Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN


KOMODITAS CABAI (Capsicum annum L.)

Disusun oleh :

Tommy Ginting 135040200111126


Megawati Ompusunggu 135040200111181
Rusmi Septiyawati 135040201111111
Rudi Santoso 135040201111300

Kelas : AE
Asisten Kelas : Muhammad Yani Ardiansyah
Asisten Lapang : Muhammad Yani Ardiansyah

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS CABAI (Capcisum annum L.)

Disejui oleh :

AsistenKelas AsistenLapang,

Muhammad YaniArdiansyah Muhammad YaniArdiansyah


NIM : 1050402031110227 NIM : 1050402031110227

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb. Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, hidayah serta karunianya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas cabai.

Pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dosen pengampu mata kuliah teknologi produksi tanaman kelas AE


2. Asisten Tutorial dan praktikum yang telah membimbing kami hingga saat
ini
3. Teman-teman seperjuangan khususnya teman-teman kelas AE
Agroekoteknologi 2013, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Malang, Desember 2014

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
1. PENDAHULUAN............................................................................................1
1. 1. Latar Belakang..........................................................................................1
1. 2. Tujuan Praktikum......................................................................................2
1. 3. Manfaat......................................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4
2. 1 Perkembangan Produksi dan Teknologi Produksi Tanaman Cabai..........4
2. 2 Klasifikasi dan Morfologi.........................................................................6
2. 3 Syarat Tumbuh..........................................................................................8
2. 4 Fase Pertumbuhan Tanaman...................................................................10
2. 5 Teknik Budi Daya Tanaman Cabai.........................................................11
2. 6 Pengaruh Penyungkupan pada Produksi Tanaman Cabai.......................16
3. BAHAN DAN METODE...............................................................................18
3.1 Waktu dan tempat....................................................................................18
3.2 Alat dan bahan.........................................................................................18
3.3 Cara Kerja................................................................................................19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................24
4.1 Hasil.........................................................................................................24
4.1.1 Aspek Budidaya Pertanian...................................................................24
4.1.1.1 Tinggi tanaman................................................................................24
4.1.2.1 Jumlah daun........................................................................................25
4.2.1 Aspek Hama dan Penyakit Tanaman.........................................................26
4.2.1.1 Keragaman Arthropoda..........................................................................26
4.2.1.2 Intensitas Serangan Penyakit..............................................................27
4.2 Pembahasan.............................................................................................29
4.2.1 Aspek Budidaya Pertanian...............................................................29

iii
4.2.2.1 Tinggi Tanaman...............................................................................29
4.2.2.2 Jumlah Daun....................................................................................30
4.2.2 Aspek Hama dan Penyakit...................................................................31
4.2.2.1 Keragaman Arthropoda....................................................................31
4.2.2.2 Intensitas Serangan Penyakit...........................................................32
4.2.3 Aspek Tanah........................................................................................34
5. PENUTUP......................................................................................................36
5.1. Kesimpulan..............................................................................................36
5.2. Saran........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

iv
DAFTAR TABEL

Table 1 Tinggi tanaman.........................................................................................24


Table 2 Jumlah daun..............................................................................................25
Table 3 Data Identifikasi Anthropoda yang di temukan........................................26
Table 4 Penyakit yang Ditemukan.........................................................................27
Table 5 Data Intensitas Penyakit Pengamatan 21 hst............................................27
Table 6 Data Intensitas Penyakit Pengamatan 28 hst............................................28
Table 7 Data Intensitas Penyakit Pengamatan 31 hst............................................28

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kutu Daun…………………………………………………………..26

Gambar 2. Kumbang Kubah Spot M……………………………………………26

Gambar 3. Laba-laba……………………………………………………….........26

Gambar 4. Penyakit Keriting……………………………………………….........27

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran dokumentasi kegiatan


2. Lampiran Perhitungan Intensitas serangan penyakit

vii
1. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang
dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, selain itu kondisi tanah di Indonesia
yang mempunyai kandungan unsur hara yang baik sehingga dapat membantu
pertumbuhan tanaman.
Salah satu produk hortikultura yang menjadi unggulan dalam sektor
pertanian di Indonesia adalah tanaman sayuran. Sayuran merupakan salah satu
produk hortikultura yang banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki
kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan. Sayuran dapat dikonsumsi dalam
keadaan mentah ataupun diolah terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan yang
akan digunakan. Salah satu komoditi sayur yang sangat dibutuhkan oleh hampir
semua orang dari berbagai lapisan masyarakat, adalah cabai, sehingga tidak
mengherankan bila volume peredaran di pasaran dalam skala besar.
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yangmemiliki
nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah
Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk
negara Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk
buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di negara
asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni
cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika.
Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang
bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri
menjadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi
untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan
potensi untuk meraup keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas
hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia. Harga
cabai yang tinggi memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani.
Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan budidaya sayuran lain. Cabai pun kini menjadi komoditas
ekspor yang menjanjikan. Namun, banyak kendala yang dihadapipetani dalam

1
berbudidaya cabai. Salah satunya adalah hama dan penyakit seperti kutu kebul,
antraknosa, dan busuk buah yang menyebabkan gagal panen. Selain itu,
produktivitas buah yang rendah dan waktu panen yang lama tentunya akan
memperkecil rasio keuntungan petani cabai.
Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin.
Diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan
Vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat
digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri
makanan dan industri obat-obatan atau jamu. Cabai termasuk komoditas sayuran
yang hemat lahan karena untuk peningkatan produksinya lebih mengutamakan
perbaikan teknologi budidaya. Penanaman dan pemeliharaan cabai yang intensif
dan dilanjutkan dengan penggunaan teknologi pasca panen akan membuka
lapangan pekerjaan baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga kerja yang
menguasai teknologi dalam usaha tani cabai yang berwawasan agribisnis dan
agroindustri.
Menurut (Dermawan, 2010), salah satu sifat tanaman cabai yang disukai
oleh petani adalah tidak mengenal musim. Artinya, tanaman cabai dapat ditanam
kapan pun tanpa tergantung musim. Cabai juga mampu tumbuh di rendengan
maupun labuhan, itulah sebabnya cabai dapat ditemukan kapan pun di pasar atau
di swalayan. Penanaman cabai pada musim hujan mengandung resiko.
Penyebabnya adalah tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan lebat yang terus
menerus. Selain itu, genangan air pada daerah penanaman bisa mengakibatkan
kerontokan daun dan terserang penyakit akar. Pukulan air hujan juga bisa
menyebabkan bunga dan bakal buah berguguran. Sementara itu, kelembapan
udara yang tinggi meningkatkan penyebaran dan perkembangan hama serta
penyakit tanaman.

1. 2. Tujuan Praktikum
a. Meningkatkan pemahaman mengenai hubungan antara teori dan
aplikasinya, permasalahan yang dihadapi serta cara penanganannya
secara langsung apabila timbul masalah di lapangan.
b. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan cara budidaya tanaman cabai
yang benar dan teknik produksinya.

2
1. 3. Manfaat
a. Agar mahasiswa memperoleh pengalaman dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan di lapangan di bidang budidaya cabai merah.
b. Dengan melakukan kegiatan praktikum di lapangan secara langsung
maka dapat menjadi bekal dalam bekerja baik berwirausaha maupun
bekerja didalam suatu perusahaan setelah lulus.

3
2. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Perkembangan Produksi dan Teknologi Produksi Tanaman


Cabai

a. Perkembangan Produksi
Perkembangan luas areal panen, produksi dan produktivitas cabai
merah di Indonesia :
• Pekembangan luas areal panen mengalami pertumbuhan posotif
sebesar 5,99% per tahun dan cukup stabil.
• Perkembangan produktivitas vabai merah mengalami pertumbuhan
positif sebesar 4,46% per tahum yang menunjukkan makin
dikuasaiya teknologi budidaya oleh petani.
• Perkembangan produksi cabai merah di indonesia mempunyai
kecenderungan meningkat sebesar 11,62% per tahun dan bersifat
stabil. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa ekonomi cabai
merah cukup stabil dalam memasok produksi pasar (Saptana, dkk,
2012).

Produksi cabai besar segar dengan tangkai tahun 2011 sebesar 195.383
ton dengan luas panen cabai besar tahun 2011 sebesar 15.850 hektar, dan
rata-rata produktivitas 12,33 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2010,
terjadi peningkatan produksi sebesar 28.690 ton (17,21 persen). Peningkatan
ini disebabkan peningkatan produktivitas sebesar 2,87 ton per hektar (30,34
persen) (Zulkifli, dkk, 2000).

b. Teknologi Produksi Tanaman Cabai


1) Pengolahan tanah
• Sebelum dibajak sebaiknya digenangi 1 malam.
• Setelah dibajak dikeringkan lalu digaru.
2) Bedengan
• Panjang 10 - 12 m dan lebar 110 - 120 cm.
• Tinggi 30 - 40 cm (kemarau) 50 - 70 cm (hujan).
3) Pengapuran

4
• Pada pH < dari 5 dibutuhkan kapur 5 - 10 ton.
• Pada pH > dari 6 dibutuhkan kapur 1 - 4 ton/ha.
4) Pemupukan
Pupuk kandang 15 – 20 ton, Urea 100 kg, ZA 300 kg, Sp-36 200 kg,
Kcl 150 kg, NPK 150 kg, Borat 10 kg, PPC dan ZPT.
5) Waktu dan cara pemupukan
Pupuk kandang 100 %, pupuk buatan 40 % diberikan 7 - 10 hari
sebelum tanam, 30 % pada umur 30 hari dan 30 % pada umur 60
HST.
6) Pemasangan mulsa
• Mulsa MPHP atau mulsa jerami diberikan sebelumnya dilakukan
pemupukandan penyiraman secukupnya.
• Dibiarkan selama 7-10 hari sebelum penanaman.
• Pembuatan lubang tanam : 3 hari sebelum penanaman.
7) Pemilihan varietas
TM-999, CTH-01, TM-888, Hero (459, Long Chili (455), Hero
(459). HotChili, Wonder Hot, dll.
8) Persipan polybag
• Media polybag adalah campuran tanah dan pupuk kandang 1:1
dan pupuk
• Anorganik NPK 2 kg, kapur 10 kg/ton, campuran tanah dan
pupuk kandang.
• Dibiarkan 5 – 7 hari sebelum benih disemai.
9) Persemaian benih
• Perendaman dalam fungisida selama 12 jam.
• Disemai 1 biji/polybag.
• Penyiraman, pengaturan cahaya dan pengendalian hama dan
penyakit.
10) Penanaman dan model tanam
• Umur bibit dipindahkan 18 - 25 hari.
• Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari.
• Jarak tanam 50 x 60 cm, 60 x 70 cm atau 70 x 70 cm.

5
• Bentuk penanaman segi tiga (zigzag).
11) Penyulaman
• Umur bibit susulan sama dengan umur bibit penanaman.
• Penyulaman dilakukan pagi atau sore hari.
• Penyulaman minggu pertama atau minggu kedua.
12) Perempelan
• Bagian yang dirempel yaitu tunas samping yang keluar dari katiak
daun padaumur 10 - 12 hari.
• Perempelan berakhir sampai terbentuk percabangan dan
munculnya bungapertama.
13) Pemasangan ajir
• Maximal 1 bulan setelah penanaman.
• Dipasang sekitar 10 cm dari pangkal batang.
• Ukuran sokongan 125-150 cm.
14) Pengairan
• Pada fase vegetatif (< 40 HST) dari 2 x sehari.
• Pengairan sistem pengenangan ¾ tinggi bedengan.
15) Pengendalian Hama/ Penyakit
• Pengendalian hama menganut sistem PHT.
• Yang paling penting mengenal jenis hama/penyakit, gejala
serangan dansistem pengendalian.
16) Pemanenan dan penanganan hasil
• Sesuai dengan tujuan, sebagai cabai sayur atau bumbu.
• Penempatan hasil panen harus bebas sirkulasi udara, kering dan
tidak lembab(Zulkifli, dkk, 2000).

2. 2 Klasifikasi dan Morfologi


a. Klasifikasi Tanaman Cabai
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae

6
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.
(Harahap dkk, 2007)

b. Morfologi Tanaman Cabai


Batang cabai tumbuh tegak berwarna hijau tua dan berkayu. Pada
ketinggian batang tertentu akan membentuk percabangan seperti huruf
“Y”. Batangnya berbentuk silindris, berukuran diameter kecil dengan
tajuk daun lebar dan buah cabai yang lebat.
Daun cabai berbentuk lonjong yang berukuran panjang 8-12 cm,
lebar 3-5 cm dan di bagian pangkal dan ujung daun meruncing. Pada
permukaan daun bagian atas berwarna hijaun tua, sedang dibagian
bawah berwarna hijau muda.  Panjang tangkai daunnnya berkisar 2-4
cm yang melekat pada percabangan, sedangkan tulang daunnnya
berbentuk menyirip.
Akar tanaman cabai tumbuh menyebar dalam tanah terutama akar
cabang dan akar rambut. Bagian ujung akarnya hanya mampu
menembus tanah sampai kedalaman 25-30 cm. Oleh karena itu
penggemburan tanah harus dilakukan sampai kedalaman tersebut agar
perkembangan akar lebih sempurna.
Bunga cabai termasuk berkelamin dua, karena pada satu bunga
terdapat kepala sari dan kepala putik. Bunga cabai tersusun dari tangkai
bunga yang berukuran panjang berkisar 1-2 cm, kelopak bunga,
mahkota bunga dan alat kelamin yang meliputi kepala sari dan kepala
putik. Mahkota bunganya berwarna putih dan akan mengalami rontok
bila buah mulai terbentuk. Jumlah mahkota bunga bervariasi antara 5-6
kelopak bunga. Kepala putik berwarna kuning kehijauan dan tangkai
kepala putiknya berwarna putih, panjangnya berkisar 0,5 cm.
Sedangkan kepala sari yang telah masak berwarna biru sampai ungu.
Tangkai sarinya berwarna putih, panjangnya 0,5 cm. Letak bunganya
berada pada posisi menggantung, berukuran panjang antara 1-1,5 cm,

7
lebarnya berkisar 0,5 cm dan warna bunga tampak menarik (Samadi,
1997).

2. 3 Syarat Tumbuh
Tanaman cabai merah memiliki daya adaptasi yang luas, karena itu
dapat ditanam di berbagai lahan dan sembarang waktu, tanaman ini dapat
diusahakan baik di lahan sawah, kering, pinggir laut. Pengusahaannya juga
dapat dilakukan pada musim kemarau, musim hujan maupun rendengan.
Namun demikian ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan:
a. Jenis Tanah
Tanah yang paling sesuai untuk tanaman cabai merah (terutama
cabai hibrida) adalah tanah yang bertekstur remah, gembur tidak terlalu
liat, dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah yang
terlalu liat kurang baik karena sulit diolah, drainasenya jelek,
pernafasan akar tanaman dapat terganggu dan dapat menyulitkan akar
dalam mengadopsi unsur hara. Tanah yang terlalu poros/banyak pasir
juga kurang baik, karena mudah tercucinya pupuk oleh air. Penambahan
pupuk kandang 20-25 ton/ha dapat memperbaiki tanah terlalu liat atau
terlalu poros.
b. Derajat Kemasaman (pH)
Derajat kemasaman tanah yang sesuai adalah berkisar antara pH
5,5-6,8 dengan pH optimum 6,0-6,5. Cendawan berkembang pada
hampir semua tingkatan pH, cendawan penyebab layu Fusarium dan
cendawan penyebab rebah kecambah seperti Rhizoctomasp, Phythium
sp. berkembang baik pada tanah-tanah asam. Cendawan yang hidup
pada pH > 5,5 kehidupannya bersaing dengan bakteri, karena bakteri
berkembang baik pada pH > 5,5. Pengaturan pH dapat dilakukan
dengan penambahan kapur pertanian pada pH rendah dan belerang (S)
pada pH tinggi.
c. Air
Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut unsur hara ke organ
tanaman, air berperan dalam proses fotosintesis (pemasakan makanan)
dan proses respirasi (pernafasan). Kekurangan air akan menyebabkan

8
tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan
tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang bersih yang
membawa mineral atau unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bukan air
yang berasal dari suatu daerah penanaman cabai yang terserang
penyakit, karena air ini dapat menyebabkan tanaman cabai yang sehat
akan segera tertular, dan bukan air yang berasal dari limbah pabrik yang
berbahaya bagi tanaman cabai.
d. Iklim
Faktor iklim yang penting dalam usaha budidaya cabai merah
adalah angin, curah hujan, cahaya matahari, suhu dan kelembaban.
Angin sepoi-sepoi akan membawa uap air dan melindungi tanaman dari
terik matahari sehingga penguapan yang berlebihan akan berkurang.
Selain lebah, angin juga berperan penting sebagai perantara
penyerbukan, namun angin yang kencang justru akan merusak tanaman.
Curah hujan yang diperlukan adalah 1500-2500 mm/tahun.
Tanaman dapat tumbuh dan berproduksi baik pada iklim A, B, C, dan D
(tipe iklim menurut Schmid dan Ferguson). Hujan yang terlalu keras
akan mengakibatkan bunga tidak terserbuki dan banyak rontok.
Lamanya penyinaran (foto periodisitas) yang dibutuhkan tanaman
cabai antara 10-12 jam/hari, intensitas cahaya ini dibutuhkan untuk
fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah dan pemasakan
buah. Suhu untuk perkecambahan benih paling baik antara 25-300C.
Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 24-280C. Pada suhu <150C
>320C buah yang dihasilkan kurang baik, suhu yang terlalu dingin
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, pembentukan bunga
kurang sempurna, dan pemasakan buah lebih lama.
Kelembaban relatif yang diperlukan 80% dan sirkulasi udara yang
lancar. Adanya curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kelembaban
sekitar pertanaman. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan intensitas serangan bakteri Pseudomonas solanacearum
penyebab layu akar serta merangsang perkembang biakan cendawan
dan bakteri. Untuk mengurangi kelembaban yang tinggi jarak tanam

9
diperlebar dengan sistem tanam segitiga (zigzag) dan gulma-gulma
dibersihkan (Zulkifli, dkk, 2000).

2. 4 Fase Pertumbuhan Tanaman


Secara fisiologis tanaman cabai merah menurut Nawangsih et. al.
(1999: 49-50) dapat dibagi menjadi empat fase, ke-empat fase tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Fase Embrionis (Lembaga)
Fase embrionis terjadi sejak penyerbukan bakal buah oleh benang
sari sehingga menghasilkan zigot yang seterusnya berkembang menjadi
biji.Mulai tahap inilah pertumbuhan dan perkembangan tanaman
berlangsung.
b. Fase Juvenil
Fase juvenil dimulai sejak terbentuknya organ tanaman seperti
daun, batang, dan akar yang pertama kalinya. Proses ini dikenal dengan
perkecambahan. Fase juvenil berakhir pada waktu tanaman berbunga
untuk pertama kali.Tanaman cabai yang berada dalam fase
pertumbuhan juvenil aktif menumbuhkan tunas-tunas baru.Tunas
tumbuh pada buku-buku batang utama dan pada ketiak daun. Pada fase
ini tanaman tumbuh dan berkembang lebih cepat dan sangat subur.
c. Fase Produksi
Fase produksi dimulai saat tanaman menumbuhkan bunga pertama
dan berakhir ketika tanaman sudah tidak mampu berbuah secara
normal.
d. Fase Penuaan (senesen) 
Batasan dimulai fase penuaan sulit dipastikan secara tepat karena
sampai batas waktu tertentu tanaman masih mampu menghasilkan
bunga yang dapat berkembang menjadi buah.Namun demikian, ini
dapat dihasilkannya bila tanaman cabai menghasilkan buah berukuran
dibawah normal, berarti tanaman sudah berada pada fase penuaan.Fase
penuaan berakhir pada saat tanaman kering dan mati (Nawangsih et. al.
(1999).

10
2. 5 Teknik Budi Daya Tanaman Cabai
a. Pengadaan Benih
Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri
atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan
caramenbeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih
payah. Sedangkan pengadaan benih dengan caramembuat sendiri cukup
rumit. Disamping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono,
2003).
Keberhasilan produksi cabai merah sangat dipengaruhi oleh
kualitas benih yang dapat dicerminkan oleh tingginya produksi,
ketahanan terhadap hama dan penyakit serta tingkat adaptasi iklim. Biji
benih lebih baik membeli dari distributor atau kios yang sudah
dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan kemurnian dan daya
kecambahnya (Tjahjadi, 1991).
b. Pengolahan Tanah
Sebelum menanam cabai hendaknya tanah digarap lebih dahulu,
supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga
pertukaran udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat
masuk ke dalamtanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat
teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan
longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas
meyerap zat-zat makanan di dalamnya ( Rismunandar, 1983 ).
c. Penanaman
Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat
penanaman, yang perlu dijalankan adalah :
• Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat
berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi
terlebih dahulu.
• Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian
benih disebarkan menurut deretan secara merata.
• Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau
pupuk kandang yang halus.

11
• Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam
meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari.

Bibit cabai dipersemaian yang telah berumur 15–17 hari atau telah
memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit
dengan fungisida dan insektisida 1–3 hari sebelum dipindahtanamkan
untuk mencegah serangan penyakit jamur dan hama sesaat setelah
pindah tanam. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada
saat cuaca tidak terlalu panas, dengan cara merobek kantong semai dan
diusahakan media tidak pecah dan langsung dimasukkan pada lubang
tanam (Dermawan, 2010).

d. Pemeliharaan Tanaman
Menurut (Hewindati, 2006) tanaman cabai yang telah ditanam
harus selalu dipelihara dengan teknik sebagai berikut:
• Bibit atau tanaman yang mati harus disulam atau diganti dengan
sisa bibit yang ada. Penyulaman dilakukan pagi atau sore hari,
sebaiknya minggu pertama dan minggu kedua setelah tanam.
• Semua jenis tumbuhan pengganggu (gulma) disingkirkan dari lahan
bedengan tanah yang tidak tertutup mulsa. Tanah yang terkikis air
atau longsor dari bedeng dinaikkan kembali, dilakukan
pembubunan (penimbunan kembali).
• Pemangkasan atau pemotongan tunas-tunas yang tidak diperlukan
dapat dilakukan sekitar 17-21 HST di dataran rendah atau sedang,
25-30 HST di dataran tinggi. Tunas tersebut adalah tumbuh
diketiak daun, tunas bunga pertama atau bunga kedua (pada dataran
tinggi sampai bunga ketiga) dan daun-daun yang telah tua kira-kira
75 HST.
• Pemupukan diberikan 10-14 hari sekali. Pupuk daun yang sesuai
misalnya Complesal special tonic.Untuk bunga dan buah dapat
diberikan pupuk kemiral red pada umur 35 HST.
• Pemupukan dapat juga melalui akar. Campuran 24, urea, TSP,
KCL dengan perbandingan 1:1:1:1 dengan dosis 10 gr/tanaman.

12
Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal atau dicukil tanah
diantara dua tanaman dalam satu baris. Pemupukan cara ini
dilaksanakan pada umur 50-65 HST dan pada umur 90-115 HST.
• Kegiatan pengairan atau penyiraman dilakukan pada saat musim
kering. Penyiraman dengan kocoran diterapakn jika tanaman sudah
kuat.Sistem terbaik dengan melakukan penggenangan dua minggu
sekali sehingga air dapat meresap ke perakaran.
• Penyemprotan tanaman cabai sebaiknya dikerjakan dalam satu hari
yakni pada pagi hari jika belum selesai dilanjutkan pada sore hari.
• Pertumbuhan tanaman cabai perlu ditopang dengan ajir. Ajir
dipasang 4 cm dibatas terluar tajuk tanaman.Ajir dipasang pada
saat tanamanmulai berdaun atau maksimal 1 bulan setelah
penanaman.Ajir bambo biasanya dipasang tegak atau miring.

e. Pengendalian Hama dan Penyakit


Menurut (Harpenas 2010), salah satu faktor penghambat
peningkatan produksi cabai adalah adanya serangan hama dan penyakit
yang fatal. Kehilangan hasil produksi cabai karena serangan penyakit
busuk buah (Colletotrichum spp), bercak daun (Cerospora sp) dan
cendawan tepung (Oidium sp) berkisar 5-30%. Strategi pengendalian
hamadan penyakit pada tanaman cabai dianjurkan penerapan
pengendalian secara terpadu. Beberapa hama yang paling sering
menyerang dan mengakibatkan kerugian yang besar pada produksi
cabai sebagai berikut:

1. Ulat Grayak (Spodoptera litura)


Hama ulat grayak merusak pada musim kemarau dengan cara
memakan daun mulai dari bagian tepi hingga bagian atas maupun
bagian bawah daun cabai. Serangan ini menyebabkan daun-daun
berlubang secara tidak beraturan sehingga proses fotosintesis
terhambat. Ulat grayak terkadang memakan daun cabai hingga

13
menyisakan tulang daunnya saja.Otomatis produksi buah cabai
menurun.
2. Kutu Daun (Myzus persicae Sulz)
Hama ini menyerang tanaman cabai dengan cara menghisap
cairan daun, pucuk, tangkai bunga, dan bagian tanaman lainnya.
Serangan berat menyebabkan daun-daun melengkung, keriting,
belang-belang kekuningan (klorosis) dan akhirnya rontok sehingga
produksi cabaimenurun.
3. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Lalat buah menyerang buah cabai dengan cara meletakkan
telurnya didalam buah cabai. Telur tersebut akan menetas menjadi
ulat (larva). Ulat inilah yang merusak buah cabai.
4. Trips (Thrips sp)
Hama trips menyerang hebat pada musim kemarau dengan
memperlihatkan gejala serangan strip-strip pada daun dan berwarna
keperakan. Serangan yang berat dapat mengakibatkan matinya
daun (kering).Trips ini kadang-kadang berperan sebagai penular
(vektor) penyakit virus.
Menurut (Hewindati, 2006) selain hama, musuh tanaman cabai
adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh jamur /cendawan
ataupun bakteri. Setidaknya ada enam penyakit yang kerap
menyerang tanaman cabai yaitu:
5. Bercak Daun (Cercospora capsici heald et walf)
Cendawan ini merusak daun dan menyebabkan timbul bercak
bulat kecil kebasahan.Dikendalikan dengan pembersihan daun yang
terkena, disemprot fungisida tembaga misal vitagram blue 5-10
gram/liter.
6. Busuk Phytoptora (Phytoptora capsici Leonian)
Cendawan ini hidup di batang tanaman, menyebabkan busuk
batang dengan warna cokelat hitam.Dikendalikan dengan manual
atau fungisida sanitasi lingkungan.
7. Antraknosa/Patek

14
Cendawan ini hidup didalam biji cabai.Menyebabkan bercak hitam
yang meluas dan menyebabkan kebusukan. Dikendalikan dengan
menanam benih bebas patogen, cabai yang terkena dibuang/
dimusnahkan, pemberian fungisida Derasol 60 WP dicampur
dengan Dithane M-45 dengan komposisi 1:5 dan dosis 2,5
gram/liter.
8. Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F) Sm)
Bakteri ini hidup didalam jaringan batang, menyebabkan
pemucatan tulang daun sebelah atas, tangkai menunduk.
Dikendalikan dengan mengkondisikan bedengan selalu kering atau
pencelupan bibit ke larutan bakterisida misal Agrymicin 1,2
gram/liter.
9. Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici schlecht)
Cendawan ini hidup di tanah masam, menyebabkan pemucatan
atau layu tulang daun sebelah atas, tangkai
menunduk.Dikendalikan dengan pengupasan, pencelupan biji pada
fungisida dan pergiliran tanaman.
10. Rebah Semai (Phytium debarianum Hesse dan Rhizoctonia soloni
Kuhu)
Menyebabkan bibit tidak berkecambah dan rebah lalu
mati.Dikendalikan dengan pembenaman bibit dengan furadan.
Media semai diberikan Basamid G, lalu disemprot fungisida
(Vitagram Blue 0,5-1,0 gram/liter diselingi Previcur N 1,0-1,5
ml/liter).

f. Panen dan Pasca Panen


Pemanenan tanaman cabai menurut adalah pada saat tanaman cabai
berumur 75 – 85 hst yang ditandai dengan buahnya yang padat dan
warna merah menyala, buah cabai siap dilakukanpemanenan pertama.
Umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi
penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan
tanaman.Tanaman cabai dapat dipanen setiap 2 – 5 hari sekali
tergantung dari luas penanaman dan kondisi pasar.

15
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta
tangkainya yang bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama. Buah
cabai yang rusak akibat hama atau penyakit harus tetap di panen agar
tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman cabai sehat. Pisahkan buah
cabai yang rusak dari buah cabai yang sehat.Waktu panen sebaiknya
dilakukan pada pagi hari karena bobot buah dalam keadaan optimal
akibat penimbunan zat pada malam hari dan belum terjadi penguapan.
Penanganan pasca panen tanaman cabai adalah hasil panen yang
telah dipisahkan antara cabai yang sehat dan yang rusak, selanjutnya
dikumpulkan di tempat yang sejuk atau teduh sehingga cabai tetap segar
.Untuk mendapatkan harga yang lebih baik,hasil panen dikelompokkan
berdasarkan standar kualitas permintaan pasar seperti untuk
supermarket, pasar lokal maupun pasar eksport. Setelah buah cabai
dikelompokkan berdasarkan kelasnya, maka pengemasan perlu
dilakukan untuk melindungi buah cabai dari kerusakan selama dalam
pengangkutan.Kemasan dapat dibuat dari berbagai bahandengan
memberikan ventilasi. Cabai siap didistribusikan ke konsumen yang
membutuhkan cabai segar.
Dengan penerapan teknologi budidaya, penanganan pasca panen
yang benar dan tepat serta penggunaan benih hibrida yang tahan
hamapenyakit dapat meningkatkan produksi cabai yang saat ini banyak
dibutuhkan.

2. 6 Pengaruh Perlakuan Non ZPT pada Produksi Tanaman Cabai


Zat Pengatur Tumbuh (Regulator) adalah zat pengatur yang
mempengaruhi proses fisioligi tanaman, baik senyawa asli maupun senyawa
kimia buatan (Winten, K.T.I, 2009). Secara sederhana ZPT dapat diartikan
sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman,
pengaruhnya dapat mendorong dan menghambat proses fisiologi tanaman
(Nuryanah, 2004). Zat pengatur tumbuh berperan aktif untuk mengubah alur
pertumbuhan pada sel tanaman dengan cara menghambat pada waktu fase
pertumbuhan vegetative agar dapat merubah secepatnya muncul fase
generative (cepat berbunga dan berbuah) (Nurasari dan Djumali, 2012).

16
Zat pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan
tanaman.Namun, di samping dapat memacu, zat ini pun dapat menghambat
pertumbuhan tanaman yang tidak dikehendaki.Penggunaan zat pengatur
tumbuh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gugur bunga dan buah,
memperbaiki mutu buah, dan meningkatkan hasil buah (Setiadi, 2006).
Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan
sangat terhambat bahkan tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali.
Pembentukan kalus dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat
dari zat pengatur tumbuh tersebut (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

17
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum dilaksanakan di Ngijo Fakultas pertanian Universitas
Brawijaya Malang yang terletak di Jl. Ngijo Karangploso Kec. Karangploso,
Malang. Praktikum dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2014.

3.2 Alat dan bahan


Alat :
• Cangkul : Untuk menyangkul tanah, membali tanah ukuran besar
• Cangkil : Sebagai alat untuk menyiangi gulma, melakukan
pembubunan
• Tali rafia : Untuk menandai patakan lahan
• Meteran : Untuk mengukur bedengan
• Buku catatan : Untuk mencatat kegiatan praktikum
• Mini polibag : Sebagai tempat pembibitan
• Gembor : Untuk menyiram tanaman

Bahan :
• Benih cabai : Sebagai bahan tanam
• Lahan 2 bedeng : Sebagai tempat penanaman
• Pupuk (SP36, KCL, Urea) : Sebagai penambah unsur hara tanah
• Air : Untuk menyiram tanaman
• Furadan : Untuk menghindari pembusukan biji dari
jamur

18
3.3 Cara Kerja
3.3.1. Pembibitan

Siapkan alat dan bahan

Campurkan tanah + pupuk kandang dengan perbandingan 1:1

Masukkan tanah yang telah dicampur ke dalam wadah plastik

Lubangi sisi luar plastik untuk aerasi

Buat lubang tanam

Masukkan benih cabai kedalam tanah (2-3 benih)

Siram secukupnya

Selesai

3.3.2. Pengolahan Tanah

Siapkan alat dan bahan

Jika tanah terlalu kering basahi tanah


secukupnya hingga tanah lembap

Gemburkan tanah dengan cangkul

Pisahkan rumput dari tanah

Sanitasi lahan

Bentuk bedengan 2.5 m x 1 m dengan cangkul

Selesai

19
3.3.3. Penanaman

Mulai

Buat 2 baris tanam per bedengan

Masing-masing baris dibuat 10 lubang tanam

Masukkan bibit ke dalam lubang tanam

Tutup lubang tanam dengan tanah

Siram tanaman yang baru ditanam dengan air


secukupnya

Selesai

3.3.4. Perawatan Tanaman


3.3.4.1. Pemupukan

Mulai

Siapkan pupuk (Ure, SP36, KCl)

Buat 2 lubang sebelah kanan dan kiri tanaman


dengan jarak kira-kira 5 cm dari tanaman

Lubang kana di beri Urea dan kiri diberi SP36 atau


sebailiknya

Tutup lubang yang sudah diberi


pupuk dengan tanah

Selesai

20
3.3.4.2. Penyiraman

Siapkan alat dan bahan

Sediakan air secukupnya

Ambil air menggunakan gembor


atau ember

Siram permukaan bedengan


cabai secukupnya secara merata

Selesai

3.3.4.3. Pembumbunan

Siapkan alat dan bahan

Siapkan cangkil untuk menggemburkan tanah

Cangkul kecil-kecil dengan cangkil untuk


menggemburkan tanah

Siangi gulma disekitar tanaman

Padatkan tanah disekitar perakaran agar


tanaman tegak dan tidak mudah roboh

Selesai

21
3.3.4.4. Penyiangan gulma

Siapkan alat dan bahan

Mempersiapkan alat-alat : cangkul, cangkil dan


peralatan lain yang dibutuhkan

Menyiangi gulma dengan menyabutnya sampai ke rumput

Membuang gulma yang sudah disiangi (dicabut)

Merapikan lahan dan melakukan penggemburan tanah

Selesai

3.4 Parameter pengamatan


3.4.1 Parameter pengamatan aspek Budidaya pertanian
Dari budidaya tanaman, aspek yang diamati meliputi tinggi tanaman
dan jumlah daun tiap tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dan
jumlah daun tanaman dilakukan tiga kali, yaitu pada tanaman usia 14
hari setelah tanam (HST), 21 hari setelah tanam (HST), dan 28 hari
setelah tanam (HST).
3.4.2 Parameter pengamatan aspek Hama dan penyakit tanaman
Dari hama dan penyakit tanaman, yang diamati dalam komoditas
cabai adalahintensitas serangan hama dan penyakit pada tanaman
cabai. Intensitas serangan hama dan penyakit dihitung menggunakan
rusmus :

22
∑(n x V )
I= x 100 %
N xZ
Dimana : I = Intensitas serangan
n = Individu yang terserang pada skala tertentu
V = Skala serangan (1-4)
N = Jumlah populasi
Z = Skala serangan tertinggi

23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.1.1 Aspek Budidaya Pertanian


4.1.1.1 Tinggi tanaman
Table 1 Tinggi tanaman

Data Pengamatan Tinggi Tanaman


Kelompok Cabai perlakuan Tanpa Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT)
Tanama Rata-rata
14 HST 21 HST 28 HST
n Sampel tinggi
sampel 1 10 11 15 12
sampel 2 10 11 13 11
sampel 3 9 10 11 10
sampel 4 10 11 13 11
sampel 5 9 10 12 10
sampel 6 13 15 20 16
sampel 7 12 15 18 15
sampel 8 8 9 14 10
sampel 9 11 14 19 15
sampel
12 13 14 13
10

Grafik 1 : Tinggi tanaman

Grafik tinggi tanaman cabai


25

20

15
Tinggi (cm)

10 14 HST
21 HST
5 28 HST
Rata-rata tinggi
0
l 1 el 2 el 3 el 4 el 5 el 6 el 7 el 8 el 9 l 1 0
pe p p p p p p p p e
m am am am am am am am am mp
sa s s s s s s s s sa

24
4.1.2.1 Jumlah daun
Table 2 Jumlah daun

Data Pengamatan Jumlah Daun


Kelompok Cabai perlakuan Tanpa Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT)
Sampel
tanama 14 HST 21 HST 28 HST Rata-rata
n
sampel 1 5 9 13 9
sampel 2 4 6 8 6
sampel 3 5 6 8 6
sampel 4 5 9 11 8
sampel 5 4 7 10 7
sampel 6 8 11 15 11
sampel 7 7 8 17 11
sampel 8 4 7 11 7
sampel 9 8 10 23 14
sampel
6 9 12 9
10

Grafik 2 : jumlah daun

Grafik jumlah daun cabai


25

20

15
Jumlah daun

10 14 HST
21 HST
5 28 HST

0
l 1 el 2 el 3 el 4 el 5 el 6 el 7 el 8 el 9 l 1 0
pe p p p p p p p p pe
m m m m m m m m m
sa sa sa sa sa sa sa sa sa sam

25
4.2.1 Aspek Hama dan Penyakit Tanaman

4.2.1.1 Keragaman Arthropoda

Table 3 Data Identifikasi Anthropoda yang di temukan

No Gambar Nama Populasi Ordo Peran

KutuDaun(Aphid Thysanopter
1 Banyak Hama
sp) a

KumbangKubah
Musuh
2 Spot M 2 ekor Coleoptera
Alami
(Epilachnasparsa)

Laba-laba Musuh
3 1 ekor Araida
(Lycosasp) Alami

4.1.2.

26
4.2.1.2 Intensitas Serangan Penyakit
Table 4 Penyakit yang Ditemukan

No Nama
. Penyakit Keterangan Gambar Penyakit

Vektor
Thrps, daun
Penyakit terlihat
1
Keriting keriting
melengkun
g dan kaku

Table 5 Data Intensitas Penyakit Pengamatan 21 hst

Σ Daun Terserang
Skala
Kerusakan  Tan.  Tan.  Tan.  Tan.  Tan. Tan.  Tan.
1 2 3 4 5 6 Tan.7  8 Tan.9  Tan.10 

0         
1                    
2                    
3                    
4                    
Total Daun 5 4 5 5 4 8 7 4 8 6
Intensitas
Penyakit(%
)  0%   0%   0%   0%   0%   0%   0%   0%   0%   0%

27
Table 6 Data Intensitas Penyakit Pengamatan 28 hst

Σ Daun Terserang
Skala
Kerusakan  Tan.  Tan.  Tan.  Tan.  Tan. Tan.  Tan.
1 2 3 4 5 6 Tan.7  8 Tan.9  Tan.10 

0 
        
1                    
2                    
3                    
4                    
Total Daun 9 6 6 9 7 11 8 7 10 9
Intensitas
Penyakit(%
) 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

Table 7 Data Intensitas Penyakit Pengamatan 31 hst

Σ Daun Terserang
Skala
Kerusakan  Tan.  Tan.
1  Tan.2 3  Tan.4  Tan.5 Tan.6 Tan.7   Tan.8 Tan.9  Tan.10 
0                  

1              
  
2          
    
3                  

4                    
Total Daun 13 18 8 11 10 15 17 11 23 12
Intensitas
Penyakit(% 16,6 2,27 21,4
) 0% % 10% 1,9% % % 7,5% 16,6% 15,2% 19,2%

28
Grafik 3 : Intensitas Serangan Penyakit

Intensitas Serangan Penyakit


12
10
8 Perlakuan Rata-rata
Non ZPT
6
4
2
0

4.2 Pembahasan

4.2.1 Aspek Budidaya Pertanian

4.2.2.1 Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum lapang, rata-rata


tinggi tanaman cabai pada tanaman sampel 1 adalah 12 cm, pada
tanaman sampel 2 adalah 11 cm, pada tanaman sampel adalah
10 cm, pada tanaman sampel 4 adalah 11 cm, pada tanaman
sampel 5 adalah 10 cm, pada tanaman sampel 6 adalah 16 cm,
pada tanaman sampel 7 adalah 15 cm, pada tanaman sampel 8
adalah 10 cm, pada tanaman sampel 9 adalah 15 cm, pada
tanaman sampel 10 adalah 13 cm. Dari data tersebut, tanaman
sampel 6 mempunyai rata-rata tinggi tanaman yang paling
paling tinggi yaitu 16 cm. Bisa dilihat langsung dari perbedaan
tinggi secara kasap mata dibandingkan dengan sampel yang
lainnya.
Tinggi pada setiap sampel tanaman berbeda-beda
dikarenakan ada beberapa sampel tanam yang jarak tanamnya
tidak sesuai atau cukup dekat. Selain itu, juga disebabkan karena
adanya persaingan tanaman cabai dengan gulma. Tanaman pada
sampel ke 6 merupakan tanaman yang sehat karena tidak

29
ditemukannya gejala seragan hama dan tanaman tampak segar.
Tinggi tanaman bisa dipengaruhi oleh serangan hama terutama
hama penghisap seperti Thrips sp.
Menurut Harahap (2007), tinggi tanaman cabai yang diberi
perlakuan ZPT akan lebih tinggi daripada tanaman cabai yang
tidak diberi ZPT.
Tinggi tanaman merupakan suatu respon untuk
mendapatkan cahaya. Tinggi tanaman setiap varietas cabai
dikendalikan oleh faktor genetik, selain dipengaruhi juga oleh
faktor lingkungan. Karakter tinggi tanaman memiliki arti
penting dalam posisi buah terhadap permukaan tanah. Daryanto
(2009), menyatakan bahwa karakter tinggi tanaman pada cabai
berhubungan dengan ketahanan terhadap penyakit antraknosa.
Buah dari tanaman yang lebih tinggi dan tidak menyentuh tanah
dapat mengurangi percikan air dari tanah ke buah yang
merupakan salah satu sumber infeksi cendawan.

4.2.2.2 Jumlah Daun


Berdasarkan hasil pengamatan praktikum lapang, rata-rata
jumlah daun cabai pada tanaman sampel 1 berjumlah 9 helai
daun, pada tanaman sampel 2 dan 3 berjumlah 6 helai daun,
pada tanaman sampel 4 berjumlah 8 helai daun, pada tanaman
sampel 5 berjumlah 7 helai daun, pada tanaman sampel 6 dan 7
berjumlah 11 helai daun, pada tanaman sampel 8 berjumlah 7
helai daun, pada tanaman sampel 9 berjumlah 13 helai daun,
pada tanaman sampel 10 berjumlah 9 helai daun. Dari data
tersebut, tanaman sampel 9 mempunyai rata-rata jumlah daun
yang paling banyak yaitu sejumlah 13 helai daun.
Pada praktikum lapang, perlakuan yang dibedakan yaitu
tanaman cabai yang ditambahkan ZPT dan non ZPT, tetapi
karena umur tanaman cabai belum cukup untuk ditambahkan
ZPT, maka praktikum lapang menggunakan perlakuan kontrol.
Penambahan ZPT dilakukan setelah umur 2 bulan HST.

30
Sedangkan tanaman cabai dilapang baru berumur kurang lebih 1
bulan HST. Dilihat dari pengamatan dilapang, bahwa tanaman
pertumbuhannya lambat karena tidak diberi ZPT.
Menurut Harahap (2007), menunjukkan bahwa
pertumbuhan tanaman cabe yang menggunakan ZPT mengalami
lonjakan pertumbuhan yang signifikan. Pemberian ZPT
dilakukan agar terjadinya pembungaan, pembentukkan buah dan
hasil cabai yang tinggi. Sedangkan pada pertumbuhan tanaman
non ZPT pertumbuhannya cenderung lambat.
Penambahan jumlah daun setiap pengamatan bertambah.
Hal ini salah satunya disebakan oleh penambahan pupuk N.
Pada umumnya nitrogen sangat diperlukan untuk pembentukan
atau pertumbuhan vegetatif tanaman seperti, daun, batang, dan
akar (Ali, 2007).

4.2.2 Aspek Hama dan Penyakit

4.2.2.1 Keragaman Arthropoda


Pada lahan tanaman cabai, pada pengamatan 18 hari setelah
tanam dan 24 hari setelah tanam tidak banyak ditemukan
keragaman arthropoda. Hanya ditemukan tiga jenis arthropoda
anatra lain laba-laba, aphid dan kumbang kubah. Hal ini biasa
terjadi akibat penggunaan lahan pertanian di lahan Ngijo secara
intensif serta penggunaan bahan kimia yang dilakukan sebelumnya
di lahan tersebut. Terjadinya perubahan lahan, khususnya
pertanian, menyebabkan hilangnya biodiversitas dibandingkan
dengan ekosistem yang masih alami, terutama pada pertanian
intensif karena manfaat biologi dan kimia tanah sebagai habitat
menurun drastis ketika terjadi perubahan dari ekosistem alami
menjadi pertanian.
Dari artrhopoda yang ditemukan, laba-laba dan kumbang
kubah spot merupakan sebagai musuh alami. Sedangkan aphid
merupakan hama pada tanaman cabai. Kumbang kubah spot

31
merupak musuh alami dari Aphid sp, namun jumlah populasi dari
Aphid sp tidak seimbang dengan jumlah musuh alami yang ada.
Dapat dilihat pada tabel 3 bahwa jumlah kumbang kubah spot
sebagai musuh alami hanya ditemukan dua ekor saja, sementara
populasi dari Aphid sp yang ditemukan cukup banyak. Aphid sp
ditemukan pada lebih dari satu sampel tanaman.
Menurut Curry (1998) dan Lee (1991) frekuensi pengolahan
lahan serta penggunaan bahan kimia berdampak besar terhadap
organisme tanah. Aktivitas pertanian memiliki pengaruh positif dan
negative dalam kelimpahan, keanekaragaman serta aktivitas fauna
tanah, terutama disebabkan perubahan suhu tanah, kelembaban,
serta jumlah dan kualitas bahan organik (Hendrix dan Edward,
2004).
Oleh karena itu, penggunaan lahan yang secara intensif
dilakukan secara terus menerus serta penggunaan bahan kimia yang
intensif dapat menyebabkan berkurangnya keragaman arthropoda
pada lahan pertanian. Rendahnya keragaman arthropoda
menunjukkan rendahnya tingkat kesuburan pada tanah (Edward,
2004).

4.2.2.2 Intensitas Serangan Penyakit


Dari beberapa pengamatan yang dilakukan di lapangan
ditemukan adanya gejala penyakit dan serangan hama pada
beberapa sampel tanaman cabai.Gejala penyakit yang terlihat yaitu
daun keriting dan melengkung pada cabai yang disebabkan oleh
vector hama thrips. Gejala ini muncul dan terlihat pada pengamatan
terakhir. Hal ini dapat terlihat dari data table hasil pengamatan
intensitas serangan penyakit.
Pada pengamatan 21 hari setelah tanam, belum ditemukan
adanya gejala serangan hama dan penyakit. Hal ini disebabkan oleh
tanaman yang masih kecil dan masih dilakukan perawatan yang
intensif terhadap setiap sampel, serta kelembapan dari lahan yang
masih terjaga karena intensitas hujan yang belum terlalu tinggi.

32
Pada pengamatan 28 hari setelah tanam, gejala serangan
hama dan penyakit juga belum ditemukan. Hal ini dapat dilihat dari
tabel 6, dimana pada semua sampel tanaman intensitas penyakitnya
masih 0%. Hal ini juga disebabkan oleh perawatan yang intensif
serta kelempan dari lahan yang masih terjaga.
Pada pengamatan 31 hari setelah tanam, gejala serangan
hama dan penyakit sudah mulai terlihat dan mengalami
peningkatan yang drastis dalam intensitas serangan penyakitnya.
Hal ini dapat disebabkan oleh kelembapan tanah yang tinggi akibat
dari curah hujan yang terus menerus selama 3 hari berturut-turut
dan mengakibatkan lahan menjadi tergenang. Lahan yang
tergenang tersebut mengakibatkan tingginya serangan hama seperti
kutu daun yang ditemukan dibawah permukaan daun.
Pada pengamatan 31 hari setelah tanam pada sampel tanaman
ditemukan daun yang mengeriting an menggulung pada daun muda
atau pucuk daun. Gejala tersebut tidak hanya menyerang satu
tanaman sampel saja. Dari gejala tersebut dapat dikatakan bahwa
itu adalah penyakit keriting pada cabai.
Munculnya gejala penyakit dan serangan hama ini dapat
disebabkan oleh kondisi lahan yang lembab akibat hujan yang terus
menerus turun beberapa hari hingga bedengan tergenang air. Factor
kelembapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
munculnya hama dan penyakit pada tanaman (Lee, 1991).
Gejala penyakit keriting daun pada tanaman cabai sendiri
berupa bercak kuning di sekitar tulang daun, tulang daun menebal
dan helai daun menggulung ke atas (cupping). Gejala lanjut
penyakit ini menunjukkan daun-daun muda menjadi kecil-kecil,
helai daun berwarna kuning cerah atau hijau muda yang berseling
dengan warna kuning dan cerah yang akhirnya tanaman kerdil.
(Sulandari et al, 2001)
Pengendalian penyakit ini lebih ditujukan terhadap
pengendalian serangga vektor. Adapun langkah-langkah yang dapat

33
dilakukan untuk pencegahan dan pengendaliannya antara lain
penanaman varietas tahan, penggunaan musuh alami predator
seperti Menochilus sexmaculatus atau jamur pathogen serangga
seperti Beuveriabassiana. Selain itu juga dapat dilakukan
penanaman tumpang sari atau juga dengan cara kultur teknik yang
meliputi perendaman benih, penggunaan mulsa, sanitasi,
penanaman tanaman pembatas seperti jagung dan tagetes
(Sulandari et al, 2001).

4.2.3 Aspek Tanah


Menurut Pengamatan di lapang, drainase dari lahan tanaman
cabai tidak baik, karena hujan yang lebat sering terjadi. Struktur
dari tanah lahan tersebut adalah liat dan tidak gembur. Pola hujan
yang tidak beraturan menyebabkan lahan terkadang tergenang dan
terkadang mengalami kekeringan. Menurut Pitojo (2003), tanah
yang ideal bagi pertumbuhan tanaman cabai adalah tanah yang
memiliki sifat fisik gembur, remah, dan meiliki drainase yang baik.
Sementara pada lahan cabai dilapang, tanah tidak remah, hal itu
bisa dibuktikan dengan tidak ditemukannya cacing atau bisa
dikatakan biodiversitas dalam tanah sedikit. Selain itu, tanah yang
becek akibat hujan yang turun dan pola hujan yang tidak beraturan
menyebabkan drainase kurang baik sehingga tanaman mudah
terserang penyakit.
Tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman cabai adalah
tanah yang subur dan kaya akan bahan organik. Menurut Pitojo
(2003), kondisi kesuburan tanah yang ideal sulit didapatkan
dilapangan karena tanah pertanian pada umunya telah dikelola
secara terus menerus.
Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman cabai
lamban. Dikarenakan kurangnya hara dalam tanah. Pada semua
tanaman cabai, ditemukan daun yang berwarna kuning dan
pertumbuhan yang lambat. Hal itu disebabkan oleh kekurangan

34
unsur K. Menurut Afandie dan Nasih (2002), menyatakan bahwa
kekurangan kalium menyebabkan pinggir daun berwarna kuning
kecoklatan, tanaman tumbuh kerdil dan tanaman mudah terserang
penyakit.

35
5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dalam praktikum komoditas cabai dilakuakan dalam dua perlakuan.
Perlakuan pertama tanaman cabai yang menggunakan zat pengatur
tumbuh. Sedangkan perlakuan kedua tanaman cabai tanpa menggunakan
zat pengatur tumbuh.
Pada tanaman yang tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh
didapatkan tanaman yang memiliki pertumbuhan lamban. Dan pada
tanaman yang diberikan zat pengatur tumbuh diketahui bahwa
pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan tanpa
pemberian zat pengatur tumbuh. Hal ini dapat dilihat pada pembahasan
aspek budidaya pertania (BP).
Pada sampel tanaman cabai ditemukan penyakit keriting daun yang
disebabkan oleh vektor dari hama Thrips sp. Ditemukan juga keragaman
arthropoda antara lain laba-laba, Aphid sp, dan Thrips sp.

5.2. Saran
Semoga praktikum yang akan dilaksanakan mendatang komoditas
setiap kelompok sudah ditetapkan sejak awal pembentukan kelompok dan
peraturan yang sudah ditetapkan dilaksanakan dengan baik agar praktikan
lebih serius dalam mengikuti praktikum di lapang.

36
DAFTAR PUSTAKA

Afandie Rosmarkam dan Nasih Widya. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.
Yogyakarta
Ali, 2007. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Daun Terhadap Kadar N
dan K Total Daun Serta Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annum L)
Pada Inceptisol Karang Ploso Malang. Brawijaya University Press.
Skripsi.
Curry, J.P., 1986. Effects of management on soil decomposers and decomposition
processes in grassland, in: Mitchell, M.J., Nakas, J.P. (Eds.), Micro floral
and Faunal Interactions in Natural and Agro ecosystems. Nijhoff/Junk
Publishers, Dotrecht, pp. 349–398.
Darmono, T. W., 1994. Kemampuan beberapa isolate Trichoderma spp. .Dalam
Menekan Inokulum Phytophthora sp. di dalam Jaringan Buah Kakao.
Menara Perkebunan 62 : 2 :25-29.
Daryanto, A. 2009. Studi Heterosis dan Daya Gabung Karakter Agronomi Cabai
(Capsicum annuum L.) pada Hasil Persilangan Half Diallel. Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.
Harahap,S.M dan J.Khaidir. 2007. Budidaya Tanaman Cabai. Agro Inovasi. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.
Hendaryono, D.P.S dan Wijayani Ari.1995. Teknik Kultur Jaringan.Yogyakarta
.Kanisius.
Hendrix, P. F. And Edward C. A. 2004. Earthworm in Agroecosystems: research
Approarches, in: Edward, C. A. (Eds.), Earthworm Ecology, second ed.
CRC Press, Boca Raton, London, New York: 287-295.
Lee, K.E., 1991. The diversity of soil organisms, in: Hawksworth, D.L. (Eds.),
The Biodiversity of Microorganisms and Invertebrates: Its Role in
Sustainable Agriculture. CABI, Wallingford, 73–86.
Modeste , K. K. , K. K. Edmond, K. N, Gilles, G. Michel , K. Mongomake dan K.
T. Hilaire. 2013. Influnce of Plant Growth Regulators on Somatic

37
Embryogenesis Induction from Inner Teguments of rubber (Hevea
brasiliensis) seeds. Academic Journals12(16):1972-1977.
Nurasari, Elda dan Djumali.2012. Respon Tanaman Jarak Pagar (Jatropha
curcas L) Terhadap Lima Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam
Naftalen Asetat (NAA).Agrovigor 5 (1) : 26-33.
Pitojo. 2003. Seri Penangkaran: Benih Cabai. Yogyakarta: Kanisius.
Rifai, M., Mujim, S., dan Aeny, T.N., 1996. Pengaruh Lama Investasi
Trichoderma viride Terhadap Intensitas Serangan Pythium sp. Pada
Kedelai. Jurnal Penelitian PertamaVII : 8 : 20-25
Samadi, B. 1997. Budidayacabaimerahsecarakomersial. Yayasan Pustaka
Nusantara. Yogyakarta.
Saptana, dkk. 2012. Kinerja Produksi dan Harga Komoditas Cabai Merah: Jurnal
Litbang Pertanian.
Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Bogor : Penebar Swadaya.
Sulandari, S., Suseno, R, Hidayat, S.H, dkk. 2001. Deteksi Virus Gemini pada
cabai di Daerah Istimewa Jogjakarta. Prosiding Kongres Nasional XVI dan
Seminar Ilmiah PFI 22-24 Agustus 2001. Bogor
Supriadi, 2006. Analisis Resiko Agens Hayati Untuk Pengendalian Patogen
Tanaman http://aseanbiotechnology.info.10juni2010.pdf Akses 30 Agustus
2010.
Zulkifli, dkk. 2000. Rakitan Teknologi Budidaya Cabai Merah: Jurnal Litbang
Pertanian.

38
39

Anda mungkin juga menyukai