PSAK N0. 14
Dosen Pengampu
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SAMUDRA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Yang masih memberikan rahmat, hidayah, dan nikmatnya kepada saya sehingga bisa
menyelesaikan tugas mata kuliah ini. Shalawat beserta salam semoga terlimpahkan kepada nabi
Muhammad SAW yang membawa kita dari jaman jahiliah sampai jaman terang benderang
seperti sekarang ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini yang telah
membimbing penulis dalam penyususunan makalah ini, serta mengucapkan terimakasih pula
kepada rekan rekan yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini. Namun penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karna itu saran dan krirtik yang
membangun penulis harapkan demi perbaikan dan kebaikan.
Semoga makalah ini menjadi khazanah keilmuan bagi yang membaca dan semoga bisa
memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
2.1 PSAK 14
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK adalah standar yang harus diikuti dalam
pencatatan dan pelaporan akuntansi di Indonesia.PSAK ini merupakan aturan-aturan yang harus
ditaati oleh para akuntan agar pelaporan akuntansi di Indonesia lebih efektif.
PSAK 14 berlaku untuk semua persediaan kecuali persediaan dalam pekerjaan dalam
proses yang timbul sebagai akibat kontrak konstruksi (PSAK 34), serta tidak berlaku bagi
persediaan dalam instrumen keuangan (PSAK 50 dan PSAK 55). Selain itu, PSAK 14 juga tidak
diterapkan bagi pengukuran persediaan yang dimiliki oleh:
(1) produsen produk agrikultur dan kehutanan, hasil agrikultur setelah panen dan mineral dan
produk mineral, sepanjang persediaan diukur pada nilai realisasi neto sesuai dengan
praktik di industri tersebut; dan
(2) pialang pedagang komoditas yang mengukur persediaannya pada nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual.
Ruang Lingkup
Pernyataan ini tidak diterapkan untuk pengukuran persediaan yang dimiliki oleh:
1. Produsen produk agrikultur dan kehutanan, hasil agrikultur setelah panen, dan mineral
dan produk mineral, sepanjang persediaan tersebut diukur pada nilai realisasi neto sesuai
dengan praktik yang berlaku di industri tersebut. Perubahan nilai realisasi bersih diakui
dalam laba rugi pada periode terjadinya.
2. Pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya pada nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual. Perubahan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual diakui dalam
laba rugi pada periode terjadinya.
Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi
biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan
dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada
tanggal pengukuran.
Jenis-jenis Persediaan
Pengukuran Persediaan
Persediaan diukur pada mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto.
Biaya persediaan terdiri dari:
1. Biaya pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya kecuali yang dapat ditagih
kembali kepada kantor pajak, biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang
dapat diatribusikan secara langsung serta dikurangkan dengan diskon dagang, rabat, dan hal
serupa lain.
2. Biaya konversi
Biaya konversi meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan
biaya overhead produksi tetap dan variable yang dialokasikan secara sistematis.
3. Biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat kini.
Biaya yang dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode
terjadinya:
Rumus Biaya:
1. Biaya untuk persediaan yang secara umum tidak dapat ditukar dengan persediaan lain
(not ordinary interchangeable) dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk
proyek tertentu diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya
masing-masing.
2. Untuk barang lain dihitung dengan menggunakan rumus biaya:
Metode Pencatatan
Persediaan Dalam akuntansi dikenal ada dua macam metode dalam pencatatan persediaan yang
dikenal dengan metode perpetual dan metode periodik.
a. Metode perpetual
Reeve (2009:282) setiap pembelian dan penjualan barang dicatat dalam akun persediaan dan
juga pada akun harga pokok penjualan.Dengan demikian jumlah barang yang tersedia untuk
dijual dan jumlah yang terjual dilaporkan dalam catatan persediaan secara terus-menerus.
b. Metode periodik
Reeve (2012:282) Pencatatan dalam metode fisik atau yang disebut juga dengan metode
periodik, akun harga pokok penjualan dihitung dengan mengurangkan sisa barang pada akhir
periode dari barang tersedia untuk dijual selama periode tersebut.Sisa barang pada akhir
periode dihitung dengan melakukan perhitungan fisik terhadap sisa persediaan yang
ada.Pada metode periodik catatan persediaan tidak menunjukan jumlah tersedia untuk dijual
atau jumlah terjual salama periode tertentu.
Supriyono (2008 : 16) mengartikan harga pokok adalah jumlah yang dapat diukur dalam
satuan uang, dalam bentuk kas yang dibayarkan atau nilai jasa yang diserahkan/dikorbankan,
atau hutang yang timbul atau tambahan modal dalam rangka pemilikan barang dan jasa yang
diperlukan perusahaan, baik pada masa lalu maupun pada masa mendatang.
Metode penilaian persediaan ini mengalokasikan total biaya persediaan yang tersisa dan yang
dijual. Metode ini terdiri dari empat metode paling umum yaitu:
a. Identifikasi Khusus
Pontoh (2013:312) metode ini memiliki keunggulan dalam menentukan secara tepat
biaya persediaan per unit yang terjual, dan menentukan secara tepat nilai persediaan akhir
yang tersisa dalam gudang.Hal ini disebabkan karena unit persediaan yang akan dijual
dapat diidentifikasi terpisah secara tepat.Akan tetapi, metode ini menjadi tidak praktis
ketika diterapkan dalam organisasi bisnis yang bergerak di bidang usaha perdagangan
besar dan eceran.
b. Metode Biaya Rata-rata
Pontoh (2013:317) metode ini mengasumsikan bahwa harga beli sebuah persediaan yang
dibeli terakhir akan menjadi beban pokok penjualam terlebih dahulu, pada saat terjadinya
transaksi penjualan. Nilai persediaan yang akan dilaporkan adalah berdasarkan harga beli
persediaan pada awal persediaan.
c. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO)
Libby (2008:342) metode ini berasumsi bahwa barang yang pertama kali dibeli
merupakan barang yang pertama kali dijual, dan barang yang terakhir kali dibeli
merupakan barang yang tersisa sebagai persediaan.Menurut metode ini, harga pokok
penjualan dan persediaan akhir dihitung seolah-olah barang tersebut keluar masuk.Saat
metode FIFO digunakan selama periode inflasi atau kenaikan harga-harga secara umum,
biaya unit yang lebih awal akan lebih rendah dibandingkan dengan biaya unit paling
terakhir.Oleh karena itu metode ini akan menghasilkan laba kotor lebih tinggi.Akan
tetapi, persediaan perlu diganti dengan harga yang lebih tinggi dari pada yang ditunjukan
oleh harga pokok penjualan.
d. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO)
Reeve (2009:356) metode ini berasumsi bahwa barang yang dibeli paling terakhir
merupakan barang yang pertama kali dijual, unit paling tua tetap berada dalam persediaan
akhir. Ketika metode LIFO ini digunakan selama peiode inflasi atau kenaikan harga-
harga, hasilnya adalah berkebalikan dengan metode-metode yang lain.Metode LIFO akan
menghasilkan jumlah yang lebih tinggi untuk harga pokok penjualan (HPP), jumlah yang
lebih rendah untuk laba kotor dan jumlah yang lebih rendah untuk persediaan
akhir.Alasan pengaruh ini adalah biaya perolehan unit yang paling akhir akan kurang
lebih sama dengan biaya penggantinya. Dalam periode inflasi, biaya unit yang lebih baru
akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya unit yang lebih awal.
Pengakuan Sebagai Beban
Jika persediaan dijual, maka jumlah tercatat persediaan tersebut diakui sebagai beban pada
periode diakuinya pendapatan. Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya perolehan
menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugian persediaan diakui sebagai beban pada periode
terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai
persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi neto, diakui sebagai pengurangan terhadap
jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut.
Sesuai dengan PSAK 14 “Persediaan” Par. 09, Persediaan diukur pada mana yang lebih rendah
antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto. Ini sebenarnya adalah pengujuan penurunan nilai
secara implisit yang diatur dalam PSAK 14, sehingga dengan demikian Persediaan dikecualikan
dari ruang lingkup penurunan nilai pada PSAK 48 “Penurunan Nilai Aset”.
Untuk dapat menentukan mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto
kita perlu pahami terlebih dahulu apa saja komponen pembentuk dari kedua variabel tersebut.
Biaya pembelian, termasuk pajak yang tidak terpulihkan, biaya pengurusan dan
transportasi;
Setelah dikurangi diskon dagang, rabat dan item serupa lain;
Biaya konversi;
Biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Contoh biaya yang dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode
terjadinya adalah:
Jumlah yang tidak normal atas pemoorosan bahan, tenaga kerja atau biaya produksi
lainnya;
Biaya penyimpanan;
Overhead administrasi yang tidak memberikan kontribusi untuk membuat persediaan
berada dalam kondisi dan lokasi saat ini; dan
biaya penjualan
Sedangkan nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha normal dikurangi
estimasi biaya penyelesaiaan dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.
Contoh Kasus:
PT Sparepart adalah Perusahaan yang menyediakan suku cadang untuk produsen otomotif
ternama di Indonesia. Pada akhir tahun buku diketahui bahwa nilai persediaan yang dimiliki oleh
PT Sparepart bernilai Rp1 Miliar.
Namun kemudian pada bulan Januari tahun berikutnya produsen otomotf menyampaikan bahwa
akan ada perubahan model mobil kepada publik, informasi yang sama telah disampaikan
sebelumnya kepada pimpinan PT Sparepart sebelum akhir tahun buku. Perubahan model ini
menyebabkan persediaan yang dimiliki oleh PT Sparepart menjadi usang (karena sparepart tidak
dapat digunakan pada model yang baru), sehingga diestimasi bahwa nilai realisasi neto
persediaan PT Sparepart pada akhir tahun hanya bernilai Rp850 Juta.
Terkait dengan hal ini, maka jurnal akuntansi yang perlu dibukukan oleh PT Sparepart pada
akhir tahun adalah:
Demikian penjelasan dan ilustrasi kasus untuk penerapan prinsip penilaian atas Persediaan sesuai
dengan PSAK 14.
Contoh Penilaian Persediaan penghitungan HPP dengan metode FIFO dan rata-rata
tertimbang sistem Physical, Sebuah PT ABC melakukan beberapa transaksi selama bulan januari
2014 berikut rincian transaksinya :
Tanggal 1 januari 2014 terdapat persediaan barang awal sebanyak 100 unit, dengan harga
perunit Rp 125.000
Tanggal 5 januari 2014 terjadi pembelian barang dagangan sebanyak 75 unit dengan
harga per unit 130.000
Tanggal 10 januari 2014 terjadi penjualan barang dagangan sebanyak 125 unit dengan
harga per unit 150.000
Tanggal 15 januari 2014 terjadi pembelian barang dagangan sebanyak 80 unit dengan
harga per unit 135.000
Tanggal 20 januari 2014 terjadi pembelian barang dagangan sebanyak 50 unit dengan
harga per unit 140.000
Tanggal 25 januari 2014 terjadi penjualan barang dagangan sebanyak 100 unit dengan
harga per unit 175.000
Tanggal 30 januari 2014 terjadi pembelian barang dagangan sebanyak 75 unit dengan
harga per unit 145.000
Transaksi penjualan tangal 10 januari 2013 Dijual 125 unit barang dagang, Harga Pokok
penjualan dihitung sebagai berikut:
HPP = Jumlah fisik barang x Harga per unit
100 unit x Rp 125.000 = Rp 12.500.000
25 Unit x Rp 130.000 = Rp 3.250.000
HPP transaksi penjualan tanggal 10 januari adalahRp 15.750.000
Transaksi Penjualan tangal 25 Januari 2013
Dijual 100 Unit barang dagang, Harga Pokok Penjualan dihitung sebagai berikut:
HPP = Jumlah fisik barang x Harga per unit
50 unit x Rp 130.000 = Rp 6.500.000
50 Unit x Rp 135.000 = Rp 6.750.000
HPP transaksi penjualan tanggal 25 januari adalah Rp 13.250.000
Dengan demikian HPP dalam bulan januari adalah
15.750.000 + 13.250.000 = Rp 29.000.000
3.Penghitungan HPP dan Penilaian persediaan akhir dengan metode rata-rata tertimbang.
Harga rata-rata barang per unit:
(100x125.000)+(75x130.000)+(80x135.000)+(50x140.000)+(75x145.000)
(100+75+80+50+75)
=134.000
Nilai persediaan akhir =155 unit x134.000 = 20.770.000
HPP = (Persediaan awal + Pembelian)-Persediaan akhir
HPP = (100x125.000)+(75x130.000)+(80x135.000)+(50x140.000)+(75x145.000)-
20.770.000
HPP = 50.925.000-20.770.000
HPP = 30.155.000
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah. Estimasi
nilai realisasi neto didasarkan pada bukti paling andal yang tersedia pada saat estimasi dilakukan
terhadap jumlah persediaan yang diharapkan dapat direalisasi. Estimasi ini memertimbangkan
fluktuasi harga atau biaya yang langsung terkait dengan peristiwa yang terjadi setelah akhir
periode sepanjang peristiwa tersebut menegaskan kondisi yang ada pada akhir periode. Jika
persediaan dijual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada
periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut.Setiap penurunan nilai persediaan di
bawah biaya menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai
beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut.