Anda di halaman 1dari 11

EKSISTENSI PEREMPUAN PADA NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

Karya Abidah EL Khalieqy


(KAJIAN FEMINISME)
Nurullia Wildah
1185020109
nurulliawildah26@gmail.com

Abstrak : Feminisme adalah bentuk kesadaran terhadap penindasan yang dialami


perempuan, karena adanya sistem patriarki. Feminisme lahir sebab timbulnya ketidakadilan
perbedaan gender. Pada novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy
membahas mengenai feminisme yang ditokohi oleh Annisa untuk menunjukkan eksistensinya
sebagai perempuan. Dengan berbagai sikap berupa potensi yang ditunjukkannya. Dalam hal
ini teori yang dipakai adalah pendekatan feminisme eksistensialisme Simone de Beauvoir.
Penelitian di lakukan dengan menunjukkan berbagai bentuk eksistensi perempuan pada novel
tersebut.

Kata Kunci : Eksistensi, Feminisme, perbedaan gender.


PENDAHULUAN

Pada era masa kini berbicara eksistensi perempuan bukanlah suatu hal yang tabu. Peremuan
sudah diakui keberadaannya dan tidak lagi disebut sosok kedua setelah laki-laki. Terlihat
telah dibuktikan melalui eksistensinya, sampai derajat perempuan dan laki-laki setara. Seperti
halnya banyak sosok perempuan yang berhasil menduduki peran didunia yang dahulu tidak
diperuntukkan untuknya. Dari pengacara, motivator, perdana mentri, bahkan sampai
presiden. 

Salah satu tokoh perempuan Indonesia yang selalu disoroti karena prestasi yakni Sri Mulyani
karena telah berhasil menduduki posisi Direktur Pelaksana Bank Dunia pada tahun 2009
sebagai orang pertama di Indonesia. Hal demikian adalah suatu capaian besar yang
dibanggakan pada kalangan masyarakat terkhusus perempuan, karena jelas terlihat banyak
perempuan yang mampu menggeluti karirnya diluar kewajiban domestiknya. 

Tidak hanya di Indonesia Djajanegara (2000:13) mengungkapkan tidak sedikit perempuan di


Amerika berhasil berada diposisi yang terbilang tinggi pada beberapa lapangan kerja. Banyak
sosok lelaki yang berambisi ingin berhasil di bidang masing-masing.

Hal demikian merupakan salah satu pembuktian bahwa keberadaan perempuan telah diakui
secara internasional. Pada tahun 1960-an gerakan feminisme telah berhasil mengubah
pemikiran masyarakat dalam memandang perempuan terpaku pada laki-laki dalam
bergantung, dibuktikan melalui berbagai profesi perempuan masa kini baik dalam
pemerintahan maupun diluar daripada itu.

Keberadaan perempuan ikut serta mewarnai sejarah berkembangnya sastra di Indonesia.


Walau pada awalnya memang laki-laki terlihat lebih mendominasi. Sumardjo (1999)
menjelaskan bahwa peran perempuan dalam dunia sastra dimulai pada masa penjajahan.
Hadirlah banyak penulis perempuan, empat diantaranya yaitu Hamidah, Suwarsih
Djojopuspita, Selasih dan Saadah Alim pada tahun 1930.

Penulis perempuan semakin eksis dalam dunia sastra terhitung pada abad ke-21. Berikut
nama penulis perempuan Djenar Maesa Ayu, Ayu Utami, dan Dee Lestari telah menciptakan
novel kontroversial yang mampu mendobrak sejarah sastra. Tema yang diangkat dalam novel
Djenar dan Ayu adalah seksualitas dan perempuan. Berbeda dengan tahun sebelumnya,
terlihat para penulis perempuan mengungkapkan keresahan dan sebuah keinginan kesetaraan
gender dalam karya karyanya. Hal demikian ditunjukkan dalam beberapa karya yang
membahas keadaan sosial pada perempuan. Seperti karya Ayu Utami, Wajah Sebuah Vagina
(2003) dan Perempuan Berkalung Sorban (2001) karya Abidah El Khalieqy.

Pada abad ke-18 muncul gerakan perempuan yang disebut dengan feminis, sehingga merubah
kedudukan perempuan yang pada awalnya tidak dianggap. Lahirnya novel yang mengangkat
tema feminis berawal dari keresahan perempuan yang selalu diperlakukan berbeda dan tidak
adil. Sudah bukan hal yang tabu banyak bermunculan novel dengan tema feminisme baik itu
menceritakan tentang ketidakadilan ataupun tentang perjuangan perempuan dalam merebut
haknya.

Seperti novel yang akan dikaji oleh peneliti bertema feminis dengan judul Perempuan
Berkalung Sorban. Isi pembahasannya mengenai isu seorang anak perempuan dari pemilik
pesantren yang memerankan tokoh utama memiliki sikap keras serta membangkang segala
aturan yang telah ditetapkan oleh ayahnya karena ia merasa selalu mendapat perlakuan yang
berbeda sehingga merasa sosoknya selalu tersudutkan. Terlebih dari itu novel yang akan
dikaji juga menunjukkan segala keterbatasan perempuan dalam pendidikan dan merasa
terbungkam dalam hal memilih dan berpendapat. Walau demikian seiring berjalannya waktu
tokoh Annisa dapat melewati segala badai yang telah menguji dirinya dengan segala bentuk
kesabaran dan percaya dirinya dalam memperjuangkan segala hak yang seharusnya
diperuntukkan untuknya dengan menunjukkan bahwa keberadaannya patut dilihat oleh
banyak mata. Annisa gigih ingin terlihat oleh banyak mata bahwa ia adalah sosok yang hebat
sebagai seorang perempuan dan ia ingin sosoknya dapat setara dengan laki-laki.

Sikap Annisa pada novel tersebut memuat pandangan mengenai teori feminisme
eksistensialisme Simone de Beauvoir salah seorang ahli dalam feminis. Beberapa hal
demikian yang menggerakan hati penulis mencoba mengkaji lebih dalam tentang isu pada
novel tersebut.

Sebagai seorang perempuan dirasa sangat penting untuk melakukan penelitian yang banyak
kaitannya dengan hak-hak yang seharusnya diperuntukkan untuk sosok nya. Terlebih sudah
banyak karya-karya yang memuat keresahan dan ditujukan untuk sebuah kepentingan bagi
dirinya maupun orang banyak. Djajanegara (2000:49) berpendapat bentuk kesadaran sosok
yang selalu termarginalkan dapat terealisasi dalam sebuah karya yang indah yaitu sastra,
tempat serta dalam kurun waktu tertentu. Upaya sosok perempuan agar terlepas dari segala
bentuk penindasan adalah lewat sebuah karya, dengan banyaknya dukungan agar terlepas dari
segala keterbatasan yang ada baik segi sosial maupun sastra.

Dengan berbagai pertimbangan diatas, peneliti menjadikan novel tersebut sebagai objek yang
akan dikajinya. Pendekatan yang digunakan adalah salah satu pendekatan dari ahli feminis
yakni pendekatan eksistensialisme Simone de Beauvoir. bertujuan untuk mengetahui bentuk
bentuk usaha perempuan dalam memperjuangkan haknya atas ketidakadilan yang
dirasakannya sebagai sosok yang selalu termarginalkan.

METODE PENELITIAN

Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan feminisme eksistensialisme Simone de


Beauvoir. Asal kata feminisme yaitu “Femina” (kata latin) yang berarti memiliki sifat
keperempuanan. Adanya pandangan mengenai ketimpangan posisi perempuan dibandingkan
laki – laki dimasyarakat adalah awal lahirnya feminisme. Pandangan tersebut membangkitkan
semangat peneliti dalam mengkaji penyebab beberapa hal mengenai kesenjangan untuk
mengesampingkan serta mendapatkan solusi dalam menyeimbangkan kuasa pada sosok yang
termarginalkan dan laki-laki pada kemampuannya di berbagai bidang sesuai porsi potensinya
sebagai manusia (human being) (Nugroho, 2008:30). Dapat disimpulkan dari pendapat
tersebut feminisme merupakan suatu gerakan yang terlahir atas keresahan perempuan yang
merasa dirinya termarginalkan serta memiliki tujuan untuk merebut hak atau kuasa yang utuh
seperti laki-laki yang memang seharusnya diperuntukkan untuk sosoknya.

Beauvoir mengungkapkan pengertian dari eksistensi, yang dikutip pada Tong (1998: 262)
dengan mengangkat bahasa ontologis dan bahasa etis eksistensialisme, Beauvoir mengatakan
bahwa laki-laki dinamakan Sang Diri, sedangkan perempuan Sang Liyan. Jika ancaman bagi
diri adalah Liyan, maka bagi laki-laki perempuan adalah ancaman. Dengan demikian apabila
laki laki ingin kebebasan ia harus memposisikan kedudukan bawahan perempuan terhadap
dirinya. Dapat dipahami eksistensi adalah bentuk keberadaan yang harus diakui dengan sadar.
Melakukan hal-hal yang sesuai dengan inginnya namun tak terlepas dari fungsinya.
Eksistensi bukanlah bentuk kemauan untuk memunculkan dirinya diatas permukaan namun
lebih jelasnya adalah suatu bentuk kesadaran bahwa dirinya itu menyadari akan
kemunculannya terlebih adalah sebuah kebebasan mengekspresikan apapun tanpa melupakan
bahkan meninggalkan kewajiban serta tanggung jawabnya. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan feminisme bertujuan menguraikan segala bentuk eksistensi yang
terdapat pada novel yang akan dikaji.

Tahapan analisis yang di lakukan oleh penulis adalah mencatat, mengelompokkan,


menganalisis kemudia menyimpulkan.

Pendapat Beauvoir titik perempuan telah mencapai eksistensinya ketika ia dapat menjalankan
kehidupannya sesuai tekadnya dan dapat mengira dirinya adalah manusia yang integral.
Banyak pandangan bahwa perempuan adalah tidak penting yang disebabkan oleh
pertaruhannya dengan laki-laki, dan dijadikannya sebagai bawahan laki-laki.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut beberapa bentuk dari eksistensi pada novel yang dikaji oleh peneliti yang
menimbulkan beberapa sikap yang menjadi sorotan peneliti yakni a) tekad yang kuat untuk
terus belajar guna mendapat prestasi b) hasrat untuk setara dengan laki-laki c) tekad menjadi
seorang yang berpengaruh d) serta tekad menjadi diri sendiri sebagai sosok perempuan.

Berikut analisis terhadap bentuk eksistensi yang ditulis oleh peneliti pada novel yang dikaji : 

Beauvoir mengungkapkan, dalam kutipan Tong (1998:273-275) Terdapat beberapa skema


yang dapat dilakukan oleh perempuan guna menolak keliyanannya.

a) tekad yang kuat untuk terus belajar guna mendapat prestasi


Tidak hanya laki-laki kaum perempuan juga bisa menjadi sosok yang intelek, bukan hal yang
asing pada era sekarang sudah banyak kelompok anggota yang berlomba dalam menciptakan
terobosan baru guna membangun sebuah perubahan bagi sosok yang termarginalkan yakni
perempuan. Sebuah aktivitas seorang ilmuwan atau seorang intelek adalah mendefinisi serta
berfikir.
Terlihat penulis novel menyinggung perihal pendidikan pada isi ceritanya melalui tokoh
Annisa yang dipaksa menikah oleh ayahnya dan disuruh untuk tidak melanjutkan kejenjang
menengah pertama setelah lulus dari SD berbeda dengan kedua kakaknya. Namun dengan
watak yang keras serta sedikit membangkang dengan tekad yang dimilikinya ia tetap
melanjutkan pendidikannya setelah menikah terlihat dari kutipan berikut : “Maka, sekalipun
sudah hampir dua minggu aku absen dari panggilan guru,, kupaksakan diri ini untuk
kembali ke sekolah Tsanawiyah. Dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah
ketika lautan ilmu itu telah berkumpul di sini, dalam otakku”.( hlm. 98) sangat jelas bahwa
Annisa tetap ingin melanjutkan jenjang pendidikannya pada menegah pertama karena
baginya menikah bukanlah sebuah alasan untuk tidak menuntut ilmu. Sampai pada akhirnya
ia melanjutkan kejenjang menengah atas yaitu Aliyah (setara dengan SMA). Namun pada
saat ia sedang menjalani pendidikannya ia bercerai dengan suami yang dijodohkan oleh
ayahnya itu yang bernama samsudin, terjadi karena beberapa alasan perlakuan kekerasan
dalam rumah tangga dan sering melukai hati Annisa. Sangat jelas digambarkan oleh penulis
tokoh perempuan yang ada pada novel tersebut banyak sekali keterbatasan terkhusus perihal
pendidikan. Tinggal dalam lingkungan yang pandangan masyarakatnya sangat awam adalah
suatu tantangan bagi perempuan karena tidak sedikit pandangan di lingkungan tersebut
menyebutkan perempuan hanya berkiprah pada urusan domestik saja nantinya jadi tidak perlu
sekolah yang tinggi. Pemikiran dangkal tersebutlah yang menggerakan penulis untuk
menyingkirkan stigma masyarakat dengan tekad Annisa untuk terus melanjutkan
pendidikannya dan membuktikan bahwa tekadnya dalam belajar sangat kuat.
“ Kini aku telah menerima raport dari kelas lima tanpa satu angka pun yang berwarna
merah. Bahkan, peringkat rangkingku paling atas dan itu semua berkat dorongan melalui
surat-surat lek Khodori yang menggemuruh penuh cita-cita.”(hlm. 56) “Menurut lek
Khudori, satu-satunya cara agar aku tetap bangkit adalah terus belajar dan belajar.
Melanjutkan sekolah sampai sarjana. Dan nasehat itulah yang pada saat ini harus
kuperjuangkan.” (hlm. 112) penggalan cerita diatas adalah sebuah dorongan untuk Annisa
agar selalu sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan dibuktikannya dengan sebuah prestasi
yang berhasil diraihnya pada saat ia sekolah dasar. Baginya segala impian akan terwujud jika
dibersamai dengan tekad yang sungguh.
b) hasrat untuk setara dengan laki-laki
perempuan dapat menolak menginternalisasi ke Liyanannya. Salah satu upaya nya adalah
muncul pada permukaan masyarakat sehingga dikenali oleh sekelompok masyarakat. menurut
Beauvoir, mendapat peran menjadi liyan adalah menerima status objek. Perempuan seringkali
dianggap lemah, namun tidak perlu khawatir atas anggapan tersebut sejatinya sebagai
perempuan dapat menunjukkan bahwa sosoknya dapat setara dengan kemampuan yang di
milikinya.
Stigma yang seringkali muncul adalah perempuan sebagai pelayan suami terlepas dari itu
sebagai pasangan suami istri semuanya dapat dikerjakan dengan saling tidak hanya
menganggap perempuan hanya sebagai pelayan. Jelas pada potongan berikut:
“...dalam budaya nenek moyang kita, seorang laki-laki memiliki kewajiban dan seorang
perempuan memiliki kewajiban. Kewajiban seorang laki-laki, yang terutama adalah bekerja
mencari nafkah, baik di kantor, di sawah, di laut, atau di mana saja asal bisa mendatangkan
rezeki halal. Sedangkan seorang perempuan, mereka juga memiliki kewajiban, yang
terutama adalah mengurus urusan rumah tangga dan mendidik anak.....” ( hlm. 27)
Penggalan cerita tersebut stigma demikian terbentuk dalam bungkus budaya menganggap
perihal mencari nafkah itu hanya kewajiban seorang laki-laki namun pada realitas yang ada
sekarang sudah banyak sosok perempuan menduduki keberhasilan dalam mencari nafkah.
jadi sebagai sosok perempuan tidak hanya berkiprah pada urusan domestik saja. Bisa menjadi
wanita karir yang kerap disebut “women preneur” dengan catatan masih tetap bisa membagi
waktu atas tanggungjawabnya sebagai ibu rumah tangga dan women preneur. Jadi dalam hal
tersebut laki-laki bisa setara dengan perempuan. “Tetapi anak perempuan kan tidak perlu
sekolah tinggi-tinggi. Sudah cukup jika telah mengaji dan khatam. Sudah ikut sorongan kitab
kuning. Kami juga tidak terlalu terburu. Ya, mungkin menunggu si Udin Wisuda kelak” (hlm.
81) pandangan inilah yang menimbulkan pemikiran orang tua terkhusus dalam hal
pendidikan bagi anak perempuan bukanlah suatu hal yang penting pada masa itu. Memang
ada pandangan yang menjelaskan bahwa yang harus menjadi pemimpin itu hanya laki-laki
dan yang mempunyai kewajiban dalam mencari nafkah juga laki-laki maka pemikiran
pendidikan tidak begitu penting bagi mereka (perempuan) itu terus muncul.
“Apa benar, Mbak May? Jika sekarang Nisa belajar mencuci, menyapu, memasak, apa masa
depan Nisa terjamin? Dan jika Wildan dan Rizal enak-enakan tidur di kamar, apa masa
depan mereka juga terjamin?” (hlm. 21).
Percakapan itu muncul akibat pikiran Annisa tentang ilmu yang tinggi akan menjamin
kelayakan hidupnya dimasa mendatang, karena pada lingkungannya Annisa hanya diajarkan
menjadi sosok perempuan yang harus banyak tahu perihal domestik saja. Dididik bagaimana
menjadi istri yang patuh serta ulet dalam mengurus suami. Banyak sekali hal yang ingin ia
capai diluar urusan domestik. “ Siapa yang mau belajar naik kuda? Kau, bocah wedhok?” “
Iya. Memangnya kenapa, Pak? Tidak boleh? Kak Rizal juga belajar naik kuda.” “…. Kau ini
anak perempuan Nisa. Nggak pantas, anak perempuan kok naik kuda, pancilikan, apalagi
keluyuran mengelilingi ladang. Memalukan! Kau ini sudah besar masih bodoh juga, hehh!!”
Tasbih bapak bergerak lamban, mengenai kepalaku” (hlm. 8)
Terlihat dari potongan kutipan “Kak Rizal juga belajar naik kuda” ada sebuah obsesi untuk
setara dengan kakanya walaupun melawan larangan orang tua.

c) tekad menjadi seorang yang berpengaruh


perempuan dapat bekerja. Dengan bekerja di luar domestik perempuan pun dapat bekerja
sama seperti laki-laki keluar rumah, dengan begitu sosok yang termarginalkan ini bisa
mengambil segala bentuk kesanggupannya, sosok itu dengan mudah menerangkan secara
jelas status subjeknya.

“Aku tidak mau menjadi budak. Pun masa depan yang kerontang bukanlah impianku, juga
impain siapapun” (hlm. 85) “Niat dan usaha kerasku telah menyatu dalam diriku. Aku
berhasil dan diterima pada salah satu perguruan tinggi. Aku pilih filsafat sebagai pilihan
ilmu yang ingin kudalami, dengan kuliah, aku menaiki jenjang pendidikan setapak demi
setapak ilmu yang merasuki otak. Membentuk pola pikir dan kepribadianku. Dengan
organisasi aku mempelajari cara berdebat, berpidato dan manajemen kata untuk menguasai
massa, juga lobby dengan banyak orang yang lebih lama kuliahnya… Lengkaplah jam demi
jam kulalui dalam keterpesonaan ilmu dan kehausanku untuk mendalami segala
sesuatu”(hlm. 202-203).
Pemikiran Annisa dalam kutipan tersebut ilmu yang didapat tidak hanya sampai pada
lingkungan pesantren dan sekolah dasarnya saja terlebih harus sampai pada perguruan tinggi,
pemikirannya yang sudah sangat terbuka membuat ia berfikir ingin membawa perubahan dan
pengaruh terutama untuk dirinya dan sekitarnya. Annisa sudah lebih jauh berfikir untuk
kehidupannya dimasa depan. Karena banyak mimpi yang harus ia capai walau ia tinggal
dilingkungan yang agamanya begitu kental, namun menjadikannya sosok yang kuat sebagai
muslimah idealis yang kritis. Terkadang kebebasan juga bukan suatu hal yang buruk, namun
kebebasan dalam memilih itu adalah hak setiap manusia dari kebebasan itulah setiap orang
dapat menentukkan arah hidupnya.

d) tekad menjadi diri sendiri sebagai sosok perempuan.


Untuk menciptakan perubahan perempuan dapat bekerja. Dalam pandangan Sartre, Beauvoir
memiliki mimpi yang besar dalam menghentikan permasalahan Subjek-Objek, Diri-Liyan.
Beauvoir meyakini sebuah solusi kebebasan untuk sosok yang termarginalkan salahsatunya
faktor ekonomi sebuah faktor penunjang kehidupan agar tidak selalu bergantung pada sosok
laki-laki.
Dalam novel yang diteliti disinggung peran orang tua dalam mendidik anak perempuan
mendapat perlakuan yang berbeda. Hal demikian digambarkan dalam tokoh Annisa, seperti
pada penggalan berikut: “Tidak seperti Wildan dan Rizal yang bebas keluyuran dalam
kuasanya, main bola, dan main layang-layang, sementara aku disekap di dapur untuk
mencuci kotoran bekas makanan mereka, mengiris bawang hingga mataku pedas demi
kelezatan dan kenyamanan perut mereka” (hlm. 23) dengan demikian sosok Annisa
menunjukkan perilaku tidak sukanya terhadap perlakuan itu dengan seringnya melanggar
aturan serta membangkang.
“….Jika aku ke kantor, semua orang melihatku dengan hormat, tidak menutup hidung jika
aku lewat seperti mereka menutup hidung dekat lek sumi, karena bau bawang dan terasi.
Dan akhir bulan aku menerima gaji”(hlm. 15).
Penggalan tersebut adalah salah satu bentuk kemauan Annisa untuk menjadi diri sendiri
sesuai dengan kemauannya. Ia ingin mendapat hidup yang layak pada masa depannya karena
menurutnya jika bekerja dikantor semuanya akan terjamin.

SIMPULAN

Eksistensialisme perempuan adalah titik perempuan telah mencapai eksistensinya ketika ia


dapat menjalankan kehidupannya sesuai tekadnya dan dapat mengira dirinya adalah manusia
yang integral. Dalam mencapainya harus dibenturkan dengan berbagai macam bentuk
masalah baik itu segi memperjuangkan pendidikan, merebut hak-hak yang diperuntukkan
untuknya, menjadi kuat dengan sosok yang termarginalkan. Tentu Dalam hal demikian perlu
dibuktikan melalui sikap atau potensi yang dimiliki. Bentuk eksistensi dalam penelitian ini
sebagai berikut : a) tekad yang kuat untuk terus belajar guna mendapat prestasi b) hasrat
untuk setara dengan laki-laki c) tekad menjadi seorang yang berpengaruh d) serta tekad
menjadi diri sendiri sebagai sosok perempuan.
DAFTAR PUSTAKA

Djajanegara, Soenarjati. (2000). Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Khalieqy, Abidah El. (2008). Perempuan Berkalung Sorban. Yogyakarta: Arti Bumi
Antara.

Nugroho, Riant. (2008). Gender dan Strategi Pengarus Utamaannya di Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tong, Rosemarie Putnam. (2010). Feminist Thought: Pengantar Paling Komperhensif


Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Terjemahan Aquarini Priyatna Prabasmoro.
Bandung: Jalasutra.

Beauvoir, Simone de. (2016). Second Sex: Kehidupan Perempuan. Terjemahan oleh Toni
Setiawan; Nuraini Yualiastuti. Yogjakarta: Narasi-Pustaka Promethea.

Djajanegara, Soenarjati. (2000). Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Sumardjo, Jakob. (1999). Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Penerbit
Alumni.

Stanniyaturrohah. (2019). Eksistensi perempuan dalam novel perempuan berkalung sorban


karya Abidah El-Khalieqy: kajian feminisme eksistensialis. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang, Semarang.
Nazriani. (2016). Perkembangan karakter Annisa dalam novel perempuan berkalung sorban
karya Abidah El-Khalieqy: jurnal. Universitas Muhammadiyah Buton, Baubau.

Anda mungkin juga menyukai