Anda di halaman 1dari 3

Politik luar negeri adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh elite politik dalam menjalin

hubungan dengan negara lain untuk mencapai tujuan nasional. Beberapa kepentingan yang tidak
dapat terpenuhi oleh negaranya sendiri dapat dicapai melalui politik luar negeri. Di Indonesia,
definisi politik luar negeri tertuang dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri. “Setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh
Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha,
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara
Indonesia.” Yumetri Abidin dalam Pengantar Politik Luar Negeri Indonesia (2017, hlm. 27)
menuliskan prinsip dasar politik luar negeri Indonesia yang tercermin dalam Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945, yakni sebagai berikut: Indonesia melakukan politik damai. Indonesia
menjalin hubungan baik dengan negara lain dengan saling menghargai dan tak melakukan intervensi
atas permasalahan dalam negeri. Indonesia mendukung penuh atas terciptanya perdamaian dunia
dengan ikut serta dan aktif dalam organisasi internasional. Indonesia mempermudah pertukaran
pembayaran internasional. Indonesia membantu pelaksanaan keadilan sosial secara global yang
berlandaskan pada piagam PBB. Indonesia membantu untuk memerdekakan negara-negara yang
masih terjajah. Dalam melakukan politik luar negeri, tiap negara memiliki pedoman berbeda yang
sesuai dengan ideologi masing-masing. Indonesia memiliki tiga landasan dalam melakukan politik
luar negeri, yaitu: 1. Landasan Ideologis Landasan ideologis politik luar negeri Indonesia adalah
kelima sila Pancasila. Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan segala sesuatu, termasuk dalam pelaksanaan politik luar negeri. 2. Landasan
konstitusional Politik Indonesia dalam undang-undang tertulis dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945, yang berbunyi, “ … dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ...” Selain itu, terdapat pula dalam pasal 11
ayat 1 yang berbunyi, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.” 3. Landasan operasional Indonesia
menggunakan prinsip bebas aktif dalam menjalankan politik luar negeri. Prinsip ini pertama kali
diperkenalkan oleh Muhammad Hatta dalam pidato "Mendayung antara Dua Karang" yang
disampaikan pada sidang Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) di Yogyakarta, 2 September
1948. Pidato Hatta dibuat sebagai respons atas konflik yang saat itu terjadi antara blok Barat yang
berhaluan liberal kapitalis (Amerika Serikat) dan Timur yang berhaluan komunis (Cina, Uni Soviet)
setelah Perang Dunia II. Hatta mendefinisikan kata "bebas" pada sikap netral Indonesia yang tidak
berpihak pada blok Barat maupun blok Timur atau blok manapun yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Sedangkan kata "aktif" merujuk pada usaha
Indonesia dalam menjaga perdamaian antara blok Barat dan Timur dengan bersikap aktif dalam
menjalankan kebijakan luar negeri. Prinsip bebas aktif direalisasikan secara berbeda dalam tiap
periode pemerintahan. Dalam Orde Lama misalnya, sebagai negara yang tidak mendukung blok
Timur ataupun Barat, Indonesia berperan sebagai tuan rumah dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia-
Afrika pada 1955 yang selanjutnya melahirkan Gerakan Non-Blok, organisasi internasional yang
netral dari blok manapun di dunia. Sikap netral Indonesia saat itu diremehkan oleh bangsa lain
sebagai sikap politik yang netral dan tak memiliki pedoman. Padahal, politik luar negeri Indonesia
bermakna independent policy yang tak memihak siapa pun. “... Sebab kita tidak netral, kita tidak
penonton-kosong daripada kejadian-kejadian di dunia ini, kita tidak tanpa prinsip, kita tidak tanpa
pendirian. Kita menjalankan politik bebas itu tidak sekadar secara ”cuci tangan”, tidak sekadar
secara defensif, tidak sekadar secara apologetis. Kita aktif, kita berprinsip, kita berpendirian! Prinsip
kita ialah terang Pancasila, pendirian kita ialah aktif menuju kepada perdamaian dan kesejahteraan
dunia, aktif menuju kepada persahabatan segala bangsa, aktif menuju kepada lenyapnya
exploitation de l’homme par l’homme, aktif menentang dan menghantam segala macam
imperialisme dan kolonialisme di manapun ia berada," tulis Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera
Revolusi (1965, hlm. 277). Perubahan sikap dalam tiap periode kepengurusan terjadi karena
perubahan lingkungan domestik, regional, dan internasional yang disesuaikan dengan kepentingan
nasional. Kepentingan nasional adalah kepentingan suatu negara yang ingin dicapai dalam
melakukan hubungan internasional. Kepentingan pertahanan terdiri atas beberapa jenis, yaitu
sebagai berikut: Kepentingan pertahanan yang menyangkut wilayah, warga negara, dan sistem
politik. Kepentingan ekonomi yang menyangkut kerja sama antarnegara untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di negaranya. Kepentingan tata internasional adalah upaya mempertahankan
sistem politik atau ekonomi global yang berdampak positif bagi negaranya. Kepentingan ideologi
berkaitan dengan cara negara untuk menjaga ideologinya dari ancaman ideologi negara lain

Politik luar negeri merupakan sebuah kebijakan atau peraturan suatu negara dalam mengatur
hubungan dengan negara lain. Politik luar negeri satu negara dengan negara lain pastinya berbeda
meski tujuan yang sama dalam membangun negara. Baca juga: Tantangan Politik Luar Negeri RI
Pasca-Pemilu 2019 Arti politik luar negeri Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), dalam politik luar
negeri tujuan umum yang memandu kegiatan dan hubungan satu negara dalam interaksi dengan
negara lain. Perkembangan politik luar negeri dipengaruhi oleh pertimbangan domestik, kebijakan,
perilaku negara lain, atau rencana untuk memajukan desain geopolitik tertentu. Ditekankan
keunggulan geografi dan ancaman eksternal dalam membentuk kebijakan luar negari. Diplomasi
adalah alat kebijakan luar negeri.

Politik luar negeri Indonesia menganut prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan
untuk kepentingan nasional. Bebas diartikan bangsa Indonesia tidak memihak atau ikut sert a pada
kekuatan-kekuatan yang ingin berseteru dan tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa. Sementara aktif
artinya Indonesia tidak tinggal saja, tapi aktif dalam hubungan internasional dalam rangka
mewujudkan ketertiban dunia.

Dengan politik bebas aktif, bangsa Indonesia bisa menentukan arah, sikap, dan keinginan sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam buku Grand Design: Kebijakan Luar Negeri Indonesia
(2015-2025) (2016) karya Adriana Elisabet, prinsip bebas aktif dalam pelaksanaan kebijakan luar
negeri Indonesia disesuaikan dengan dinamika nasional, regional, dan internasional. Khususnya
dinamika yang cenderung berdampak ataupun saling memengaruhi perkembangan di tingkat
nasional, regional, dan internasional. Untuk mengoptimalkan kontribusi internasional Indonesia dan
mencapai kepentingan nasional secara menyeluruh baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan masyarakat, maupun menciptakan ketertiban dunia. Maka
prinsip bebas aktif diimplementasikan secara lebih pragmastis, proaktif, fleksibel, akomodatif, dan
asertif. Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), politik dunia ditandai
oleh munculnya dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Apa saja landasan politik luar negeri Indonesia?


Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif berdasar atas hukum dasar, yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang tidak lepas dari tujuan nasional bangsa Indonesia
sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat.

Anda mungkin juga menyukai