Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari – hari tetunya manusia harus bersosialisasi


dengan lingkungan sekitar terutama bagi anak – anak yang sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Sosialisasi merupakan suatu kegiatan
belajar, dalam sosialisasi individu belajar terkait tingkah laku, berbahasa,
keterampilan – ketelampilan dan kebiasaan – kebiasaan serta pola
kebudayaan lainnya. Dalam sosialisasi individu juda dapat bergaul dengan
individu lainnya yang salah satunya adalah bergaul tentang teman sebaya.
Teman sebaya adalah seseorang yang tumbuh dan berkembang secara
bersamaan dan dengan umur yang setara tidak jauh berbeda.

Teman sebaya sangat berpengaruh dan berperang penting bagi seorang


individu karena dengan adanya teman sebaya individu dapat terbawa arus dan
mengalami banyak perubahan apabila individu tersebut tidak dapat
membatasi dan mengontrol dirinya entah itu ke hal positif atau pun negatif.
Oleh karena itu kontrol diri juga sangat berperan penting dalam diri individu
yang bersangkutan. Proses terjadinya sosialisasi tersebut dapat terjadi
dimanapun yaitu dalam lingkungan keluarga, masyarakat sekitar maupun
lingkungan sekolah. Dalam hal ini, maka pentingnya peran sikap kontrol diri
dalam diri setiap individu guna untuk mengontrol dan mengarahkan diri agar
tidak terjerumus kedalam hal – hal yang tidak diinginkan.

B. Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya


penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut
lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian
dapat tercapai. Berikut adalah beberapa batasan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Masalah dalam peneliti ini terbatas pada :
a. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya terhadap tingkah laku
siswa dengan menggunakan teknik observasi pada siswa.

1
b. Penerapan Self Control atau kontrol diri dalam diri individu atau
siswa.
2. Variabel dalam penelitian ini terbatas pada :
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
X1 : Teman Sebaya.
X2 : Self Control (Kontrol Diri).
b. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu : Moral Siswa.
3. Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa SMP.

C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diterapkan tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh teman sebaya terhadap moral siswa SMPN 2 Wungu ?
2. Apakah pengaruh Self Control terhadap moral siswa SMPN 2 Wungu ?

3. Apakah pengaruh teman sebaya dan Self Control terhadap moral siswa
SMPN 2 Wungu ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat dilihat bahwa tujuan
penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui lingkungan pergaulan dan perilaku siswa di SMPN 2 Wungu.
2. Mengetahui seberapa besar tingkat Self Control siswa SMPN 2 Wungu
untuk membatasi dirinya agar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak
diinginkan.
3. Memberi pengetahuan dan wawasan kepada siswa SMPN 2 Wungu terkait
pentingnya Self Control terhadap diri sendiri.

E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian tersebut, adapun manfaat yang
didapat dari penelitian tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru dan
memberikan masukan bagi ilmu bimbingan dan konseling, khususnya bagi

2
konselor sekolah dan guru dalam cara mengatasi perilaku siswa yang
melenceng dan dapat membentuk perilaku siswa menjadi lebih baik lagi.
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan peneliti untuk menambah
pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai acuan untuk
mengembangkan penelitian berikutnya yang terkait dengan pergaulan
siswa kontrol diri siswa.
b. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif
terhadap peserta didik dalam membentuk perilaku dan memberikan
wawasan siswa di SMPN 2 Wungu.

F. Definisi Operasional Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih


bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Dugaan
jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan
diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap
masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang
timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya
pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau
menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau
eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.

Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesis ini sering juga disebut


dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya. Ketika berfikir
untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan,
perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan
atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada
hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses
terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya,
yaitu penelitian sosial.

3
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran,
yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam
pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe
proposisi yang langsung dapat diuji.

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam


penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.
Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau
tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah
penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. ada yang berpendapat tidak
menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur
secara cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang
menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan,
dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-
variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis. Fungsi penting
hipotesis di dalam penelitian, yaitu:
1. Untuk menguji teori,
2. Mendorong munculnya teori,
3. Menerangkan fenomena sosial,
4. Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka
1. Moral Siswa
a. Pengertian Moral

Moral merupakan pengetahuan atau wawasan yang menyangkut


budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik,
buruknya perbuatan dan kelakuan. Moralisasi yaitu uraian (pandangan
dan ajaran) tentang perbuatan serta kelakuan yang baik. Moral ini sangat
berpengaruh dalam perkembangan setiap individu.

Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi dan membentuk moral


suatu individu yaitu salah satunya pada dunia pendidikan, dimana sekolah
juga sangat berperan penting dalam pembentukan moral seorang siswa.
Banyak cara sekolah dalam membentuk moral dari siswa – siswinya dan
bagaimana lingkungan dari sekolah itu sendiri juga sangat berpengaruh
dalam pembentukan moral siswa, apabili dari siswa itu sendiri tidak dapat
mengontrol dan menyeleksi pergaulan ataupun pertemanan maka siswa
itu sendiri juga akan mendapatkan dampaknya dalam pembentukan moran
dari siswa itu sendiri.

b. Macam – Macam Moral


Berikut ini adalah macam-macam dari moral dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu:
a. Moral Murni ialah Moral yang terdapat pada setiap manusia sebagai
suatu perwujudan pancaran ilahi. Moral murni disebut juga Hati
Nurani.
b. Moral Terapan ialah Moral yang didapat dari berbagai ajaran filosofi,
agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.
c. Contoh Moral
a. Contoh Moral Baik
o Bertutur sapa yang baik pada orang lain.

5
o Dapat hidup berdampingan dengan berbagai suku, adat, ras,
budaya dan agama tanpa saling melecehkan satu sama lain.
o Berperilaku jujur, apabila menemukan sebuah berkas atau
barang milik orang lain maka berusaha mngembalikannya
dengan senang hati dan ikhlas.
b. Contoh Moral yang Kurang Baik
o Kekerasan dalam pendidikan.
o Demo yang merusak fasilitas umum.

o Hamil diluar nikah.

2. Pergaulan Teman Sebaya

a. Pengertian Teman Sebaya

Teman Sebaya adalah individu yang memiliki kedudukan, usia,


status, dan pola pikir yang hampir sama. Blazevic (2016, hal. 46)
mengatakan bahwa teman sebaya didefinisikan sebagai kelompok sosial
yang terdiri dari orang – orang dengan usia, pendidikan atau status sosial
yang serupa.

Santrock (2003, hal. 129) mengemukakan bahwa teman sebaya


adalah anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Bebragai
persamaan tersebut berdampak pada pola interaksi yang dilakukan yaitu
interaksi secara berkelompok. Dari peramaan tersebut kemudian
memunculkan berbagai kelompok pergaulan teman sebaya yang akan
mempengaruhi perilaku anggotanya sesuai degan karakteristik kelompok
masing – masing.

Lingkungan sosial terdekat seperti keluarga dan teman sebaya


memnjadi lingkungan yang berperan dalam perkembangan remaja,
perilaku individu dipengaruhi oleh rekan mereka sehingga teman sebaya
menjadi pengaruh dalam perkembangan perilaku remaja. Lingkungan
teman sebaya tentunya memiliki peran bagi remaja di mana pun berada,
tak terkecuali di sekolah. Lingkungan teman di sekolah juga memiliki
peran tersendiri bagi siswa di sekolah tersebut.

6
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
teman sebaya adalah hubungan individu pada anak – anak atau remaja
dengan tingkat usia yang sama, serta melibatkan keakraban yang relatif
besar dalam kelompoknya dan memiliki unsur – unsur keederungan untuk
menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain seperti: simpati dan
pengertian. Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari
dua orang atau lebih yang saling mendukung.

b. Karakterisktik Berteman
Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010)
adalah sebagai berikut:
a. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman.
b. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka.
c. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuai dengan
kesenangan individu.
d. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik.
e. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka
juga melakukan hal yang demikian.
f. Menceritakan rahsia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang
bersifat pribadi kepada teman.
g. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengertu
dengan baik seperti apa adanya individu.
h. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di
dekat teman.

c. Peran Teman Sebaya


Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima
kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa
senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan
cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya.
Bagi remaja, pandangan kawankawan terhadap dirinya merupakan hal
yang paling penting.

7
Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari
teman sebaya adalah :
a. Sebagai sumber informasi dan kognitif mengenai dunia di luar
keluarga dan sumber untuk pemecahan masalah dan perolehan
pengetahuan. Banyak tidaknya informasi atau pengetahuan yang
diterima seseorang atau sekelompok orang mempengaruhi perubahan
perilaku (Lubis,2011). Berdasarkan teori perkembangan Piaget,
kemampuan kognitif remaja berada pada tahap formal operational.
Remaja harus mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk
menyelesaikan masalah dan mempertanggung jawabkannya. Berkaitan
dengan perkembangan kognitif.
b. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.
Perubahan perilaku manusia juga dapat timbul akibat dari kondisi
emosi seseorang. James P. Chaplin (2007) mengatakan bahwa, konsep
emosi sangat bervariasi. Emosi adalah reaksi kompleks yang
berhubungan dengan kegiatan atau perubahan – perubahan secara
mendalam dan hasil pengalaman dari rangsangan eksternal dan
keadaan fisiologis. Dengan emosi, individu terangsang terhadap objek
– objek atau perubahan – perubahan yang disadari sehingga
memungkinkan dia merubah sifat ataupun perilaku (Lubis, 2011).

d. Fungsi Teman Sebaya


Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan
bahwa ada enam fungsi perteman yaitu :
a. Berteman (Companionship). Berteman akan memberikan kesempatan
kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi
individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas.
b. Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition). Pada dasarnya,
berteman akan memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan
potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial.
Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang
menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar
berkembang dengan baik.

8
c. Dukungan Fisik (Physicial Support). Dengan kehadiran fisik
seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti
(berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah.
d. Dukungan Ego, Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan
dukungan ego bagi seseorang, apa yang dihadapi seseorang juga
dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh orang lain (temannya).
e. Perbandingan Sosial (Social Comparison). Berteman akan
menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan
ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.
f. Intimasi/Afeksi (Intimacy/Affection). Tanda berteman adalah adanya
ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama lain. Masing-masing
individu tidak ada maksud ataupun niat untuk menyakiti orang lain
karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati
keberadaan orang lain.

e. Jenis – Jenis Kelompok Sebaya


Setiap pertemanan antara teman sebaya pasti menghasilkan sebuat
kelompok yang terdiri dari kelompok teman sebaya itu sendiri. Setiap
kelompok sebaya mempunyai atauran baik yang bersifat implicit maupun
eksplisit, harapan-harapan terhadap anggotanya. Dari hal tersebut berikut
adalah beberapa jenis kelompok sebaya yaitu antara lain:
a. Kelompok sebaya yang bersifat informal. Kelompok sebaya ini
dibentuk, diatur, dan dipimpin oleh anak itu sendiri misalnya,
kelompok permainan, gang, dan lain-lain. Di dalam kelompok ini
tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa.
b. Kelompok sebaya yang bersifat formal. Di dalam kelompok ini ada
bimbingan, partisipasi atau pengarahan orang dewasa. Apabila
bimbingan dan pengarahan diberikan secara bijaksana maka kelompok
sebaya ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi nilai-nilai dan
norma yang terdapat dalam masyarakat. Yang termasuk dalam
kelompok sebaya ini misalnya, kepramukaan, klub, perkumpulan
pemuda dan organisasi lainnya.

9
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kelompok sebaya sangat
berperan penting dalam proses sosialisasi individu terutama kelompok
sebaya remaja. Pengaruh kelompok sebaya tidak hanya berdampak
negatif akan tetapi juga berdampak positif. Untuk itu pembentengan diri
melalui keluarga masih sangat diperlukan bahwa ketika anak memiliki
teman maka kenalilah siapa yang menjadi teman anak kita.

f. Faktor – Faktor Pertemanan


Dunia pergaulan banyak jenisnya. Hal ini dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu:
a. Faktor umur
Faktor umur menentukan bentuk hubungan sosialisasi pelaku. Usia
anak-anak berbeda dengan usia remasa, usia dewasa, usia orang tua,
usia lanjut dan sebaginya. Dapat dikatakan baik, apabila bentuk
pergaulan itu dilakukan oleh dan untuk umur sebaya
b. Faktor keterikatan
Faktor keterikatan, misalnya pelaku organisasi sosial, organisasi
partai politik, peserta didik tentu cara bergaulnya juga akan berbeda.
c. Faktor lingkungan
Pergaulan dalam lingkungan masyarakat yang macam pendidikan,
kegiatan, status sosialnya sangat berbeda-beda, dan heterogen
memerlukan penyesuaian yang sangat ekstra hati-hati.

g. Dampak Dari Pergaulan


Pergaulan adalah interaksi antarindividu dalam mengenal
lingkungan sosialnya. Melalui pergaulan diperoleh manfaat sebagai
berikut:
a. Lebih mengenal nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku
sehingga mampu membedakan mana yang pantas dan mana yang
tidak dalam melakukan sesuatu.
b. Lebih mengenal kepribadian masing-masing orang sekaligus
menyadari bahwa manusia memiliki keunikan yang masing-masing
perlu dihargai.

10
c. Mampu menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan banyak orang
sehingga mampu meningkatkan rasa percaya diri.
d. Mampu membentuk kepribadian yang baik yang bisa diterima di
berbagai lapisan sehingga bisa tumbuh dan berkembang menjadi
sosok individu yang pantas diteladani.

Memilih pergaulan yang tepat memang tidaklah mudah, sebab


kadangkala pergaulan yang negatif justru lebih menyenangkan sehingga
mudah terlena dan sulit menyadari bahwa apa yang dilakukan
menyimpang.

Beberapa dampak negatif yang terbentuk akibat pergaulan yang


salah antara lain:
a. Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas serta menyukai
hal-hal yang melanggar norma sosial.
b. Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam, misal:
kecanduan narkoba, terlibat dalam tindak kriminal dan sebagainya.
c. Dijauhi masyarakat sekitar akibat dari pola perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.
d. Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian yang
menyimpang.

Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh negatif yang


terlanjur mencemari diri individu antara lain:
a. Membangkitkan kesadaran kepada yang bersangkutan bahwa apa
yang telah ia lakukan adalah menyimpang.
b. Memutuskan rantai yang menghubungkan antara individu dengan
lingkungan yang menyebab ia berperilaku menyimpang.
c. Melakukan pengawasan sebagai control secara terus menerus agar
terhindar dari perilaku yang menyimpang.
d. Melakukan kegiatan konseling atau pemberian nasehat secara
persuasif, sehingga anak tidak merasa bahwa ia di bawah proses
pembimbingan.

11
3. Kontrol Diri (Self Control)
a. Pengertian Self Control
Menurut Carlson (1987) Kontrol diri adalah kemampuan
seseorang dalam merespon sesuatu, selanjutnya juga dicontohkan, seorang
anak dengan sadar menunggu reward yang lebih sadar dibandingkan jika
dengan segera tetapi mendapat yang lebih kecil dianggap melebihi
kemampuan kontrol diri.
Menurut Chalhoun dan Acocella (1990) Kontrol diri adalah
pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang,
dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri.
Menurut Skiner (dalam Alwisol, 2009) Kontrol diri adalah
tindakan diri dalam mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan
tingkah laku. Dan tingkah laku dapat dikontrol melalui berbagai cara yaitu
menghindar, penjenuhan, stimuli yang tidak disukai, dan memperkuat
diri.
Menurut Chaplin (2011) Kontrol diri adalah kemampuan untuk
membimbing tingkah laku sendiri dalam artian kemampuan seseorang
untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impuls.
Kontrol diri ini menyangkut seberapa kuat seseorang memegang nilai dan
kepercayaan untuk dijadikan acuan ketika bertindak atau mengambil
suatu keputusan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Self
Control atau Kontrol Diri adalah kemampuan seseorang dalam merespon
sesuatu dan mengontrol diri untuk menekan atau merintangi impuls-
impuls guna untuk memperkuat seseorang dalam memegang nilai dan
kepercayaan uang dijadikan acuan dalam bertindak dan mengambil suatu
keputusan.
Self Control Atau Kontrol Diri dibutuhkan agar individu dapat
membimbing, mengarahkan dan mengatur segi – segi perilakunya yang
pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif yang diinginkan. Self
Control memberikan keputusan melalui pertimbangan sadar untuk

12
mengintegrasikan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan atau tujun yang ditentukan oleh individu itu sendiri.

Hurlock (2004, hal. 225) menjelaskan individu yang memiliki Self


Control memiliki kesiapan diri untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan
norma, adat, nilai – nilai yang bersumber dari ajaran agama dan tuntutan
lingkungan masyarakat tempat ia tinggal, emosinya tidak lagi meledak –
ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang
lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih
diterima.

Thomas, Nathan & Finkel (2012, hal. 22) Self Control dapat
dibantu membantu seseorang untuk berperilaku sesuai dengan standar
pribadi atau sosial yang dapat dihindari agresi. Semakin tinggi Self
Control seseorang maka semakin rendah agresivitasnya. Sebaliknya
semakin rendah Self Control maka semakin tinggi agresivitasnya.

b. Aspek Self Control


Menurut Calhoun & Acocella (1990), ada tiga aspek kontrol diri,
diantaranya sebagai berikut:
a. Kontrol perilaku (Behavior Control), yaitu kesiapan atau
kemampuan seseorang untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak
menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dalam hal ini
berupa kemampuan untuk menentukan siapa yang mengendalikan
situasi, dirinya sendiri, orang lain, atau sesuatu di luar dirinya.
b. Kontrol kognitif (Cognitive Control), yaitu kemampuan individu
untuk mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara
menginterpretasi, menilai, atau memadukan suatu kejadian dalam
suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk
mengurangi tekanan.
c. Kontrol dalam mengambil keputusan (Decision Making), yaitu
kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang
diyakini atau disetujui.

13
c. Dimensi Self Control
Menurut Tangney, dkk (2004), ada lima dimensi kontrol diri,
diantaranya yaitu:
1) Disiplin diri (Self-dicipline), yaitu mengacu pada kemampuan
individu dalam melakukan disiplin diri seperti tindakan mengikuti
peraturan yang ada di lingkungan sosialnya. Tindakan atau aksi yang
tidak impulsif (Deliberate/Non-impulsive). Menilai tentang
kecenderungan individu untuk melakukan tindakan yang tidak
impulsif (memberikan respon kepada stimulus dengan pemikiran
yang matang).
2) Kebiasaan baik (Healthy habits), yaitu kemampuan individu dalam
mengatur pola perilaku menjadi sebuah kebiasaan yang pada
akhirnya menyehatkan. Biasanya individu yang memiliki kebiasaan
baik akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk
walaupun hal tersebut menyenangkan baginya.
3) Etika Kerja (Work etic), Ini berkaitan dengan penilaian individu
terhadap regulasi dirinya dalam layanan etika kerja. Biasanya
individu mampu memberikan perhatian penuh pada pekerjaan yang
dilakukan. kemampuan mengatur diri individu tersebut di dalam
layanan etika.
4) Keterandalan atau keajegan (Reliability), yaitu dimensi yang
terkait dengan penilaian individu terhadap kemampuan dirinya
dalam pelaksanaan rancangan jangka panjang untuk pencapaian
tertentu. Biasanya individu secara konsisten akan mengatur perilaku
untuk mewujudkan setiap perencanaannya.

d. Jenis – Jenis Self Control


Kontrol diri yang digunakan seseorang dalam menghadapi situasi
tertentu, meliputi :
1) Behavioral control, kemampuan untuk mempengaruhi atau
memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Adapun cara
yang sering digunakan antara lain dengan mencegah atau menjauhi

14
situasi tersebut, memilih waktu yang tepat untuk memberikan reaksi
atau membatasi intensitas munculnya situasi tersebut
2) Cognitive control, kemampuan individu dalam mengolah informasi
yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai dan
menggabungkan suatu kejadian dalam sutu kerangka kognitif
sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Dengan
informasi yang dimiliki oleh individu terhadap keadaan yang tidak
menyenangkan, individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu
keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara
subyektif atau memfokuskan pada pemikiran yang menyenangkan
atau netral.
3) Decision control, kemampuan seseorang untuk memilih suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan
adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan untuk
memilih berbagai kemungkinan (alternative) tindakan
4) Informational control, Kesempatan untuk mendapatkan informasi
mengenai kejadian yang menekan, kapan akan terjadi, mengapa
terjadi dan apa konsekuensinya. Kontrol informasi ini dapat
membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam memprediksi
dan mempersiapkan yang akan terjadi dan mengurangi ketakutan
seseorang dalam menghadapi sesuatu yang tidak diketahui, sehingga
dapat mengurangi stress.
5) Retrospective control, Kemampuan untuk menyinggung tentang
kepercayaan mengenai apa atau siapa yang menyebabkan sebuah
peristiwa yang menekan setelah hal tersebut terjadi. Individu
berusaha mencari makna dari setiap peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan. Hal ini bukan berarti individu mengontrol setiap
peristiwa yang terjadi, namun individu berusaha memodifikasi
pengalaman stress tersebut untuk mengurangi kecemasan.

15
Menurut Gufron & Risnawati (2011), ada tiga jenis kontrol diri
diantaranya yaitu:
1) Over control yaitu kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara
berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri beraksi
terhadap stimulus.
2) Under control yaitu suatu kecenderungan individu untuk
melepaskan implus dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
3) Appropriate control yaitu kontrol individu dalam upaya
mengendalikan implus secara tepat.
e. Ciri – Ciri Self Control
Menurut Thompson, ciri-ciri seseorang yang memiliki kontrol diri
diantaranya yaitu:
1) Kemampuan untuk mengontrol perilaku atau tingkah laku impulsif
yang ditandai dengan kemampuan menghadapi stimulus yang tidak
diinginkan.
2) Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk keberhasilan
mengatur perilaku dalam mencapai sesuatu yang lebih berharga atau
diterima dalam masyarakat.
3) Kemampuan mengantisipasi peristiwa yaitu kemampuan untuk
mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan secara relatif
obyektif. Hal ini didukung dengan adanya informasi yang dimiliki
individu.
4) Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan
penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif
secara subjektif.
5) Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu
tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan


reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit).
Sedangkan orang yang tinggi kemampuan mengendalikan diri akan
cenderung proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif). Untuk

16
mengecek sejauh mana kita punya kemampuan mengendalikan diri, kita
bisa melihat petunjuk di bawah ini:
RENDAH SEDANG TINGGI
Anda mudah Anda sudah sanggup Anda bisa
kehilangan kendali, memberikan respon memberikan respon
mudah frustasi, mudah dengan tenang dan secara konstruktif:
meluapkan ekspresi mendiskusikannya bisa membangun
emosi secara meledak- secara fair hubungan yang lebih
ledak, atau tidak positif dan
efektif dalam mengantisipasi
menjalankan aktivitas problem
karena emosi yang
tidak terkontrol
Anda tidak tahan Anda sudah bisa Anda sudah bisa
terhadap berbagai mengelola tekanan menenangkan diri
tekanan atau himpitan secara efektif, tidak anda dan orang lain
mempengaruhi hasil atau sanggup
pekerjaan atau tidak memainkan peranan
mempengaruhi proses sebagai leader
pekerjaan
Anda sudah bisa
mengontrol emosi
tetapi belum bisa
menggunakannya
secara konstruktif

f. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Self Control

Berikut adalah faktor – faktor yang mempengaruhi Self Control:


1) Kepribadian.
Kepribadian mempengaruhi control diri dalam konteks
bagaimana seseorang dengan tipikal tertentu bereaksi dengan tekanan
yang dihadapinya dan berpengaruh pada hasil yang akan
diperolehnya. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda

17
(unik) dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi terhadap
situasi yang dihadapi. Ada seseorang yang cenderung reaktif terhadap
situasi yang dihadapi, khususnya yang menekan secara psikologis,
tetapi ada juga seseorang yang lamban memberikan reaksi.
2) Situasi.
Situasi merupakan faktor yang berperan penting dalam proses
kontrol diri. Setiap orang mempunyai strategi yang berbeda pada
situasi tertentu, dimana strategi tersebut memiliki karakteristik yang
unik. Situasi yang dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh setiap orang,
bahkan terkadang situasi yang sama dapat dipersepsi yang berbeda
pula sehingga akan mempengaruhi cara memberikan reaksi terhadap
situasi tersebut. Setiap situasi mempunyai karakteristik tertentu yang
dapat mempengaruhi pola reaksi yang akan dilakukan oleh seseorang.

3) Etnis.
Etnis atau budaya mempengaruhi kontrol diri dalam bentuk
keyakinan atau pemikiran, dimana setiap kebudayaan tertentu
memiliki keyakinan atau nilai yang membentuk cara seseorang
berhubungan atau bereaksi dengan lingkungan. Budaya telah
mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi salah satu penentu
terbentuknya perilaku seseorang, sehingga seseorang yang hidup
dalam budaya yang berbeda akan menampilkan reaksi yang berbeda
dalam menghadapi situasi yang menekan, begitu pula strategi yang
digunakan.

4) Pengalaman.
Pengalaman akan membentuk proses pembelajaran pada diri
seseorang. Pengalaman yang diperoleh dari proses pembelajaran
lingkungan keluarga juga memegang peran penting dalan kontrol diri
seseorang, khususnya pada masa anak-anak. Pada masa selanjutnya
seseorang bereaksi dengan menggunakan pola fikir yang lebih
kompleks dan pengalaman terhadap situasi sebelumnya untuk
melakukan tindakan, sehingga pengalaman yang positif akan

18
mendorong seseorang untuk bertindak yang sama, sedangkan
pengalaman negatif akan dapat merubah pola reaksi terhadap situasi
tersebut.

5) Usia.
Bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan
bertambahnya kematangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini
dikarenakan pengalaman hidup yang telah dilalui lebih banyak dan
bervariasi, sehingga akan sangat membantu dalam memberikan reaksi
terhadap situasi yang dihadapi. Orang yang lebih tua cenderung
memiliki control diri yang lebih baik dibanding orang yang lebih
muda.

g. Prinsip – Prinsip Dalam Mengendalikan Self Control

1) Prinsip kemoralan.
Setiap agama pasti mengajarkan moral yang baik bagi setiap
pemeluknya, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak menipu,
tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan
asusila maupun tidak merugikan orang lain. Saat ada dorongan hati
untuk melakukan sesuatu yang negatif, maka kita dapat bersegera lari
ke rambu-rambu kemoralan. Apakah yang kita lakukan ini sejalan
atau bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama? Saat terjadi
konflik diri antara ya atau tidak, mau melakukan atau tidak, kita dapat
mengacu pada prinsip moral di atas.

2) Prinsip kesadaran.
Prinsip ini mengajarkan kepada kita agar senantiasa sadar saat
suatu bentuk pikiran atau perasaan yang negatif muncul. Pada
umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan yang
muncul, sehingga mereka banyak dikuasai oleh pikiran dan perasaan
mereka. Misalnya seseorang menghina atau menyinggung kita, maka
kita marah. Nah, kalau kita tidak sadar atau waspada maka saat emosi
marah ini muncul, dengan begitu cepat, tiba-tiba kita sudah dikuasai
kemarahan ini. Jika kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat

19
emosi marah ini muncul, menguasai diri kita dan kemungkinan akan
melakukan tindakan yang akan merugikan diri kita dan orang lain.
Saat kita berhasil mengamati emosi maka kita dapat langsung
menghentikan pengaruhnya. Jika masih belum bisa atau dirasa berat
sekali untuk mengendalikan diri, maka kita dapat melarikan pikiran
kita pada prinsip moral.

3) Prinsip perenungan.
Ketika kita sudah benar-benar tidak tahan untuk meledakkan
emosi karena amarah dan perasaan tertekan, maka kita bisa
melakukan sebuah perenungan. Kita bisa menanyakan pada diri
sendiri tentang berbagai hal, misalnya apa untungnya saya marah,
apakah benar reaksi saya seperti ini, mengapa saya marah atau apakah
alasan saya marah ini sudah benar. Dengan melakukan perenungan,
maka kita akan cenderung mampu mengendalikan diri. Secara
sederhana dapat digambarkan bahwa saat emosi aktif maka logika kita
tidak jalan, sehingga saat kita melakukan perenungan atau berpikir
secara mendalam maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan
cenderung menurun.

4) Prinsip kesabaran.
Pada dasarnya emosi kita naik – turun dan timbul, tenggelam.
Emosi yang bergejolak merupakan situasi yang sementara saja,
sehingga kita perlu menyadarinya bahwa kondisi ini akan segera
berlalu seiring bergulirnya waktu. Namun hal ini tidaklah mudah
karena perlu adanya kesadaran akan kondisi emosi yang kita miliki
saat itu dan tidak terlalu larut dalam emosi. Salah satu cara yang perlu
kita gunakan adalah kesabaran, menunggu sampai emosi negatif
tersebut surut kemudian baru berpikir untuk menentukan respon yang
bijaksana dan bertanggung jawab (reaksi yang tepat).

5) Prinsip pengalihan perhatian.

20
Situasi dan kondisi yang memberikan tekanan psikologis sering
menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran yang cukup banyak bagi
seseorang untuk menghadapinya. Apabila berbagai cara (4 prinsip
sebelumnya) sudah dilakukan untuk berusaha menghadapi namun
masih sulit untuk mengendalikan diri, maka kita bisa menggunakan
prinsip ini dengan menyibukkan diri dengan pikiran dan aktifitas yang
positif. Ketika diri kita disibukkan dengan pikiran positif yang lain,
maka situasi yang menekan tersebut akan terabaikan. Begitu pula
manakala kita menyibukkan diri dengan aktifitas lain yang positif,
maka emosi yang ingin meledak akibat peristiwa yang tidak kita sukai
tersebut akan menurun bahkan hilang. Saat kita berhasil memaksa diri
memikirkan hanya hal-hal yang positif maka emosi kita akan ikut
berubah kearah yang positif juga.

B. Kerangka Berpikir

Pergaulan Teman Kontrol Diri / Self


Sebaya Control

Moral Siswa

Pergaulan antara teman sebaya dalam diartikan sebagai penunjang dalan


perkembangan dan perubahan moral dalam setiap individu, dan teman sebaya
adalah salah satu dampak yang sangat besar dalam perkembangan dan
pembentukan moral dalam diri individu. Baik buruknya moral suatu individu
dapat didapat dan dipengaruhi oleh pergaulan antara teman sebaya salah satunya,
karena dimana pergaulan ini melibatkan beberapa atau sekelompok individu yang
seumuran atau usia yang tidak jauh berbeda. Dalam kelompok ini maka akan
terjadi suatu interaksi yang dimana mereka akan menjalani sesuai apa yang
diinginkan dan apa yang menurut mereka menjadi nyaman.

Namun pada saat ini banyak sekali siswa yang mengalami atau memiliki
moral yang kurang baik, yaitu seperti membolos, merokok, berpeacaran diluar

21
batas dan bahkan saat ini tidak sedikit siswa SMP yang hamil diluar nikah dan
pada usia yang belum sewajarnya. Tetapi banyak juga siswa di masa sekarang
yang mimiliki moral yang baik pula, banyak juga yang memiliki prestasi yang
baik dan suka membantu dalam sesama dan ada juga yang jujur. Dalam hal ini
dapat dilihat bahwa setiap siswa memiliki moral yang berbeda – beda, yang salah
satunya dampaknya adalah harus pandai dalam memilih pergaulan teman sebaya.

Dalam hal ini maka pada penelitian ini menggunakan teori Self Control
atau kontrol diri, yang dimana dapat memberikan wawasan dan masukan kepada
siwa – siswi pada saat ini agar dapat memilih dalam pergaulan dan dapat
mengontrol dirinya sendiri agar tidak terjerumus kedalam dunia yang kurang baik.
disamping itu siswa juga diharapkan mapu memilha – milah antara mana yang
baik dan mana yang kurang baik sehingga siswa dapat mengontrol dirinya mau
kearah mana dan dapat membentuk moral yang baik pula bagi diri siswa itu
sendiri.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan kesimpulan pertama yang perlu diuji kebenarannya.


Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut yaitu ada peningkatan perubahan Moral Siswa dengan teknik Self Control
Pada siswa Siswa Kelas VIII SMPN 2 Wungu yang telah menjadi sampel pada
penelitian ini. Hipotesis kesimpulan pertama yang perlu diuji kebenarannya
berdasarkan kerangka berfikir diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada pengaruh teman sebaya terhadap moral siswa SMPN 2 Wungu .


2. Ada pengaruh self control terhadap moral siswa SMPN 2 Wungu.
3. Ada pengaruh teman sebaya dan self control terhadap moral siswa SMPN 2
Wungu.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Agst Sep Okt Nov Des Jan
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi Judul
2 Penentuan Judul
Pengajuan
3
Proposal
4 Analisis Data
Penyusunan
5
Laporan
a. Tempat
Peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Wungu.

b. Waktu
Waktu yang digunakan dalam observasi adalah minggu ke-3 pada bulan
Oktober untuk meminta izin kepada pihak sekolahan untuk melakukan
observasi di sekolahan tersebut apakah pihak sekolahan setujua atau tidak,
dan minggu ke-2 pada bulan Desember melakukan memyebaran data terkait
pernyataan – pernyataan yang harus diisi oleh responden.

B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah Pre Eksperiment Design.
Desain pra-eksperimental dinamakan demikian karena mengikuti langkah-langkah
eksperimental, tetapi gagal memasukan eksprimental control. Desain ini belum
merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Mengapa karna masih terdapat variabel
luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variable dependen, jadi hasil
eksperimen yang merupakan variabel dependen itu semata-mata dipengaruhi oleh
variabel independen, hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel control,
dan sampel tidak dipilih secara random.

C. Populasi dan Sample


1. Populasi

23
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek
yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya, Sugiyono
(2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII,
sejumlah 105 peserta didik di SMP 2 Wungu.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel penelitian ini penulis menggunkan teknik cluster
sampling (pengambilan sampel berdasarkan daerah populasi). teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam metodologi penelitian ini teknik pengambilan sampel yang


digunakan adalah cluster sampling (Area Sampling) dima penentuan obyek
yang akan diteliti dan sumber datanya luas, maka untuk menentukan sampel
mana yang akan dijadikan sumber data , maka penagmbilan sampel ini
berdasarkan sampel yang telah ditetapkan dan dipilih secara random.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini menggunakan teknik observasi yaitu dimana


salah satu metode dari pengumpulan suatu data dengan mengamati atau meninjau
secara cermat dan langsung di lokasi penelitian atau lapangan untuk dapat
mengetahui secara lengsung kondisi yang terjadi atau untuk membuktikan
kebenaran dari sebuah desain penelitian. Jadi Observasi menjadi salah satu dari
teknik pengumpulan sebuah data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, yang
direncanakan dan dicacat secara sistematis serta juga dapat di kontrol reliabilitas
dan validitasnya.

E. Instrumen Penelitian

24
Data yang akan diungkap dalam penelitian ini, yaitu perilaku membolos peserta
didik. Oleh karena itu instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan angket (kuesioner). Berdasarkan angket (kuesioner) untuk
mengungkap gambaran perilaku agresif secara fisik dan secara verbal. Angket
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bentuk melingkari nomor yang
merasa dia alami.

F. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam
kegiatan penelitian. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis
dan menarik kesimpulan tentang masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
analisis data yang akan digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Penggunaan
analisis deskruptif ini diharapkan akan dapat hasil pengukuran yang cermat
tentang hal- hal tertentu dalam hal ini mengenai efektifitas konseling individu
dengan menggunakan teknik observasi untuk mendapatkan informasi terkait
pergaulandan Self Control siswa di SMPN 2 Wungu.

Rumus yang digunakan adalah menggunakan rumus Arikunto (2007: 236) :


Md
t=
Σxd 2
√ N ( N−1 )

Keterangan :
Md = Mean dari deviasi (d) antar posttes dan deviasi
Xd = Perbedaan deviasi dengan mean deviasi
N = Banyak subjek
Df = atau db (n-1)

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggriana, T. M., Wardani, S. Y., & Kadafi, F. (2019). Penelitian Kuantitatif.


Universitas PGRI Madiun: Program Studi Bimbingan dan Konseling.

Susanto, A., & Aman, A. (2016). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua, Pergaulan
Teman Sebaya, Media Televisi Terhadap Karakter Siswa SMP. Harmoni
Sosial: Jurnal Pendidikan IPS, 3(2), 105-111.

Kurniawan, Y., & Sudrajat, A., (2016). Peran Teman Sebaya Dalam Pembentukan
Karakter Siswa Madrasah Tsanawiyah. Program Studi Pendidikan IPS:
Universitas Negeri Yogyakarta. 15(2), 149-163.

Gufron, M, Nur. (2003). Hubungan Kontrol Diri Dan Persepsi Terhadap


Penerapan Disiplin Orang Tua Dengan Prokrastinasi Akademik. [online],
Diakses dari https://www.damandiri.or.id. (01 Januari 2020).

Hurlock B, Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Suherman M., Masyita. (2016). Efektivitas Strategi Permainan Dalam


Mengembangkan Self-Control Siswa. Guru Bimbingan dan Konseling.

Ghufron, M.R., & Risnawita, R. (2010). Teori – Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar


Ruz Media.

Subagyo, P. Joko, S.H. (2004). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

26

Anda mungkin juga menyukai