Anda di halaman 1dari 9

PERTAMBANGAN DAN

KRISIS SOSIAL EKOLOGIS


DI NTT
SEMINAR NASIONAL MENINJAU RAGAM PERMASALAHAN DAN KRISIS SOSIAL
EKOLOGIS DI INDONESIA TIMUR
DISELENGGARAKAN OLEH SAJOGYO INSTITUTE
JAKARTA, RABU, 15 DESEMBER 2021
FRANCISIA SSE SEDA
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA
• Dirangkum dari Penelitian Disertasi berjudul Menjaga Rumah Bersama: Studi Gerakan Ekopastoral
Antitambang di Flores dan Lembata karya Yohanes I Wayan Marianta yang telah diuji dan dinyatakan lulus
pada Program Pascasarjana S3 Sosiologi, FISIP UI, 2021 di Depok.
• Lokasi Penelitian adalah 6 (enam) kabupaten di Flores dan Lembata, NTT, yakni, Lembata, Manggarai
Timur, Manggarai, Manggarai Barat, Ende, dan Ngada.
• Gerakan Tolak Tambang di Flores dan Lembata berawal sejak tahun 2005 – 2006, dalam bentuk aksi
perlawanan di Kabupaten Ngada, Lembata, dan pada tahun 2007 di Kabupaten Manggarai Timur. Puncak
gerakan tolak tambang adalah pada tahun 2014 di 3 kabupaten di Manggarai dengan peranserta sampai
ribuan orang. Sesudah itu intensitas mulai menurun karena gerakan tolak tambang ini relatif telah berhasil
menghentikan rencana dan aktivitas pertambangan di Flores dan Lembata
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA
• Gerakan tolak tambang di Flores dan Lembata berawal dengan adanya kesadaran di
kalangan masyarakat khususnya para aktivis gerakan bahwa keberadaan industri tambang
adalah ancaman bagi kualitas hidup dan masa depan mereka secara langsung.
• Kesadaran akan ancaman ini akibat dari adanya fakta bahwa lokasi tempat tinggal mereka
telah dibagi bagi untuk wilayah pertambangan tanpa mereka ketahui dan tanpa
persetujuan mereka
• Reaksi terhadap proses pembuatan kebijakan tambang pemerintah daerah yang dianggap
tidak transparan dan tidak partisipatif kemudian berbentuk sebagai perlawanan
masyarakat
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA
• Reaksi perlawanan ini kemudian menjadi suatu gerakan massal anti kebijakan tambang
Pemerintah Daerah karena dianggap berpihak pada kepentingan investor tambang dan
kecurigaan dugaan adanya KKN antara Pemerintah Daerah dengan para pengusaha
tambang
• Pemerintah Daerah berpendapat bahwa dengan adanya industri tambang akan
menumbuhkembangkan perekonomian lokal sedangkan masyarakat termasuk para aktivis
gerakan tolak tambang ini berpendapat bahwa keberadaan industri tambang justru akan
memiskinkan mereka dan beresiko terjadinya krisis ekologis di dalam suatu ekosistem
yang sudah rapuh dan rentan
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA
• Konteks Struktural sebagai latar belakang meningkatnya industri pertambangan di Flores dan di.Lembata
adalah konteks ekonomi, politik, dan hukum.
• Konteks ekonomi adalah potensi pengembangan industri pertambangan sejak jaman penjajahan Belanda
• Konteks politik adalah Otonomi Daerah khususnya, UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan, UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dan UU No 4 tahun 2009 tentang
pertambangan minerba.
• Konteks hukum khususnya, UU No 4 tahun 2009 ini, yang memberikan kewenangan kepada bupati untuk
menerbitkan ijin tambang
• Dan adanya kecurigaan KKN antara pemerintah daerah dengan pengusaha industri tambang di dalam
konteks pemenangan berbagai pilkada
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA
• UU No 23 tahun 2014 mencabut kewenangan bupati untuk menerbitkan ijin tambang
dan mengalihkannya ke provinsi. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Pusat berpendapat
bahwa kompetensi pemerintah kabupaten yang masih kurang memahami kompleksitas
persoalan tambang dan banyaknya praktek KKN dalam pemberian ijin tambang.
• Gerakan Tolak Tambang di Flores dan Lembata adalah Gerakan Protes Lingkungan Hidup
berskala lokal yang secara khusus menuntut adanya perubahan kebijakan publik dalam
industri pertambangan dan tidak berkembang menjadi organisasi formal dan pada
dasarnya merupakan suatu jaringan informal yang mencakup kelompok kelompok yang
bersifat otonom
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA

• Ketika tujuan berhasil, maka gerakan jejaring informal ini akan berhenti dengan sendirinya
dan tidak ada usaha usaha untuk menjadikan gerakan ini sebagai suatu gerakan sosial
formal ataupun gerakan lingkungan hidup formal.
• Tetapi ada kelompok inti sebagai penggerak, yakni, tim JPIC yang berfungsi menjadi
animator, konektor dan koordinator.
• Kelompok inti ini menjalankan fungsi mereka secara partisipatif dalam struktur jaringan
yang juga tetap informal
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI FLORES DAN
LEMBATA
• Gerakan tolak tambang ini telah berhasil menciptakan tekanan politik yang kuat di dalam
konteks politik lokal sehingga para investor tambang tidak lagi meneruskan investasi
mereka di Flores dan Lembata.
• Gerakan tolak tambang di Flores dan di Lembata ini menunjukkan kekuatan masyarakat
sipil dan demokrasi di dalam konteks lokal khususnya, peran Tim JPIC sebagai kelompok
inti penggerak dan bagian resmi dari Gereja Katolik di dalam jaringan yang informal dan
partisipatif ini yang terdiri dari kelompok kelompok informal yang otonom.
DAFTAR PUSTAKA

• Yohanes I Wayan Marianta, Menjaga Rumah Bersama: Studi Gerakan Ekopastoral Anti
Tambang Di Flores dan Lembata, Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana S3
Departemen Sosiologi, FISIP UI, 2021, Depok.

Anda mungkin juga menyukai