Anda di halaman 1dari 17

Teori-Teori Kriminologi

Bahwa mazhab Positivisme dalam kriminologi mendasarkan pada asumsi dasar


bahwa penjahat berbeda dengan yang bukan penjahat.
Artinya penjahat dipandang memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan yang
bukan penjahat.
Secara tradisional dicari pada ciri-ciri Biologis, Psikologis dan Sosio Kultural.
Di bawah ini diuraikan beberapa teori yang berkenaan dengan ciri-ciri penjahat tersebut.

TEORI YANG MENJELASKAN KEJAHATAN DARI


PERSPEKTIF BIOLOGIS - PSIKOLOGIS

Penelitian modern yang memberi penjelasan kejahatan dipelopori oleh seorang


Italia yang bernama CESARE LOMBROSO (1835-1909). Era Lombroso meletakan
perubahan dari mazhab Klasik ke mazhab Positif (lihat uraian dimuka).

Perbedaan mazhab Klasik dan Mazhab Positive adalah dalam mencari fakta-
fakta empiris untuk mengkonfirmasikan gagasan bahwa kejahatan itu ditentukan oleh
berbagai factor.

Para Positivis pada abad 19: Mencari factor pada akal dan tubuh pada
masing-masing individu penjahat, kemungkinan secara Psikologis terdapat cacat
dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai dimasa
kecil, kehilangan hubungan dengan ibu, perkembangan moral yang lemah, termasuk
pula mempelajari sikap agresi. Situasi-situasi tersebut yang menjadi pendorong
delikuen melakukan kekerasan,…. dan sebagainya.

Sementara dari sudut Biologis, bahwa kemungkinan adanya unsur pewarisan


sikap-sikap agresif, pengaruh hormon, ketidak normalan kromoson, kerusakan otak
dsb.

1. PENJELASAN BIOLOGIS ATAS KEJAHATAN


August Comte (1798-1857) sosiolog dari Perancis, memberi pengaruh penting
dalam mazhab Positive ini. Namun tokoh yang paling terkenal dalam mazhab ini adalah
Cesare Lombroso. Dengan munculnya aliran positif ini telah tergeser pemahaman
kriminologi tentang penanggulangan kejahatan melalui legislasi menuju suatu studi
modern penyelidikan sebab-sebab kejahatan. Tokoh-tokoh: lain Enrico Ferri,
Raffaele Garofalo, Tarde.

C.Lombroso: menggeser konsep “Free will” dengan determinisme bahwa penjahat


adalah mewakili suatu type keanehan/keganjilan yang berbeda dengan non criminal.
Penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam karakter fisik
yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.

Teori C.Lombroso adalah “Born Criminal” (penjahat yang dilahirkan) bahwa para
penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek
moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan wataknya dibanding mereka
yang bukan penjahat.

Mereka dapat dibedakan dengan mereka yang non criminal melalui


beberapa “Atavistic Stigmata” Ciri-ciri fisik dari mahkluk pada tahap awal
perkembangan, sebelum mereka benar-benar menjadi manusia. Ciri-ciri tsb antara lain :
rahang besar, gigi taring kuat, jangkauan lengan bawah lebih besar dibanding tinggi
tubuh mereka.

Menurut C Lombroso, seseorang individu yang lahir dengan salah satu dari lima
stigmata adalah seseorang “born criminal” (penjahat yang dilahirkan),

Di samping itu Lombroso menambahkan tiga kategori lain yaitu: Insane


criminals, mereka bukan penjahat sejak lahir, mereka menjadi penjahat sebagai hasil dari
beberapa perubahan dalam otak mereka yang mengganggu kemampuan mereka untuk
membedakan antara yang benar dan yang salah. dan Criminoloid mencakup kelompok
ambiguous termasuk penjahat kambuhan (habitual criminals), pelaku kejahatan karena
nafsu dan berbagai type lain.

Enrico Ferri, (1856-1929)


Lebih menekankan pada hubungan dengan factor-faktor social, ekonomi dan
politik yang memperngaruhi kejahatan. Bahwa kejahatan hanya dapat dijelaskan
melalui studi pengaruh interaktif diantara factor-faktor fisik (seperti ras, geografis,
temperature) dan factor-faktor social (seperti umur, jenis kelamin, dan variable
psikologis). Ferry berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol dengan
perubahan-perubahan social, seperti subsidi perumahan, control kelahiran, fasilitas
rekreasi dsb.

E. Ferry Mengklasifikasikan 5 (lima) Kelompok Penjahat:


(a) The Born criminals, (b) The Insane criminal (secara klinis disebut sakit mental), (c)
The Passion criminals (melakukan kejahatan karena akibat problem mental atau
emosional yang panjang dan kronis), (d), The Occasional criminals (merupakan produk
dari kondisi-kondisi keluarga dan social dari pada problem fisik atau mental yang
abnormal) dan (e) The Habitual criminals (memperoleh kebiasan dari lingkungan
social).

Raffaele Garofalo (1852-1934)

Garofalo menelusuri akar tingkah laku kejahatan bukan kepada bentuk-bentuk


fisik, tetapi pada kesamaan-kesamaan psikologis yang disebut Morale anomalies
(keganjilan-keganjilan moral).

Menurut Garofalo, bahwa kejahatan secara alamiah diketemukan dalam


setiap masyarakat apapun bentuk dan ujud dari masyarakat tsb. Kejahatan demikian
menggangggu sentimen-sentimen moral dasar dari kejujuran/Probity (menghargai hak
milik orang lain) dan sentimen yang dapat menyebabkan melukai/menyerang/Piety orang
lain. Seseorang yang memiliki kelemahan organic dalam sentimen-sentimen moral ini
tidak memiliki halangan-halangan untuk melakukan kejahatan. Seorang penjahat
sungguhan mempunyai anomali fisik dan moral yang dapat ditransmisikan melalui
keturunan, Seseorang menjadi penjahat karena kekurangan pula dalam sentimen dasar
tentang Pity dan Probity.

Ajaran Lombroso dari sudut Biologis ini diteruskan dengan beberapa


perbaikan oleh Ernst Kretchmer (1888-1964) dari Jerman yang mengidentifikasi
empat type fisik: (a) Asthenic, kurus, bertubuh ramping, berbahu kecil, (b) Athletic
menengah tingi, kuat, berotot, bertulang kasar, (c). Pycnic, tinggi sedang, figure yang
tegap, leher besar, wajah luas, dan (d). beberapa type campuran dari a,b dan c.
2. PENJELASAN PSIKOLOGIS ATAS KEJAHATAN
Asumsi dasarnya adalah bahwa penjahat merupakan orang-orang yang
mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang yang bukan penjahat.

Ciri-ciri psikis tsb ada dalam intelegensianya yang rendah. Bentuk-bentuk


gangguan mental yang banyak dibicarakan adalah Psikoses, Neuroses dan Cacat Mental.

PSIKOSES:

Psikoses dapat dibedakan menjadi Psikoses Organis dan Psikoses Fungsional.

Psikoses Organis macam-macamnya adalah :


a. Kelumpuhan umum dari otak yang ditandai kemerosotan yang terus menerus dari
seluruh kepribadian, perbuatan pencurian, penipuan dilakukan secara terang-terangan
dan penuh ketololan.
b. Traumatic psikoses yang diakibatkan oleh luka pada otak yang disebabkan
kecelakaan (geger otak), penderita mudah gugup, cenderung melakukan kejahatan
kekerasan
c. Encephalis Dementia, umumnya penderita adalah nak-anak, seringkali melakukan
tindakan anti social, pelanggaran seks
d. Senile Dementia, penderita umumnya pria lanjut usia, dengan kemunduran
kemampuan fisik dan mental, gangguan emosional dan kehilangan control terhadap
orang lain, menimbulan tindak kekerasan atau pelangaran seksual terhadap anak-
anak.
e. Puerperal insanity penderitanya adalah wanita yang sedang hamil atau beberapa saat
setelah melahirkan, yang diiakibatkan karena kekawatiran yang luar biasa karena
kelahiran anak yang tidak dikehendaki, tekanan ekonomi, kelelahan fisik, kejahatan
berupa aborsi, pembunuhan bayi atau pencurian.
f. Epilepsi merupakan bentuk psikoses yang sangat terkenal, akan tetapi juga salah satu
bentuk psikoses yang sukar dipahami.
g. Psikoses yang diakibatkan alcohol. Dari sudut pandang kriminologi dapat
dibedakan tiga type yakni : (a) Type Normal, mereka menggunakan alcohol kadang-
kadang saja, penggunaan alcohol dapat mengganggu kemampuan fisik dan mental
yang kadang-kadang dapat menghasilkan kejahatan kekerasan, pelanggaran seks,
pembakaran atau balas dendam. (b) Peminum Pathologist, terjadi pada orang-orang
yang mentalnya tidak stabil dsb. Orang semacam ini akan menjadi garang meskipun
hanya minum alcohol dalam jumlah sangat sedikit. (c)Alkoholis yang Kronis, yang
dapat mengakibatkan menjadi kurang waras dengan halusinansi.

Psikoses Fungsional, macam-macamnya adalah :

a. Paranoia, penderitanya anatara lain diliputi, kayalan (delusi), merasa hebat,


merasa dikejar-kejar
b. Manic-depressive Psikhoses, penderitanya menunjukan tanda-tanda perubahan
dari kegembiraan yang berlebihan ke kesedihan. Keadaan yang demikian bias
berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu atau lebih lama lagi.
Kejahatan yang dilakukan, misalnya kejahatan kekerasan, bunuh diri, pencurian
kecil-kecilan, penipuan, pemabukan.
c. Schizoprenia, sering dianggap sebagai bentuk psikoses fungsional yang paling
banyak dan penting. Para penderitanya ada kepribadian yang terpecah.
Melarikan diri dari kenyataan, hidup dengan fantasi, delusi, dan halusinasi.
Tidak dapat memahami lingkungannya, kadang-kadang merasa ada yang
menghipnotis dirinya.

NEUROSES
Pelaku kejahatan antara Psikoses dan Neuroses, pelaku yang terbanyak adalah
Neuroses.

Beberapa bentuk Neuroses antara lain:

a. Anxiety Neuroses dan Phobia, keadaan ini ditandai dengan ketakutan yang tidak
wajar dan berl;ebih-lebihan terhadap adanya bahaya dari sesuatu atau pada
sesuatu yang tidak ada sama sekali. Jika dihubungkan dengan obyek atau ideology
tertentu disebut phobia.
Misalnya :
Nycotophobia - takut pada kegelapan
Gynophobia - takut terhadap wanita
Aerophobia - takut terhadap tempat yang tinggi

b. Histeria, terdapat disasosiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam berbagai


bentuk, pada umumnya sangat egosentris, emosional dan suka berbohong, Pada
umumnya penderita hysteria adalah wanita

a. Obsesional dan Compulsive Neuroses, penderitanya memilki keinginan atau ide-


ide yang tidak rasional dan tidak dapat ditahan. Sering dikatakan bahwa hal ini
disebabkan karena ada keinginan-keinginan (seksual) yang ditekan (karena adanya
norma-noram tertentu). Bentuk obsesional dan Compulsive Neuroses ini antara
lain, Kleptomania, Discomania, Fetishisme, Exhibitionist, Pyromania.

CACAT MENTAL
Pengertian cacat mental lebih ditekankan pada kekuranagan intelegensia dari
pada karakter atau kepribadian yaitu dilihat dari tinggi-rendahnya IQ dan tingkat
kedewasaannya.
Bentuk-bentuk cacat mental seperti, Idiot yaitu orang yang mempunyai IQ di
bawah 25 dan tingkat kedewasaannya dibawah 3 tahun, Imbecil yaitu orang yang
mempunyai IQ antara 25-50 dan tingkat kedewasaanya anatara 3-6 tahun dan Feeble-
Minded, yaitu dengan IQ antara 50-70 dan tingkat kedewasaanya anatara 6-10 tahun.

CATATAN:
Pemaparan factor Psikologis senantiasa berkaitan dengan factor Sosiologis, dalam
arti bahwa Faktor sosiologis akan melaporkan bahwa terdapat factor tertentu pada
lingkungan individu tertentu yang kemungkinan akan menghasilkan kejahatan,
sedangkan factor Psikologis menggambarkan jenis kepribadian individu tertentu yang
mungkin cenderung melakukan kejahatan jika dihadapkan pada situasi tertentu.

Secara umum dikatakan bahwa apa yang membentuk kepribadian seseorang


cenderung dipengaruhi oleh intelegensia di samping itu kualitas khusus diluar
kemampuan intelektual, seperti sikap agresif, tidak malu-malu, ramah, pemalu dsb
TEORI-TEORI PENJELASAN KEJAHATAN DALAM
PERSPEKTIF SOSIOLOGIS

Teori biologis dan psikologis berdasarkan asumsi bahwa tingkah laku criminal
disebabkan oleh beberapa kondisi fisik dan mental yang mendasari pemisahan antara
penjahat dan yang bukan penjahat. Mencoba menginentifikasi “macam manusia” yang
jahat dan yang bukan jahat. Teori tsb menjelajah pada kasus kasus individu.

Namun TEORI BIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS tidak menjelaskan mengapa


kejahatan dapat berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya antara suku satu dengan suku lainnya.

PERBEDAAN ANTARA PENDEKATAN TEORI BIOLOGIS-PSIKOLOGIS


DENGAN TEORI SOSIOLOGIS

Teori Biologis dan Psikologis berasumsi:


Tingkah laku criminal disebabkan oleh beberapa kondisi fisik dan mental yang
mendasari pemisahan antara penjahat dan yang bukan penjahat.

Namun teori tsb bersifat kasus per kasus (individu).


Tidak menjelaskan mengapa kejahatan dapat berbeda antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya
antara suku satu dengan suku lainnya.

Teori Sosiologis:
Mencari alasan perbedaan kejahatan/penjahat dalam lingkungan social.

Teori Sosiologis

Teori sosiologis dapat dibedakan dalam 3 (tiga) katagori :

a. Teori Strain
b. Teori Cultural Deviance (Penyimpangan Budaya)
c. Teori Social Control (control social)

Teori Strain dan Teori Penyimpangan Budaya memusatkan perhatian pada


kekuatan-kekuatan social (social force) yang menyebabkan orang melakukan aktifitas
kejahatan, Teori Strain dan Teori Penyimpangan Budaya berasumsi bahwa kelas
social dan tingkah laku criminal berhubungan, tetapi berbeda dalam sifat
berhubungan itu.
Sebaliknya Teori Kontrol Social mendasarkan pada satu asumsi bahwa motivasi
melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia, sehingga teori ini mencoba
menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Teori-teori control
social mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga social
membuat aturan-turan yang efektif.

Teori Strain berpendapat seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai–
nilai budaya yakni nilai budaya kelas menengah. Salah satu nilai terpenting adalah
keberhasilan ekonomi. Oleh karena orang kelas bawah tidak mempunyai sarana yang sah
untuk mencapai tujuan tsb, mereka menjadi frustasi dan beralih dan menggunakan
sarana-saran yang tidak sah.

Teori Penyimpangan Budaya berpendapat, bahwa orang-orang kelas bawah


memiliki satu set nilai-nilai yang bebeda dengan, dan cenderung konflik dengan nilai
kelas menengah. Konsekuensinya, apabila kelas bawah memakai system nilai mereka
sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma konvensional.

TEORI-TEORI STRAIN

ANOMIE: Emile Durkheim

Masyarakat dapat dilihat sebagai suatu struktur dan bagaimana ia berfungsi. Jika
masyarakat stabil, bagian-bagiannya beroperasi secara lancar, dan susunan sosial berfungsi.
Maka masyarakat ini ditandai adanya keterpaduan, kerjasama dan kesepakatan. Namun jika
bagian-bagian komponen tsb dalam keadaan yg membahayakan keteraturan/ketertiban sosial,
maka susunan masyarakat itu disebut di fungsional (tidak berfungsi). Oleh sebab itu disebut
teori Struktural Fungsionalis
Menurut E Durkheim: Penjelasan perbuatan manusia (terutama perbuatan yg salah)
tidak terletak pada diri si individu, tetapi terletak pada kelompok dan organisasi sosial.
Dalam konteks ini menurut E Durkheim memperkenalkan istilah ANOMIE (hancurnya
keteraturan sosial sebagai akibat hilangnya norma/patokan dan nilai-nilai).
Bahwa jika sebuah masyarakat sederhana berkembang menuju masyarakat modern
maka kedekatan yg dibutuhkan untuk melanjutkan norma-norma umum (a common set of
rules) akan merosot. Kelompok-kelompok menjadi terpisah dan menjadikan sehingga suatu
aturan/norma umum menjadi kabur/tidak ada, sehingga dapat terjadi tindakan dan harapan-
harapan orang di satu sektor mungkin bertentangan dengan tindakan dan harapan orang lain.
Dengan tidak dapat diprediksinya perilaku tsb maka sistem perilaku tsb secara bertahap
akan runtuh dan masyarakat tsb berada dalm kondisi ANOMIE.

ANOMIE: Robert K Merton:

Robert K Merton mengkaitkan ANOMIE dengan kejahatan


Menurut Merton: Anomie tidak diciptakan oleh sudden social change (perubahan sosial yg cepat)
tetapi oleh social structure (struktur sosial) yang menawarkan tujuan-tujuan yg sama untuk
semua anggotanya tanpa memberi sarana yang merata untuk mencapainya.

Kekurang paduan antara apa yg diminta oleh budaya (yg mendorong kesusksesan) dengan apa yg
diperbolehkan oleh struktur (yg mencegahnya memperoleh kesuksesan) dapat menyebabkan
norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membimbing tingkah laku.

Menurut Merton: dalam masyarakat yg berorientasi kelas, kesempatan untuk menjadi yg teratas
tidaklah dibagikan secara merata. Sangat sedikit anggota kelas bawah yg mencapainya.

Teori Anomie dari K. Merton menekankan pentingnya 2 unsur penting dalam masyarakat
yakni:
1. Kultur aspirasi atau cultur goals yg diyakini berharga untuk diperjuangkan
2. Tujuan Institusional (institutionalsed means) atau accepted ways untuk mencapai tujuan
itu.

Jika masyarakat stabil, dua unsur ini terintegrasi, dengan kata lain sarana harus ada bagi setiap
individu guna mencapai tujuan-tujuan yang berharga bagi mereka.

Berdasarkan perspektif tsb struktur sosial merupakan akar masalah timbulnya kejahatan.
Teori Strain berasumsi bahwa orang taat hukum, tetapi di bawah tekanan besar mereka akan
melakukan kejahatan, disparitas antara tujuan dan sarana inilah yg memberikan tekanan
tadi.

Pertanyaan: mengapa keinginan untuk meningkat secara sosial (social mobility) membawa
seseorang pada tindakan penyimpangan ? menurut Merton, bahwa struktur sosial yg
membatasi akses menuju tujuan (berupa kesuksesan melalui legitimate means (seperti,
pendidikan tinggi, bekerja keras, koneksi keluarga) anggota-anggota kelas bawah terbebani
sebab mereka mulai jauh ke belakang dalam mencoba meraih kesuksesan tsb dan mereka benar-
benar haruslah orang yg berbakat dan beruntung.
Model ADAPTION dari K MERTON:

COMFORMITY: meski mereka mempunyai sarana terbatas, tidak melakukan penyimpangan,


mereka menyesuaikan diri, melanjutkan mencapai tujuan budaya berupa kesuksesan. Mereka
percaya pada sarana legitimasi, sarana-sarana konvensional dan sukses akan dicapai

INNOVATION: mereka tetap meyakini sukses yg dianggap berharga namun beralih


menggunakan illegatimate means atau sarana-sarana yg tidak sah jika mereka menemui
halangan/dinding sarana yg sah untuk menuju kesusksesan ekonomi tsb.

ADAPTASI SECARA RITUALISM: mereka menyesuaikan diri dengan norma-norma yg


mengatur institualised means, namun demikian mereka meredakan ketegangan/tekanan yg
mereka alami dengan menurunkan skala aspirasi/cita-cita mereka sampai titik yg dapat mereka
capai/raih. Mereka justru menghindari resiko dan hidup dalam batas-batas rutinitas hidup sehari-
hari.

RETREATISM: mereka membuat respon yg lebih dramatis, tertekan oleh harapan-harapan


sosial yg ditunjukan oleh kehidupan konvensional mereka melepaskan melepaskan cultural
succes goal dan legitimate means, mereka melarikan diri dari syarat-syarat masyarakat dengan
berbagai cara yg menyimpang seperti, alkoholik, drug/ nyabu, menggelandang, bunuh diri dsb

REBELLION: adapatasi yg dilakukan oleh mereka yg tidsk hanya menolak tetapi ingin
merubah sistem yg ada. Mereka ingin mengganti tujuan dan sarana-saran yang baru.

TEORI CONTROL SOSIAL


Teori Strain mengkaji pertanyaan mengapa sebagian orang melanggar norma
(melakukan kejahatan). Sedangkan kajian Teori Kontrol Sosial justru sebaliknya yakni
mempertanyakan mengapa sebagian orang justru taat pada norma. Teori sosial kontrol
menerima kenyataan bahwa pencurian, pembunuhan, penipuan dsb dapat dilakukan oleh siapa
saja, justru dipertanyakan mengapa ditengah-tengah bujukan, hasutan, tekanan seseorang untuk
melakukan perbuatan (tindak pidana tsb) terdapat orang yang tidak melakukan ! Jawabnya
adalah bahwa seseorang mengikuti/mentaati hukum sebagai respon sebagai kekuatan
pengontrol dalam kehidupan mereka.Mereka (seseorang0 menjadi seeorang KRIMINAL ketika
kekuatan pengontrol tsb MELEMAH atau HILANG.
BEKERJANYA TEORI SOCIAL CONTROL (Teori Kontrol Sosial)

Teori Sosial Konrol lahir pada peralihan abad ke-20 oleh E.A ROSS.
Menurut EA ROSS: sistem keyakinanlah yg membimbing apa yg dilakukan orang-orang dan yg
secara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli apapun bentuk keyakinan yg dipilih.
Kontrol Sosial dikaji secara MAKRO dan MIKRO.

Secara MAKRO meliputi sistem-sistem formal untuk mengontrol kelompok-kelompok.


Sistem formal meliputi: (1) sistem hukum, UU, dan penegak hukum, (2). Kelompok-kelompok
kekuatan di masyarakat, (3). Arahan-arahan sosial-ekonomi dari pemerintah atau kelompok
swasta. Jenis-jenis kontrol sosial ini dapat positif dan negatif. Menjadi Positif apabila mampu
mencegah orang dari tingkah laku yg melanggar hukum. Negatif: apabila justru mendorong
penindasan, membatasi atau melahirkan korupsi dari mereka yg memiliki kekuasaan.

Sedangkan secara MIKRO adalah memfokuskan perhatian pada sistem kontrol secara
informal . Tokohnya: TRAVIS HIRSCHI (1969), JACKSON TOBY (1957), ALBERT J
REISS (1951),

ALBERT J REISS (1951):

Terdapat 3 (tiga) komponen kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan remaja yakni:
1. Kurangnya kontrol internal yg memadai selama masa anak-anak
2. Hilangnya kontrol internal
3. Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud di keluarga,
lingkungan dekat, sekolah)
Selanjutnya REISS membedakan 2 macam kontrol yakni: Personal kontrol (personal
control) dan Sosial kontrol (social control). Personal Kontrol adalah kemampuan seseorang
untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yg
berlaku di masyarakat. Sedangkan Sosial Kontrol adalah kemampuan kelompok sosial atau
lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjadi
lebih efektif.

JACKSON TOBY (1957)

Memperkenalkan pengertian “commitment” individu sebagai kekuatan yg sangat menentukan


dalam membentuk sikap kontrol sosial. Kemudian diperjelas oleh SCOT BRIAR dan IRVING
PILIAVIN bahwa peningkatan komitmen individu dan adaptasi/penyesuaian diri memegang
peranan dalam mengurangi penyimpangan.

F. IVAN NYE (1958)


Dalam bukunya berjudul “Family Relationship and Delinquent Behaviour” (1958).
Mengemukakan bahwa teori sosial kontrol tidak sebagai suatu penjelasan yg bersifat umum
tentang kejahatan melainkan penjelasan yg bersifat kasuistis. NYE: pada hakekatnya tidak
menolak adanya unsur-unsur psikologis, di samping unsur sub kultur dalm proses terjadinya
kejahatan. Sebagian kasus delinkuen disebabkan gabungan antara hasil proses belajar dan
kontrol sosial yg tidak efektif.
Kejahatan atau delinquen dilakukan oleh keluarga karena keluarga merupakan tempat
terjadinya pembentukan kepribadian, internalisasi, orang belajar baik buruk dari keluarga.
“Apabila internal dan keternal kontrol lemah, alternatif untuk mencapai tujuan terbatas, maka
terjadilah delinkuen”.
Menurut F. IVAN NYE manusia diberi kendali supaya tidak melakukan pelanggaran, karena
itu proses sosialisasi yg adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya delikuensi. Sebab
disinilah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang yg diajari untuk melakukan
pengekangan keinginan (impulse). Disamping itu faktor kontrol internal dan ekternal harus kuat,
juga dengan ketaatan terhadap hukum (law –abiding).

ASUMSI TEORI KONTROL: F. IVAN NYE terdiri dari:


1. Harus ada kontrol internal maupun ekternal
2. Manusia diberikan kaidah-kaidah supaya tidak melakukan pelanggaran
3. Pentingnya sosialisasi bahwa sosialisasi yg adequat akan mengurangi terjadinya
delikuensi karena disitulah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang dan
4. Diharapkan remaja mentaati hukum (law –abiding)

MENURUT F.IVAN NYE terdapat 4 type kontrol sosial yakni:


1. Kontrol langsung yg diberikan tanpa mempergunakan alat pembatas dan hukum (direct
control imposed from without by menas of restriction and punishment)
2. Kontrol internalisasi yg dilakukan dari dalam diri secara sadar (internalized control
exercised from within through conscience).
3. Kontrol tidak langsung yg berhubungan dengan pengenalan (identifikasi) yg berpengaruh
dengan orang tua dan orang-orang yg bukan pelaku kriminal lainnya (indrect control
related to affectional identification with parent and other non-criminal persons)
4. Ketersediaan sarana-sarana dan nilai-nilai alternatif untuk mencapai tujuan (availabelity
of alternative to goal and values)

WALTER RECKLESS (1961) dan SIMON DINITZ RECKLESS:


Menyampaikan teorinya “Contaiment Theory” bahwa kenakalan remaja merupakan hasil
(akibat) dari interelasi antara dua bentuk kontrol yaitu internal (inner) dan ekternal (outer).
Contaiment internal dan ekternal memiliki posisi netral, berada dalam tarikan sosial (social pull)
lingkungan dan dorongan dari dalam individu.

TRAVIS HIRSCHI (1969)


HIRSCHI: sependapat dengan E DURKHEIM bahwa tingkah laku seseorang mencerminkan
pelbagai ragam pandangan tentang kesusilaan/morality. HIRASCHI berpendapat bahwa
seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau penyimpangan tingakh lakunya. Selain
menggunakan teknik netralisasi untuk menjelaskan tingkah laku dimaksud, HIRASCHI juga
menegaskan bahwa tingkah laku tsb diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya
keterikatakan (moral) pelaku terhadap masyarakat.
Toeri kontrol sosial berangkat dari asumsi /anggapan bahwa individu di masyarakat
mempunyai kecenderungan yg sama kemungkinannya menjadi “baik” atau “jahat”. Baik
jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau
masyarakatnya membuatnya demikian, pun ia menjadi jahat apabila masyarakat membuatnya
begitu.
Pertanyaannya: mengapa kita patuh dan taat pada norma-norma masyarakat? Atau mengapa
kita tidak melakukan penyimpangan” ?

Menurut HIRASCHI terdapat 4 elemen ikatan sosial dalam setiap masyarakat yakni:
1. Attachment adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain.
Kalau attachment sudah terbentuk maka orang tsb akan peka terhadap pikiran, perasaan,
dan kehendak orang lain. Kaitan attachment dengan penyimpangan adalah sejauh mana
orang tsb peka terhadap pikiran perasaan, dan kehendak orang lain sehingga ia dapat
dengan bebas melakukan penyimpangan. (adanya keterikatan dengan teman sebaya,
orang tua, guru/sekolah)
2. Commitment adalah keterikatan seseorang pada sub sistem konvensional seperti sekolah,
pekerjaan, organisasi dsb. Komitmen merupakan aspek rasional yg ada dalam ikatan
sosial. Segala kegiatan yg dilakukan seseorang seperti, sekolah, pekerjaan, kegiatan
dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang tsb. Manfaat tsb dapat berupa
harta benda, reputasi, masa depan dsb.
3. Involvement merupakan aktifitas seseorang dalam susb sistem. Jika seseorang berperan
aktif dalam organisasi maka kecil kecenderungannya untuk melakukan penyimpangan.
Logikanya apabila orang aktif disegala kegiatan maka ia akan menghabiskan waktu dan
tenaganya dalam kegiatan tsb.
4. Belief merupakan aspek moral yg terdapat dalam ikatan sosial. Dan tentunya berbeda
dalm ketiga aspek diatas Belief merupakan kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral
yg ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma-norma yg ada menimbulkan kepatahuan
terhadap norma tsb.
Kepatuhan seseorang terhadap norma tentunya akan mengurangi hasrat untuk melanggar, tetapi
bila orang tidak mematuhi norma maka lebih besar kemungkinan melakukan pelanggaran.
TEORI CULTURAL DEVIANCE

Terdapat 3 Teori Utama dari CULTURAL DEVIANCE THEORIES:

1. Social disorganization,
2. Differential association,
3. Cultural conflict.

Cultural deviance theories memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas pada
lower class (kelas bawah) di Amerika Serikat.

Social disorganization: menfokuskan diri pada perkembangan area-area yang angka


kejahatannya tinggi yang berkaitan dengan disintegrasi nilai-nilai konvensional yang disebabkan
oleh industri yang tepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.

Differential association theory: memgang pendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan
sebagai akibat hubungan (contact) dengan nilai-nilai dan sikap-sikap anti sosial, serta pola-pola
tingkah laku kriminal.

Cultural conflict: menegaskan bahwa kelompok – kelompok yang berlainan belajar conduct
norm (aturan yang mengatur tingkah laku) yang berbeda dan bahwa conduct norm (aturan yang
mengatur tingkah laku) dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan-aturan
konvensional kelas menengah.

Ketiga teori di atas sepakat bahwa penjahat dan deliquent pada kenyataannya
menyesuaikan diri (bukan pada nilai-nilai konvensional) melainkan pada norma-norma yang
menyimpang dari nilai-nilai kelompok dominan yaitu kelas menengah.

Teori-teori cultural deviance berargumen bahwa masyarakat terdiri atas kelompok dan sub
kelompok yg berbeda, masing-masing dengan standar atau ukuran benar dan salahnya sendiri.
Tingkah laku yg dianggap normal di suatu masyarakat mungkin dianggap
menyimpang oleh kelompok lain.
Akibatnya orang-orang yg menyesuaikan diri dengan standar budaya yg dipandang
penyimpang sebenarnya telah berlaku sesuai dengan norma mereka sendiri, tetapi dengan
melakukan hal tsb mungkin ia telah melakukan kejahatan (yaitu norma-norma dari kelompok
dominan).
DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORY

Edwin H. Sutherland sebagai pelopor teori ini.


Suhterland membangun pemikiran yg lebih sistematis dibanding pemikiran Robert
Shaw dan Mc.Kay dalam mengamati nilai-nilai deliquent ditransmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Sutherland menemukan istilah differential association untuk menjelaskan proses belajar
tingkah laku kriminal melalui interaksi sosial. Setiap orang mungkin saja melakukan kontak
(hubungan) dengan “definitions favorable to violation of law” atau dengan “ definitions
unfavorable to violation of law”.

Apakah pengaruh –pengaruh kriminal atau non kriminal lebih kuat dalam kehidupan
seseorang menentukan ia menganut atau tidak kejahatan sebagai satu jalan hidup yg
diterima.

Dengan kata lain ratio dari definisi-definisi (kriminal terhadap non kriminal) menentukan
apakah seseorang akan terlibat dalam tingkah laku kriminal.
SUTHERLAND memperkenalkan differential association pada tahun 1939.

DIFFERENTIAL ASSOCIATION didasarkan pada proposisi (dalil) sebagai berikut:

1. Tingkah laku kriminal dipelajari ( criminal behaviour is learned)


2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses
komunikasi (criminal behaviour is learned in intercation with other person in a process
of communication). Seseorang tidak begitu saja menjadi kriminal hanya karena hidup
dalam suatu lingkungan yg kriminal. Kejahatan dipejari dengan partisipasi bersama
orang lain baik dalam komunikasi verbal maupun non-verbal
3. Bagian terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi di dalam kelompok-
kelompok yg intim/dekat (the principal part of the learning of criminal behaviour
occurs within inmate personal groups). Keluarga dan kawan-kawan dekat mempunyai
pengaruh paling besar dalam mempelajari tingkah laku menyimpang. Komunikasi –
komunikasi mereka jauh lebih banyak dari pada media massa sepeeti, TV, film dan surat
kabar
4. Ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk (a). teknik-teknik
melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit, kadang sangat mudah dan (b). arah
khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap-sikap.
(when criminal behaviour is learned, the learning includes (a). techniques of
committing the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very simple
and (b). the specific direction of motives, drives, rationalizations, and attitudes).
Delinquent muda bukan saja belajar bagaimana mencuri di toko, membongkar brangkas,
membuka kunci dsb, tetapi juga belajar bagaimana merasionalisasi dan membela
tindakan-tindakan mereka. Seorang pencuri akan ditemani oleh pencuri lain selama
waktu tertentu sebelum dia melakukan sendiri. Dengan kata lain para penjahat juga
belajar ketrampilan dan memperoleh pengalaman kejahatan.
5. Arah khusus dari motif-motif dan dorongan-dorongan itu dipelajari melalui definisi-
definisi dari aturan-aturan hukum apakah ia mengguntungkan atau tidak ( the specific
direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes as
favourable or unfavourable). Dibeberapa masyarakat seseorang individu dikelilingi oleh
orang-orang yg tanpa kecuali mendifinisikan aturan-aturan hukum sebagai aturan yg
harus dijalankan, sementara di tempat lain dia dikelilingi oleh orang-orang yg
mendifinisikan keuntungan untuk melanggar aturan-aturan hukum. Tidak setiap orang
dalam masyarakat kita setuju bahwa hukum harus ditaati. Beberapa orang
mendefinisikan aturan hukum itu sebagai tidak penting.
6. Seseorang menjadi deliquent karena definisi-definisi yg menguntungkan untuk melanggar
hukum lebih dari definisi-definisi yg tidak menguntungkan untuk melanggar hukum (a
person becomes delinquent because pf an excess of definitions favourable to violation
of law over definitions unfavourable to violation of law). Ini merupakan prinsip kunci
dari differential association, arah utama dari teori ini. Dengan kata lain mempelajari
tingkah laku kriminal bukanlah semata-mata persoalan hubungan dengan teman/kawan
yg buruk, tetapi mempelajari tingkah laku kriminal tergantung pada berapa banyak
definisi yg kita pelajari yg menguntungkan untuk pelanggaran hukum sebagai lawan dari
definisi yg tidak menguntungkan untuk pelanggaran hukum.
7. Asosiasi differential itu mungkin bermacam-macam dalam kekerapan/ frekuensinya,
lamanya, prioritasnya dab intensitasnya. (Differential associations may vary in
frequency, duration, priority, and intencity). Tingkat dari asosiasi/defisnisi seseorang yg
akan mengakibatkan kriminalitas berkaitan dengan kekerapan kontak, berapa lamanya,
dan arti dari asosiasi/definisi kepada si individu.
8. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan pola-pola kriminal dan
non kriminal melibatkan semua mekanisme yg ada di setiap pembelajaran lain (the
process of learning criminal behaviour by association with criminal and anti criminal
patterns involves all of the mechanism that are involved in any other learning).
Mempelajari pola-pola tingakh laku kriminal adalah mirip sekali dengan mempelajari
pola-pola tingakh laku konvensional dan tidak sekedar suatu persoalan pengamatan dan
peniruan.
9. Walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan
nilai-nilai umum, tingkah laku kriminal itu tidak dijelaskan oleh kebtuhan-kebutuhan dan
nilai-nilia tsb. Karena tingkah laku non kriminal juga merupakan ungkapan dari
kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yg sama (while criminal behavior is an
expressions of general needs and values, it is not explained by those general meeds and
values, since non criminal behavior is an expression of the same needs and values).
Pencuri toko mencuri.untuk mendapatkan apa yg mereka iningkan. Orang-orang lain
bekerja untuk memperoleh apa yg mereka inginkan. Motif-motif- frustasi, nafsu untuk
mrngumpulkan harta serta status sosial, konsep diri yg rendah dan semacamnya-
menjelaskan baik tingkah laku kriminal maupun non kriminal.

Anda mungkin juga menyukai