TINJAUAN PUSTAKA
bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, atau pasangan batu yang
dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk
Hidrologi adalah suatu ilmu yang mempelajari sitem kejadian air di atas,
pada permukaan, dan di dalam tanah (Soemarto, 1999). Analisa hidrologi adalah
salah satu tahapan yang membahas debit banjir dan debit andalan. Debit banjir
Data hujan yang akan dipergunakan dalam suatu analisis sebelumnya harus
dilakukan uji konsistensi atau data dimana data yang tidak sesuai akibat kesalahan
pencatatan dan gangguan alat pencatat perlu dikoreksi dan data yang hilang atau
kosong diisi dengan menggunakan perbandingan pos hujan sekitar yang terdekat
(Rescale Adjusted Partial Sums). Metode RAPS (Rescale Adjusted Partial Sums),
merupakan pengujian konsistensi data dengan menggunakan data dari stasiun itu
rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai
S0* = 0......................................................................................................................(2.2)
Sk ¿
Sk** = , dengan nilai k = 0,1,2,3,….,n................................................................(2.3)
Dy
n
2
Dy =∑ ¿¿ ¿.............................................................................................................(2.4)
i=1
dengan :
Dy = deviasi standar
n = jumlah data
Q = maks¿Sk**¿, 0 ≤ k ≤ n, atau...............................................................................(2.5)
Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam
peralatan baik curah hujan maupun debit merupakan faktor untuk menentukan data
besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk
3. Metode Isohyet
menganalisa suatu DAS harus dilihat luas dari DAS tersebut. Untuk
(2014) penentuan metode analisa yang mesti diperhatikan antara lain, yaitu :
1) Jika jumlah pos penakar hujan cukup, maka Metode Isohyet, Polygon
2) Jika pos penakar hujan terbatas, maka Metode Rata-rata Aljabar dan Polygon
3) Jika hanya terdapat pos penakar hujan tunggal, maka metode hujan titik yang
dapat dipakai.
b. Luas DAS
c. Topografi DAS
pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu
hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya yang berada dalam DAS, tetapi
stasiun diluar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan.
Hujan rerata pada seluruh DAS dihitung dengan persamaan sebagai berikut
P1 + P2+ …+ Pn
Ṕ= ..................................................................................................(2.7)
n
dimana :
n = jumlah stasiun
dalam pengujian data hujan dan debit di Pulau Jawa ditemukan bahwa distribusi
Gumbel hanya sesuai dengan 7% kasus, demikian pula untuk Distribusi Normal
bahwa sangat jarang dijumpai data yang sesuai dengan Distribusi Normal
sedangkan 90% lainnya ternyata mengikuti Distribusi Log Normal dan Distribusi
Log Person Type III. karena hal inilah maka dalam perencanaan ini digunakan
Bentuk dari Distribusi Log Person III merupakan hasil transformasi dari
distribusi Person Tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai logaritmik.
1995) :
1. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X 1, X2, X3, . . . , Xn menjadi
Log
∑ log X i .......................................................................................................(2.8)
x́= i=1
n
n
S=
√∑
i=1
¿ ¿ ¿ ¿.....................................................................................................(2.9)
5. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
6. Hitung anti log XT untuk mendapatkan curah hujan rencana dengan kala ulang
T.
dimana :
Cs = koefisien Kepencengan,
statistic yang di perlukan untuk pemilihan distribusi yang sesuai dengan sebaran
dimana :
n = jumlah data
n
S= √∑i=1
¿¿ ¿ ¿..................................................................................................(2.13)
S
Cv= ............................................................................................................(2.14)
X́
distribusi peluang yang terpilih dapat mewakili dari distribusi statistic sampel data
yang dianalisis. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menguji apakah jenis
distribusi yang dipilih sesuai dengan data yang ada. Untuk melakukan uji ini, maka
data dan hasil yang diperoleh secara teoritik harus diplot pada kertas distribusi
dengan :
X2 h = parameter Chi kuadrat hitungan
Dk = k – (α+1)......................................................................................................(2.19)
dengan :
1) Jika hasil uji peluang ≥ 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang
2) Jika hasil uji peluang berada di antara 1-5%, maka tidak mungkin mengambil
3) Jika hasil uji peluang ≤1%, maka persamaan yang digunakan dapat diterima.
α Derajat Kepercayaan
Dk
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,663 8,907 10,117 30,114 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,698 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,210 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,772 49,588 52,336
30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,982 53,672
(Sumber : Soewarno, 1995)
yang telah dibuat pada perhitungan sebelumnya benar, yaitu berupa garis yang
telah dibuat pada kertas distribusi peluang. Namun sebelum melakukan uji
dimana :
P = probabilitas
n = jumlah data
P=100−¿P’%..................................................................................................(2.21)
dengan :
P = peluang teoritis,
P’ = peluang empiris
R 24
Rt = ¿.................................................................................................................(2.23)
24
dimana :
R24 = curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang nilainya didapat
daerah aliran sungai dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun
Keadaan hujan
Curah hujan efektif merupakan bagian dari hujan total yang menghasilkan
limpasan langsung (direct run off). Bentuk limpasan langsung ini dapat berupa
limpasan permukaan dan interflow. Besarnya hujan efektif dapat dinyatakan sebagai
Reff = C.R................................................................................................................(2.24)
dimana :
C = koefisien pengaliran
T0,3 = α Tg.......................................................................................................(2.29)
α = 1,5 => pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
Q
p=
CA R 0
................................................................................................(2.30)
3,6 (0,3 T p+T 0,3 )
dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/det)
C = koefisien pengaliran
Ro = hujan satuan, 1 mm
T0,3 = waktu yang di perlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak
Q=Qp ¿.....................................................................................................(2.31)
Q=Qp . 0,3
(
T 0,3
)
.........................................................................................(2.32)
c) Keadaan Kurva Turun 0,32 Qp < Q < 0,3 Qp
t −Tp+0,5 T 0,3
(
1,5T 0,3
)
.................................................................................(2.33)
Q=Qp . 0,3
Selanjutnya hubungan antara t dan Q/Ro untuk setiap kondisi kurva dapat di
Qn = 0,278 x C x I x A..........................................................................................(2.35)
R
I= x ¿................................................................................................................(2.36)
24
dimana :
Qn = debit maksimum
C = koefisien
Konstanta 0,278 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan dalam m 3/detik
(Seyhan. 1990).
2.3. Analisa Kebutuhan Air
2.3.1. Evapotranspirasi
kenyataannya kita tidak dapat membedakan secara jelas dan pasti berapa jumlah air
yang menguap secara evaporasi dan berapa air yang menguap secara transpirasi,
Karena itulah untuk mempermudah menghitung jumlah air yang menguap pada
Cu = c .Eto...............................................................................................................(2.37)
dimana :
Cu = penggunaan konsumtif
C = koefisien tanaman
dimana :
n
(
Rs= 0,25+ 0,54
N )
x Ra ..........................................................................................(2.39)
(mm/hari)
N = lama cahaya matahari maksimum yang mungkin dalam satu hari (jam)
Rn=f ( t ) x f ( d ) x f ( Nn )..............................................................................................(2.40)
f(t) = fungsi suhu
f ( Nn )=0,1+0,9 Nn ...................................................................................................(2.41)
f(u) = fungsi kecepatan angin
f ( u )=0,27(1+u x 0,864)..........................................................................................(2.42)
ea-ed = defisit tekanan uap yaitu selisih antara tekanan uap jenuh (ea) pada T
rata-rata dalam (mbar) dan tekanan uap sebenarnya (ed) dalam (mbar)
RH
ed =ea . .............................................................................................................(2.43)
100
Tabel 2.8. Besaran nilai angot (Ra) dalam evaporasi ekuivalen dalam hubungannya
dengan letak Lintang
Lintang Utara Lintang Selatan
Bulan
5 4 2 0 2 4 6 8 10
Januari 13 14.3 14.7 15 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1
Februari 14 15 15.3 15.5 15.7 15.8 16 16.1 16
Maret 15 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3
April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.7 14.9 14.7 14.4 14
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6
Juni 15 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6
Juli 15.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8
Agustus 15.3 15.1 14.9 14.8 14.5 14.3 14 13.7 12.2
Lintang Utara Lintang Selatan
Bulan
5 4 2 0 2 4 6 8 10
September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15 14.9 13.3
Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6
November 14.3 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16 15.6
Desember 14.6 14.1 14.8 14.8 15.1 15.4 15.7 16 16
(Sumber : Suhardjono. 1994)
Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah di tentukan yang dapat
dipakai untuk memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis
water balance dari Dr.F.J. Mock berdasarkan data curah hujan bulanan, jumlah hari
Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan yang jatuh dari atas tanah
menjadi pekolasi dan akhirnya keluar ke sungai sebagai base flow. Untuk dapat
melakukan studi keseimbangan air (water balance), maka perlu terlebih dahulu
Metode F.J. Mock ini digunakan untuk menghitung ketersediaan air pada
sungai Kali Tepas yang memiliki aliran permukaan. Neraca air diatas permukaan
tanah, meliputi daya serap (soil storage) terhadap hujan netto (hujan setelah
tanah (soil moisture contents). Neraca air akan menyumbangkan (atau bisa juga
tidak) aliran langsung (direct run off) yang merupakan kelebihan air setelah
Neraca air dibawah permukaan sangat dipengaruhi oleh laju infiltrasi dan
perkolasi yang mencapai muka air tanah. Neraca air akan mempengaruhi kondisi
kandungan air tanah (storage volume) yang berubah dari waktu ke waktu sehingga
pada akhirnya akan memberikan sumbangan (bisa juga tidak) berupa aliran dasar
a. Koefisien refleksi (r) yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang
dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang di
Asumsi proposi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau pada
musim kering dan dinyatakan dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung
daerah yang diamati. Mock mengklasikasi menjadi 3 bagian daerah, yaitu daerah
daerah pengaliran.
bulan hujan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika
bulan sebelumnya merupakan bulan basah. Untuk permukaan air nilai K = 0,50
storm run off pada total run off. Storm run off hanya dimasukkan ketotal run off,
bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh
Tabel 2.14. Nilai SMC untuk berbagai Tipe Tanaman dan Tanah
Zona Akar Soil moisture Capacity
Tipe Tanaman Tipe Tanah
(m) (mm)
Pasir halus 0,5 50
Pasir halus dan loam 0,5 75
Tanah berakar pendek Lanau loam 0,62 125
Lempung dan loam 0,4 100
Lempung 0,25 75
Pasir halus 0,75 75
Pasir halus dan loam 1 150
Tanah berakar sedang Lanau loam 1 200
Lempung dan loam 0,8 200
Lempung 0,5 150
Pasir halus 1 100
Pasir halus dan loam 1 150
Tanah berakar dalam Lanau loam 1,25 250
Lempung dan loam 1 250
Lempung 0,67 200
Pasir halus 1,5 150
Pasir halus dan loam 1,67 250
Tanaman palm Lanau loam 1,5 300
Lempung dan loam 1 250
Lempung 0,67 200
Pasir halus 2,5 250
Pasir halus dan loam 2 300
Mendekati hutam alam Lanau loam 2 400
Lempung dan loam 1,67 400
Lempung 1,17 350
(Sumber : Tjahjadi. 1999)
Eta=Etp−E.......................................................................................................(2.44)
N −Nr
Sehingga Eta=Etp−( Etp . )....................................................................(2.47)
N .m
Rnet =( R−Eta)..................................................................................................(2.48)
Daya serap tanah atas air (SS), diawali simulasi jika Rnet>SMC, maka SS = 0
SS=SMt−SMT −1.............................................................................................(2.40)
Infiltrasi (I)
I =Ci . WS............................................................................................................(2.52)
BF=I −Dv..........................................................................................................(2.55)
DRO=WS−1......................................................................................................(2.56)
RO=BF + DRO...................................................................................................(2.57)
dimana :
R = hujan (mm)
tingkat pelapukan batuan, daya tahan batuan terhadap pengaruh cuaca dan
lain-lain.
kemiringan daerah.
Erosivitas hujan
Erodibilitas tanah
Kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari
laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi energi
kinetik air hujan. Erosivitas hujan sangat berkaitan dengan energi kinetic atau
momentum, yaitu parameter yang berasosiasi dengan laju curah hujan atau volume
E = 14,374 R1,075....................................................................................................(2.59)
R
I30 = ................................................................................................(2.60)
77,178+ 1,01 R
dimana :
erodibilitas tinggu akan lebih mudah tererosi dari pada tanah-tanah dengan
erodibiltas rendah jika keduanya terdapat pada daerah yang sama ( Hudson, 1975).
Erodibilitas tanah dapat dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik tanah sebagai berikut :
Proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari
2%. Untuk lahan yang kemiringannya kurang dari 2%, kemungkinan terjadinya
erosi sangat kecil atau tidak terjadi. Dalam menghitung nilai LS, dengan
S 1,4
LS =¿)0,6 x ( ) ..............................................................................................(2.63)
9
dimana :
tanah dari lahan yang diusahakan untuk penanaman dengan suatu system
pengolahan, terhadap kehilangan tanah apabila lahan tersebut diolah secara terus
menerus tanpa di tanami. Faktor tindakan manusia dalam pengawetan tanah (P)
adalah perbandingan antara besarnya erosi tanah yang hilang pada lahan dengan
tindakan pengawetan tertentu, terhadap besarnya erosi tanah apabila pada lahan
Tabel 2.16. Faktor CP untuk berbagi jenis penggunaan lahan di pulau jawa
Nilai
Konservasi dan pengelolaan tanaman
CP
Hutan :
a. Tak terganggu 0,01
b. Tanpa tumbuhan bawah, disertai seresah 0,05
c. Tanpa tumbuhan bawah, tanpa seresah 0,5
Kebun :
a. Kebun talun 0,02
b. Kebun pekarangan 0,2
Perkebunan :
a. Penutupan tanah sempurna 0,01
b. Penutupan tanah sebagian 0,7
Perumputan :
a. Penutupan tanah sempurna 0,01
b. Penutupan tanah sebagian : di tumbuhi alang-alang 0,02
c. Alang-alang : pembakaran sekali setahun 0,06
d. Serai wangi 0,65
Tanaman pertanian :
a. Umbi-umbian 0,51
b. Biji-bijian 0,51
c. Kacang-kacangan 0,36
d. Campuran 0,43
e. Padi irigasi 0,02
Peladangan :
a. 1 tahun tanam - 1 tahun bero 0,28
b. 1 tahun tanam – 2 tahun bero 0,19
Pertanian dengan konservasi :
a. Mulsa 0,14
b. Teras bangku 0,04
c. Contour cropping 0,14
(Sumber : Chay Asdak. 1995)
Erosi potensial adalah erosi maksimum yang mungkin terjadi pada suatu
erosi disebabkan oleh faktor alam (tanpa keterlibatan manusia, tumbuhan, dan
sebagainya), yaitu iklim, khususnya curah hujan, sifat-sifat internal tanah dan
keadaan topogarfi tanah. Pendugaan erosi potensial dapat di hitung dengan rumus
sebagai berikut :
E-Pot = R x K x LS x A.......................................................................................(2.64)
dimana :
K = erodibilitas tanah
potensial adalah hasil ganda antara erosi potensial dengan pola penggunaan lahan
tertentu, sehingga dapat dihitung dengan rumus (Weischmeier dan Smith. 1958) :
dimana :
erosi potensial untuk diendapkan ke jaringan irigasi dan lahan persawahan atau
tempat –tempat tertentu. Niali SDR (Sedimen Delivery Ratio)tergantung dari luas
S (1−0,8683 A−0,2018 )
SDR = + 0,8683 A-0,2018......................................................(2.66)
2(S +50 n)
dimana :
A = luas DAS
dimana :
utama bendung untuk menyediakan tampungan, maka ciri fisik utama yang
(Soedibyo. 1988) :
1
V n= x ∆ h x ¿)......................................................................................................(2.68)
3
dimana :
dapat dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan air yang ada. Maka tampungan
Neraca air di bendung menggambarkan suatu kondisi seimbang antara air yang
masuk (inflow) dengan air yang keluar (outflow) di bendung. Maka akan di ketahui
I −O=± ∆ S
R+Qi+Gi−ETo−Qo−Go ± ∆ S=0........................................................................(2.70)
dimana :
R = hujan
ETo = evapotranspirasi
dimana :
C = koefisien limpasan
Koefisien limpasan (C) dari tipe standart suatu pelimpah di hitung dengan
Cd=2.200−0.0416 ¿...............................................................................................(2.72)
h
1+2 a(
)
Hd
C=1,6 x ................................................................................................(2.73)
h
1+ a( )
Hd
dengan flood routing atau penelusuran banjir. Metode penelusuran banjir yang biasa
ds
I −Q= .................................................................................................................(2.74)
dt
dimana :
I 1 + I 2 Q 1 +Q 2
− =S 2−S1..........................................................................................(2.75)
2 2
dimana :
Ada 2 tipe yaitu bendung dengan tujuan tunggal dan bendung serba guna
(Soedibyo. 1993) :
1) Bendung dengan tujuan tunggal (single purpose dams) adalah bendung yang
dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk kebutuhan baku
atau irigasi (pengairan) atau pengendalian banjir atau tujuan lainnya tetapi
(PLTA) dan irigasi (pengairan), pengendalian banjir dan PLTA, air minum
untuk menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan pada masa
daerah sekitarnya.
Ada 2 tipe yaitu bendung untuk dilewati air dan bendung untuk menahan air
(Soedibyo. 1993) :
1) Bendung untuk dilewati air (overflow dams) adalah bendung yang dibangun
2) Bendung untuk menahan air (non overflow dams) adalah bendung yang sama
sekali tidak boleh dilimpasi air. Kedua tipe ini biasanya dibangun berbatasan
Ada 2 tipe yaitu bendung urugan dan bendung beton (Soedibyo. 1993) :
dibangun dari hasil penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain
yang membentuk tubuh bendung tersebut terdiri dari tanah yang hamper
2) Bendung beton (concrete dams) adalah embung yang dibuat dari kontruksi
beton baik dengan tulangan maupun tidak. Kemiringan permukaan hulu dan
hilir tidak sama pada umumnya bagian hilir lebih landau dan bagian hulu
mendekati vertical dan bentuknya lebih ramping. Bendung ini masih dibagi
hulu menerus dan di hilirnya pada jarak tertentu ditahan, bendung beton
Faktor yang menentukan dalam pemilihan tipe bendung adalah (Soedibyo. 1993) :
rencana air dalam waduk dan elevasi mercu bendung. Elevasi permukaan air
he
(
H r ≥ ∆ h+ hw atau
2 )
+h a+ hi...................................................................................(2.76)
he
H r ≥ hw + +h i.........................................................................................................(2.77)
2
dimana :
Hf = tinggi jagaan
2 aQ h
∆ h= x 0 x
3 Q Axh ......................................................................................(2.78)
1+
QxT
dimana :
Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (he) di hitung dengan persamaan
e .τ
h e= g . h o.....................................................................................................(2.79)
π √
dimana :
dipengaruhi oleh panjang lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas
permukaan air waduk perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik
Saville.
elevasi mercu bendung. Apabila pada bendung dasar dinding kedap air atau zona
kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara
bidang vertikal yang melalui mercu bendung dengan permukaan pondasi alas
Tinggi tubuh bendung dapat dicari dengan persamaan berikut ini (Soedibyo. 1993) :
Hd = Hk + Hb + Hf + 0,25......................................................................................(2.80)
dimana :
dimana :
Untuk bendungan kecil atau embung yang diatasnya akan di gunakan sebagai jalan
raya, lebar minimumnya adalah 4 m, sementara untuk jalan biasa hanya 2,5 m. lebar
melalui puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing.
Fs=∑ ¿ ¿ ¿..............................................................................................................(2.82)
¿ ∑ C . L+ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿.............................................................................................(2.83)
dimana :
Fs = faktor keamanan
N = beban komponen vertical yang timbul dari setiap irisan bidang luncur (
¿ γ . A . cos α)
T = beban komponen tangesial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur¿
U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
bidang luncur ¿
bidang luncur ¿
θ= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur
C = angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
1. Andaikan bidang luncur bundar di bagi menjadi beberapa irisan vertical dan
lebarnya dibuat sama. Disarankan agar irisan bidang luncur tersebut dapat
melintasi perbatasan dari dua buah zone penimbunan atau supaya memotong
a. Berat irisan (W), dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan (A)
b. Beban berat komponen vertical yang bekerja pada dasar irisan (N) dapat
diperoleh dari hasil perkalian antara berat irisan (W) dengan cosinus sudut rat-
rata tumpuan (α) pada dasar irisan yang bersangkutan jadi N = W. cosα
c. Beban dari tekanan hidrostatis yang bekerja pada dasar irisan (U) dapat
diperoleh dari hasil perkalian antara panjang dasar irisan (b) dengan tekanan
berat irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan tersebut
jadi T= Wsinα
e. Kekuatan tekanan kondisi terhadap gejala perubahan (C) diperoleh dari hasil
perkalian antara angka kohesi bahan (c’) dengan panjang dasar irisan (b) di
tahann geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan
tumpuannya
gaya yang mendorong (S) dari setiap irisan bidang luncur, dimana (T) dan (S)
tanθ
4. Faktor keamanan dari bidang luncur tesebut adalah perbandingan antara jumlah
gaya pendorong dan jumlah gaya penahan yang dirumuskan (Soedibyo, 1993):
Fs=
∑ S .................................................................................................................(2.85)
∑T
dimana :
Fs = faktor keamanan
di timbulkan oleh adanya aliran filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara
(seepage flow-net) yang terjadi dalam tubuh bendung dan pondasi bendung tersebut.
Garis depresi didapat dari persamaan parabola bentuk dasar seperti gambar berikut
ini.
1993) :
y 2− y 02
x= ...............................................................................................................(2.86)
2 y0
y 0= √h 2+ d 2 – d.........................................................................................................(2.87)
Untuk zona inti kedap air garis depresi digambarkan sebagi kurva dengan
y= √ 2 y 0 x + y 0 .........................................................................................................(2.88)
2
dimana :
bendung
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 I1 horisontal kea rah hulu dari titik B (m)
penyesuaian menjadi garis B-C-A yang merupakan bentuk garis depresi yang
Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng hulu
Panjang ∆ a tergantung pada kemiringan lereng hilir bendung, dimana air filtrasi
y0
a+ ∆ a= .................................................................................................(2.89)
1−cos α
dimana :
a ´
= jarak AC
∆a = jarak C ´0 C
Adalah besarnya rembesan air yang menuju ke hilir tubuh bendungan dan
Besarnya kapasitas filtrasi yang melalui tubuh bendung dapat di tentukan dengan
Nf
Qf = . K . H . L.....................................................................................................(2.90)
Np
dimana :
K = koefisien filtrasi
Adalah erosi yang cepat sebagai akibat rembesan terpusat berat tubuh atau
pondasi bendung. Air meresap melalui timbunan tanah lapisan kedap air atau
pondasi bendung. Dengan adanya tekanan air di sebelah hulu maka ada
wi . g
C=
√ F .γ
................................................................................................................(2.91)
dimana :
C = kecepatan kritis
g = gravitasi