Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI

I. KONSEP DASAR TEORI


I.1 Definisi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Direja, 2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Keliat,
2009).
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang
jelas dari luar diri klien terhadap panca indra pada saat klien dalam keadaan sadar
atau bangun (kesan/pengalaman sensori yang salah) (Azizah, 2011).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

I.2 Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat
yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend,
2010).
I.2.1 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
I.2.2 Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2009) faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah :
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
I.3 Rentang respon halusinasi

Respon Adaptif : Respon Maladaptive :


1. Pikiran logis 1. Gangguan pikir
2. Persepsi akurat 2. Sulit berespon emosi
3. Emosi konsisten dengan 3. Prilaku disorganisasi
pengalaman 4. Isolasi sosial
4. Ilusi Halusinasi
5. Prilaku aneh
Menarik diri

I.4 Patofisiologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.
Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat
timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma
otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau
kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik (Kusumawati, 2010).
Klien yang mendengar suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang
lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari
tingkah laku atau pikiran klien. Suara– suara yang terdengar dapat berupa
perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.

Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Sundeen, 2009):


1. Sleep disorder
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin tersa sulit
karena berbagai stressor terakumulasi, sedangkan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk.
2. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik.
3. Condemning
Pengalaman sensori klien sering dating dan mengalami bias. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
4. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
5. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

I.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Keliat, 2009) :
I.5.1 Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1. Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
3. Gerakan mata cepat
4. Bicara lambat
5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

I.5.2 Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan


Gejala klinis:
1. Cemas
2. Konsentrasi menurun
3. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
I.5.3 Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1. Cenderung mengikuti halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
I.5.4 Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1. Pasien mengikuti halusinasi
2. Tidak mampu mengendalikan diri
3. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

I.6 Klasifikasi / Jenis Halusinasi


1. Halusinasi Visual
Pengelihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang, atau tidak berbentuk
sinar kilat, bisa berwarna atau tidak berwarna.
2. Halusinasi Dengar
Bisa berupa suara manusia, hewan, mesin music, ataun kejadian alam lainnya.
3. Halusinasi Penciuman
Bisa mencium bau khusus dimana orang lain tidak mencium
4. Halusinasi Pengecapan
Bisa mengecap/merasakan sesuatu ada yang enak atau tidak
5. Halusinasi Perabaan
Bisa merasakan suatu perabaan, sentuhan tiupan disinari, dipanasi
6. Halusinasi Kinestetik
Anggota badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bisa
merasakan suatu gerakan seperti pada pasien ambulasi
7. Halusinasi Vesceral
Seperti ada rasa – rasa tertentu yang terjadi di dalam organ tubuh
8. Halusinasi Histerik
Timbul pada neurosa histerik karena adanya konflik emosional
9. Halusinasi Hipnogohik
Sensori persepsi yang muncul setelah bangun tidur
10. Halusinasi Perintah
Isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu seperti bunuh diri, mencabut
tanaman, dll.
(Direja, 2011).

I.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.

I.8 Pohon Masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan persepsi sensori halusinasi

Causa Isolasi sosial

Gangguan konsep diri HDR


(Rasmun, 2009)

I.8.1 Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji


1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
1) Perilaku hiperaktif
2) Mudah tersinggung
3) Perilaku menyerang seperti panik
4) Ansietas
2. Gangguan sensori persepsi halusinasi
1) Berbicara, senyum, tertawa sendiri
2) Bertindak seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang menyenangkan
3) Tidak dapat memusatkan perhatian
4) Kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita
3. Isolasi sosial
1) Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
2) Menarik diri
3) Kurangnya kontak mata dan komunikasi
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
II.1 Pengkajian
II.1.1 Faktor Predisposisi
1. Genetika
2. Neurobiologi
3. Neurotransmitter
4. Abnormal perkembangan saraf
5. Psikologis
II.1.2 Faktor Presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
II.1.3 Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Proyeksi
3. Menarik diri
II.1.4 Perilaku Halusinasi
1. Isi halusinasi
2. Waktu terjadinya
3. Frekuensi
4. Situasi pencetus
5. Respon klien saat halusinasi

II.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan sensori persepsi halusinasi
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
(Herdman, 2015)
1.4 Evaluasi Keperawatan
1. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien akan dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik,
bercakap-cakap, melakukan kegiatan, dan minum obat.
3. Klien akan memahami program terapi yang diberikan
4. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta.


Graha Ilmu.

Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta. Nuha Medika.

Herdman,T.Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis


Keperawatan :Definisi & Klasifikasi. 2015-2017. Jakarta. EGC.

Kusumawati Farida, Hartono Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.


Jakarta. Salemba Medika.

Keliat, B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. EGC.

Ramdhani, Dkk. 2016. Buku Saku Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta.


Salemba Medika.

Rasmun. 2009. Stres Koping dan Adaptasi dan Pohon Masalah Keperawatan.
Jakarta. CV Sagung Seto

Stuart & Sudart. 2010. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa:
Ramona P, Kapoh. Jakarta. EGC.

Towsend. 2009. Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatri. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai