Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI NY K

DENGAN CA REKTUM PADA TINDAKAN COLOSTOMY DENGAN


ANESTESI REGIONAL
DI IBS RSUD MARGONO SOEKARJO
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Asuhan Keperawatan Anestesi
dengan Penyakit Penyerta
Dosen Pengampu: Agus Triyanto, SST,. S.Kep., Ns.

Disusun Oleh:

Azzah Azaria Wulandari 180106014

Dwi Atika Safitri 180106003

Farah Fildzah Rosadi 180106013

Fitrainingsih 180106004

Harnita 180106005

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2021

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................4
1. Tujuan Umum:...................................................................................................4
2. Tujuan Khusus....................................................................................................4
D. Waktu dan Tempat.................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................6
A. Konsep Teori Spinal Anestesi................................................................................6
B. Konsep Teori Kanker Rektum..............................................................................10
C. Colostomi.............................................................................................................12
D. Perdarahan Masif..................................................................................................14
E. Asuhan Keperawatan Perianestesi........................................................................17
BAB III TINJAUAN KASUS..........................................................................................23
A. Pengkajian...............................................................................................................23
B. Persiapan penatalaksanaan anestesi........................................................................25
C. Maintanance...........................................................................................................30
D. Monitoring Selama Operasi....................................................................................30
E. Pengakhiran Anestesi..............................................................................................30
F. Pemantauan di Recovery Room...............................................................................31
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI........................................................37
A. Analisa Data.........................................................................................................37
B. Masalah Keperawatan Anestesi............................................................................38
C. Rencana dan Implementasi Keperawatan.............................................................40
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.............................................................44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................................49
A. Simpulan..............................................................................................................49
B. Saran....................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................51
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit
ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh (Majid dkk, 2011). Pada prinsipnya dalam
penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap harus
dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari
operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari Premedikasi, masa
anestesi, dan pemeliharaan, Serta tahap pemulihan dan perawatan post
anestesi.
Salah satu konsep pelayanan kesehatan modern yang berkembang saat
ini adalah bentuk pelayanan di bidang medis, yang mempunyai kaitan erat
dengan penggunaan peralatan dan pemanfaatan teknologi dalam
pelaksanaannya, misalnya Anestesia. Pemberian anestesi dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan nyeri dengan sadar (regional anestesi) atau tanpa
sadar (general anestesi) guna menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Soenarjo & Jatmiko, 2010; Sabiston, 2011). Penggunaan teknik
regional anestesi masih menjadi pilihan untuk bedah sesar, operasi daerah
abdomen, dan ekstermitas bagian bawah karena teknik ini membuat pasien
tetap dalam keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan dapat
dimobilisasi lebih cepat (Marwoto & Primatika, 2013).
Pelayanan kesehatan merupakan indikator yang sangat penting untuk
pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang menyeluruh dan optimal. Salah
satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara adalah Angka Kematian
Ibu (AKI). Angka Kematian Ibu adalah jumlah wanita yang meninggal mulai
dari saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per 100.000 persalinan.
Kematian Maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian target
MDGs-5, yaitu penurunan 75 % rasio kematian maternal. Di negara-negara
sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% – 0,7 %,
sedangkan di negara – negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05 % –
0,1 %. (Adriaansz. G. 2006).
Kanker rektum adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di
Amerika.Penyebab nyata dari kanker rektum tidak diketahui, tetapi faktor
riwayat kanker kolon dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis
dan diit tinggi lemak, protein dan daging serta rendah serat.

B. Rumusan Masalah
Pada bagian ini, penulis mengambil kasus pada pasien Ny. K dengan
diagnosa kanker rektum yang akan di lakukan tindakan colostomi di Instalasi
Bedah Sentral (IBS) RSUD Margono Soekarjo.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan anestesi ini adalah
untuk mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan anestesi mulai dari pre operasi, intra operasi atau durante
operasi dan post operasi, pada klien yang akan dilakukan colostomi
dengan spinal anestesi.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai pengkajian asuhan keperawatan
perianestesia pada pasien yang akan dilakukan colostomi dengan spinal
anestesi.
b. Memberikan gambaran mengenai masalah keperawatan anestesi yang
timbul pada asuhan keperawatan perianestesia pada pasien yang akan
dilakukan colostomi dengan spinal anestesi.
c. Memberikan gambaran mengenai  perencanaan keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien yang dilakukan
colostomi dengan spinal anestesi.
d. Memberikan gambaran mengenai  implementasi keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien yang dilakukan
colostomi dengan spinal anestesi.
e. Memberikan gambaran mengenai  evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien yang dilakukan colostomi
dengan spinal anestesi.

D. Waktu dan Tempat


Pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan perianestesi dilakukan pada
tanggal 12 November 2021, tempat pelaksanaan asuhan keperawatan
perianestesi di lakukan di Instalasi bedah sentral ( IBS ) RSUD Margono
Sukarjo.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Teori Spinal Anestesi


1. Pengertian
Spinal anestesi atau Subarachniod Blok (SAB) adalah salah satu
teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan analgesi
setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka. Untuk dapat
memahami spinal anestesi yang menghasilkan blok simpatis, blok
sensoris dan blok motoris maka perlu diketahui neurofisiologi saraf,
mekanisme kerja obat anestesi lokal pada SAB dan komplikasi yang dapat
ditimbulkannya. Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi
rendah lokasi penyuntikan, untuk mendapatkan blockade sensoris yang
luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung banyak faktor
antara lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikan, barisitas dan
berat jenis obat. (Gwinnutt, 2011).
2. Indikasi
- Bedah ekstremitas bawah
- Bedah panggul
- Tindakan sekitar rektum-perinium
- Bedah obstetri-ginekologi
- Bedah urologi
- Bedah abdomen bawah
- Pada bedah abdomen atas dan bedah anak biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
3. Kontra Indikasi
a. Absolut
1) Pasien menolak
2) Infeksi tempat suntikan
3) Hipovolemik berat, syok
4) Gangguan pembekuan darah, mendapat terapi antikoagulan
5) Tekanan intracranial yang meninggi
6) Hipotensi, blok simpatik menghilangkan mekanisme kompensasi
7) Fasilitas resusitasi minimal atau tidak memadai
b. Relatif
1) Infeksi sistemik (sepsis atau bakterimia)
2) Kelainan neurologis
3) Kelainan psikis
4) Pembedahan dengan waktu lama
5) Penyakit jantung
6) Nyeri punggung
7) Anak-anak karena kurang kooperatif dan takut rasa baal

4. Teknik
Anestesi spinal kebanyakan menggunakan blokade sentral, seperti
pada operasi seksio sesaria, hernia dan operasi ortopedi daerah perut ke
bawah. Obat analgetik berupa anestetik lokal seperti bupivakain dan
lidokain diberikan melalui ruang subaraknoid di kolomna vertebralis.
Anatomi tulang punggung dapat digambarkan sebagai berikut:
a. 7 vertebra servikalis
b. 12 vertebra torakalis
c. 5 vertebra lumbal
d. 5 vertebra sacral
e. 4-5 vertebra koksigeal
Sebagai titik acuan (landmark), dipakai garis lurus yang
menghubungkan kedua krista iliaka tertinggi yang akan memotong
prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5. Medulla spinalis
diperdarahi oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior.
Medulla spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinalis dan di bungkus
meni ngen (durameter, lemak dan pleksus venosus). Pada orang dewasa,
medulla spinalis berakhir setinggi L1, sementara pada anak L2 dan pada
bayi L3 sakus.
5. Penatalaksanaan anestesi dan reaminasi (Mangku & Senapathi, 2010)
a. Evaluasi
1) Penliaian status pasien
2) Evaluasi pemeriksaan fisik dan penujang
3) Evaluasi khusus terhadap fungsi parum, kardiovaskuler dan saraf
otot berkaitan dengan usia dan rencana anestesi blok spinal.
b. Persiapan praoperatif
1) Persiapan rutin
2) Persiapan khusus : donor darah dan kanulasi vena sentral untuk
memantau intoksikasi air (dilakukan pada kasus resiko tinggi
terjadinya penyulit payah jantung kongestif)
c. Premedikasi
Tidak diberikan premedikasi
d. Pemantauan selama anestesi
Pemantauan rutin sesuai dengan standar pemantauan dasar intra
operatif. Pemantauan khusus terhadap kasus reseksi trans-uretrae
disertai dengan resiko tinggi payah jantung dilakukan pemantauan
tekanan vena sentral, pemeriksaan kadar natrium plasma, pemeriksaan
Hb dan Ht.
e. Terapi cairan dan transfusi darah
Perdarahan <20% dari perkiraan volume darah pasien berikan cairan
pengganti kristaloid atau koloid, tetapi apabila >20% berikan transfusi
darah.
f. Pemulihan anestesi
Sesuai dengan pilihan anestesi.
g. Pasca bedah
1) Pasien tanpa resiko
a) Dirawat di RR sesuai tata laksana pasca anestesi
b) Perhatian terhadap usaha penanggulangan nyeri luka operasi dan
nyeri akibat tarikan fiksasi urin
c) Perhatian terhadap kelacaran aliran cairan irigasi buli-buli untuk
mencegah sumbatan pada kateter akibat bekuan darah
d) Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria
pemulihan
2) Pasien dengan resiko tinggi
Dirawat ICU untuk perawatan dan terapi lebih lanjut.
6. Prosedur
a. Persiapan peralatan
Persiapan peralatan meliputi peralatan monitor, tekanan darah,
nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG, peralatan
resusitasi / anestesi umum, jarum spinal. Pakailah jarum yang kecil
(no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum, semakin kecil
diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit
kepala (Post Duran Puncture Headache), dianjurkan dipakai jarum
kecil.
b. Menentukan posisi pasien
Pasien dapat diposisikan pada posisi duduk, dengan kepala
menunduk kebawah. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna
vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat
premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang asisten
untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan
terutama bila diinginkan sadle block. Posisi tidur miring biasanya
dilakukan pada pasien yang sudah kesakitan dan sulit untuk duduk.
c. Prosedur dari anestesi spinal adalah sebagai berikut (Morgan, 2006):
1) Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk, sebab bila
ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya kesulitan
dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk
spinal anestesi.
2) Kulit didensinfeksi dengan larutan antiseptik seperti betadine atau
alkohol.
3) Suntikan diberikan menghadap kebawah /kaudal, di segmen lumbal
4-5.
7. Komplikasi
Komplikasi anestesi spinal adalah hipotensi, hipoksia, kesulitan
bicara, batuk kering yang persisten, mual muntah, nyeri kepala setelah
operasi, retansi urine dan kerusakan saraf permanen (Bunner dan Suddart,
2002)
B. Konsep Teori Kanker Rektum
1. Pengertian
Kanker rektum adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal
di Amerika.Penyebab nyata dari kanker rektum tidak diketahui, tetapi
faktor riwayat kanker kolon dalam keluarga, riwayat penyakit usus
inflamasi kronis dan diit tinggi lemak, protein dan daging serta rendah
serat.
2. Patofisiologi
Kanker rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari
lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi
ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam
struktur sekitarnya, Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan
menyebar ke bagian tubun yang lain (paling sering ke hati).
3. Tanda dan Gejala
Gejala paling menonjol adalah :
a. Perubahan kebiasaan defekasi
b. Pasase darah dalam feses
Gejala lain berupa
a. Anemi yang tidak diketahu sebabnya
b. Anoreksia
c. Penurunan berat badan
d. Keletihan
4. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis kanker rekti dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, colok
dubur dan rekto sigmoidoskopi
5. Komplikasi
a. Obstrusi usus partial atau lengkap
b. Hemorhargi
c. Perfosi dan dapat mengakibatkan pembentukan abses
d. Peritonotis
6. Penatalaksanaan Medis
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah, dengan
tujuan utamanya memperlancar saluran cerna. Kemotrapi dan raiasi
bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah :
a. Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan
porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus
limfatik).
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostoti sigmoid permanene
(pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta
sfingter anal )
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan
anastomosis serta reanastomosisi lanjut dari kolostomi.
(memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum
resekai )
d. Kolostomi permanen (unuk menyembuhkan lesi obstrusi yang tidak
dapat direseksi)
C. Colostomi
1. Pengertian
Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding
abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhizen, 1991). Pembuatan
lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut
untuk mengeluarkan feses (Randy,1987)
Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka
untuk mengeluarkan feses (Evelyn, 1991, Pearce,1993)
1. Jenis-jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan berbagai indikasi dan tujuan
tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari
kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun
sementara
a. Kolostomi permenen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan
apabila pasien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara
normal karena adanya keganasan, perlengketan atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rektum sehingga tidak
memungkinkan feses keluar melalui anus. Kolostomi permanen
biasanya berupa kolostomi single barel (dengan satu ujung
lubang)
b. Kolostomi temporer/sementara
Pembuatan kolostomi biasanay untuk tujuan dekompresi
kolon atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian
kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup
kembali. Kolostomi temporer inimenpunyai dua ujung lubang
yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi
double barrel.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen
berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu
pertama pot kolostomi biasanya masih terjasi pembengkakan
sehingga stoma tampak membesar.
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai
dengan tindakan laparatomi (pembukaan diding abdomen). Luka
laparatomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya
bersebelahan denga lubang stoma yang kemunglinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka.
Kantong/bag harus segera diganti dengankantong yang
baru jika telah terisi feses atau jika kantong bocor dan feses cair
mengotori abdomen. Juga harus dipertahankan kulit di sekitar
stoma tetap kering, penting untuk menghindari terjadinya iritasi
pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.
Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera
diberi zalf/salep atau segera konsultsikan pada dokter ahli. Pada
pasien yang alergi mungli perlu dipikirkan untu modifikasi
kantong agar kulit tidak teriritasi.
2. Komplikasi Kolostomi
a. Obtruksi/penyumbatan
Penyumbatn dapt disebabakan oleh adanya
perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulir
dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbata, pasien
perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien
dengankolostomi permanen tindakan irigasi perlu diajarkan
agar pasien dapat melakukannya sensiri di rumah.
b. Infeksi

c. Retraksi stoma/mengkerut
Stoma menglami pengiktan karena kantong
kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena adanya
jaringan scar yang terbentuk di sekitar stoma yang
mengalami pengkerutan.
d. Prolap pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karen
fiksasi struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada
saat pembedahan.
e. Perdarahan.

D. Perdarahan Masif
1. Definisi Perdarahan Masif
Perdarahan massif merupakan keadaan hilangnya volume darah
total dalam periode 24 jam ( mollison et al, 1997), dimana volume darah
orang dewasa normal sekitar 7 % dari berat tubuh ideal dan 8-9% pada
anak – anak. Definisi alternative yang dapat lebih membantu dalam
situasi akut adalah hilangnya volume darah sebesar 50% dalam waktu 3
jam atau rata-rata laju hilangnya darah sebesar lebih atau sama dengan
150 ml/menit ( fakhry & Sheldon, 1994). Keadaan perdarahan massif
akan menyebabkan terjadinya syok hemoragik dan dapat mengancam
kehidupan. Pengenalan awal terhadap tanda-tanda syok dan intervensi
terhadap hal ini sangat penting untuk pasien. Prioritas utama yang harus
segera dilakukan adalah mengontrol perdarahan ( dengan tindakan bedah
maupun intervensi radiologi ) dan menjaga perfusi organ vital dengan
cairan resusitasi dan transfuse darah melalui kateter intravena dengan
lubang besar.
2. Fisiologi Dan Manajemen Transufusi Perdarahan Masif
Hemoragik karena perdarahan tidak terkontrol merupakan sebuah
masalah klinis yang umum dijumpai oleh dokter yang menangani luka
trauma, pasien pembedahan, dan pasien obstetrik. Terdapat banyak istilah
yang digunakan untuk menggambarkan masalah yang mengancam nyawa
ini, termasuk koagulopati transfusi masif atau trauma-induced
coagulopathy. Koagulopati kompleks yang muncul dalam situasi tersebut
nantinya akan mempengaruhi efikasi terapi hemostasis lainnya.
Kerusakan jaringan karena trauma, intervensi pembedahan, setelah
persalinan pada pasien obstetrik, atau yang berhubungan dengan sirkulasi
korporealsaat bypass kardiomyopati atau oksigenasi membran
ekstrakorporeal juga berkontribusi terhadap kondisi koagulopati.
Manajemen hemostasis setelah luka trauma dan perdarahan yang
mengancam nyawa telah berubah seiring waktu dari resusitassi awal
dengan kristaloid/ koloid dan sel darah merah (RBC) menjadi pemberian
plasma/ fresh frozen plasma (FFP) dan platelet sebagai tambahan
terhadap RBC.
3. Gejala Klinis Syok Hemoragik
Kehilangan darah adalah penyebab utama terjadinya syok pada
pasien trauma. Syok adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Pada pasien syok penyebeb yang paling sering
disebabkan oleh hipovolemia. Syok hemoragik disebabkan kasus
kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh. Kebanyakan kasus
perdarahan massif disebabkan oleh kasus-kasus trauma, diantaranya
trauma toraks, abdomen, dan pelvis serta akibat proses di paru yang
mengakibatkan hemoptitis massif seperti TB pru, bronkiektasis, abses
paru atau neoplasma yang secara kasar dapat diduga dari sifat
perdarahan.
Identifikasi awal pasien dengan perdarahan merupakan hal yang
sangat penting dan didiagnosis harus segera ditegakkan. Hipovolemia
oleh karena perdarahan berkaitan dengan beragam gambaran klinis.
Persatuan ahli bedah amerika melalui protocol ATLS secara tradisional
membagi klasifikasi syok hemoraik berdasarkan jumlah darah yang
hilang. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat diketahui gejala klinis
pasien dengan syok hemoragik dan pada perdarahan massif dengan
hilangnya volume darah >50% dalam waktu 3 jam dapat disimpulkan
bahwa klasifikasi perdarahan adalah derajat 4.
4. Tatalaksana Perdarahan Masif
Patofisiologis dari pasien dengan perdarahan massif berupa
hipotermia, koagulopati dan asidosis yang disebut trias letal. Asien
perdarahan yang mengalami trias ini berada pada tingkat mortalitas 90%
dan membutuhkan transfuse. Trias letal adalah sebagai berikut :
a. Hipotermia
Hipotermia signifikan secara klinis saat suhu tubuh <36 C
dan berlangsung selama 4 jam. Terapi untuk pasien hipotermia dapat
dilakukan secara pasif maupun aktif. Penghangatan secara pasif
mencegah kehilangan panas lebih lanjut degan cara menyelimuti
pasien dan menghangatkan ruang operasi atau ruang resusitasi.
Penghangatan secara aktif dapat dengan cara menutupi pasien
trauma dengan selimut penghangat listrik dan memberikan darah
atau cairan intravena yang sudah dihangatkan dan menghangatkan
bagian kavitas tubuh, bertujuan untuk menjaga temperature tubuh
36C.
b. Asidosis
Asidosis metabolic terjadi oleh karena perfusi jaringan yang
tidak adekuat dalam waktu lama. Hal ini menyebabkan metabolisme
selular berubah dari aerobic menjadi anaerobic dan meningkatkan
produksi laktat yang menyebabkan penurunan Ph. Terapi asidosis
pada dasarnya merupakan perbaikan sirkulasi untuk menjaga perfusi
jaringan. Lier et a. menyediakan kajian yang komperhesif dari efek
asidosis dan merekomendasikan netralisasi asidosis untuk
memperbaiki koagulopati terutama saat pasien terauma menerima
transfuse massif. Rekomendasi terhadap buffet tersebut dapat
diccapai dengan menggunakan natrium bikarbonat atau
trishidroksimitilaminometan ( THAM ) yang belakangan ini
memberikan hasil yang sangat baik, hal ini disebabkan karena
efeknya terhadap koagulasi yang tidak menghambat pembentukan
thrombin bila dibandingkan dengan natrium bikarbonat, namun
keduanya memiliki efek yang negative terhadap perubahan
fibrinogen menjadi fibrin.
c. Koagulopati
Hingga saat ini belum ada metode yang akurat untuk menilai
koagulopati aut karena trauma, pemeriksaan konvensioanl adalah
dengan memeriksa PT,PTT, fibrinogen, dan hitungan platelet, namun
oleh karena terbatasnya jumlah darah yang diperoleh pada
pendarahan massif maka seringkali pemeriksaan ini tidak
memberikan informasi yang cukup tentang pembekuan darah. Selain
itu hitungan platelet biasanya normal pada fase awal pendarahan.
Terapi baru untuk mengatasi koagulopati adalah melakukan
transfuse emiritis awal darah dan faktor-faktor pembekuan.

E. Asuhan Keperawatan Perianestesi


1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan
dilakukan tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi.
Pengkajian pre anestesi meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
3) Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien,
pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem
kardiovaskuler (bleeding),sistem persyarafan (brain), sistem
perkemihan dan eliminasi (bowel), sistem tulang, otot dan
integument (bone).
4) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan,
USG, dll.
5) Kelengkapan berkas informed consent.
6) Pemeriksaan vertebrata
b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga
dapat menilai klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa
digunakan untuk menentukan diagnose keperawatan, tujuan,
perencanaan/implementasi dan evaluasi pre anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre
Anestesi
1) Dx : Cemas
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat
anestesi/pembiusan.
 Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
 Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
 Pasien taampak tenang dan kooperatif.
 Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kecemasan.
 Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
 Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan
dilakukan.
 Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
 Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
 Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
 Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
2) Dx : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tujuan : keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel
tubuh tercukupi.

Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas.
 Akral kulit hangat.
 Haemodinamik normal.
 Masukan dan keluaran cairan seimbang.
 Urine output 1-2 cc/kgBB/jam.
 Hasil laborat elektrolit darah normal.
Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kekurangan volume cairan.
 Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit.
 Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.
 Monitor hemodinamik pasien.
 Monitor perdarahan.
2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra
anestesi meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi spinal dan obat-obat anestesi spinal
2) Persiapan obat obat emergency
3) Pelaksanaan anestesi
4) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5
menit sampai 10 menit.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan masalah
keperawatan anestesi, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi
intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
1) Dx : Komplikasi potensial syok hipovolemik
2) Tujuan : Menangani dan meminimalkan hipovolemik

Kriteria hasil :
 Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam batas normal.
 Denyut jantung dalam batas normal
 Pasien menyatakan tidak pusing.
 Denyut nadi perifer kuat dan teratur.
Rencana tindakan:
 Observasi tanda-tanda vital
 Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
 Hentikan perdarahan pada kontinuitas jaringan
 Kolaborasi pemberian terapi cairan intravena
 Dokumentasi tindakan yang dilakukan
Evaluasi :
 Hemodinamik teratasi sebagian
 Cairan masuk
 Pasien terpasang IV line dua jalur
 Dokumentasi tindakan
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan
tindakan pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pengkajian Post anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi spinal) dan skala
Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan masalah
keperawatan anestesi, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi
intra anestesi.

c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi


1) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah
Tujuan : Mual muntah berkurang.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan mual berkurang.
 Pasien tidak muntah.
 Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
 Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
 Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
 Pantau turgor kulit.
 Pantau masukan dan keluaran cairan.
 Kolaborasi dengan dokter.
2) Dx : Nyeri akut
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
 Pasien mampu istirahat.
 Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
 Kaji drajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
 Ajarkan tehnik relaksasi.
 Kolaborasi dengan dokter.
3) Dx : Hipotermi
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
 Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
 Perubahan warna kulit tidak ada.
 Pasien tidak menggigil kedinginan.
Rencana tindakan:
 Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi
sesuai yang diharapkan.
 Pantau tanda-tanda vital.
 Beri penghangat.
4) Dx : Hambatan mobilitas ekstremitas bawah
Tujuan : Selama 3-4 jam pasien mampu menggerakan ekstremitas
bawah (sendi dan otot).
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda neuropati.
 Mampu menggerakan ekstremitas bawah.
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien.
 Bantu pergerakan ekstremitas bawah.
 Ajarkan proses pergerakan dan ajarkan tehnik pergerakan
yang aman.
 Latihan angkat atau gerakan ekstremitas bawah.
 Lakukan penilaian bromage scale.
Evaluasi :
 Hambatan pergerakan ekstremitas bawah normal.
 Mampu menggerakan kedua ekstremitas bawah (kaki)
 Mamp mengangkat ekstremitas bawah (kaki)
 Neuropati hilang.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa/indonesia
Alamat : Purwokerto
No RM : 02050265
Diagosa pre operasi : Susp. Ca Rekti
Tindakan operasi : Colostomy
Tanggal operasi : 23 November 2021
Dokter bedah : dr. Taufiq Hidayat, Sp. B
Dokter anestesi : dr. Shila Suryani Sp. An.
2. Anamnesa
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada seluruh bagian perut
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada seluruh perut. Nyeri dirasa hilang timbul
dengan skala nyeri 8. Pasien pernah dioperasi pada bulan November
2019 dengan diagnose kanker rahim.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan pernah melakukan operasi pengangkatan rahim
karena terkena kanker. Pasien menyatakan takut dengan operasinya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat
penyakit hipertensi, DM, Asma, Jantung dan lain-lain.

3. Pemerikasaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : Compos Mentis BB : 40 kg
GCS : E4. V5. M6 TB : 148 cm
TD : 147/86 mmHg RR : 20 x/mnt
N : 92 x/mnt
b. Status Generalis
 Kepala : Mesocephal, tidak ada hematoma
 Mata : Konjungtiva kemerahan, sklera tidak ikterik, pupil isokor
3/3, reaksi +/+
 Hidung : Patensi +/+, simetris, deviasi (-), secret (-), nafas cuping
hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), gigi goyang (-)
 Telinga : Pendengaran baik, secret (-)
 Leher : JVP tidak meningkat, gerak leher bebas, trakea ditengah
 Thoraks : tidak ada benjolan, simetris (+)
 Pulmo
Inspeksi :
Pengembangan paru kanan dan kiri sama, tidak menggunakan
otot otot tambahan dalam berbapas
Palpasi : Fremitus raba kanan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesicular +/+, wheezing -/- , ronckhi
-/-
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, mur-mur (-)
 Abdomen
Inspeksi : Dinding perut cembung sejajar dengan dinding
dada, ekstensi (-)
Auskultasi : Bising usus (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, dinding abdomen teraba
keras, nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani
 Genetalia : tidak terpasang kateter
 Ekstremitas
 Atas : tidak ada kelemahan otot atau kontraktur dan kekuatan
kanan sama dengan kiri, tangan kiri terpasang cairan
infus NaCl 20 tpm tangan kiri.
 Bawah : tak ada kelemahan otot, tidak ada odema.
 Pemeriksaan Vertebrata
Tulang punggung pasien tidak mengalami kelainan lordosis,
scoliosis maupun kifosis.
4. Psikologis
Pasien mengatakan pernah dilakukan tindakan operasi sebelumnya,
namun pasien merasa cemas dan takut menjalani operasi.
5. Diagnosis Anestesi
Perempuan 43 tahun, diagnosa medis Susp. Ca Rekti direncanakan
dilakukan Colostomy status fisik ASA II direncanakan spinal anestesi
dengan SAB.
B. Persiapan penatalaksanaan anestesi
1. Persiapan Alat
a. Persiapan alat spinal anestesi, alat yang dipersiapkan:
Jarum spinocain no 27, obat spinal anestesi Bupivacain, Spuit 5cc
dan 10cc, obat-obat premedikasi, dan juga menyiapkan alat general
anestesi jika diperlukan.
b. Persiapan bedside monitor yaitu tekanan darah, pulse oxymetri
c. Oksigen
d. Siapkan lembar laporan durante anestesi dan balance cairan.
2. Persiapan obat
a. Obat untuk Premedikasi
Ondansetron 40 mg
b. Obat Spinal
Bupivacain
c. Obat Analgetik
Ketorolac 30 mg
d. Obat emergency
Epedrin
e. Cairan infuse
Kristaloid : Nacl 500ml, Tutofusin 500 ml, Terastarch 500 ml
3. Persiapan pasien
a. Pasien tiba di IBS pukul 11.45 WIB
b. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, periksa status pasien
termasuk informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan
diruang perawatan.
c. Memindahkan pasien ke brankar IBS
d. Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas
pasien, nama, alamat dan menanyakan ulang puasa makan dan
minum, riwayat penyakit dan alergi, serta berat badan saat ini.
e. Memasang monitor tanda vital (monitor tekanan darah, saturasi
oksigen)
TD: 143/86 mmHg; N: 92x/mnt; SpO2: 100 %; RR: 20x/mnt
f. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada
pasien.
g. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari
pasien mengatakan takut dan cemas menjalani operasi, karena belum
pernah operasi.
h. Melakukan pemeriksaan pulmo pasien.
Inspeksi : dada simetris, pasien dalam bernapas tidak meggunakan
otot otot tambahan pernapasan.
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : Wheezing -/-
i. Melaporkan kepada dokter anestesi hasil pemeriksaan di ruang
penerimaan dari kolaborasi dengan dokter anestesi pasien
dipindahkan ke meja operasi pukul 11.55 WIB.
4. Pemeriksaan B6
1) B1 (BREATH
 Wajah: Normal
 Kemampuan membuka mulut < 3 cm : Tidak
 Jarak Thyro - Mental < 6 cm : Tidak
 Cuping hidung : Tidak
 Mallampati Skor :I
 Tonsil : T0
 Kelenjar tiroid : ukuran intensitas
 Obstruksi Jalan Napas : Tidak ditemukan
 Bentuk Leher : Simetris
o Leher pendek : Tidak
o Pasien dapat menggerakkan rahang ke depan
o Pasien dapat melakukan ekstensi leher dan kepala
 Thorax:
o Bentuk thorax : normal
o Pola napas : normal
o Retraksi otot bantu napas : tidak ada
o Perkusi paru : normal
o Suara napas : normal
2) B2 (BOOD)
- Konjungtiva : tidak anemis
- Vena jugularis : tidak ada pembesaran
- BJ I : regular
- BJ II : regular
- Bunyi jantung tambahan : tidak ada
3) B3 (BRAIN)
- Kesadaran : kompomentis
- GCS : E4. V5. M6
4) B4 (BOWEL)
- Frekuensi peristaltic usus : tidak terdengar bising usus
- Titk Mc. Burney : nyeri tekan
- Borborygmi : nyeri menjalar
- Pembesaran hepar : Tidak
5) B5 (BLADER)
- Buang air kecil : Spontan
- Terpasang kateter : Tidak
- Gagal ginjal : Tidak
- Infeksi saluran kemih : Tidak
- Produksi urine : 50cc
– Retensi urine : Tidak
6) B6 (BONE)
a) Pemeriksaan Tulang Belakang:
- Kelainan tulang belakang (-), Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (terbatas)
b) Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
• Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), Fraktur (-), IV line:
terpasang
• Palpasi
Perfusi : normal
CRT : <2
Edema : (-)
- Ekstremitas Bawah :
• Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-),
Fraktur (-), IV line: tidak terpasang
• Palpasi
Perfusi : normal
CRT :<2
Edema : (-)
4. Penatalaksanaan anestesi
Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang alat pelindung diri
(APD), alat monitor, manset, finger Sensor, memberitahu pasien akan di
bius, menganjurkan pasien untuk berdoa, memulai persiapan dengan
menyuntikkan obat premedikasi, menyuntikan obat spinal anestesi dengan
Marcain 20 mg, pengakhiran anestesi dan oksigenasi sampai dengan
perawatan di recovery room.
Pasien dipindahkan di meja operasi dilakukan pemasangan monitor
tekanan darah, saturasi oksigen, hasil pengukuran monitor: TD: 143/82
mmHg; N: 92 x/mnt; SpO2: 99%; RR: 20x/mnt, pernapasan spontan.
a. Pemberian obat premedikasi
b. Pasien dilakukan pemberian obat premedikasi yaitu ondansentron 4
mg, Setelah pemberian obat premedikasi dilakukan observasi tanda-
tanda vital, TD: 140/86 mmHg; N: 98 x/mnt; SpO2: 99%; RR:
20x/mnt, pernapasan assisted dengan kanul nasal mask 2 lt/mnt.
c. Menyuntikkan obat spinal anestesi dengan obat Bupivacain pukul
12.05 WIB. Setelah induksi TD : 140/86 mmHg; N :80 x/mnt; SpO2:
99 %; RR : 12x/mnt
d. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 12.10 WIB yang sebelumnya
dilakukan time out.
e. Pasien selesai operasi dilakukan sign out
f. Pukul 13.30 WIB pasien dipindahkan ke recovery room.

C. Maintanance
Maintanance menggunakan:
 O2 : 2 lt/mnt dengan face mask
 Balance cairan:
 Kebutuhan cairan basal (M) = 2 x 40 = 80 cc
 Pengganti Puasa (PP) = 8 jam x 2 x 40 = 640 cc
 Stress operasi (SO) = 4 x 40 = 160 cc
 Kebutuhan Cairan : Jam 1 : M + 1/2PP + SO = 560 cc
Jam 2 : M + 1/4PP + SO = 400 cc
D. Monitoring Selama Operasi
Jam
TD N SPO2 Respirasi Tindakan
JAM
Pasien dipindah dimeja
operasi dan dilanjutkan
11.55 - - - -
pemasangan monitor TD dan
oximeter
Memberikan obat premedikasi
12.00 140/86 98 100% 20
dan memberikan kanule 2 lpm
Melakukan penyuntikan
12.05 138/85 80 100% 20
spinal
12.10 135/84 68 100% 18 Operator melalukan insisi
12.15 136/87 65 100% 18
12.30 101/73 81 100% 20
12.45 124/74 66 100% 20
13.00 123/72 76 100% 18
13.15 120/71 73 100% 18
13.30 127/82 81 100% 20

E. Pengakhiran Anestesi
1. Operasi selesai pukul 13.30 WIB
2. Pasien menggunakan Nasal Kanul dengan oksigen 2 lt/mnt
3. Monitor tanda vital sebelum pasien di bawa ke ruang pemulihan TD:
127/82 mmHg; N 81: x/mnt; SpO2: 100 %; RR: 20 x/mnt.
4. Pasien dipindahkan ke recovery room dan dilakukan monitor selama 15
menit lalu dipindahkan ke ruang Kenanga

F. Pemantauan di Recovery Room


Pasien di RR dilakukan pemantauan tanda vital dan pengawasan
post operasi apakah ada tanda-tanda perdarahan, perubahan hemodinamik
akibat operasi dan anestesi, keluhan pasien post operasi.
Jam TD N SPO2 O2 Respirasi Tindakan
Pasien tiba di RR
13.30 126/72 78 100% 2 lt/mnt 18 dilakukan monitor
tanda-tanda vital
13.05 131/70 81 100% 2 lt/mnt 17
13.10 134/73 88 100% 2 lt/mnt 18
Pasien dipindah ke
13.15 125/70 80 100% 2 lt/mnt 20
ruangan

PEMERIKSAAN B6 DI INTRA

1. B1 (BREATH
- Wajah: Normal
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : Tidak
- Jarak Thyro - Mental < 6 cm : Tidak
- Cuping hidung : Tidak
- Mallampati Skor :I
- Tonsil : T0
- Kelenjar tiroid : ukuran intensitas
- Obstruksi Jalan Napas : Tidak ditemukan
- Bentuk Leher : Simetris
• Leher pendek : Tidak
- Thorax:
• Bentuk thorax : normal
• Pola napas : normal
• Retraksi otot bantu napas : tidak ada
• Perkusi paru : normal
• Suara napas : normal
2. B2 (BOOD)
- Konjungtiva : tidak anemis
- Vena jugularis : tidak ada pembesaran
- BJ I : regular
- BJ II : regular
- Bunyi jantung tambahan : tidak ada
3. B3 (BRAIN)
- Kesadaran : koma (dalam pengaruh obat bius)
- GCS :3
4. B4 (BOWEL)
 Frekuensi peristaltic usus : tidak terdengar bising usus
 Titk Mc. Burney : tidak (pasien dala pengaruh bius )
 Borborygmi : tidak (pasien dalam pengaruh bius)
 Pembesaran hepar : Tidak
5. B5 (BLADER)
 Buang air kecil : Spontan
 Terpasang kateter : Ya
 Gagal ginjal : Tidak
 Infeksi saluran kemih : Tidak
 Produksi urine : 100 cc
 Retensi urine : Tidak
6. B6 (BONE)
a) Pemeriksaan Tulang Belakang :
Kelainan tulang belakang (-), Perlukaan (-), infeksi (-),
mobilitas (terbatas)
b) Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
o Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris),
deformitas (-)
 Fraktur (-)
 IV line: terpasang
o Palpasi : normal
o Perfusi : normal
o CRT : <2
o Edema : (-)
- Ekstremitas Bawah:
o Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris),
deformitas (-)
 Fraktur (-)
 IV line: terpasang
o Palpasi : normal
o Perfusi: normal
o CRT :<2
o Edema : (-)
PEMERIKSAAN DI POST ANESTESI
1. B1 (BREATH
 Wajah: Normal
 Kemampuan membuka mulut < 3 cm: Tidak
 Jarak Thyro - Mental < 6 cm : Tidak
 Cuping hidung : Tidak
 Mallampati Skor :I
 Tonsil : T0
 Kelenjar tiroid : ukuran intensitas
 Obstruksi Jalan Napas: penumpukan sisa sekret
 Bentuk Leher : Simetris
o Leher pendek : Tidak
 Thorax:
o Bentuk thorax : normal
o Pola napas : tidak normal
o Retraksi otot bantu napas : ada
o Perkusi paru : normal
o Suara napas : gurgling
2. B2 (BOOD)
 Konjungtiva : tidak anemis
 Vena jugularis : tidak ada pembesaran
 BJ I : regular
 BJ II : regular
 Bunyi jantung tambahan: tidak ada
3. B3 (BRAIN)
 Kesadaran : somnolen
 GCS :8
4. B4 (BOWEL)
 Frekuensi peristaltic usus : tidak terdengar bising usus
 Titk Mc. Burney : tidak (pasien dala pengaruh bius )
 Borborygmi : tidak (pasien dalam pengaruh bius)
 Pembesaran hepar : Tidak
5. B5 (BLADER)
 Buang air kecil : Spontan
 Terpasang kateter : Ya
 Gagal ginjal : Tidak
 Infeksi saluran kemih : Tidak
 Produksi urine : 100 cc
 Retensi urine : Tidak
6. B6 (BONE)
 Pemeriksaan Tulang Belakang:
Kelainan tulang belakang (-), Perlukaan (-), infeksi (-),
mobilitas (terbatas)
 Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
o Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris),
deformitas (-)
 Fraktur (-)
 IV line: terpasang
o Palpasi
 Perfusi : normal
 CRT : <2
 Edema : (-)
- Ekstremitas Bawah :
o Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris),
deformitas (-)
 Fraktur (-)
 IV line: terpasang
o Palpasi
 Perfusi: normal
 CRT:<2
 Edema : (-)
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

A. Analisa Data
No Waktu Data Masalah keperawatan anestesi
1 23/11/21 Pre Anestesi Nyeri akut
11.50 S: Pasien mengatakan
Pasien mengeluh nyeri pada
seluruh bagian perut
O: Perut tampak cembung
P: Nyeri pada perut
Q: seperti ditusuk tusuk
R: Di perut sampai dengan
pinggang
S: skala 8
T: hilang timbul
2 23/11/21 S: pasien mengatakan Cemas
11.50 pernah dioperasi
sebelumnya pada bulan
November. Pasien
menyatakan takut dengan
operasinya.
O: Pasien tampak gelisah
TD :113/80 mmHg;
N :98 x/mnt; SpO2: 99%;
RR : 20 x/mnt
3 23/11/21 Intra Operasi Potensial komplikasi syok
12.30 DS: hipovolemik
Pasien mengatakan haus
DO:
- Pasien sadar
- Dari pemantauan
monitor tanda vital
tekanan darah tampak
turun
- TD: 101/73mmHg
- N: 81 x/ mnt lemah
- SpO2: 99%
4 Post Anestesi Hambatan mobilitas ekstremitas
23/11/21 DS: bawah
13.40 - Pasien mengatakan
kedua kaki terasa lemas
- Pasien menyatakan
kakinya kesemutan
DO:

- Pasien post anestesi


- Pasien, pasien belum
mampu menggerakan
ekstremitas bawah.
- Neuropati ektremitas
bawah
- TD: 127/82 mmHg; N
81: x/mnt; SpO2: 100 %;
RR: 20 x/mnt.

B. Masalah Keperawatan Anestesi


1. Pre Anestesi
a. Nyeri akut ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada seluruh
bagian perut, perut tampak cembung, nyeri pada perut, nyeri
seperti ditusuk tusuk, menjalar sampai dengan pinggang, skala
nyeri 8, nyeri hilang timbul
b. Cemas ditandai dengan pasien mengatakan belum pernah
melakukan operasi sebelumnya. Pasien menyatakan takut dengan
operasinya, pasien tampak gelisah TD :113/80 mmHg; N :98
x/mnt; SpO2 : 99%; RR : 20 x/mnt.

2. Intra Anestesi
a. Potensial komplikasi syok hipovolemik berhubungan ditandai
dengan Pasien mengatakan agak mual dan agak pusing, Dari
pemantauan monitor tanda vital tekanan darah tampak turun, T:
121/73mmHg, N: 81 x/ mnt teraba lemah, SpO2: 100%
3. Post Anestesi
b. Hambatan mobilitas ekstremitas bawah berhubungan ditandai
dengan pasien mengatakan kedua kaki terasa lemas, Pasien
menyatakan kakinya kesemutan, pasien post anestesi, pasien
belum mampu menggerakan ekstremitas bawah, neuropati
ektremitas bawah.
C. Rencana dan Implementasi Keperawatan
N RENCANA INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN RASIONAL
O KEPERAWATAN
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Kaji tanda-tanda vital (TD, N,  Tanda-tanda vital sebagai indikator
keperawatan selama 15 menit RR, T) perkembangan status pasien
nyeri pasien berkurang/hilang  Pantau keluhan nyeri seperti :  Nyeri hebat yang tidak hilang dengan
dengan kriteria: frekuensi, skala, region, tindakan rutin dapat menunjukkan
 Pasien menyatakan nyeri kualitas dan ada tidaknya terjadinya komplikasi / kebutuhan
berkurang dari skala 8 menjadi pembengkakan pada area luka. terhadap intervensi lebih lanjut.
4  Observasi reaksi nonverbal  Lingkungan yang nyaman meningkatkan
 Pasien tampak tenang dan dari ketidak nyamanan pasien. relaksasi dan fokus pasien.
kooperatif  Ajarkan manajemen nyeri,  Distraksi dapat menurunkan stimulus
 Tanda-tanda vital dalam batas misalnya. teknik relaksasi internal dengan adanya peningkatan
normal napas dalam produksi endorfin dan enkefalin yang
 Pasien terlihat rileks.  Kelola pemberian terapi medis dapat memblok reseptor nyeri agar tidak
N: 80-100x/menit, TD :120/80 ketorolac 30 mg dan tramadol dikimkan ke korteks serebri.
mmHg, RR: 20-24 x/menit, T: 100 mg  Analgetik menekan rasa nyeri atau rasa
36,5-37,5°C. ketidaknyamanan
2 Cemas Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat kecemasan  Mengetahui tingkat kecemasan dapat
keperawatan selama 15 menit  Jelaskan tindakan jenis menentukan tindakan keperawatan.
cemas pasien berkurang/hilang tindakan anestesi yanga akan  Pengetahuan yang cukup tentang
dengan kriteria: dilakukan tindakan pembiusan mengurangi
 Pasien menyatakan tahu  Dampingi pasien dalam kecemasan
tentang proses kerja obat mengurangi rasa cemas.  Pendampingan kepada pasien
anestesi  Kolaborasi dalam pemberian meningkatkan rasa nyaman dan aman.
 Pasien menyatakan siap obat sedatif.  Pemberian obat sedatif yang tepat
dilakukan pembiusan mengurangi kecemasan pasien
 Pasien tampak tenang dan
kooperatif
 Tanda-tanda vital dalam batas
normal

3 Potensial Setelah dilakukan tindakan  Atur posisi pasien dengan kaki  Untuk meningkatkan volum darah balik
Komplikasi keperawatan selama intra operasi lebih tinggi dari dada ke jantung
syok pasien menunjukkan pola nafas  Monitor tekanan darah, nadi  Tekanan darah, nadi dan pernapasan
hipovolemik efektif, dengan kriteria: dan pernapasan menunjukan perubahan hemodinamik
 Tekanan darah sistolik,  Evaluasi intake dan output pasien
diastolik dalam batas normal cairan  Monitor intake dan output cairan untuk
(100/60-150/100 mmHg)  Kolaborasi dalam pemberian membantu dalam menganalisa
 Nadi dalam batas normal oksigenasi dan cairan. keseimbangan cairan dan derajat
(60-100x/mnt)  Hentikan perdarahan pada kekurangan cairan.
 Pasien menyatakan tidak kontinuitas jaringan  Untuk memberikan pengganti cairan yng
pusing hilang.
 Denyut nadi perifer kuat dan  Untuk mencegah kehilangan darah
teratur berlebih.

4 Hambatan Pasien mampu menggerakkan  Atur posisi pasien  Posisi yang aman dan nyaman
mobilitas ekstremitas bawah post anestesi  Bantu pergerakan ekstremitas meminimalkan pasien dari cidera
ekstremitas dengan kriteria: bawah  Pergerakan ekstremitas bawah akan
bawah  Ajarkan dan dukung pasien mempercepat penyembuhan dari
 Tidak ada neuropati
dalam latihan pergerakan pengaruh anestesi
 Mampu menggerakkan
 Lakukan penilaian bromage  Pergerakan ekstremitas bawah akan
ekstremitas bawah
skor mempercepat penyembuhan dari
pengaruh anestesi
 Bromage skor menentukan pasien bisa
dipindah ke ruangan atau belum
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
TANGGAL DIAGNOSA
WAKTU KEPERAWATA IMPLEMENTASI EVALUASI
N
23/11/21 Nyeri akut Pre Operasi 23/11/21 pukul 11.50 WIB
 Mengkaji tanda-tanda vital (TD, N, RR) S: Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Memantau keluhan nyeri seperti :
frekuensi, skala, region, kualitas dan ada O:
tidaknya pembengkakan pada area luka. TD: 130/80 mmHg; N: 66x/mnt; RR: 20x/mnt
 Mengobservasi reaksi nonverbal dari P: nyeri berkurang
ketidak nyamanan pasien. Q: senut senut
 Mengajarkan manajemen nyeri, misalnya. R: menjalar sampai pinggang
teknik relaksasi napas dalam S: skala nyeri 4
T: Nyeri hilang timbul

A: Nyeri akut
P: Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
23/11/21 Cemas Pre Operasi 23/11/21 pukul 11.50 WIB
 mengkaji tingkat kecemasan S: -
 menjelaskan tindakan jenis tindakan O: KU sedang kesadaran CM
anestesi yanga akan dilakukan Pasien tampak lebih tenang, pasien kooperatif
 mendampingi pasien dalam mengurangi TD: 130/80 mmHg; N: 66x/mnt; RR: 20x/mnt
rasa cemas. A: Cemas teratasi
 Menganjurkan pasien untuk berdoa P: Lanjutkan intervensi pendampingan pasien di meja
 berkoolaborasi dalam pemberian obat operasi, pindahkan pasien dari ruang penerimaan ke
sedatif. meja operasi. Kolaborasi pemberian premedikasi obat
sedatif.

23/11/21 Potensial Intra Operasi 23/11/21 pukul 12.30 WIB


Komplikasi syok  Mengatur posisi pasien di meja operasi S:
hipovolemik  Memonitor keluhan, TD, Nadi, SpO2,
Pasien mengatakan agak sedikit pusing
dan Respirasi pasien serta mencatat
dalam catatan monitor pasien di lembar O:

rekam medis pasien KU sedang kesadaran CM


 Mengevaluasi intake dan output cairan
TD: 111/75 mmHg; N: 80x/mnt; RR: 20x/mnt
 Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam
pemberian oksigen dan cairan pada SpO2: 99%,
pasien Pasien terpasang infus di tangan kanan Gelafusal 20-
 Menghentikan perdarahan pada 30 tpm
kontinuitas jaringan
Denyut nadi perifer kuat dan teratur

Perdarahan dapat di hentikan

A:

Potensial komplikasi syok hipovolemik teratasi


sebagian

P:

Lanjutkan intervensi sampai dengan pasien selesai


dilakukan tindakan di kamar operasi
23/11/21 Hambatan  Pasien selesai tindakan di meja operasi, 23/11/21 pukul 13.00 WIB
mobilitas memindahkan pasien menggunakan S:
ekstremitas bawah tempat tidur kemudian dibawa ke RR
Pasien mengatakan kedua kaki masih terasa lemas,
 Memposisikan pasien di tempat tidur
belum bisa digerakan
 Membantu pergerakan ekstremitas
bawah O:

 Melakukan penilaian bromage skor


KU sedang kesadaran CM

Pasien tampak tenang, ekspresi wajah rileks

Pengaman tempat tidur terpasang dengan baik dan


benar

TD: 123/74 mmHg; N: 80x/mnt; RR: 19x/mnt

SpO2: 100%

Nilai bromage 2

A:

Hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P:

Menganjurkan pasien untuk duduk setelah 24 jam dan


latihan mika miki di ruang perawatan sampai dengan
ekstremitas bawah bergerak maksimal.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Spinal anestesi Pada Ny. K Dengan Ca
Rectum Tindakan Colostomi di IBS RSUD Margono Soekarjo Purwokerto
didapatkan 4 Masalah keperawatan anestesi yaitu:

1. Nyeri akut ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada seluruh


bagian perut, perut tampak cembung, nyeri pada perut, nyeri seperti
ditusuk tusuk, menjalar sampai dengan pinggang, skala nyeri 8, nyeri
hilang timbul
2. Cemas ditandai dengan pasien mengatakan belum pernah melakukan
operasi sebelumnya. Pasien menyatakan takut dengan operasinya,
pasien tampak gelisah TD :113/80 mmHg; N :98 x/mnt; SpO2 : 99%;
RR : 20 x/mnt.
3. Potensial komplikasi syok hipovolemik ditandai dengan Pasien
mengatakan haus. Dari pemantauan monitor tanda vital tekanan darah
tampak turun, TD: 121/73mmHg, N: 81 x/ mnt teraba lemah, SpO 2:
100%
4. Hambatan mobilitas ekstremitas bawah berhubungan ditandai dengan
pasien mengatakan kedua kaki terasa lemas, Pasien menyatakan
kakinya kesemutan, pasien post anestesi, pasien belum mampu
menggerakan ekstremitas bawah, neuropati ektremitas bawah
B. Saran
1. Seorang perawat anestesi harus bisa mengidentifikasi dari proses pengkajian
di setiap tahap pelaksanaan anestesi untuk mengetahui permasalahan yang
ada pada pasien, selain itu juga sebagai acuan dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Karena proses pelaksanaan tindakan dan evaluasi keperawatan dilakukan
dalam waktu yang singkat maka seorang perawat anestesi harus bisa dengan
cepat menanggapi respon perubahan yang terjadi pada pasien.
3. Proses dokumentasi yang lengkap juga harus diperhatikan, karena merupakan
aspek legal seorang perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
4. Sebagai bagian dari tim anestesi perawat harus bisa berkolaborasi dengan
dokter anestesi secara efektif.
5. Keselamatan pasien menjadi prioritas utama dalam menentukan pilihan
tindakan yang akan diberikan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Stansby D , Maclennan, Hamilton, Manegement of massive blood loss : a template


guideline& Available at www.BritishjournalofAnaesthesia.com 2000

Purwadianto, agus dan Sampurna Budi. Kedaruratan Medik. 2000.Jakarta Binarupa


Aksara.

http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18935/1/073078d085503c3b30fb2107acf491a0.pdf

Anda mungkin juga menyukai