamasi sistemik, terkait dengan hingga 70% kasus GGA di ICU.
Hipertensi berat dapat menyertai GGA yang diakibatkan oleh glomerulonefritis
akut, skleroderma, hipertensi malignan, atau preeklapsia. Tanda vital ortostatik
harus diperiksa bila memungkinkan, dan berat badan pasien dibandingkan dengan
baseline pasien.
Tanda yang konsisten dengan keadaan pre renal meliputi kulit kering dan
kusam, membran mukosa kering, lidah tampak sangat tidak rata, sianosis perifer,
mata cekung, dan ketiak yang kering. Peningkatan postural pada denyut nadi
(berbaring kemudian berdiri) sebanyak sedikitnya 30 denyut per menit adalah
96% spesifik untuk kekurangan cairan yang bermakna secara klinis, dimana
kemudian tekanan sistolik dapat turun 20 mmHg saat posisi berdiri pada 10%
orang normal dan hingga 30% pada pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Ketidakmampuan pasien untuk berdiri karena merasa kepalanya sangat ringan
adalah tanda yang relatif spesifik dari hipovolemia. Edema, asites, peningkatan
tekanan vena jugularis, dan ronkhi pulmoner menunjukkan adanya kelebihan
cairan tubuh, namun tidak menyingkirkan hipovolemia efektif.
Pemeriksaan kepala dan leher adalah penting sekali. Skleritis atau uveitis
menunjukkan adanya kemungkinan penyakit autoimun. Funduskopi dapat
menunjukkan tanda hipertensi malignan, endokarditis, atau penyakit
mikrovaskuler diabetik yang mendasari. Murmur baru atau bunyi jantung
tambahan akan memfokuskan evaluasi lanjut pada penyakit jantung akut.
Pemeriksaan abdominal seharusnya mencari bukti asites, hepatosplenomegali,
bruits vaskuler, dan aneurisma aorta abdominal. Palpasi dan perkusi kandung
kemih dapat menunjukkan distensi akibat obstruksi, sedangkan pemeriksaan
rektal dapat menunjukkan pembesaran prostat difus, sedangkan obstruksi uretral
seringkali disebabkan oleh hipertrofi lobus median prostat. Penurunan nadi perifer
mungkin konsisten dengan penyakit arteri perifer, meskipun nadi ekstremitas
bawah yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan GGA theroembolik. Bila
tak diketahui penyebab jelasnya, perubahan status mental dapat mengarah untuk
suspek sepsis, purpura trombositopenik trombotik (TTP), atau vaskulitis sistemik.
Pemeriksaan kulit dan dasar kuku dapat memberikan bukti penyakit hati kronis,
atheroemboli, endokarditis, vaskulitis, atau alergi obat.

7
Kateterisasi kandung kemih harus dipertimbangkan saat pasien anuria,
oligouria, atau anuria yang bergantian dengan poliuria. Jika status volume cairan
masih tak jelas setelah pemeriksaan fisik, pengamatan hemodinamik invasif
dengan kateter arteri pulmoner dapat membantu penatalaksanaan. Evaluasi
diagnostik dapat melibatkan percobaan cairan: jika output urin meningkat dan
kreatinin turun, maka seseorang didiagnosis GGA prerenal.

Tes laboratorium dasar


Kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN) menyediakan
perkiraan awal fungsi ginjal, namun mudah terjadi interpretasi yang salah.
Beberapa obat dapat memperbaiki clearance kreatinin tanpa mengubah GFR.
Pirimetamin, probenesid, simetidin, dan trimetoprim, semuanya dapat melakukan
hal tersebut dengan berkompetisi dengan kreatinin pada tempat sekresi di tubular
proksimal. Pada kasus-kasus ini, kurangnya peningkatan BUN yang paralel harus
menunjukkan bahwa GFR tak berubah.
Konsentrasi nitrogen urea serum biasanya kurang berguna dalam perkiraan
GFR dibandingkan kreatinin. Urea dibuat terutama lewat katabolisme asam amino
di hati. Urea difiltrasi secara bebas pada glomerulus, namun tak seperti kreatinin,
40-50% urea akan direabsorbsi, terutama di tubulus proksimal dan duktus
kolektivus meduler. Perdarahan gastrointestinal, kortikosteroid, atau stimulus
radang maupun katabolik apapun dapat meningkatkan sintesis urea, yang akan
meningkatkan BUN tanpa menurunkan fungsi ginjal.
Rasio BUN:kreatinin serum normal adalah sekitar 8:1; rasio lebih dari
20:1 menunjukkan adanya kelainan prerenal. Saat aliran urin berkurang,
reabsorbsi urea tubular akan meningkat. Peningkatan rasio BUN:kreatinin tidak
spesifik untuk GGA PR, karena perdarahan gastrointestinal dan glukokortikoid
dapat meningkatkan BUN secara tidak proporsional. Sebaliknya penurunan rasio
BUN:kreatinin dapat menyertai rhabdomiolisis, dimana kerusakan otot hanya
akan meningkatkan kreatinin. Hiperkalemia dapat meningkatkan kecurigaan
pemakaian NSAID atau ACE inhibitor, rhabdomiolisis, atau sindrom lisis tumor.
Selain itu, hiperkalsemia berat dapat mengarahkan pada GGA.

8
Anemia hemolitik mikroangiopatik dapat mengarahkan pada GGA melalui
serangkaian skenario klinis yang berbeda, termasuk sindrom uremik hemolitik,
TTP, hipertensi malignan, skleroderma, preeklampsia, serta beberapa obat. Hal
tersebut harus disingkirkan bila terdapat bukti apapun untuk trombositopenia atau
hemolisis. Eosinofilia perifer harus mengarahkan perhatian pada AIN atau
penyakit ateroembolik.

Volume urin
Produksi zat terlarut harian minimal sebanyak 400-600 miliosmol
(mOsmol), memerlukan volume urin minimal 300-500 ml, mengasumsikan
konsentrasi urin maksimum sekitar 1200 mOsmol/l. maka oligouria didefinisikan
sebagai produksi urin 100-400 ml/hari dan anuria sebagai produksi <100 ml/hari,
meskipun kadang kemampuan mengkonsentrasikan urin tidak ada pada penderita
GGA.
Anuria mengarahkan pada nekrosis kortikal akut bilateral, nekrosis tubular
akut berat, uropati obstruktif, glomerulonefritis akut yang berat, atau oklusi arteri
atau vena renal bilateral. Obstruksi dapat menimbulkan anuria, poliuria, atau
fluktuasi dari keduanya.
Pasien yang kekurangan cairan sering, namun tak selalu, mengalami
oliguria.kegagalan prerenal yang tidak disertai oligouria tampak pada pasien yang
kehilangan kemampuan mengonsentrasikan urin akibat diuresis osmotik, diabetes
insipidus sentral atau nefrogenik, CRI, atau malnutrisi. Oligouria bermakna khas
untuk sindrom hepatorenal (HRS).

9
Tabel 6.1 Pendekatan diagnosis Gagal Ginjal Akut
Evaluasi awal pada semua Evaluasi Lanjut sesuai Tes khusus bila perlu
pasien indikasi
Anamnesis: fokus pada Indeks diagnostik urin (Na USG Doppler atau MRI
masalah prerenal seperti urin, FeNa, FeUN, Cl urin) vaskulatur ginjal bila
diare/ penggunaan NSAID, amat membantu dicurigai ada obstruksi
gejala yang sesuai dengan membedakan GGA PR dari vaskuler atau trombosis
penyakit autoimun, gejala NTA
obstruktif
Peninjauan rekam medik: USG ginjal: menyingkirkan Renogram furosemide
input output cairan, obstruksi saat tak ada MAG3: dapat membantu
episode hipotensi, etiologi lain yang jelas, evaluasi obstruksi
penggunaan obat mengevaluasi ukuran dan fungsional bila USG tidak
nefrotoksik atau kontras echogenisitas jelas
radiografik
Pemeriksaan fisik: status Pertimbangkan tes cairan Percobaan terapetik:
cairan, PF lengkap, bila dicurigai ada masalah penghentian obat
pemeriksaan metabolik prerenal nefrotoksik atau obat-obat
dan darah lengkap jantung
Pasang kateter urin bila Pertimbangkan monitoring Biopsi: terutama bila
oliguria hemodinamik bila status sedimen menunjukkan
cairan tak jelas silinder lekosit atau eritrosit
seperti pada GN,
proteinuria onset baru >1
g/hari, gejala yang sesuai
dengan penyakit autoimun
atau vaskulitis, bukti ada
mikroangiopati trombotik
Urinalisis: berat jenis, Pemeriksaan serum sesuai Arteriografi mungkin
osmolalitas, protein urin, indikasi: ANA, anti-dsDNA, berguna pada diagnosis
hematuria p-ANCA, c-ANCA, anti-GBM, poliarteritis nodosa
C3, C4, CH50, ASTO, kreatin
kinase, asam urat,
elektroforesis protein
serum, krioglobulin
Pemeriksaan sedimen: Pemeriksaan urin sesuai CT dapat membantu
eritrosit, lekosit, hialin, indikasi: rasio prot:kreat, nefrolitiasis obstruktif atau
granular, tubular, silinder eosinofil dengan mendeteksi obstruksi pada
eritrosit dan lekosit. Perlu pewarnaan Hansel, penyakit kistik. Pielogram
urin segar mioglobin, elektroforesis antegrad atau retrograd
protein urin membantu menilai
obstruksi

10
Urinalisis
Berat jenis (BJ) dan osmolalitas urin memungkinkan pengukuran
konsentrasi urin, yang terganggu pada cedera tubular, seperti pada nekrosis
tubular akut. BJ urin > 1,020 atau osmolalitas > 500 mOsm/kg yang menyertai
oligouria mengarahkan pada GGA PR, sedangkan isosthenuria (BJ 1,010-1,012
atau osmolalitas 300-350 mOsm/kg) konsisten dengan nekrosis tubular akut atau
AIN. Ukuran konsentrasi urin ini sama-sama sensitif untuk zat terlarut dengan
berat molekul rendah dan zat lain seperti bahan kontras radiologik atau glukosa.
CRI, hipokalemia, atau diuretik loop dapat mengganggu pengonsentrasian urin,
menghasilkan urin yang sangat encer bukannya hipovolemia. Sebaliknya
glomerulonefritis akut atau obstruksi akut masing-masing dapat menyebabkan
pengonsentrasian urin tanpa penurunan volume. Sedangkan obstruksi kronis
biasanya menghasilkan isosthenuria.
Albuminuria atau proteinuria nonselektif menunjukkan adanya defek pada
fungsi barier glomerular. Tes dipstik biasa untuk proteinuria mendeteksi albumin
secara selektif namun sensitivitasnya bervariasi, tergantung variasi konsentrasi
urin. Tes dipstik kini tersedia untuk menilai rasio albumin dan kreatinin urin.
Metode laboratorium untuk mendeteksi semua protein urin, misalnya asam
sulfosalisilat, diperlukan untuk mendeteksi fragmen imunoglobulin, seperti pada
multipel mieloma. Proteinuria dapat dikonfirmasi dengan penilaian rasio
protein:kreatinin uirn atau pengukuran total pada spesimen urin dari rentang
waktu tertentu. Proteinuria biasanya terbatas hanya <1 g/hari pada nekrosis
tubular akut.
Patologi traktus urinarius bawah, interstisial, glomerular, atau vaskuler
dapat mengarahkan terjadinya hematuria. Urinalisis (UA) yang positif untuk darah
(heme) tanpa hematuria menunjukkan adanya hemoglobinuria atau mioglobinuria;
pada hemoglobinuria plasma dan urin akan berwarna pink.

Analisis sedimen
Pemeriksaan mikroskop cahaya untuk sedimen urin tergantung pada urin
segar, yang terkonsentrasi secara relatif, dan sering dibantu dengan pewarnaan
sedimen. Sel sistem urinaria dan casts/silinder akan mengalami disintegrasi sesuai

11
waktu yang dilalui, mungkin berperan pada hasil diagnostik yang rendah pada
penggunaan urinalisis rutin di laboratorium rumah sakit.
Perdarahan nonglomerular menghasilkan penampakan yang relatif normal
dari eritrosit, dimana sel merah dismorfik menunjukkan berasal dari sumber
glomerular. AIN, nekrosis papiler, dan pielonefritis dapat menyebabkan
lekosituria. Silinder hialin dan granuler mungkin dijumpai pada GGA prerenal,
sedangkan silinder lebar (diameternya > 3 kali diameter lekosit) menunjukkan
adanya CRI yang mendasari. Silinder tubular coklat keruh atau sel epitelial
tubular renal yang bebas adalah spesifik untuk nekrosis tubular akut, namun
mungkin akan terlewat/missed pada 20-30% kasus nekrosis tubuler akut iskemik.
Glomerulonefritis, vaskulitis, atau pada beberapa kasus AIN, semuanya akan
menyebabkan timbulnya silinder sel merah. Glomerulonefritis yang dibuktikan
oleh biopsi tanpa eritrosit di urin atau silinder sel merah pada sediaan segar yang
diperiksa oleh nefrologis sangat jarang terjadi. Silinder lekosit dapat dikaitkan
dengan AIN, pielonefritis, atau glomerulonefritis.
Kristal asam urat mungkin dapat ditemukan pada semua urin yang
terkonsentrasi, namun bila jumlahnya banyak, nefropati asam urat, sindrom lisis
tumor, atau kondisi katabolik lain harus dipertimbangkan. Kristal oksalat dapat
menyertai keracunan etilen glikol. Kristal sulfonamid, triamteren, atau indinavir
menunjukkan adanya obstruksi tubular oleh zat-zat ini.
Eosinofil urin paling baik dilihat dengan pewarnaan Hansel. Eosinofiluria
terkait dengan AIN, terutama pada kondisi klinis yang melibatkan paparan obat-
obatan dalam waktu yang cukup lama, demam, dan ditemukan eosinofilia perifer.
Eosinofilia juga dapat ditemukan pada keadaan penyakit atheroembolik dan juga
pada prostatitis, glomerulonefritis, atau sistitis.

Konsentrasi natrium urin


Konsentrasi natrium urin (Na urin) biasanya rendah (<10-20 meq/l) pada
HRS, GGA PR, dan glomerulonefritis. Na urin > 40 meq/l konsisten dengan
nekrosis tubular akut atau penyakit ginjal intrinsik, sedangkan Na urin 20-40
meq/l tidak spesifik untuk keadaan tertentu. Pada kasus konsentrasi urinaria, Na
urin dapat <10 meq/l pada uropati obstruktif akut, namun dapat tinggi setelah

12
suatu obstruksi kronis. Diuretik tiazid atau diuretik loop dapat menipu,
meningkatkan Na urin meskipun terjadi hipovolemia. Na urin juga dapat
meningkat akibat diuretik osmosis, nefropati kehilangan-garam, defisiensi
mineralokortikoid, atau CRI. Sebaliknya, Na urin < 10 meq/l telah dilaporkan
terjadi pada kasus nekrosis tubuler akut akibat mioglobinuria, hemoglobinuria,
sepsis, sirosis, atau bahan radiokontras, yang menyebabkan vasokonstriksi renal.
Pasien dengan keadaan banyak-garam yang mengalami nekrosis tubular akut
dapat berlanjut menahan narium, menunjukkan heterogeneitas nefron (tubulus
yang “bocor-belakang” atau obstruksi mungkin tak berperan pada produksi urin,
sedangkan tubulus yang cedera ringan dan menahan garam dapat memproduksi
urin yang rendah natrium).

FeNa
Ekskresi fraksional natrium (FeNa) menjelaskan fraksi dari natrium
terfiltrasi yang diekskresikan di urin. Ini biasa mengompensasi variasi volume
urin. FeNa adalah jumlah natrium yang diekskresikan (Na urin x aliran urin)
dibagi dengan jumlan natrium terfiltrasi (Na plasma x GFR), yang secara aritmatis
bisa disederhanakan menjadi:
FeNa = U/P [Na] x 100%
U/P [creat]
FeNa mungkin lebih akurat daripada hanya Na urin dalam membedakan
GGA prerenal dan nekrosis tubuler akut. FeNa biasanya rendah (< 1%) pada
pasien oliguri dengan kondisi prerenal, dimana reabsorbsi natrium tubular
meningkat, dan sering >2% di nekrosis tubuler akut. Miller dkk mengevaluasi
secara prospektif 102 asien yang dirawat dengan GGA dan menemukan baha
FeNa <1% pada 94% pasien prerenal, namun hanya 4 persen pada kasus nekrosis
tubuler akut. Pasien yang menerima diuretik dalam 24 jam terakhir dieksklusikan,
dan juga pasien dengan CRI, sirosis, insufisiensi adrenal, dan bikarbonaturia.
Karena FeNa menyediakan ukuran lain untuk menilai kepekatan garam renal,
maka akan tergantung pada asosiasi dan kesulitan diagnostik yang sama seperti
pada interpretasi konsentrasi natrium urinaria. Dapat pula meningkat palsu pada
pasien CRI, pengguna diuretik osmotik, atau pengguna diuretik loop atau thiazid.

13
Anion terfiltrasi seperti bikarbonat, beta laktam, dan asam keton menangkap
natrium dalam lumen tubuler, meningkatkan ekskresinya ; pada kasus ini
konsentrasi klorida urin tetap rendah (<15 meq/l) dan bisa dipakai untuk
mendiagnosis kondisi prerenal.

FeUN
Ekskresi fraksional urea nitrogen (FeUN) telah disampaikan sebagai
marker yang lebih sensitif dan spesifik daripada FeNa pada GGA PR, terutama
pada pasien yang memakai diuretik dalam dosis tinggi:
FeUN = U/P [UN] x 100%
U/P [creat]
Normalnya 50-65%. Reabsorbsi urea tidak banyak pada limbus asenden
yang tebal dan tubulus konvolusi distal. Hipovolemia menyebabkan peningkatan
absorbsi urea, menurunkan clearance urea, maka akan menurunkan FeUN.
Diuretik loop dan thiazid, yang bekerja pada limbus asenden yang tebal dan
tubulus konvolusi distl, tidak berinterferensi langsung dengan reabsorbsi urea
secara langsung sehingga seharusnya tidak memengaruhi nilai FeUN.
Bagaimanapun juga, duretik tubulus proksimal dan diuretik osmosis menurunkan
reabsorbsi proksimal urea dan dapat menghasilkan FeUN yang sangat tinggi.
Carvounis dkk mengevaluasi secara prospektif 102 pasien rawat inap
untuk evaluasi GGA. Pasien dibagi 3 kelompok : 50 dianggap prerenal ; 27
dianggap PR dengan diuretik dihentikan saat hari pemeriksaan (detailnya tidak
jelas mengenai waktu terakhir penggunaan diuretik) ; dan 25 didiagnosa dengan
nekrosis tubular akut (NTA). Pasien dengan AIN, glomerulonefritis, dan nefropati
obstruktif dieksklusikan. FeNa <1%, seperti yang diharapkan, pada 92% pasien
kelompok 1, namun hanya 48% pada pasien GGA dengan pemberian diuretik.
Sebaliknya, 90% pasien kelompok 1 dan 89% kelompok 2 memiliki nilai FeUN
<35%. Pasien NTA rata-rata memiliki FeUN 59%. FeUN <35% memiliki
sensitivitas 85%, spesifisitas 92%, nilai prediksi positif 99%, dan nilai prediksi
negatif 75%, untuk keadaan prerenal.

14
Indeks urinaria lain
Indeks urinaria yang lebih jarang dipakai seperti indeks gagal ginjal (renal
failure index, RFI), UN urin :plasma, kreatinin urin:plasma, FeUricAcid, FeLi,
danUA urin :kreatinin, telah disarankan untuk memfasilitasi pembedaan GGA
prerenal dengan NTA. RFI nonspesifik dasarnya adalah FeNa, tidak terindeks
untuk Na serum ; nilai <1 konsisten dengan GGA PR, sedangkan nilai >1
konsisten dengan NTA. Rasio UN urin:plasma >8 atau >20 konsisten dengan
kondisi prerenal, sedangkan rasio <3 atau <10 sesuai dengan NTA. Rasio
kreatinin urin :plasma memberikan pengukuran alternatif konsentrasi urin dengan
rasio >40 menunjukkan GGA PR dan rasio <20 konsisten dengan disfungsi
intrinsik.
Bersamaan dengan FeNa dan FeUN, ekskresi fraksional dari asam urat
(FeUricAcid) dan litium (FeLi) menurun selama penurunan volume, dan
meningkat saat volume bertambah. Asam urat tak diabsorbsi diluar tubulus
proksimal, sehingga diuretik loop tidak mengganggu kegunaan FeUricAcid,
meskipun sensitivitasnya terbatas. Pada satu penelitian nilai FeLi <15% adalah
72% spesifik dan 93% sensitif untuk GGA PR, dan tidak dipengaruhi oleh
penggunaan diuretik loop atau thiazid. Bagaimanapun juga, glukosuria, theofilin,
dan diuretik yang bekerja lebih proksimal atau lebih distal dapat meningkatkan
FeLi secara palsu.
Penelitian pada 5 pasien dengan nefropati asam urat akut menunjukkan
bahwa rasio UA:creat yang >1 konsisten dengan diagnosisnya. Sayangnya kami
juga menemukan rasio konsentrasi UA:creat >1 tanpa disertai nefropati asam urat,
mungkin terkait dengan peningkatan katabolisme.

Marker/penanda untuk menilai cedera tubuler


Strategi diagnostik berdasarkan fisiologi yang ada saat ini dan yang sudah
dibahas di atas semuanya memfokuskan pada mendeteksi penurunan GFR dan
kemudian menentukan, pada pasien oliguria, apakah fungsi tubulernya masih
dipertahankan dengan baik, menunjukkan respon fisiologis terhadap hipoperfusi
renal. Strategi ini biasanya akan gagal untuk mendeteksi GGA dini setelah suatu
pemicu, sedangkan intervensi dini sangat menguntungkan, dan sayangnya terbatas

15
gunanya pada pasien NTA tanpa oliguria. Pendekatan alternatif adalah mendeteksi
marker cedera tubuler, yang tidak tergantung pada perubahan fungsi ginjal.
Banyak literatur lama yang menyarankan mengukur proteinuria tubuler, termasuk
marker seperti beta2-mikroglobulin dan ekskresi urin dari enzim brush border
tubuler seperti N-asetil-beta-D-glukosaminidase sebagai marker cedera
nefrotoksik akut. Beru-beru ini, keparahan cedera tubuler, yang dinilai dengan
ekskresi uriaria CysC atau alfa1-mikroglobuli tampaknya berhubungan dengan
outcome klinis pasien nekrosis tubuler akut (NTA) tanpa oliguria.
Literatur yang sudah ada berfokus pada pengukuran molekul cedera ginjal-
1 (Kim-1) pada urin sebagai marker dini yang selektif dan sensitif untuk cedera
sel tubuler proksimal. Kim-1 adalah protein transmembran tipe 1, dengan domain
imunoglobulin dan mucin, yang keberadaannya banyak diatur di sel tubuler
proksimal setelah suatu cedera iskemi-reperfusi eksperimental atau paparan
nefrotoksin pada tikus. Ektodomainnya lepas dari sel dan masuk ke urin dan dapat
dideteksi pada pasien NTA iskemik yang sudah dibuktikan dengan biopsi,
meskipun tampaknya memiliki kegunaan terbatas pada bentuk GGA yang lain,
termasuk pada nefropati bahan kontras radiografik. Apakah marker lain untuk
kerusakan sel tubuler seperti spermidin/spermin N-asetil-transferase atau lipokalin
terkait-gelatinase netrofil (NGAL), keduanya memungkinkan deteksi dini
kerusakan sel tubuler iskemik, akan menghasilkan marker diagnostik urinaria
yang bermanfaat klinis yang masih belum diketahui. Penelitian terbaru
mengaplikasian pembuatan profil ekspresi gen dan teknik proteomik untuk
menemukan marker untuk nefrotoksisitas. Saat bermanfaat untuk menilai
mekanisme toksik obat-obatan dan bahan lingkungan sekitar, strategi ini
diharapkan mengarah pada marker kandidat lain yang memiliki kegunaan
diagnostik pada manusia.

Pencitraan – ultrasonografi
Ginjal pada kebanyakan pasien GGA seharusnya di-USG kecuali dicurigai
kuat ada penyebab prerenal atau NTA dan tidak ada kemungkinan obstruksi.
Peranan utama USG adalah untuk mendeteksi obstruksi, seperti pada
hidronefrosis atau dilatasi sistem kolektivus, dalam kondisi riwayat yang

16
mendukung. Saat kecurigaan klinis terfokus pada obstruksi bagian bawah,
kateterisasi untuk menilai volume urin residual akan memberikan kesan
diagnostik yang sama dengan USG. Pada serangkaian 192 pasien GGA,
hidronefrosis sedang-berat tidak terkait dengan obstruksi pada 11% kasus, dan
ditemukan tingkat negatif palsu0,5%. Kehamilan normal, penyakit kistik, diuresis
masif akibat overhidrasi, obat-obatan, faktor osmotik atau diabetes insipidus
nefrogenik semuanya dapat menyebabkan dilatasi sistem kolektivus tanpa adanya
obstruksi. Sebaliknya, USG dapat gagal mendeteksi dilatasi sistem kolektivus
secara dini pada kondisi uropati obstruktif, atau pada pasien kekurangan cairan
dengan oliguria. Maillet dkk menemukan bahwa 4 dari 80 pasien dengan nefropati
obstruktif gagal menunjukkan bukti USG dilatasi traktus urinarius bahkan, pada 1
kasus, setelah anuria selama 34 hari. Akhirnya, dilatasi dapat dicegah bila ureter
terlibat, baik oleh fibrosis retroperitonela atau tumor periureteral.
Ginjal pasien GGA berukuran normal atau sedikit meningkat. Ukuran
ginjal bervariasi tergantung ukuran tubuh, untuk pria dewasa dengan tinggi rata-
rata diharapkan panjang ginjal 10-12 cm. Ginjal besar kadang dijumpai pada
glomerulonefritis atau nekrosis tubuler akut, sedangkan ginjal dengan GGA PR
biasanya masih berukuran normal. Ginjal yang asimetris mengarahkan pada
stenosis arteri renal (RAS) atau trombosis renal unilateral; perbedaan >2 cm
dianggap abnormal. Ginjal kecil bilateral mengarahkan pada penyakit ginjal
kronik.
Sebagai tambahan penilaian ukuran ginjal dan distensi sistem kolektivus,
USG memungkinkan penilaian echogenisitas, menunjukkan peningkatan fibrosis
interstisial, kerapatan, dan vaskularitas, dan biasanya dipakai untuk menunjukkan
kronisitas oenyakit ginjal yang mendasarinya. Korteks renal yang normal kurang
echoik dari pada hepar setelah masa bayi. Namun, peningkatan echogenisitas yang
lazim pada CRI kadang-kadang dijumpai pada GGA dan tidak menunjukkan
perbedaan yang jelas terkait etiologi yang bervariasi.

Evaluasi vaskuler ultrasound


Perkiraan kecepatan aliran vaskuler ginjal dengan ultrasound Doppler
mungkin berguna pada diagnosis RAS, trombosis arteri atau vena renal, dan

17
infark renal. Perkiraan sensitivitas USG Doppler untuk diagnosis RAS berkisar
antara 0-100%, dengan spesifisitas 37-100%. Bila RAS sangat dicurigai, USG
Doppler mungkin kurang sensitif, dan memerlukan angiografi resonansi magnetik
(MRA). Peningkatan indeks resistif Doppler menyediakan pengukuran
nonspesifik vasokonstriksi intrarenal dan telah dijumpai pada pasien dengan
nekrosis tubuler akut, AIN, HRS, glomerulonefritis progresif cepat, dan HUS.

Pemeriksaan laboratorium spesifik


Antibodi antinuklear, antibodi untuk DNA untai ganda, dan komplemen
serum harus diukur bila dicurigai adanya glomerulonefritis yang dimediasi imun.
Antibodi sitoplasmik antineutrofil dapat memfokuskan perhatian pada vaskulitis
atau glomerulonefritis pauci-imun. Titer antibodi membran basal antiglomerular
dapat memandu terapi pada sindrom Goodpasture. Kadar komplemen seringkali
rendah pada GGA progresif cepat akibat SLE, GN postinfeksi berat, dan, kadang-
kadang, pada penyakit ateroembolik. Titer antistreptolisin-O dapat meningkat
pada 75% pasien dengan glomerulonefritis postinfeksi setelah suatu infeksi
saluran nafas atas streptokokal, meskipun hanya pada 40% setelah suatu infeksi
streptokokal pada kulit atau jaringan lunak.
Peningkatan kreatinin kinase atau mioglobinuria mengarahkan pada
rhabdomiolisis. Eosinofilia perifer sering ditemui baik pada AIN atau penyakit
ateroembolik.elektroforesis protein urin dan serum mungkin diperlukan untuk
menyingkirkan etiologi GGA akibat multipel mieloma yang tak diduga.

Pemeriksaan pencitraan selain USG


Pemeriksaan GGA jarang memerlukan pencitraan selain USG. MRI atau
MRA mungkin berguna untuk mendiagnosis trombosis vena renal atau RAS. CT
spiral noninfused menjadi baku emas (gold standard) untuk mendiagnosis batu
ginjal yang berpotensi menimbulkan sumbatan. Bagaimanapun juga, hanya
pielografi retrograd dan, pada beberapa kasus, respon terhadap pemasangan stent
ureteral atau nefrostomi perkutaneus dapat benar-benar memastikan atau
menyingkirkan diagnosis uropati obstruktif pada kasus yang sulit (misalnya tumor
pelvis yang meluas).

18
Dengan adanya penggunaan bahan kontras yang potensial nefrotoksik, CT
dengan kontras, angiografi dan pielogram jangan sering dilakukan, dan hanya jika
USG, MR, atau CT nonkontras hasilnya belum jelas. CT dengan kontras mungkin
diperlukan untuk mengevaluasi hidronefrosis pada pasien dengan kista renal.
Pielogram intravena (IVP) sangat sensitif dan spesifik untuk hidronefrosis, dan
telah digunakan untuk menyingkirkan obstruksi bila dicurigai namun tidak
tampak pada USG. Arteriografi digunakan namun tidak sering untuk
mengevaluasi kemungkinan vaskulitis pembuluh darah sedang-besar. Meskipun
USG Doppler, MRA/MRI, dan CT digunakan lebih sering pada evaluasi penyakit
tromboembolik dan nekrosis kortikal akut, venografi renal memberikan baku
emas dalam mendiagnosis trombosis vena renal. Scan radionuklida menggunakan
Tc 99m merkaptoasetilgliserin (MAG3) dapat memberikan informasi fungsi ginjal
dan sering digunakan untuk mengidentifikasi obstruksi patologis pada keadaan
GGA. Bagaimanapun juga, baik GGA PR dan intrarenal dapat memproduksi
ekskresi intratubular tertunda dari radionuklida, sehingga membatasi kegunaan
diagnostiknya.

19
Tabel 6.2 Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan khas untuk NTA, GGA PR, GN, HRS, AIN,
dan post gagal ginjal; untuk beberapa pengecualian, baca di teks bab ini.
Pemeriksaa NTA GGA PR GN HRS AIN Post GG
n
BUN:kreat 8:1 >20:1 8:1 8:1 8:1 8:1
Volume urin Oliguria / Oliguria Nonoliguria, Oliguria Nonoliguri Anuria,
nonoliguria jarang a poliuria,
anuria atau
bergantia
n
BJ urin 1,010-1,012 >1,020 >1,020 >1,020 1,010 Akut
>1,020,
kronik
<1,020
Osmolalitas <350 >500 >350 >350 <350 Akut
>400,
kronis
300
Sedimen Sel tubuler, Lembek; Eritrosit Lembek; <50 Eosinofil, Lembek,
silinder hialin, dismorfik, eritrosit/LPB eritrosit, kadang
tubuler, silinder silinder , <500 mg lekosit, eritrosit
silinder granuler eritrosit, protein/hari silinder
granuler jarang lekosit
coklat keruh silinder
lekosit
Na urin >40 <20 <20 <10 >40 Akut <20,
kronik
>40
FeNa >2% <1% <1% <1% >2% Akut
<1%,
kronik
>1%
FeUN >35% <35%
Cl urin >15 <15
Pemeriksaan Nonspesifik Haus, + ANA, ds- LFT Eosinofilia Asidosis
serum; gejala gejala DNA, ANCA, abnormal, perifer; metaboli
ortostatik anti-GBM, Na serum demam, k dengan
ASTO, c3, c4, <130; gejala ruam K dan Cl
cH50; ruam, yang sesuai tinggi
atralgia, dengan bila
hemoptisis, gagal hepar kronik
gejala sinus
USG Ginjal Ukuran Kadang Bisa Bisa Hidronef
normal/ dan ukuran dan terdapat terdapat rosis
membesar, echogenis echogenisita peningkatan peningkata atau
bersamaan itas s meningkat indeks n dilatasi
dengan normal resistif echogenisi sistem
peningkatan tas kolektivu
echogenisitas s

20
Biopsi renal
Indikasi biopsi pada GGA termasuk diagnosis suspek penyakit glomerular
atau mikrovaskuler, diagnosis pasti AIN, atau evaluasi pasien denganGGA yang
tak terdiagnosis menetap yang mungkin dapat memperoleh manfaat dari terapi
spesifik. Komplikasi potensial dari biopsi renal mencakup hematuria,
menyebabkan hipotensi pada 1-2% kasus, dan membutuhkan transfusi pad 0,1-
0,3% kasus. Biopsi perkutaneus pada posisi pronasi sudah banyak kali
menggantikan biopsi terbuka pada pasien kritis dengan intubasi, dan biopsi
transjugular dapat memberikan alternatif tambahan bagi pasien dengan
koagulopati.

Kesimpulan
Sebagai ringkasan, riwayat yang menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan
penelaahan rekam medis penting untuk mendiagnosis GGA. Faktor multipel yang
berkontribusi pada GGA di ICU sering tidak jelas pembagiannya menjadi
prerenal, intrinsik, ataupun post renal. Pemeriksaan urin dan serum, serta USG
dapat membantu diagnosis, namun harus diinterpretasikan dengan hati-hati.
Pendekatan baru yang memfokuskan pendeteksian cedera parenkimal renal
sebelum adanya bukti penurunan GFR yang berat mungkin akan menjadi kunci
diagnosis dini dan intervensi dini untuk GGA yang timbul pada kondisi di ICU.

21

Anda mungkin juga menyukai