Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM ACARA PIDANA

(Tujuan Hukum Acara Pidana)

DISUSUN OLEH :

Kelompok I

Nama : Yanti Gowa (190101039)


: Asriyani ( )
Kelas : Hesy.B
Semester : V

HUKUM EKONOMI SYARI`AH


SYARI`AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam menyelesaikan
makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulis mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum acara pidana.
Penulis berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi kita semua. Penulis menyadari
makalah bertema tujuan hukum acara perdata ini masih perlu banyak penyempurnaan karena
kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah
ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait
penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ambon, 23 November
2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................

A. LATAR BELAKANG..................................................................................................

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................

C. TUJUAN MASALAH..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................

A. PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA..............................................................

B. FUNGSI HUKUM ACARA PIDANA.......................................................................

C.TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA........................................................................

BAB III PENUTUP........................................................................................................................

A. KESIMPULAN...........................................................................................................

B. SARAN........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tanggal 24 September 1981 telah ditetapkan hukum acara pidana dengan Undang-
undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (disingkat : KUHAP) dan
diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) No. 76/1981 dan Penjelasan dalam Tambahan
lembaran Negara (TLN) No. 3209. Untuk pelaksanaan KUHAP sebelum Peraturan
Pemerintah RI No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP diundangkan, maka pada
tanggal 4 Pebruari 1982 telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehakiman tentang Pedoman
Pelaksa-naan KUHAP. Pedoman pelaksanaan ini bertujuan untuk menjamin adanya kesatuan
pelaksanaan hukum acara pidana berdasarkan KUHAP itu sendiri, yaitu sejak dari
penyidikan, penuntutan, pemutusan perkara, sampai pada penyelesaian di tingkat (lembaga)
pemsyarakatan.

Perancis menamai kitab undang-undang hukum acara pidananya yaitu “Code d’Instruction
Criminelle”, di Jerman dengan nama “Deutsche Strafpro-zessodnung”, sedangan di Amerika
Serikat sering ditemukan istilah “Criminal Procedure Rules”

B.  RUMUSAN MASALAH

1.    Pengertian Hukum Acara Pidana  ?

2.    Fungsi Hukum Acara Pidana     ?

3.    Tujuan Hukum Acara Pidana    ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA


Sebelum dikemukakan pengertian hukum acara pidana, maka terlebih dahulu dikemukakan
pengertian hukum acara, sebagaimana dikemukakan oleh R. Soeroso, bahwa “Hukum acara
adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha
mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam
hukum materiil yang berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan yang
mengabdi kepada hukum materiil”.
Demikian pula menurut Moelyatno dengan memberikan batasan tentang pengertian hukum
formil (hukum acara) adalah “hukum yang mengatur tata cara melaksanakan hukum materiel
(hukum pidana), dan hukum acara pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang
mengatur tata cara melaksanakan/ mempertahankan hukum pidana materiel.”
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang No. 8 Tahun 1981)
tidak disebutkan secara tegas dan jelas tentang pengertian atau definisi hukum acara pidana
itu, namun hanya dijelaskan dalam beberapa bagian dari hukum acara pidana yaitu antara lain
pengertian penyelidikan/penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan
pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan dan lain
sebagainya.
Beberapa sarjana telah mengemukakan tentang pengertian hukum acara pidana atau hukum
pidana formil, antara lain sebagai berikut:
R. Soesilo, bahwa pengertian hukum acara pidana atau hukum pidana formal adalah
“Kumpulan peraturan-peraturan hukum yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur soal-
soal sebagai berikut:
1.     cara bagaimana harus diambil tindakan-tindakan jikalau ada sangkaan, bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana, cara bagaimana mencari kebenaran-kebenaran tentang
tindak pidana apakah yang telah dilakukan.
2.     Setelah ternyata, bahwa ada suatu tindak pidana yang dilakukan, siapa dan cara
bagaimana harus mencari, menyelidik dan menyidik orang-orang yang disangka
bersalah terhadap tindak pidana itu, cara menangkap, menahan dan memeriksa orang
itu.
3.     Cara bagaimana mengumpulkan barang-barang bukti, memeriksa, menggele-dah
badan dan tempat-tempat lain serta menyita barang-barang itu, untuk membuktikan
kesalahan tersangka.
4.     Cara bagaimana pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim
sampai dapat dijatuhkan pidana, dan
5.     Oleh siapa dan dengan cara bagaimana putusan penjatuhan pidana itu harus
dilaksanakan dan sebagainya, atau dengan singkat dapat dikatakan: yang mengatur
tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana
material, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan
itu harus dilaksanakan.
Secara singkat dikatakan, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur
tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana
materiel, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan
itu harus dilaksanakan. Demikian pula J.C.T. Simorangkir:8 mengemukakan
pengertian hukum acara pidana yaitu “hukum acara yang melaksanakan dan
mempertahankan hukum pidana materiel”.
Sedangkan van Bemmelen9 mengemukan pengertian dengan memper-gunakan istilah ilmu
hukum acara pidana, yaitu “mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara,
karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana:
a.     negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran;
b.     sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu;
c.     mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pelaku dan kalau
perlu menahannya;
d.    mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh
pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa
terdakwa ke depan hakim tersebut;
e.     hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduh-
kan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata
tertib;
f.   aparat hukum untuk melawan keputusan tersebut;
g.   akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib itu.
B.  Fungsi, Tugas dan Tujuan Hukum Acara Pidana

1.    Fungsi Hukum Acara Pidana


Fungsi hukum acara pidana adalah menegakkan/menjalankan hukum pidana. Hukum acara
pidana beroprasi sejak adanya sangkaan tindak pidana walaupun tanpa adanya permintaan
dari korban kecuali tindakan pidana yang ditentukan lain oleh UU.

2.    Tugas Hukum Acara Pidana

Tugas pokok hukum acara pidana:


a.     Mencari kebenaran materil.(kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketetapan-ketetapan hukum acara pidana secara jujur,
tepat dengan tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan melanggar
hukum pidana dan selanjutnya minta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna
menentukan adakah bukti suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah pelakunya
bisa dipersalahkan.
b.     memeberikan putusan hakim.
c.     melaksanakan putusan hakim.
Ruang lingkup acara pidana: tata cara peradilan termasuk pengkhususannya misal peradilan
anak,  ekonomi,  dan lain-lain.

C.  TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA

Selain fungsi hukum acara pidana di atas, maka dapat dikemukakan tujuan daripada hukum
acara pidana, sebagaimana telah dirumuskan dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP tahun
1982, bahwa Tujuan dari hukum acara pidana adalah:
1.     Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
materil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat;
2.     Untuk mencari siapa pelakunya yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran
hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan;
3.     Setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala upaya hukum telah dilakukan dan
akhirnya putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka hukum acara pidana
mengatur pula pokok acara pelaksanaan dan pengawas-an dari putusan tersebut”.
Dengan demikian berdasarkan Pedoman Pelaksanaan KUHAP tersebut di atas, telah
menyatukan antara tujuan dan tugas atau fungsi hukum acara pidana, namun seharusnya
tujuan tujuan hukum acara pidana dari segi teoritis diparalel-kan dengan tujuan hukum pada
umumnya yaitu untuk mencapai “kedamaian” dalam masyarakat. Selanjutnya dalam
operasionalisasi tujuan hukum acara pidana dari segi praktis adalah untuk mendapatkan suatu
kenyataan yang ”berhasil mengurangi keresahan dalam masyarakat berupa aksi sosial yang
bersifat rasional dan konstruktif didasarkan kebenaran hukum dan keadilan hukum”.
Selain Pedoman Pelaksanaan KUHAP tahun 1982 di atas yang merumus-kan tujuan KUHAP,
juga dalam Konsideran huruf c KUHAP yang merupakan landasan atau garis-garis tujuan
yang hendak dicapai KUHAP, yaitu ”Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian
itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya
dan untuk meningkat-kan pembinaan sikap para palaksana penegak hukum sesuai dengan
fungai dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggara-
nya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”; Berdasarkan bunyi
konsideran huruf c KUHAP di atas, maka dapat dijelas-kan landasan tujuan KUHAP,
sebagaimana dikemukakan Yahya Harahap[4], sebagai berikut:
1.     Peningkatan kesadaran hukum masyarakat, artinya menjadikan setiap anggota
masyarakat mengetahui apa hak yang diberikan hukum dan undang-undang
kepadanya serta apa pula kewajiban yang dibebankan hukum kepada dirinya
2.     Meningkatkan sikap mental aparat penegak hukum, yaitu:
a)     meningkatkan pembinaan ketertiban aparat penegak hukum sesuai dengan
fungsi dan wewenang masing-masing;
b)    peningkatan kecerdasan & keterampilan teknis para aparat penegak hukum;
c)     pejabat penegak hukum yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
bermoral perikemanusiaan yang adil dan beradab.
3.     Tegaknya hukum dan keadilan ditengah-tengah kehidupan masyarakat bangsa,
yaitu:
a)     menegakkan hukum yang berlandaskan sumber Pancasila,Undang-Undang
Dasar 1945, dan segala hukum dan perundang-undangan yang tidak
bertentangan dengan sumber hukum dan nilai-nilai kesadaran yang hidup
dalam masyarakat.
b)    menegakkan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta segala nilai-nilai yang terdapat pada hukum
dan perundang-undangan yang lain, yang nilainya aspiratif dengan nilai dan
rasa keadilan masyarakat.
c)     agar tidak bergeser dari KUHAP yang telah ditentukan sebagai pedoman tata
cara pelaksanaan dan asas-asas prinsip hukumnya.
4.         Melindungi harkat dan martabat manusia, artinya manusia sebagai hamba
Tuhan dan sebagai mahluk yang sama derajatnya dengan manusia lain, harus
ditempatkan pada keluruhan harkat dan martabatnya
5.         Menegakkan ketertiban dan kepastian hukum, maksudnya arti dan tujuan
kehidupan masyarakat ialah mencari dan mewujudkan ketentraman atau
ketertiban yaitu kehidupan bersama antara sesama anggota masyarakat yang
dituntut dan dibina dalam ikatan yang teratur dan layak, sehingga lalu lintas
tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan berjalan dengan tertib dan
lancar.
Selain dalam Pedoman Pelaksanaan dan Konsideran KUHAP di atas, yang telah merumuskan
tujuan hukum acara pidana, maka beberapa pendapat dapat dikeumuakan tentang tentang
tujuan hukum acara pidana itu, sebagai berikut:
Menurut R. Soesilo, bahwa “tujuan daripada hukum acara pidana, adalah sebagai berikut
“pada hakekatnya memang mencari kebenaran. Para Penegak hukum mulai dari polisi, jaksa
sampai kepada Hakim dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara senantiasa harus
berdasar kebenaran, harus berdasarkan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi”. Lanjut
dikemukakan bahwa “Dalam mencari kebenaran ini, hukum acara pidana menggunakan
bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti kriminalistik, daktiloskop, ilmu dokter
kehakiman, photografi dan lain sebagainya, agar supaya jangan sampai terdapat kekeliruan-
kekeliruan dalam memidana orang”.
Sedangkan menurut Andi Hamzah, bahwa tujuan daripada hukum acara pidana adalah
sebagai berikut “mencari dan menemukan kebenaran material itu hanya merupakan tujuan
antara, artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia,
dalam hal ini, mencapai suatu masyarakat yang tertib, tentram, damai, adil dan sejahtera (tata
tentram kerta raharja)”.
Moch. Faisal Salam, tujuan hukum acara pidana adalah “untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

D.  PRINSIP-PRINSIP DALAM HUKUM ACARA PIDANA

1.    Prinsip Legalitas
Dalam konsiderans KUHAP huruf a, berbunyi: ”bahwa negara Republik Indonesia adalah
negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung
tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya;
2.    Prinsip Keseimbangan
Dalam konsiderans KUHAP huruf c, antara lain ditegaskan bahwa ”... dalam setiap
penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara lain:
1. perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan;
2.   perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat.
3.     Prinsip Unifikasi
Dalam konsiderans KUHAP huruf b. bahwa demi pembangunan di bidang hukum
sebagaimana termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis
Permusyawaratan.Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978) perlu mengadakan
usaha peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan
pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata
dari Wawasan Nusantara;
4.    Prinsip Differensiasi Fungsional
Yang dimaksud dengan differensiasi fungsional, adalah penjelasan dan
penegasan pembahagian tugas dan wewenang masing-masing antara jajaran
para penegak hukum secara instansional.
5.    Prinsip Saling Koordinasi
Yang dimaksud saling koordinasi yaitu built in control, artinya pengawasan
dilaksanakan berdasar struktural oleh masing-masing instansi menurut jenjang
pengawasan (span of control) oleh atasa kepada bawahan.

E.  PENAFSIRAN HUKUM ACARA PIDANA


Setelah lahirnya Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, maka hal yang tak
dapat disangkal lagi, bahwa pastilah memerlukan penafsiran atas rumusan pasal-pasalnya.
Dengan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam pasal-pasal KUHAP
itu akan dapat mencapai tujuan dari pembentukannya sesuai dengan kehendak pembentuk
undang-undang.
Hukum acara pidana dalam ilmu pengetahuan hukum pidana sering disebut sebagai hukum
pidana formal, sehingga hukum acara pidana juga merupakan suatu hukum pidana. Dalam hal
penafsiran undang-undang hukum acara pidana, maka Simons34 berpendapat bahwa
”mengenai cara menafsirakan undang-undang pidana umumnya, yaitu Hot hoofdbegins moet
zijn de wer uit zich zelf moet worden verklaard (artinya undang-undang itu pada dasarnya
harus ditafsirkan menurut undang-undang itu sendiri)”. Jadi penafsiran undang-undang secara
terbatas menurut undang-undang seperti dalam ilmu pengetahuan hukum pidana disebut
strictieve interpretatie atau strictissima interpretaio, atau sebagai strictissimae
interpretatio.       Menurut van Hamel[8] , bahwa ”Pada dasarnya untuk menafsirkan udang-
undang hukum pidana berlaku juga ketentuan-ketentuan mengenai penafsiran seperti yang
biasa dipergunakan orang untuk menafsirkan undang-undang pada umumnya.
Mengenai cara penafsiran suatu ketentuan pidana dalamsuatu undang-undang pidana Hoge
Raad di dalam arrest-nya, yaitu tanggal 12 Nopember 1900, W. 7525 dan tanggal 21 Januari
1929, N.J. 1929 hal. 709, W. 11963, telah memutuskan antara lain ”bij uitlegging van een op
zich duidelijke bepaling mag eendaarvan afwijkende bedoeling van den wetgever niet in
aanmerking komen (artinya pada waktu menafsirkan suatu ketentuan yang sudah cukup jelas
itu, orang tidak boleh menyimpang dari pengertian seperti yang telah dimaksudkan oleh
pembentuk undang-undang)”.
Dalam menafsirkan undang-undang hukum acara pidana dengan metode-metode penafsiran
sebagaimana yang telah dipergunakan pada umunya, kecauli penggunaan metode penafsiran
secara analogis dan metode penafsiran secara ekstensif, hingga kini belum terdapat suatu
communis opinio doctorum atau suatu kesamaan pendapat diantara para ahli hukum, yaitu
tentang boleh tidaknya metode-metode penafsiran tersebut dipergunakan untuk menafsirkan
undang-undang pidana.
Apabila kita membaca seluruh rumuasan pasal-pasal dalam KUHAP, maka tak satupun
rumusan pasal-pasalnya yang memberikan kemungkinan atau mengizinkan orang untuk
memberikan arti atau penafsiran yang lain kepada perkataan-perkataan yang telah
dipergunakan oleh pembentuk undang-undang di dalam rumusan pasal-pasalnya. Jadi segala
perkataan-perkataan yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal KUHAP itu selalu
ditafsirkan sesuai arti yang telah dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
“Hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman
dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan
hukum dalam hukum materiil yang berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan
yang mengabdi kepada hukum materiil”.
Demikian pula menurut Moelyatno dengan memberikan batasan tentang pengertian hukum
formil (hukum acara) adalah “hukum yang mengatur tata cara melaksanakan hukum materiel
(hukum pidana), dan hukum acara pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang
mengatur tata cara melaksanakan/ mempertahankan hukum pidana materiel.”
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang No. 8 Tahun 1981)
tidak disebutkan secara tegas dan jelas tentang pengertian atau definisi hukum acara pidana
itu, namun hanya dijelaskan dalam beberapa bagian dari hukum acara pidana yaitu antara lain
pengertian penyelidikan/penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan
pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan dan lain
sebagainya.Setelah penyusun mengadakan pembahasan terhadap proses penyelesaian perkara
di sidang pengadilan, akhirnya penyusun menarik kesimpulan sebagai berikut: 
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

Adji, H. Oemar Seno, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi), Erlangga, Jakarta, 1981.

Farid, Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Pen. Sinar Grafika, Jakarta, 1995.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Jilid I), Pustaka


Kartini, Jakarta, 1993.

Anda mungkin juga menyukai