Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

OLEH

VIRA HERLIANA PUTRI (20160302062)

INGGIT ERLITA YUSUF (20160302085)

RISKA (20160302109)

WINDY KATHARINE MAILANGKAY (20160502031)

INDRA PUTRA ADITYA (20170101325)

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2017/2018
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapattersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 17 September 2017

Penyusun
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Etika
2. Aliran-aliran Besar Etika
3. Etika Pancasila
4. Etika Pancasila Dalam Bernegara

C. Tujuan
1. Dapat mengerti dengan apa yang dimaksud dengan Etika
2. Dapat mengetahui apa saja Aliran-aliran besar Etika
3. Dapat mengerti apa itu Etika Pancasila
4. Dapat mengerti Etika Pancasila dalam Bernegara
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Etika

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis
dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana
kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbgaai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu
adalah sebagai berikut:

1) Etika umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia

2) Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas daam hubungannya dengan berbagai
aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial (etika
sosial)

Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak
kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa latin, mos yang
jamaknya mores, yang juga berarti adat atau caara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki
kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau
moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk
mengkaji sistem nilai yang ada. Dalam bahasa Arab, padanan kata etika dalah akhlak yang
merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat.

2. Aliran-aliran Besar Etika

Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan.
Setiap aliran memiliki sudut panddang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan
dikatakan baik atau buruk.

 Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan
akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang
melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini
adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat suatu tindakan tersebut karena
akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu
tindakan. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh
motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih apapun dari
tindakan yang dilakukan.
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan
otonomi bebas. Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh
kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh
kemauan baik dan kerja keras dan sunggug-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan
tindakan yang baik adlaah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar
 Etika Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk
suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi
membantu kesulitan deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika
dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban
yang diberikan oleh etika teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa
akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma yang lain. Ketika bencana sedang
terjadi situasi biasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini maka memenuhi kewajiban sering sulit
dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat
dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajiban membayar
pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan
demikian etika teleologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban
mendapat toleransi tidak dipenuhi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik
menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme
1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik
untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya
dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.
2) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana
akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan
kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang.
Di dalam menentukan suatu tindakan yang dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana
yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan kedua dari kemanfaatan itu mana yang
paling menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi kemanfaatannya besar namun
hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika utilitarianisme ini tidak terpaku
pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma sangat mungkin memiliki
keragaman. Namun setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbulkan akan
memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.
Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan
maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme lebih bersifat
realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan
yang besar dan yang menguntungkan banyak orang. 

3. Etika Pancasila

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar
etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral,
namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang
mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya
apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-
nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup
dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya
nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang
tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai
ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum
Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar
nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam
pasti akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan
kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan
untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain

Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan
nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah keadilan dan
keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu
dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan,
tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat
persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula
sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan
perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah
persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik.
Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain
yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.

Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata
tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila
kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan
prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg, keadilan merupakan kebajikan utama bagi
setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan
sama derajatnya dengan orang lain.

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika
yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan
aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka
nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia
yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro
merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas
kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya
nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas,
ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong,
penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta
tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan,
kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi,
kemajuan bersama dan lain-lain.

4. Etika Pancasila dalam Bernegara

Etika merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan etika adalah barometer
peradaban bangsa. Suatu bangsa dikatakan berperadaban tinggi ditentukan oleh bagaimana warga
bangsa bertindak sesuai dengan aturan main yang disepakati bersama. Perilaku dan sikap taat pada
aturan main memungkinkan aktifitas dan relasi antar sesama warga berjalan secara wajar, efisien,
dan tanpa hambatan. Masyarakat Jawa misalnya, dituntut dan diajarkan untuk memahami benar
tentang arti penting etika. Sebab, etika yang juga sering disebut unggah-ungguh, tata krama, sopan
santun, dan budi pekerti membuatnya mampu secara baik menempatkan diri dalam pergaulan sosial,
dan itu akan sangat menentukan keberhasilan dalam hidup bermasyarakat. Begitu pula dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, etika akan menjelaskan mana tingkah laku yang baik, apa yang
pantas, dan apa yang secara substansi mengandung kebaikan dan sebaliknya. Bagi bangsa timur
seperti Indonesia, etika telah mendarah daging dimiliki dan diterapkan dalam kerangka
penghormatan terhadap nilai kebaikan, kemanusiaan, dan keadilan kolektif. Karena itu, kita masih
yakin dan percaya, etika mengalir menjadi bagian kultur sosial dan antropologis bangsa Indonesia.
Bahkan secara natural genetis, didalam diri bangsa mengalir sifat-sifat luhur manusia yang ada
perkembangannya, dirumuskan oleh faonding peoples kedalam pancasila, dan selanjutnya
disepakati sebagai dasar dan orientasi bernegara.

Melalui pancasila inilah, para pendiri negara menggariskan prinsip-prinsip dasar etis bernegara
yang demikian jelas dan visioner. Prinsip-prinsip dasar pancasila yang di tuangkan dalam UUD
1945 yang di sahkan PPKI pada 18 agustus 1945, tidaklah hadir sebagai intuitif dan tiba-tiba jatuh
dari langit melaikan melalui proses pengadilan mendalam. Meskipun baru dibahas dan
dikemukakan dalam sidang BPUPKI menjelang Indonesia merdeka pemikiran mengenai prinsip-
prinsip dasar dan bernegara sebenarnya telah muncul dan di persiapkan jauh-jauh sebelumnya.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, berbagai pemikiran mengarah kepada gagasan terciptanya
konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Beragam pemikiran dan gagasan mengenai
politik, fundamen etis dan moral bangsa, ideologi, dan visi kebangsaan itu kemudian bersintesis
menggali dan mengakomodir nilai-nilai etika dan moral dalam berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara., baik dibidang politik, sosial, ekonomi dan lain-lain untuk di tuangkan
kedalam UUD 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945 nilai etika dan moral terdapat diseluruh
pokok pikiran. Yang kemudian nilai-nilai itu dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945 itu
sebabnya, UUD 1945 sejatinya merupakan sintesa nilai etika dan moral yang diangkat dari niali-
niali luhur bangsa Indonesia yang dikenal religius, berprikemanusiaan, persatua, demograsi, dan
keadilan. Hal ini sangat simetris dan sinergis dengan tujuan bernegara dan berkonstitusi yakni
mengarahkan kepada moral kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Nilai-nilai luhur itu kemudian disepakati untuk di formalisasi dengan sebutan pancasila didalam
pancasila itu ketuhanan di tempatkan sumber etika dan spiritualitas pada posisi yang sangat penting
sebagai fundamen etik kehidupan berbangsa dan bernegara. Penegasannya, Indonesia bukanlah
negara agama dan bukan pula negara sekuler, karena Indonesia melindungi hidupnya semua agama
dan keyakinan serta mengembangkan agama untuk bisa memainkan peran yang berkaitan dengan
penguatan etika sosial. Dalam pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan universal yang
bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia juga meruapakan
fundamen penting bagi etika politik kehidupan bernegara. Pengakuan dan pemuliaan hak-hak dasar
warga negara secara adil dan beradab merupakan prasyarat yang tak boleh diabaikan dalam
bernegara.

Pancasila juga menekankan prinsip persatuan kebangsaan yang mengatasi paham golongan dan
perseorangan. Persatuan itu dikelola dalam konsepsi kebangsaan yang mengekspresikan persatuan
dalam keragaman dan keragaman dalam persatuan. Dalam prinsip semacam ini, ada toleransi, ada
ruang hidup untuk bisa menerima dan menghormati perbedaan yang ada. Perlu diketahui, negara
Indonesia merdeka dikonstruksi di atas perbedaan, sehingga perbedaan itu bukanlah masalah tetapi
justru menjadi sumber kekuatan. Dalam Pancasila terkandung pula prinsip bahwa nilai ketuhanan,
kemanusiaan, dan persatuan tersebut diaktualisasikan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
melalui prinsip musyawarah mufakat. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan
demokrasi menjadi landasan etik bagi upaya mewujudkan keadilan sosial dengan semangat
kekeluargaan. Intinya, melalui Pancasila dan UUD 1945, prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara
yang dibangun oleh para pendiri negara diarahkan untuk memajukan kepentingan umum (bonnum
commune) dalam kerangka nilai-nilai ketuhanan, penghormatan terhadap kemanusiaan,
mengedepankan persatuan, mengembangkan demokrasi, serta berorientasi mewujudkan keadilan
sosial. Inilah prinsip-prinsip mendasar yang dijadikan acuan dalam merumuskan kehidupan
demokratis berbasis etika dan moralitas.

Dalam berpolitik misalnya, meskipun identik dengan cara meraih kekuasaan, UUD
menggariskan politik sebagai seni yang mengandung kesantunan dan etika yang diukur dari
pengutamaan moral. Pilihan para pendiri negara untuk menyandarkan politik pada prinsip
demokrasi deliberatif yang mengedepankan pemusyawaratan dan bukan menang-menangan,
merupakan keputusan terbaik untuk mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan yang
sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya. Perbedaan, dalam hal ini tetap dijunjung tinggi sebagai
sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Terkait dengan implementasi hak asasi manusia (HAM), Pembukaan UUD 1945
menyelaraskannya dengan filosofi, budaya, serta struktur kemasyarakatan Indonesia. Dalam
konteks filsafati, HAM akan terpenuhi manakala manusia juga menunaikan kewajiban asasinya.
Karena itu, tegaknya HAM harus diartikan sebagai keseimbangan tegaknya hak asasi dengan
kewajiban asasi.
Demikian halnya dengan bidang ekonomi. UUD 1945 mengepankan prinsip kesejahteraan
sosial dalam setiap aktifitas perekonomian yang berorientasi pada keadilan sosial. Pembangunan
ekonomi harus bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial yang menjadi tolok ukur
keberhasilan pembangunan. Interaksi antar pelaku dalam ekonomi dilandasi oleh semangat
keseimbangan, keserasian, saling mengisi, dan saling menunjang dalam rangka mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

5. Pancasila sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara

Hari lahirnya pancasila yang dirayakan setiap tanggal 1 juni, memang sudah lama berlalu.
namun bukan berarti semangat pancasila yang sudah dicita-citakan oleh proklamator Bung Karno
pudar begitu saja. Sang Perumus mencita-citakan Pancasila bisa menjadi jalan keluar dalam
menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara indonesia. Pancasila  sebagai dasar Negara  yang
dijadikan pemersatu, yang menyatukan seluruh suku, bangsa, budaya, dan agama sehingga
pancasila dijadikan tonggak dasar bagi Negara Indonesia.

Pancasila yang lebih kita kenal sebagai ideologi dan dasar negara. Dimana di dalam butir-butir
pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun Nilai-
nilai yang terkandung di dalam Pancasila dinilai belum diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. sehingga di era reformasi ini masih banyak rakyat Indonesia  yang belum
dapat merasakan makna pancasila yang sebenarnya, yaitu menjunjung tinggi rasa keadilan,
persatuan, kesatuan dan mensejahterakan rakyat.

Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, korupsi yang merajalela
serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan sedikit polemik yang dihadapi rakyat
pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang didapat rakyat dari masalah-masalah tersebut, namun
mereka tidak sanggup untuk mengungapkannya. Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat merasakan
adanya pancasila.

Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera, dan dijadikan syarat pokok yang
tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan upacara bendera. Dimana dapat kita sadari bahwa
pancasila tersebut Mengandung nilai-nilai penting, yang apabila diimplementasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mewujudkan sebuah Negara yang berdaulat dan
bermatabat, yaitu Negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan.

Di dalam pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung
makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di
Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari
siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama
atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan
beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga
Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas
Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku
di masyarakat.

Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang
mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan
suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu
bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan.

Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan
hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan
segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan
bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan
negara dan masyarakat.

Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa 
setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat
UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama,
menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat.
Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut potensi
masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini
tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan.

Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir pancasila di implikasikan di dalam


kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya ketidak
adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam pancasila sudah tercemin semuanya
norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga tercapailah cita-cita
sang perumus Pancasila yaitu menjadikan pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan
permasalahan bangsa dan Negara.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Latif Yudi, 2011, Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila), PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. (online)
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: Paradigma.

Franz Magnis-Suseno. 1988.Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta:
Gramedia.

Kristiadi. 2008. Demokrasi dan Etika Bernegara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

https://ibelboyz.wordpress.com/.../pancasila-menjadi-solusi-dalam-..

Anda mungkin juga menyukai