Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGANTAR STUDI ALQURAN DAN HADITS


“Hadis Shahih dan Hasan”

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Luqmanul Hakim, M.Ag

Oleh Kelompok 12:


Naila Shofiyati 2015040106
Dhelvina Rhesma 2115040033

KELAS : IPI - A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG
1443 H/ 2021 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya danKesehatan
kepada kita semua. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurah kepadaNabi Muhammad
SAW. Rasa syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT sehinggaPenulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hadis Shahih dan Hadis Hasan” dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an
dan Hadits. Selain itu makalah ini bertujuan untuk Menambah wawasan tentang ilmu-ilmu
yang terkait dengan hadis bagi penulis dan juga Pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Luqman Hakim, M.Ag Selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits. UcapanTerima kasih
juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu saran dan Kritik yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 29 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL ...........................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1

1.3 Tujuan Pembahasan ...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hadis Sahih...............................................................................................................2

A. Pengertian Hadis Shahih.........................................................................................2

B. Syarat-syarat Hadis Shahih.....................................................................................2

C. Klasifikasi Hadis Sahih...........................................................................................3

2.2 Hadis Hasan..............................................................................................................4

A. Pengertian Hadis Hasan..........................................................................................4

B. Syarat-syarat Hadis Hasan......................................................................................5

C. Klasifikasi Hadis Hasan.........................................................................................6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................8

3.2 Saran .........................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................9


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah periwayatan hadits Nabi berbeda dengan sejarah periwayatan Al-Qur‟an. Periwayatan
Al-Qur‟an, sejak zaman nabi sampai ke generasi-generasi berikutnya tetap terpelihara, baik dalam
bentuk tulisan maupun hafalan. Namun periwayatan hadits nabi tidaklah sama seperti periwayatan Al-
Qur‟an. Periwayatan hadits ditinjau dari beberapa segi. Hadits mutawatir memberikan faedah
“yaqinbi‟l-qath‟i” (sepositif-positifnya), bahwa nabi Muhammad saw, benar-benar bersabda, berbuat
atau menyatakan ikrar(persetujuan)-nya di hadapan para sahabat, berdasarkan sumber-sumber yang
banyak sekali, yang mustahil mereka sama-sama mengadakan persepakatan untuk berdusta. Oleh
karena itu sumber-sumbernya sudah meyakinkan kebenarannya, maka tidak perlu diperiksa dan
diselidiki dengan mendalami dentitas para rawi itu.
Berlainan dengan hadits ahad, yang memberikan faedah“dhanny” (prasangka yang kukatakan
kebenarannya), mengharuskan kepada kita mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan yang seksama,
mengenai identitas(kelakuan dan keadaan) para rawinya, disamping keharusan mengadakan
penyelidikan mengenai segi-segi lain, agar hadits ahad tersebut dapat diterima sebagai hujjah atau
ditolak, bila ternyata terdapat cacat-cacat yang menyebabkan penolakan.Melihat kenyataan, bahwa
sanad hadits ada yang bersambung dan ada yang tidak bersambung, kemudian perawinya ada yang
dapat dipercaya dan ada yang tidak, serta kandungannya ada yang janggal dan ada yang wajar, maka
ulama hadits lalu membagi hadits dari segi kualitas sanad, perawi dan juga matannya, pada hadits
Shahih dan Hadits Hasan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan pada makalah sebagai
berikut:
a. Apa yang dimaksud Hadis Shahih dan Hadis Hasan?
b. Apa syarat-syarat Hadis Shahih dan Hadis Hasan?
c. Apa itu Shahih Lidzatihi dan Shahih Ligairihi?
d. Apa itu Hasan Lidzatihi dan Hasan Ligairihi?

1.3 Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan tujuan Penyusunan makalah
ini sebagai berikut:
a. Untuk Mengetahui Pengertian dari Hadis Shahih dan Hasan.
b. Untuk Mengetahui Syarat-syarat dari Hadis Shahih dan Hasan.
c. Untuk Mengetahui apa itu Shahih Lidzatihi dan Shahih Ligairihi.
d. Untuk Mengetahui apa itu Hasan Lidzatihi dan Hasan Ligairihi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hadis Shahih


A. Pengertian Hadis Shahih
Kata shahih dalam bahasa diartikan sehat, yang dimaksud hadis shahih adalah hadis
yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
Hadis shahih menurut istilah ulama berbeda pendapat, namun secara umum pendapat
mereka tidak ada perbedaan yang jauh. Diantara pendapat para ulama tentang definisi hadis
shahih adalah sebagai berikut:
‫ص ُل ال َّسنَ ِد َغ ْي ُر ُم َعلَّ ٍل َوالَ شَا ٍّذ‬
ِ َّ‫ض ْب ِط ُمت‬
َّ ‫ َمانَقَلَهُ َع ْد ٌل تَا ُّم ال‬.
“Hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh periwayat yang adil, sempurna ingatan, sanadnya
bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak syadz”.
Mahmud Tahhan dalam buku “Taisir fi mustalahi al-hadis” mendefinisikan:
‫ضب ِْط ع َْن ِم ْثلِ ِه إِلَى ُم ْنتَهَاهُ ِم ْن َغي ِْر ُش ُذوْ ٍذ َوالَ ِعلَّ ٍة‬
َّ ‫ص َل َسنَ ُدهُ بِنِ ْق ِل ْال َع ْد ِل تَا ُّم ال‬
َ َّ‫َمااِت‬
“Hadis yang sambung sanadnya diriwayatkan oleh orang yang adil dan sempurna ke-dabit-
annya di semua tingkatan sanad, tidak syadz dan tidak ‘illah.
Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih sebagai berikut :
a. Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari periwayat pertama
sampai periwayat terakhir.
b. Para periwayatnya harus terdiri dari orang-orang yang tiqat, dalam arti adil dan dabit,
c. Hadisnya terhindar dari ‘illat (cacat)
d. Hadisnya tidak Syadz, yakni tidak lebih lemah dibanding dengan riwayat lain yang
bertentangan.
e. Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sejaman.

B. Syarat-syarat hadis shahih


Berdasarkan definisi hadis shahih diatas, dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadis
shahih dapat dirumuskan sebagai berikut:
⇨ Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap periwayat dengan periwayat lainnya benar-benar saling
bertemu dan mengambil hadis secara langsung dari syekhnya, mulai awal sanad hingga akhir
sanadnya.
⇨ Periwayatnya ‘adil
Maksudnya adalah tiap-tiap periwayat itu seorang muslim, bersetatus mukallaf
(ballig),berakal sehat, bukan fasiq dan tidak jelek perilakunya (menjaga muru’ah) .

Dalam menilai ke ‘adilan seorang periwayat cukup dilakukan dengan salah satu teknik
berikut:
1. Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil.
2. Khusus mengenai periwayat hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa
seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang
menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasik, dan
periwayatannya pun ditolak.
⇨Periwayatnya bersifat sempurna kedabitannya
Maksudnya masing-masing periwayatnya sempurna daya ingatannya, baik daya
ingatan pada tulisannya atau hafalannya. Artinya sekiranya hadisnya dibutuhkan dapat
menunjukkan dengan cepat baik melalui hafalan atau tulisannya.
Adapun sifat-sifat kedabitan periwayat, menurut para ulama, dapat diketahui melalui:
1. Kesaksian para ulama
2. Berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat orang lain yang telah dikenal
kedabitannya.
⇨Tidak syaz
Secara bahasa artinya janggal, ganjil, terasing, atau menyalahi aturan. Maksudnya
ialah hadis itu benar-benar tidak syaz, dalam arti tidak bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh orang yang lebih siqah. Periwayatan hadisnya bertentangan dengan
Periwayatan yang lebih kuat.
⇨Tidak Ber ‘illat
Maksudnya tidak ada sebab yang samar yang dapat menurunkan derajat ke-shahih-an
hadis, namun dilihat lahirnya nampak selamat dari cacat.
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun matan atau pada keduanya secara
bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti
menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.

C. Klasifikasi Hadis Shahih


1. Hadis Shahih Lidzatihi
Adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rijal al-hadis yang adil
dan sempurna kedabitannya disetiap tingkatan sanad, tidak terdapat syadz dan tidak ber’illat.
Hadis ini dinamakan hadis lidzatihi karena:
a. Sanadnya muttasil : semua periwayatnya mendengar hadis langsung dari gurunya,
adapun ‘an’anah-nya Malik ibn Syihab dan ibn Jabir termasuk muttasil, karena
mereka bukan orang yang me-mudallas-kan (menyamarkan cacatnya) sanad.
b. Para periwayatnya semua adil, sempurna dabit nya, dan menjaga muruah.
c. Ibnu Syihab az-Zuhri adalah faqih, muttaqin, amirul mukminin fi al hadis.
d. Muhammad bin Jabir adalah siqah
e. Jabir bin Muth’im adalah sahabat yang adil dan dabit.
f. Hadisnya tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rijal yang lebih
siqah.
g.Tidak terdapat cacat yang mengurangi derajad kesahihan hadis.

2.Hadis Shahih Ligairih


Definisi menurut jumhur ahli hadis adalah : “hadis hasan jika ada hadis yang sama
dengan sanad yang berbeda yang bisa menguatkan dengan syarat derajat hadisnya sama atau
lebih siqah”
Dinamakan “shahih ligairihi” karena hadis ini sebenarnya tidak shahih tapi naik
derajat menjadi shahih karena ada hadis lain yang menguatkannya.Urutan derajat hadis shahih
ligairihi adalah dibawah sahih lidzatihi di atas hasan lizatihi.
Hadis ini sebenarnya hadis hasan lidzatihi, karena Basyar bin Umar adalah orang
yang terkenal adil, jujur menjaga muru’ah, namun ke-dabit-annya dibawah standar periwayat
hadis Shahih (kurang dabit). Namun hadis ini banyak sanad yang lain yang menguatkan
sehingga hadis ini disebut shahih ligairihi.

2.2 Hadis Hasan


A. Pengertian Hadis Hasan
Hasan (‫) َح َسن‬, secara bahasa berarti sama dengan kata” jamal ( ‫”)ج َم ٌل‬
َ yaitu “bagus” atau
“sesuatu yang disenangi atau digandrungi nafsu”. Berpijak pada posisi kehujjahan hadits
hasan yang berada di antara hadits shahih dan hadits dha’if, para ahli berbeda-beda dalam
mendefinisikannya, di antaranya adalah:
-Ibnu Hajar
‫وخبر األحادى بنقل عدل تام الضبط متّصل الشند غير معلل وال شاذ هو الصحيح لذاته فإن قل‬
‫الضبط فالحسن لذاته‬
Artinya : “Hadits ahadi yang diambil atau diakses melalui perawi yang adil, sempurna daya
ingatannya, bersambung sanadnya, tanpa ada cacat dan kejanggalan disebut hadits shahih
lidzatih. Akan tetapi jika kekuatan daya ingatannya kurang sempurna, maka disebut hadits
hasan lidzatihi.”
-Khattabiy
‫الحسن لذاته هو ما عرف تخرجه واشتهر رجاله‬
Artinya : “Hadits hasan lidzatih ialah hadits yang perawinya dapat diketahui secara jelas dan
terkenal.”
-Imam Tirmidzi
Hadits hasan adalah tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang
tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadits tersebut)
diriwayatkan pula melalui jalan lain.

Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seseorang
yang adil tetapi kurang dhabit, tidak terdapat di dalamnya suatu kejanggalan (syadz) maupun
kecacatan (‘illat). Menurut para ulama mutahaddisin, hadits hasan didefinisikan sebagai hadits
yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada
matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan maknanya. Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan
kecuali pada bidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang
meskipun sedikit. Hadits hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk
sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting.

B. Syarat-Syarat Hadits Hasan


Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadits yang dikategorikan
sebagai hadist hasan, yaitu :
⇨Para perawinya yang adil
Menurut Al-Razi, adil didefinisikan sebagai kekuatan ruhani (kualitas spiritual) yang
mendorong untuk selalu berbuat takwa, yaitu mampu menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi
kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang
menodai muru’ah.
Untuk mengetahu adil tidaknya seorang rawi, para ulama hadits telah menetapkan
beberapa cara, yaitu:
•Melalui popularitas keutamaan seorang rawi di kalangan ulama hadits.
•Penilaian dari kritikus hadits yang berisi pengungkapan kelebihan dan kekurangan yang
ada pada diri periwayat hadits.
•Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil yang ditempuh apabila para kritikus rawi hadits
tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.
⇨Ke-dhabit-an perawinya dibawah perawi hadits shahih
Dhabit artinya cermat dan kuat hafalannya. Rawi dhabit adalah rawi yang kuat
hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima
dan menyampaikan sesuai dengan apa yang ia terima. Dilihat dari kuatnya hafalan rawi, ke-
dhabit-an ini terbagi menjadi dua macam, yaitu dhabit sadri atau dhabit al-fu’ad yang berarti
kemampuan untuk memelihara hadits dalam hafalan sehingga apa yang ia sampaikan sama
dengan apa yang ia terima dari gurunya. Sedangkan dhabit al-kitab adalah terpeliharanya
periwayatan itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya, sehingga ia tahu apabila ada tulisan
periwayatan hadits yang salah.
Cara yang dilakukan untuk mengetahui ke-dhabit-an seorang rawi hadits menurut
berbagai pendapat ulama yaitu:
•Diketahui berdasarkan kesaksian ulama.
•Diketahui berdasarkan kesesuaian riwayat seorang rawi dengan riwayat yang disampaikan
oleh periwayat lain yang telah dikenal ke-dhabit-annya, baik kesesuaian itu sampai tingkat
makna maupun sampai tingkat harfiah.
•Seorang rawi yang tidak sering mengalami kekeliruan dalam tetap dikatakan dhabit
asalkan kesalahan itu tidak terus menerus.

⇨Sanad-sanadnya bersambung
Setiap rawi yang dalam menerima suatu hadits benar-benar menerima dari rawi
sebelumnya dan begitu seterusnya sampai pada rawi yang pertama. Imam Bukhori
berpendapat bahwa suatu hadits dapat disebut sanadnya bersambung apabila murid dan guru
atau rawi pertama dengan rawi kedua benar-benar pernah bertemu walaupun hanya sekali.
Sedangkan menurut Imam Muslim, sanad hadits disebut bersambung apabila ada
kemungkinan bertemu bagi kedua rawi. Hal ini dapat terjadi apabila keduanya hidup dalam
satu kurun waktu tertentu atau tempat tinggalnya tidak terlalu berjauhan menurut ukuran saat
itu, meskipun keduanya belum pernah bertemu sama sekali.
⇨Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
Menurut istilah ulama hadits, syadz adalah hadits yang diriwwayatkan oleh periwayat
thiqah dan bertentangan dengan riwayat oleh periwayat yang lebih thiqah. Menurut Al-
Shafi’i, suatu hadits dipandang syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang thiqah namun
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang thiqah yang banyak, sementara itu
tidak ada rawi lain yang meriwayatkannya. Menurut Fatchur Rahman, syadz yang terjadi pada
suatu hadits terletak pada adanya pertentangan antara periwayatan hadits oleh rawi yang
maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan periwayatan hadits oleh rawi yang lebih
rajah (kuat), hal ini disebabkan adanya kelebihan dalam jumlah sanad atau lebih dalam hal ke-
dhabit-an rawinya atau adanya segi tarjih yang lain.
⇨Tidak mengandung ‘illat.
‘Illat yang dimaksud di sini adalah sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak
kualitas hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits yang secara dhahir nampak shahih
menjadi tidak shahih. Langkah yang dilakukan para ulama untuk mengetahui terdapat ‘illat
tidaknya suatu hadits diantaranya:
•Mengumpulkannya semua riwayat hadits, kemudian membuat perbandingan antara sanad
dan matannya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang selanjutnya akan
diketahui di mana letak ‘illatnya dalam hadits tersebut.
•Membandingkan susunan rawi dalam setiap sanad.
•Pernyataan seorang ahli yang dikenal keahliannya, bahwa hadits tersebut mempunya ‘illat
dan ia menyebutkan letak ‘illat pada hadits tersebut.

C. Klasifikasi Hadis Hasan


1. Hadits Hasan Lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, yakni hadits yang telah
memenuhi persyaratan hadits hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadits hasan
lidzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan
hafalannya belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.

2. Hadits Hasan Lighairih


Hadits hasan lighairih adalah hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak
nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang
menjadikannya fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal
dan semakna dari sesuatu segi yang lain. Hadits hasan lighairih adalah hadits hasan yang
bukan dengan sendirinya, artinya hadits yang menduduki kualitas hasan. Karena dibantu oleh
keterangan hadits lain yang sanadnya Hasan. Hadits hasan lighairih adalah hadits yang
dha’ifnya ringan dan memiliki beberapa jalan yang bisa saling menguatkan satu dengan yang
lainnya karena menimbang di dalamnya tidak ada pendusta atau rawi yang pernah tertuduh
membuat hadits palsu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadits ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, yaitu terbagi dalam tiga macam,
yaitu shahih, hasan, dhaif.
Hadits shahih ialah hadits yang sempurna dari sanad dan matannya, dinukil (diriwayatkan) oleh
rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak
janggal.
Hadits hasan ialah khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalannya,
bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber
lebih banyak lagi dan lebih bertanggung jawab. Akan tetapi semoga apa yang telah penulis paparkan
dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dengan harapan dapat memperluas pengetahuan bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

-PZein, K. M. M. S. (2017). Ilmu Memahami Hadits Nabi; Cara Praktis Menguasai Ulumul Hadits &
Mustholah Hadits (Vol. 2). Pustaka Pesantren.
-Ramdani, R. S. (2021). Kajian Santri: Jilid II. Edu Publisher.
-Idri. (2010). Studi Hadis, Cet. I. Jakarta:Kencana.
-Al-Khatib, M. A. (2007). Usul Al-Hadith: Pokok-Pokok Ilmu Hadis (M. N. Ahmad Musyafiq,
Trans.). Jakarta:Gaya Media Pratama.
-Abdurrahman, M., & Sumarna, E. (2011). Metode Kritik Hadis. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
-Rahman, F. (1974). Ikhtisar Musthalahul Hadis. Bandung:PT. Al-Ma'arif.
-Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. (2013). Studi Hadis, Cet. III. Surabaya:UIN
Sunan Ampel Press.
-Sarbanun, S. (2019). Macam-macam Hadits dari Segi Kualitasnya. Ath Thariq Jurnal Dakwah Dan
Komunikasi, 2(2), 345-356. doi:10.32332/ath_thariq.v2i2.1292
-Abdul Baqi, M. F. (2017). Hadits Shahih Bukhari-Muslim. Jakarta:Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai