1. 3 Aspek penegakkan hukum menurut Gustav Radbruch
Menurut Gustav Radbruch terdapat tiga (3) unsur utama/tujuan dalam penegakan hukum, yaitu keadilan (Gerechtigkeit), kepastian hukum (Rechtssicherheit) dan kemanfaatan (Zweckmaβigkeit). Kepastian hukum oleh setiap orang dapat terwujud dengan ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, dimana setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Kepastian hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum. Positivisme hukum berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada peristiwa yang konkrit. Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Apabila penegak hukum menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfaatan dan kepastian hukum dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat berjalan dengan baik. Demikian pula sebaliknya jika menitik beratkan kepada nilai kemanfaatan sedangkan kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan, maka hukum itu tidak jalan. Idealnya dalam menegakkan hukum itu nilai-nilai dasar keadilan yang merupakan nilai dasar filsafat dan nilai-nilai dasar kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta nilai dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis harus diterapkan secara seimbang dalam penegakan hukum. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum selain kepastian dan kemanfaatan yang paling banyak dibicarakan. Idealnya hukum harus mengakomodasikan ketiganya. Namun ada yang berpendapat bahwa keadilan merupakan tujuan yang paling penting bahkan satu-satunya. Contohnya seorang hakim Indonesia, Bisma Siregar mengatakan “bila untuk menegakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum, akan saya korbankan hukum. kemamfaatan hukum yang perlu diperhatikan, karena semua orang mengharapkan adanya mamfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyarakat. Karena kalau kita berbicara tentang hukum kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang terkadang aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan prinsip tersebut diatas, saya sangat tertarik membaca pernyataan Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa : keadilan memang salah satu nilai utama, tetapi tetap disamping yang lain-lain, seperti kemanfaatan (utility, doelmatigheid). Olehnya itu didalam penegakan hukum, perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional. 2. Jelaskan Mengapa terjadi hubungan ketegangan Berdasarkan teori Gustav Radbruch bahwa hukum dituntut untuk memenuhi 3 nilai dasar, yaitu keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum dimana diantara nilai-nilai tersebut terdapat suatu ketegangan antara satu sama lain (Spannungverhaltniss). Keadaan tersebut dikarenakan ketiga nilai mempunyai tuntutan yang berbeda dan berpotensi untuk bertentangan satu sama lain. Apabila kepastian hukum diambil sebagai contoh, maka nilai kepastian hukum menggeser nilai keadilan dan nilai kegunaan kesamping. Karena yang utama bagi kepastian hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. Apakah peraturan tersebut harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah di luar dari apa yang diutamakan oleh nilai kepastian hukum. Pandangan Gustav Radbruch secara umum diartikan bahwa kepastian hukum tidak selalu harus diberi prioritas pemenuhannya pada tiap sistem hukum positif, seolah- olah kepastian hukum itu harus ada lebih dulu, baru kemudian keadilan dan kemanfaatan. Gustav Radbruch kemudian meralat teorinya bahwa ketiga tujuan hukum sederajat Oleh karena itu, Radbruch berpedapat bahwa hukum sebagai pengemban nilai keadilan dapat menjadi ukuran bagi adil atau tidaknya tata hukum. sebab, nilai keadilan jga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutifbagi. Kemudian juga bahwa antara nilai-nilai dasar hukum dapat terjadi ketegangan.Ketegangan tersebut muncul pada saat hukum tersebut diterapkan dalam proses persidangan di pengadilan. Hal ini terjadi karena dalam proses penerapan hukum di Pengadilan terdapatfaktor yang mempengaruhi para penegak hukum, diantaranya adalah norma yang berlakubagi mereka yang ditetapkan oleh pembuat Undang- Undang serta kekuatan sosial dan pribadi. 3. Dalam penegakan hukum di Indonesia harus dipertimbangkan persoalan struktur dan masyarakat Indonesia yang unik dan majemuk ( plural societies). Perbedaan suku, agama, adat, budaya dll, serta lapisan sosial yang ketat, perbedaan latar belakang agraris dan industri. Oleh karena itu, dikenal melalui pendapat Fred W Riggs, tentang masyarakat prismatic (social society). Jelaskan kedua istilah tersebut dan uraikan selengkap-lengkapnya ! Masyarakat model prismatik yang pertama kalinya ditulis oleh Fred W. Riggs dalam bukunya yang berjudul Administration in Developing Countries, The Prismatic Society. Konsep masyarakat model prismatik digambarkan sebagai masyarakat yang dalam perkembangannya berada di antara dua kutub ekstrim dalam suatu kontinum masyarakat tradisional atau terpusat dan masyarakat modern atau terpencar, bentuk maysarakat ini terdapat di negara-negara berkembang (Riggs, 1994: 31). Model masyarakat priismatik ini juga dijelaskan oleh M. Munandar Soelaiman dalam bukunya yang berjudul Dinamika Masyarakat Transisi; Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan, sebagai masyarakat peralihan (transisi) dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri (Soelaiman, 1998:31). Masyarakat transisi yang berada di antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern, masyarakat dengan heterogenitasnya yang tinggi, menyangkut keragaman agama beserta aliran-alirannya, partai politik, organisasi massa, kelompok-kelompok dalam strata ekonomi, status sosial, ragam etnis dan budaya, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Ishomuddin dalam bukunya yang berjudul Agama Produsen Realitas: Tafsir Islam – Tradisi, Masyarakat Model Prismatik, menjelaskan bahwa masyarakat prismatik dapat dikatakan sebagai masyarakat campuran antara nilai tradisional dan proses modernisasi di mana terjadi tum pang tindih (overlapping) di antara kedua nilai tersebut (Ishomuddin, 2007:152). Masyarakat tradisional mempunyai tradisi sebagai warisan dari generasi sebelumnya secara turun temurun, dijaga agar tidak terjadi perubahanperubahan. Fred. W.Riggs (1966) menyebutkan beberapa ciri masyarakat majemuk, antara lain: (1) Munculnya kelompok-kelompok elit yang merasa berkuasa (free riders); (2) Adanya sistem komunal, clect dan pemusatan-pemusatan kekuasaan (birokrasi); (3) Banyaknya norma-norma yang bertentangan dan membingungkan (anomie, permissif); (4) Adanya kelemahan dan kelonggaran dalam sistem kekuasaan dan pengawasan; (5) Adanya rintangan-rintangan yang komplek dan ketergantungan pada syndrome; (6) Heteroginity, formalism, overlapping, nepotism, poly normativism and lack of concencus, power distribution authority versus control. REFRENSI 1. Supriyono, S.H., M.Hum, TERCIPTANYA RASA KEADILAN, KEPASTIAN DAN KEMANFAATAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT, Journal Ilmiah Fenomena, Volume XIV, Nomor 2, November 2016: 1567-1582 2. Fred W Riggs dalam Adminisitrasi Negara-negara Berkembang. Teori Masyarakat Prismatik. Jakarta, CV Rajawali. 3. Dr. Moh. Muzakki, MSi, PRISMATIC POLICY MENUJU EQUILIBRIUM POLITIK: ANALISIS EKONOMI POLITIK KEBIJAKAN SISTEM PEMILU DI Indonesia.https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/HERITAGE/article/download /810/665 4. http://eprints.umm.ac.id/54300/3/BAB%20II%20.pdf