Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK


“Uterine Bleeding”

Dosen Pengampu
Dr. Wiwin Herdwiani, M.Sc., Apt.

KELOMPOK A.1.4
DISUSUN OLEH:

Andri Adi Pradana (1820353874)


Andri Apriandi Rachman (1820353875)

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXV


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal
dalam hal jumlah, frekuensi, dan lamanya yang terjadi baik di dalam maupun di luar
siklus haid, merupakan gejala klinis yang semata-mata karena suatu gangguan
fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis ovariumendometrium tanpa
adanya kelainan organik alat reproduksi.

B. Patofisiologi
 Siklus berovulasi: Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari
pertama siklus haid. Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme
hemostasis lokal di endometrium.
 Siklus tidak berovulasi: Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang
disebabkan oleh gangguan pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium.
Adanya siklus tidak berovulasi menyebabkan efek estrogen tidak terlawan
(unopposed estrogen) terhadap endometrium. Proliferasi endometrium terjadi
secara berlebihan hingga tidak mendapat aliran darah yang cukup kemudian
mengalami iskemia dan dilepaskan dari stratum basal.
 Efek samping penggunaan kontrasepsi: Dosis estrogen yang rendah dalam
kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK) menyebabkan integritas
endometrium tidak mampu dipertahankan. Progestin menyebabkan
endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan
perdarahan bercak. Pada pengguna alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis.

C. Pemeriksaan
 Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk:

Menilai Menyingkirkan
 Indeks massa tubuh (IMT >27  Kehamilan, kehamilan ektopik,
termasuk obesitas) abortus, penyakit trofoblas
 Tanda-tanda hiperandrogen  Servisitis, endometritis
(hirsutisme, jerawat)  Polip dan mioma uteri
 Pembesaran kelenjar tiroid atau  Keganasan serviks dan uterus
manifestasi hipo/hipertiroid  Hiperplasia endometrium
 Galaktorea (kelainan  Gangguan pembekuan darah
hiperprolaktinemia)  Penyebab iatrogenic (penggunaan
 Gangguan lapang pandang (karena kontrasepsi hormone steroid,, terapi
adenoma hipofisis) pengganti hormone)
 Tanda-tanda anemia atau kehilangan
banyak darah
 Pemeriksaan ginekologis (papsmear,
skrining PMS)

 Faktor risiko keganasan


endometrium (obesitas, nulligravida,
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat
keluarga, SOPK)

 Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap smear
atau skrining Penyakit Menular Seksual dan harus disingkirkan kemungkinan adanya
mioma uteri, polip, hyperplasia endometrium atau keganasan.
 Pemeriksaan penunjang

Primer Sekunder Tersier


Pemerik Laboratorium Hb Darah lengkap Prolaktin
saan Tes kehamilan Hemostasis Tiroid
Penunja urin (BT-CT, (TSH,FT4)
ng lainnyasesuai DHEAS,
fasilitas) Testosteron,
Hemostasis
(PTaPIT,
fibrinogen,
D-dimer)
USG USG USG
transabdominal transabdomi
USG nal
trasnvaginal USG
SIS trasnvaginal
Doppler
Penilaian Mikrokuret Mikrokuret /
endometrium D&K D&K
Histeroskopi
Endometrial
sampling
(hysteroscop
y guided)
Penilaian IVA Pap smear Pap smear
serviks (bila Kolpokopi
ada patologi)

D. Pola Perdarahan Uterus Disfungsional


1. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran
reproduksi, penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis PUD
ditegakkan per ekslusionam.
2. Perdarahan akut dan banyak merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah
darah haid > 1 tampon per jam dan atau disertai dengan gangguan
hipovolemik.
3. Perdarahan ireguler meliputi metroragia, menometroragia, oligomenore,
perdarahan haid yang lama (> 12 hari), perdarahan antara 2 siklus haid dan
pola perdarahan lain yang ireguler. Pasien usia perimenars yang mengalami
gangguan haid tidak dimasukkan dalam kelompok ini karena kelainan ini
terjadi akibat belum matangnya poros hipothalamus –hipofisis – ovarium.
4. Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah haid > 80
cc atau lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya terjadi >
12 hari harus dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan ireguler.
5. 5Perdarahan karena efek samping kontrasepsi dapat terjadi pada pengguna
PKK, suntikan depo medroksi progesteron asetat (DMPA) atau AKDR.
Perdarahan pada pengguna PKK dan suntikan DMPA kebanyakan terjadi
karena proses perdarahan sela. Infeksi Chlamydia atau Neisseria juga dapat
menyebabkan perdarahan pada pengguna PKK. Sedangkan pada pengguna
AKDR kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis.

E. Tatalaksana
Tujuan tatalaksana perdarahan uterus disfungsional adalah memperbaiki
keadaan umum, menghentikan perdarahan, mengembalikan fungsi hormone
reproduksi, dan menghilangkan ancaman keganasan. Perdarahan berat dapat diterapi
dengan obat hormonal dan non-hormonal. Terapi non-hormonal digunakan saat
menstruasi untuk mengurangi kehilangan banyak darah. Perdarahan jangka panjang
dapat diterapi dengan obat hormonal yang meregulasi siklus dan menurunkan episode
perdarahan, melindungi endometrium dari risiko hyperplasia atau karsinoma.
1. Terapi Farmakologi
Non-hormonal
 AINS
AINS ditujukan untuk menekan pembentukan siklooksigenase, akan
menurunkan kadar prostaglandin endometrium yang meningkat pada penderita
gangguan haid. AINS mengurangi jumlah darah haid 20-50%. Contohnya
adalah asam mefenamat.
 Agen Fibrinolitik
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi
fibrin degradation products (FDPs). Kadar prostaglandin E2 dan F2 meningkat
pada wanita dengan perdarahan menstruasi berat. Contoh obatnya adalah asam
traneksamat
Hormonal
 Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan
yang digunakan adalah EEK (Estrogen ekuin konjugasi), dengan dosis 2.5
mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam.
 PKK (Pil Kontrasepsi Kombinasi)
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi
akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan
akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama
3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1
tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama
3 bulan.

 Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel
endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek
biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan estradiol.
 Androgen
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel
endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek
biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan estradiol.
 Gonadotropine Releasing Hormon (GnRH) agonist
Pemberian obat ini biasanya ditujukan untuk membuat penderita menjadi
amenorea. Dapat diberikan leuprolide acetate 3.75 mg intra muskular setiap 4
minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan. Apabila
pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi
estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy).

2. Terapi non-farmakologi
Perubahan gaya hidup
 Diet
Membatasi asupan energi dari lemak total, menggeser konsumsi lemak jenuh,
meningkatkan konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayuran,
bijibijian, dan kacang-kacangan, dan membatasi asupan gula dan garam.
Tindakan operatif
 Dilatasi & Kuretase
Jenis operatif tahap ringan pada PUD untuk tujuan menghentikan perdarahan.
 Ablasi Endometrium
Jenis operatif ablasi pada lapisan endometrium dengan meluruhkan lapisan
endometrium dengan cara laser, ablasi thermal, pembekuan, dan cairan
listrik. Endometrium akan hilang permanen sehingga penderita akan
mengalami henti haid yang cukup lama.
 Histerektomi
Jenis operatif pada perdarahan hebat berulang atau jika tindakan ablasi
endometrium gagal.
BAB II
KASUS

KASUS 4 : Uterin Bleeding

Nama Pasien : Ny. L

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Anggrek 58 Solo

Umur : 52 thn

BB/TB : 58/165

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Swasta

Status Perkawinan : Menikah

Cara Masuk RS : Diantar keluarga

Riwayat pasien masuk rumah sakit:

Ny L dirawat dirumah sakit dengan keluhan perdarahan pada jalan rahim disertai nyeri perut.
Pasien sudah tiga bulan terakhir mengalami keluhan ini dan selama ini diatasi dengan Asam
mefenamat 3x1. Tetapi akhir akhir ini perdarahan semakin hebat dan nyeri tidak reda. Hasil
pemeriksaan dokter intravagina tidak terdapat fibroid maupun endometriosis, sedangkan hasil
pemeriksaan hormonal terdapat hormon estrogen kurang dari normal.

Anamnese TD : 160/140

Pemeriksaan fisik : letih, pucat, demam, kesadaran menurun dan nyeri

Diagnosa : Uterine Bleeding

Riwayat penyakit terdahulu : Perdarahan di jalan rahim

Riwayat alergi :-
PENYELESAIAN KASUS

FORM DATA BASE PASIEN


UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.L No Rek Medik :-
Umur : 52 tahun Dokter yg merawat :-
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Jl.Anggrek 58 Solo
Pekerjaan : Swasta
Sosial :-
Riwayat masuk RS : Uterine bleeding
Riwayat penyakit terdahulu : -
Riwayat sosial :
Kegiatan
Pola makan / diet
- Vegetarian -
Merokok Tidak
Meminum alkohol Tidak
Meminum obat herbal Tidak

Riwayat alergi :-

Riwayat keluarga :-

Tanda vital :
Parameter 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6
TD (mmHg) 120/80 110/80 110/80 110/80 110/80
Suhu (°C) 40 40 37,6 36,5 36,5
Denyut nadi (/menit) 92 84 80 80 82
RR (/menit) 20 20 20 20 20

Kondisi Klinis 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6


Lemah +++ ++ ++ - -
Nyeri perut +++ +++ +++ ++ ++
Mual muntah - - - - -
Kondisi klinis pasien:

Keluhan / tanda umum :


No. Subjektif Objektif Nilai Nilai normal Interpretasi
10/6 12/6
1. Perdarahan Hb 6 8 14-18 g/dl Dibawah normal
pada jalan Leukosit 6,4 4,7 4-11 x 103/UL Normal
rahim, nyeri Trombosit 182 206 150-450 x 103/UL Normal
perut Eritrosit 3,92 4,35 4,7-6,1 X 106/UL Dibawah normal
HCT 24,2 30,8 42-52% Dibawah normal
2. Letih, MCV 82,6 - 80-94 fL Normal
pucat, MCH 28,3 - 27-22 pq Normal
demam, BUN 12 - 62 mg/dL Normal
kesadaran Cr 0,2 - 0,6-1,3 mg/dL Normal
menurun, Na 144 - 136-145 mmol/L Normal
nyeri K 3,6 - 3,5-5,1 mmol/L Normal
Cl 107 - 98-107 mmol/L Normal
GDS 123 - 80-120 mg/dL Normal
Total protein 6,83 - 6,4-8,3 g/dL Normal
Albumin 1,42 - 3,97-4,94 g/dL Dibawah normal
SGOT 98 - ≤32 Diatas Normal
SGPT 112 - <33 Diatas Normal

Terapi di bangsal:
Nama obat Signa 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6
Infus NaCl 0,9% 20 tpm v v v v -
Ranitidin 3 x 1 tab v v v v v
Paracetamol 3 x 1 tab v v v v v
Estrogen 3 x 1 tab v v v v v
Sangobion 3 x 1 tab v v v v v
Asam folat 3 x 1 tab v v v v v
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI
No Nama obat Indikasi Dosis Rute Interaksi ESO Outcome terapi
pemberian
1. Infus NaCl 0,9% Perawatan untuk - IV - Infeksi pada tempat Kadar elektrolit normal
kehilangan cairan penyuntikan, thrombosis
kadar Na, K, Mg yang vena atau flebitis yang
rendah. meluas dari tempat
penyuntikan, ekstravasasi.
2. Ranitidin Mengobati ulkus 3 x 1 tab Per oral - Sembelit atau diare, Mencegah ulkus peptic
lambung dan pusing, mual, reaksi
duodenum alergi, gangguan
pernafasan
3. Paracetamol Aalgetik dan 3 x 1 tab Per oral - Reaksi alergi, hipotensi, Suhu tubuh turun dan
antipiretik kerusakan hati dan ginjal nyeri turun
4. Estrogen Mengatasi gejala 3 x 1 tab Per oral - Nyeri payudara, Hormon estrogen
defisiensi estrogen disminore, flek, payudara meningkat
menjadi lunak, kaki kram,
depresi, vaginitis,
perubahan berat badan
(meningkat atau
menurun), peningkatan
trigliserida
5. Sangobion Membantu proses 3 x 1 tab Per oral - Mual, pusing Angka Hb, Hct dan
pembentukan Hb dan eritrosit meningkat
sel darah merah
6. Asam folat Mengobati defisiensi 3 x 1 tab Per oral - Reaksi alergi, mual, Angka Hb, Hct dan
asam folat kembung, nyeri perut eritrosit meningkat
ASSESMENT
PROBLEM MEDIK SUBYEKTIF OBYEKTIF TERAPI DRP
Pendarahan pada jalan Nyeri perut, demam Pemeriksaan hormonal: Estrogen 3 x 1 tablet PO Terapi kurang tepat
rahim Hasil pemeriksaan dokter: Hormon estrogen kurang Paracetamol 3 x 1 PO
Intra vagina (-) dari normal (150 pg/ml)
Endometriosis (-)
Fibroid (-)

Anemia Letih, pucat, kesadaran Hb 6 g/dL Sangobion 3 x 1 tablet PO Terapi kurang tepat
menurun Eritrosit 3,92 Asam folat 3 x 1 tablet PO
Hct 24,2

demam Suhu 40o C Paracetamol 3x1 PO Terapi perlu dimonitoring

- - - Ranitidine 3 x 1 tablet PO Terapi tanpa indikasi


CARE PLAN
1. Pasien Ny. L terdiagnosa uterin bleeding dengan gejala perdarahan pada jalan rahim,
nyeri perut dan demam. Terapi lini pertama menggunakan EEK (Estrogen ekulin
konyugasi) 2.5 mg per oral setiap 4-6 jam. Pasien sudah mendapatkan terapi estrogen
3x1 tab peroral tapi peradarhan tidak berhenti, sehingga direkomendasikan untuk
menambahkan terapi Asam traneksamat 3x1 tablet untuk menghentikan perdarahan
pada jalan rahim.
Stop perdarahan dengan EEK 2,5 mg per oral setiap 4-6 jam (rekomendasikan B),
ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-6 jam untuk mengatasi
mual. Asam traneksamat 3x1 gram dapat diberikan bersama EEK.
2. Pasien mengalami nyeri perut dari hari pertama masuk RS hingga hari kelima,
sehingga terapi Paracetamol kurang tepat. Menurut guidline Panduan Tatalaksana
PUD untuk mengatasi nyeri diterapi dengan Asam mefenamat 3x500 mg. Sehingga
terapi paracetamol dihentikan dan diganti dengan Asam mefenamat 3x500 mg
peroral.
3. Karena suhu pasien pada hari 1 dan 2 adalah 40 o C, Untuk penanganan demam nya
masih bisa diberikan terapi paracetamol tetapi harus sangat dimonitoring karena dikaji
dari data lab yaitu SGPT dan SGOT, dilihat bahwa nilainya 98 dan 112 hal ini sangat
berbahaya terhadap organ hati pasien apabila tetap menggunakan paracetamol dalam
jangka waktu yang lama yang mana efek samping dari paracetamol yaitu
hepatotoksik.
4. Untuk pemakaian Ranitidin sebenarnyaa tidak perlu karena pada pasien tidak terdapat
adanya gejala ulkus peptik dan tidak memiliki riwayat ulkus peptik sebelumnya,
tetapi karena pada penanganan nyerinya kami merekomendasikan mengganti dengan
asam mefenamat sehingga Ranitidin tetap diperlukan untuk mengatasi efek samping
dari asam mefenamat yaitu ulkus peptik
5. Pasien mengalami anemia ditandai dengan nilai Hb, Hct dan eritrosit kurang dari
normal, sehingga terapi yang diberikan Asam folat dan Sangobion tidak tepat untuk
membantu menaikan kadar Hb, Hct dan eritrosit dalam darah. beberapa literature
menyebutkan bahwa pemberian PRC diberikan apabila kadar hemoglobin < 7 g/dl,
sehingga kami merekomendasikan untuk memberikaqn terapi PRC

MONITORING
1. Monitoring pemeriksaan tanda vital, seperti tekanan darah pada range normal 90-
120/60-80 mmHg, suhu badan 36-37,5 °C, HR 60-100, RR 14-20
2. Monitoring pemeriksaan laboratorium sesuai dengan nilai normal.

Parameter Nilai normal


Hemoglobin 14-18 g/dL
Hematokrit 42-52 %
Trombosit 150.000-450.000/uL
Eritrosit 4,7-6,1 x 106/uL
GDS 80-120 mg/dL
Albumin 3,97-4,94 g/dL
SGOT <32
SGPT <32

3. Monitoring parameter-parameter lain, seperti kadar Fe (normal 80-180 ug/dL), asam


folat (kebutuhan 20 mg)
4. Monitoring kepatuhan minum obat untuk meningkatkan keberhasilan terapi
5. Monitoring keberhasilan terapi dilihat berdasarkan berkurangnya gejala-gejala yang
dialami pasien seperti nyeri perut, demam, perdarahan, lemas, dan pemeriksaan
laboratorium menunjukkan nilai normal atau mendekati normal, menunjukkan bahwa
penggunaan obat-obatan yang dipilih adekuat
6. Monitoring efek samping obat

Obat ADR Monitoring


Estrogen Disminore, flek Siklus haid
Asam traneksamat Sakit kepala, nyeri Keparahan dan frekuensi
nyeri
Asam mefenamat Ulkus GI, mual, muntah Keparahan dan frekuensi
nyeri

KIE (KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI)

1. Memberitahukan tentang penyakit Dysfunctional Uterine Bleeding atau perdarahan uterus


disfungsional, faktor risiko, tanda dan gejala, sehingga pasien mengetahui penyakitnya
dan dapat melaksanakan pengobatan dengan baik.

2. Memberitahukan kepada pasien tentang penggunaan obat.

3. Memberitahukan kepada pasien tentang efek samping terhadap penggunaan obat yang
telah disebutkan pada monitoring.
4. Memberitahukan kepada pasien bahwa obat harus dikonsumsi secara rutin dan sesuai
aturan pakai untuk mencegah kekambuhan perdarahan atau kemungkinan terjadi ancaman
keganasan.

5. Memberitahukan kepada pasien tentang terapi non farmakologi yang telah disebutkan
pada Care Plan guna peningkatan keberhasilan terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro JT et al. 2008. Pharmacotherapy : A Pathopysiologic Approach, 7th Edition. McGraw-Hill,


New York.

Hestiantoro A, Wiweko B. 2007. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsional. Jakarta:


POGI.

Anda mungkin juga menyukai