DOSEN PENGAMPU:
Dr. Luqmanul Hakim, M.Ag
KELAS : IPI - A
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya danKesehatan
kepada kita semua. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurah kepadaNabi Muhammad
SAW. Rasa syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT sehinggaPenulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hadis Shahih dan Hadis Hasan” dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an
dan Hadits. Selain itu makalah ini bertujuan untuk Menambah wawasan tentang ilmu-ilmu
yang terkait dengan hadis bagi penulis dan juga Pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Luqman Hakim, M.Ag Selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits. UcapanTerima kasih
juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu saran dan Kritik yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ...........................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Dalam menilai ke ‘adilan seorang periwayat cukup dilakukan dengan salah satu teknik
berikut:
1. Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil.
2. Khusus mengenai periwayat hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa
seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang
menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasik, dan
periwayatannya pun ditolak.
⇨Periwayatnya bersifat sempurna kedabitannya
Maksudnya masing-masing periwayatnya sempurna daya ingatannya, baik daya
ingatan pada tulisannya atau hafalannya. Artinya sekiranya hadisnya dibutuhkan dapat
menunjukkan dengan cepat baik melalui hafalan atau tulisannya.
Adapun sifat-sifat kedabitan periwayat, menurut para ulama, dapat diketahui melalui:
1. Kesaksian para ulama
2. Berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat orang lain yang telah dikenal
kedabitannya.
⇨Tidak syaz
Secara bahasa artinya janggal, ganjil, terasing, atau menyalahi aturan. Maksudnya
ialah hadis itu benar-benar tidak syaz, dalam arti tidak bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh orang yang lebih siqah. Periwayatan hadisnya bertentangan dengan
Periwayatan yang lebih kuat.
⇨Tidak Ber ‘illat
Maksudnya tidak ada sebab yang samar yang dapat menurunkan derajat ke-shahih-an
hadis, namun dilihat lahirnya nampak selamat dari cacat.
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun matan atau pada keduanya secara
bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti
menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.
Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seseorang
yang adil tetapi kurang dhabit, tidak terdapat di dalamnya suatu kejanggalan (syadz) maupun
kecacatan (‘illat). Menurut para ulama mutahaddisin, hadits hasan didefinisikan sebagai hadits
yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada
matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang
sepadan maknanya. Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan
kecuali pada bidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang
meskipun sedikit. Hadits hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk
sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting.
⇨Sanad-sanadnya bersambung
Setiap rawi yang dalam menerima suatu hadits benar-benar menerima dari rawi
sebelumnya dan begitu seterusnya sampai pada rawi yang pertama. Imam Bukhori
berpendapat bahwa suatu hadits dapat disebut sanadnya bersambung apabila murid dan guru
atau rawi pertama dengan rawi kedua benar-benar pernah bertemu walaupun hanya sekali.
Sedangkan menurut Imam Muslim, sanad hadits disebut bersambung apabila ada
kemungkinan bertemu bagi kedua rawi. Hal ini dapat terjadi apabila keduanya hidup dalam
satu kurun waktu tertentu atau tempat tinggalnya tidak terlalu berjauhan menurut ukuran saat
itu, meskipun keduanya belum pernah bertemu sama sekali.
⇨Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
Menurut istilah ulama hadits, syadz adalah hadits yang diriwwayatkan oleh periwayat
thiqah dan bertentangan dengan riwayat oleh periwayat yang lebih thiqah. Menurut Al-
Shafi’i, suatu hadits dipandang syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang thiqah namun
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang thiqah yang banyak, sementara itu
tidak ada rawi lain yang meriwayatkannya. Menurut Fatchur Rahman, syadz yang terjadi pada
suatu hadits terletak pada adanya pertentangan antara periwayatan hadits oleh rawi yang
maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan periwayatan hadits oleh rawi yang lebih
rajah (kuat), hal ini disebabkan adanya kelebihan dalam jumlah sanad atau lebih dalam hal ke-
dhabit-an rawinya atau adanya segi tarjih yang lain.
⇨Tidak mengandung ‘illat.
‘Illat yang dimaksud di sini adalah sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak
kualitas hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits yang secara dhahir nampak shahih
menjadi tidak shahih. Langkah yang dilakukan para ulama untuk mengetahui terdapat ‘illat
tidaknya suatu hadits diantaranya:
•Mengumpulkannya semua riwayat hadits, kemudian membuat perbandingan antara sanad
dan matannya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang selanjutnya akan
diketahui di mana letak ‘illatnya dalam hadits tersebut.
•Membandingkan susunan rawi dalam setiap sanad.
•Pernyataan seorang ahli yang dikenal keahliannya, bahwa hadits tersebut mempunya ‘illat
dan ia menyebutkan letak ‘illat pada hadits tersebut.
3.1 Kesimpulan
Hadits ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, yaitu terbagi dalam tiga macam,
yaitu shahih, hasan, dhaif.
Hadits shahih ialah hadits yang sempurna dari sanad dan matannya, dinukil (diriwayatkan) oleh
rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak
janggal.
Hadits hasan ialah khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalannya,
bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber
lebih banyak lagi dan lebih bertanggung jawab. Akan tetapi semoga apa yang telah penulis paparkan
dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dengan harapan dapat memperluas pengetahuan bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
-PZein, K. M. M. S. (2017). Ilmu Memahami Hadits Nabi; Cara Praktis Menguasai Ulumul Hadits &
Mustholah Hadits (Vol. 2). Pustaka Pesantren.
-Ramdani, R. S. (2021). Kajian Santri: Jilid II. Edu Publisher.
-Idri. (2010). Studi Hadis, Cet. I. Jakarta:Kencana.
-Al-Khatib, M. A. (2007). Usul Al-Hadith: Pokok-Pokok Ilmu Hadis (M. N. Ahmad Musyafiq,
Trans.). Jakarta:Gaya Media Pratama.
-Abdurrahman, M., & Sumarna, E. (2011). Metode Kritik Hadis. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
-Rahman, F. (1974). Ikhtisar Musthalahul Hadis. Bandung:PT. Al-Ma'arif.
-Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. (2013). Studi Hadis, Cet. III. Surabaya:UIN
Sunan Ampel Press.
-Sarbanun, S. (2019). Macam-macam Hadits dari Segi Kualitasnya. Ath Thariq Jurnal Dakwah Dan
Komunikasi, 2(2), 345-356. doi:10.32332/ath_thariq.v2i2.1292
-Abdul Baqi, M. F. (2017). Hadits Shahih Bukhari-Muslim. Jakarta:Elex Media Komputindo