Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK (CKD)

LEGIANTI
PO7120421019

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

POLTEKKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2021
A. KONSEP TEORI

1. DEFENISI
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2015).
Chronic Kidney disease merupakan suatu perubahan fungsi ginjal
yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan
penyakit gagal ginjal (Terry & Aurora, 2016).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan
sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002 : 1448).
Berdasarkan dua definisi diatas dapat disimpulkan gagal ginjal adalah
suatu keadaan kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan fungsi glomerulus yang bersifat progresif dan ireversibel dimana ginjal
tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme.

2. ETIOLOGI
a. Infeksi misalnya Pielonefritis kronik (infeksi saluran kemih),
glomerulonefritis (penyakit peradangan).
b. Penyakit vaskuler hipertensi misalnya nefrosklerosis banigna,
nefrosklerosis maligna, stenosisis arteri renalis. Disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkatan
tekanan darah akut dan kronik.
c. Penyakit metabolik misalnya DM (DiabetesMellitus).
d. Nefropatik toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefroptai timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicegah bersifat reversibel, sehingga
pengunaan berbagai prosedur diagnostik.
e. Batu saluran kencing yang menyebabkan hydrolityasis. Merupakan
penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. (Muttaqin,2016).
f. Nefropati diabetik Nefropati diabetik adalah kadar gula darah yang tidak
terkontrol pada pasien diabetes bisa memicu kerusakan glomerulus
(pembuluh darah halus yang merusakan tempat penyaringan darah di
ginjal). Kondisi ini jika dibiarkan terus bisa menyebabkan ginjal
kehilangan kemampuan menyaring darah sehingga terjadi gagal ginjal.
Selain menyebabkan fungsinya terganggu, kerusakan tersebut juga
membuat protein yang disebut albumin terbuang ke urine dan tidak
diserap kembali. Selain kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dan
tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol. Faktor lain dapat
meningkatkan risiko nefropati diabetic adalah :
1) Merokok
2) Menderita diabetes tipe 1 sebelum usia 20 tahun
3) Menderita kolesterol tinggi
4) Memiliki berat badan berlebih
5) Memiliki riwayat diabetes dan penyakit ginjal dalam keluarga
6) Menderita komplikasi diabetes lain, seperti neuropati diabetik.
g. Hipertensi Hipertensi didefiniikan sebagai tekanan darah sistolik 140
mmHg atau lebih atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih,berdasarkan
rata-rata 3 kali pengukuran atau lebih yang diukur secara terpisah.
(Priscilla LeMone, 2015).
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Gangguan Kardiovaskuler : Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan, gangguan irama jantung dan edema. Kondisi bengkak bisa terjadi
pada bagian pergelangan kaki, tangan, wajah dan betis. Kondisi ini
disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan yang
menumpuk dalam tubuh, gejala ini juga sering disertai dengan beberapa
tanda seperti rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang turun
meskipun terlihat lebih gemuk. (Nahas & Levin,2015).
b. Gangguan Pulmoner : nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak, suara krekels
c. Gangguan Gastrointestinal : anoreksia, nausea dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bauamonia.
(Nahas & Levin,2015).
d. Gangguan Muskuloskeletal : resiles leg sindrom (pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan), burning fet syndrom ( rasa kesemutan dan
terbakar, terutama ditelapak kaki), kelemahan dan hipertrofi otot-
ototekstremitas).
e. Gangguan Integumen : kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-
kuningan akibat penimbunan urokrom.
f. Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa : biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi karena kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesmia,hipokalsemia.
(Nahas & Levin,2015).
g. System Hematologi : anemia yang disebabkan karenaa berkurangnya
produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum - sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosis dan trombositopenia (Nahas & Levin,2015).

4. PATOFISIOLOGI
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang
komplek termasuk diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration
Rate), pengeluaran produksi urine dan sekresi air yang abnormal,
ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal. Hemostatis
dipertahankan oleh hipertrofi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi nefron
hanya dapat mempertahankan eksresi solates dan sisa-sisa produksi dengan
jalan menurunkan reabsosrbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan
kemampuan memekatkan urine) dan polyuria adalah peningkatakan output
ginjal. Hipostenuria dan polyuria adalah tanda awal CKD dan dapat
menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya,
kemampuan memekatkan urine menjadi semakin berkurang. Osmolitasnya
(isotenuria). Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat
secara otomatis, dan pasien akan beresiko kelebihan bebean cairan seiring
dengan output urine yang maik tidak adekuat. Pasien dengan CKD menjadi
dehidrasi/mengalami kelebihan cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal
(Muttaqin, 2016).
Perubahan metabolik gagal ginjal juga menyebabkan gangguan
eskresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieskresikan oleh tubulus
ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum
kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah
disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal (Muttaqin,
2016).
Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah
gangguang system kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya
anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan perikarditis. Anemia
disebabkan oleh penurunan tingkat eritopoetin, penurunan masa hidup sel
darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan
perdarahan gastrointestinal (Brunner & Suddart, 2017).
Hipertrofi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat
overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi system renin. Angiotensin
aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena
anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Brunner & Suddarth, 2017).
5. PATHWAY

Kerusakan jaringan ginjal

Penurunan fungsi ginjal

GFR turun Sekresi erit ropetin turun

Sisa metabolisme Sekresi ureum melalui Erit ropoesis turun


meningkat kulit
Anemia
Iritasi saluran cerna Pruritus

Suplai O2 ke
Terasa penuh Gangguan Integritas jaringan kurang
pada lambung kulit/jaringan

Metabolisme anaerob
Mual & muntah Infeksi Gastritis

Produksi ATP kurang


Gangguan intake Nyeri akut
nutrisi Defisit nutrisi
Kelemahan otot
Proteinuria
Sekresi ADH &
Hipoalbumin Aldosteron

Tekanan osmotic Retensi natrium


Hipervolemia Udem
koloid turun dan air

Migrasi aliran Intoleransi Aktivitas


keinterstisial

Udem paru

Pola napas
Nafas cepat & dangkal
tidak efektif
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD menurut
Smeltzer, (2016) dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balancecairan
3) Observasi adanyaodema
4) Batasi cairan yangmasuk
b. Dialysis
Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung )
Operasi :
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
3) Biopsi ginjal
4) Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap
menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik:
5) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
6) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yangrendah.
7) Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, dan
obstruksi saluran kemih.
8) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
(Smeltzer, 2016).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Radiologi : Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai
derajat dari komplikasi yang terjadi.
b) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau
obstruksi) Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
c) IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
d) Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
e) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
f) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
g) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
h) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
i) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
j) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel
k) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit(hiperkalemia)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges (2015), sebagai berikut:
a. Data Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
c. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
d. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu
e. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
5) Leher dantenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (ronchi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genitalia
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1detik.

10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (nyeri ulu hati)
c. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
d. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen jalan napas
efektif berhubungan selama 3x24 jam diharapkan pola napas Observasi
dengan penurunan membaik dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
energy 1. Dispnea menurun napas)
2. Pernapasan cuping hidung menurun  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gungling,
3. Frekuensi napas membaik mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotraksal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen nyeri
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri Obesrvasi
agen pencedera menurun dengan kriteria hasil :  Observasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis (nyeri ulu 1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri.
hati) 2. Meringis menurun  Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Muntah menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan
5. Mual menurun memperingan
Terapeutik
 Berikan tekhnik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan tekhnik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
3 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan keseimbangan Observasi
kelebihan asupan cairan meningkat dengan kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala hypervolemia
cairan 1. Asupan cairan menurun  Identifikasi penyebab hipervelomia
2. Keluaran urin menurun  Monitor status hemodinamik
3. Edema menurun  Montor intake dan output cairan
4. Membrane mukosa membaik  Monitor tanda hemokensntrasi
5. Mata cekung membaik  Monitor kecepatan infus secara ketat
6. Turgor kulit membaik
 Monitor efek samping deuretik
Terapeutik
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
 Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30°- 40°
Edukasi
 Anjurkan melapor jika haluaran urin dalam <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika BB bertambah < 1 kg
dalam sehari
 Ajarkan cara membatasi cairan
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik
 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretic
 Kolaborasi pemberian continuous renal
replacement therapy (CRRT), jika perlu
4 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan selama 3x24 jam diharapkan integritas observasi
berhubungan dengan kulit/jaringan meningkat dengan kriteria hasil:  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
kurangnya terpapar 1. Elastisitas meningkat Terapeutik
informasi tentang 2. Hidrasi meingkat  ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
upaya 3. Perfusi jaringan meningkat  lakukan pemijakan pada area penonjolan tulang,
mempertahankan/meli 4. Kerusakan jaringan menurun jika perlu
ndungi integritas 5. Kerusakan lapisan kulit menurun  bersihkan perineal dengan air hangat terutama
jaringan 6. Nyeri menurun selama periode diare
 gunakan produk berbahan petroleum atau minyak
pada kulit kering
 gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
 hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi
 anjurkan menggunakan pelembab
 anjurkan minum air yang cukup
 anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 anjurkan meingkatkan asupan buah dan sayur
 ajurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar rumah
 anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
5 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan status nutrisi Observasi
kurangnya asupan membaik dengan kriteria hasil :  identifikasi status nutrisi
makanan 1. Porsi makanan yang dihabiskan  identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat  identifikasi makanan yang disukai
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat  identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
3. Kekuatan otot menelan meningkat  identifikasi perlunya penggunaan selang
4. Berat badan membaik nasogastric
5. Frekuensi makan membaik  monitor asupan makanan
6. Nafsu makan membaik
 monitor berat badan
 monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
 lakukanoral hygiene sebelum makan, jika perlu
 fasilitasi menentukan pedoman diet (mis:
piramida makanan)
 sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
 berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 berikan suplemen makanan, jika perlu
 hentikan pemberian maka melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
 ajarkan posisi duduk, jika mampu
 ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis pereda nyeri, antimetik) jika perlu
 kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukn
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu.
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen energy
berhubungan dengan selama 3x24 jam di harapkan toleransi aktivitas Observasi
kelemahan meningkat dengan kriteria hasil:  identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
1. kemudahan dalam melakukan aktivitas mengakibatkan kelelahan
sehari-hari meningkat  monitor kelelahan fisik
2. kekuatan tubuh bagian atas meningkat  monitor pola dan jam tidur
3. kekuatan tubuh bagian bawah  monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
4. Keluhan lelah menurun Terapeutik
5. Perasaan lemah menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(mis, cahaya, suara kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menguhubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah realisasi secara tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Arif
Muttaqin, 2009).

5. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Menurut (Arif Muttaqin, 2009)
DAFTAR PUSTKA

Brunner and Suddarth. 2017. BukuAjarKeperawatanMedikalBedah. Edisi 8 volume 2.


Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn E, 2015, RencanaAsuhanKeperawatanPedomanUntuk.Perencanaan
danPendokumentasianPerawatanPasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, ArifdanKumala Sari.2016. AsuhanKeperawatanGangguanSistem Perkemihan.
Jakarta :SalembaMedika
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindaka
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Nahas, Meguid El &Adeera Levin. 2015.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda danHardhi Kusuma.2015.Aplikasi AsuhanKeperawatan Berdasarkan
DiagnosaMedis& NANDA NIC-NOC.Jogjakarta; MediAction.
Smeltzer, S. 2016. Buku Ajar KeperawatanMedikalBedahBrunner dan Suddarth.Volume 2
Edisi 8.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai