PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Oleh
karena itu, terdapat berbagai jenis tanaman perkebunan yang dapat tumbuh di
Indonesia. Iklim yang sesuai, serta ketersediaan lahan yang cukup luas menjadi
kombinasi yang cocok untuk memperluas pengembangan komoditas perkebunan di
seluruh wilayah Indonesia. Salah satunya adalah komoditas tebu (Saccharum
officinarum L.). Tebu merupakan salah satu jenis tanaman rumput-rumputan yang
hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Selain itu, tebu merupakan
salah satu komoditas yang cukup strategis dan memegang peranan penting di sektor
pertanian, khususnya pada sub sektor perkebunan (). Luas areal tanaman tebu di
Indonesia sendiri mencapai 344 ribu hektar dengan kontribusi utama adalah di daerah
Jawa Timur (43,29%), Jawa Tengah (10,07%), Jawa Barat (5,87%), serta Lampung
(25,71%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Dari seluruh
perkebunan tebu yang telah ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan
rakyat, 30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara. Produksi dan
produktivitas tanaman tebu di Indonesia mulai dari angka 7,91 ton/ha pada tahun
2009 kemudian menjadi 5.76 ton/ha pada tahun 2013 ()
Produk utama dari tanaman tebu yakni gula. Dimana gula tersebut dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu sumber bahan pemanis utama. Akan
tetapi, dalam proses produksi di pabrik gula (PG), ampas tebu (bagasse) yang
dihasilkan yakni sebesar 35-40% dari setiap tebu yang diproses. Gula tersebut hanya
termanfaatkan sebesar 5%, sisanya yakni berupa tetes tebu (molase), blotong, dan air
(). Hasil samping atau buangan dari proses produksi tersebut tidak terlalu
diperhatikan, kecuali tetes tebu yang telah lama dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
etanol dan bahan pembuatan monosodium glutamate (MSG) yang merupakan salah
satu bahan untuk membuat bumbu masak, ampas tebu yang dapat dimanfaatkan
untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp selulosa, particle board,
serta untuk bahan bakar boilerdi pabrik gula (). Namun, dalam penggunaannya masih
terbatas dan nilai ekonomi yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Selain itu limbah yang
dihasilkan dalam proses produksi gula tersebut, seperti blotong dan abu yang
terbuang percuma. Bahkan untuk buangan dari limbah tersebut dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan, sehingga dapat menambah pengeluaran dari pabrik gula
(PG) tersebut.
Mengingat dengan luasnya areal penanaman tebu yang telah dimiliki Indonesia,
serta besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari tanaman tebu dan potensi
pemanfaatan dari tanaman tebu, yang salah satunya meliputi pemanfaatan hasil
samping pengolahan atau buangan. Sehingga perlu dikembangkan suatu industri tebu
terpadu (terintegrasi) yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan tanaman tebu
tersebut agar diperoleh hasil yang lebih maksimal.
Ampas tebu yang sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan
lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti
bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat perhatian
penting karena bioetanol dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin
untuk keperluan transportasi. Bahan lignoselulosa, termasuk dari ampas tebu terdiri
atas tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Konversi bahan
lignoselulosa menjadi etanol pada dasarnya terdiri atas perlakuan pendahuluan,
hidrolisis selulosa menjadi gula, fermentasi gula menjadi etanol, dan pemurnian
etanol melalui proses distilasi dan dehidrasi untuk memperoleh fuel-grade ethanol.