Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

WOMAN EMPOWERMENT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Kebidanan
Dosen Pembimbing : Rohmi Handayani, M. Keb

Disusun Oleh :

1. Dina Okta Pawitrasari


(P277224020054)
2. Iin Indriani

(P277224020059)
3. Intan Pramesti Kusuma Murti (P277224020061)
4. Muza Ain (P277224020071)
5. Kartika Familia Wati (P277224020063)
6. Qonitah Dhaimahwati (P277224020077)
7. Rusmiati (P277224020081)
8. Severiana Jinni Kartika S (P277224020082)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN


DAN PROFESI KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2020
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Millennium Development Goals (MDGs) terdapat tiga tujuan yaitu


mendorong kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan (womant
empowerment), dan Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar yang menjadi indicator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak
laki-laki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya
sudah mencapai target, dengan rasio 99,4% di sekolah dasar, 99,9% di sekolah
lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan
tinggi. Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki
untuk usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target
dengan rasio 99,9%. Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja
berupah di sektor non-pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan.
Nilainya saat ini hanya 33%. Indikator keempat adalah proporsi perempuan di
dalam parlemen, dimana proporsinya saat ini hanya 11,3% (Suzetta, 2007).
Perempuan adalah makhluk Bio-Psiko-Sosial-Kultural dan Spiritual yang
utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Setiap perempuan merupakan pribadi yang
mempunyai hak, kebutuhan serta harapan (Sofie, 2011).
Perempuan mengambil tanggung jawab terhadap kesehatannya dan
keluarganya melalui pendidikan dan konseling dalam dalam membuat
keputusan. Perempuan mempunyai hak untuk memilih dan memutuskan tentang
siapa yang memberi asuhan dan dimana tempat pemberian asuhan. Sehingga
perempuan perlu pemberdayaan dan pelayanan untuk memperoleh pendidikan
dan informasi dalam menjalankan tugasnya (Hidayat, dkk, 2009).
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan
kesehatan, kepada masyarakat khususnya perempuan. Bidan diakui sebagai
tenaga profesional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai
mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama
masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas
tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan
bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,
deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau
bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan
(Kurnia, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian empowerment woman ?
2. Apa saja tujuan empowerment woman ?
3. Apa saja prinsip – prinsip dasar pemberdayaan perempuan?
4. Apa permasalahan dan tantangan empowerment woman di Indonesia?
5. Bagaimana peran bidan dalam pemberdayaan perempuan?
6. Bagaimana pendekatan hukum dalam upaya pemberdayaan perempuan
(Empowerment woman)?
7. Program pemerintah dalam pemberdayaan perempuan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Woman Empowerment


Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya
kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat
sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan
dari empowerment dalam bahasa inggris.
Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment menurut Merrian
Webster dalam Oxford English Dictionary mengandung dua pengertian :
1. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai
memberi kecakapan/kemampuan atau memungkinkan
2. Togive power of authority to, yang berarti memberi kekuasaan.
Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah
istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran
bahwa faktor manusia memegang peran penting dalam pembangunan.
Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono (1998 :46)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebagi
berikut : “membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi
orang kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-
keputusannya dan tindakan – tidakannya.”
Sementara dalam sumber yang sama, Carver dan Clatter Back (1995 : 12)
mendevinisikan pemberdayaan sebagai berikut “upaya member keberanian
dan kesempatan pada individu untuk mengambil tanggung jawab perorangan
guna meningkatkan dan memberikan kontribusi pada tujuan organisasi.”
Pemberdayaan sebagai terjemahan dari “empowerment” menurut sarjana
lain, pada intinya diartikan sebagai berikut, “membentuk klien memperoleh
daya untuk mengambil keputusan dan mementukan tindakan yanga akan ia
lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan
pribadi dan social dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
ia miliki, antara lain transfer daya dari lingkungan.”

Sementara Shardlow (1998 : 32) mengatakan pada intinya :


“pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka”.
Empowerment Woman (Pemberdayaan Perempuan) adalah upaya untuk
memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, social,
budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya
diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan
masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.
Pendidikan Perempuan merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam
rangka transformasi pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, nilai, dan
budaya pada kaum perempuan agar dapat mempertahankan kehidupan,
memahami keseimbangan antara hak dan kewajiban, meningkatkan daya saing
sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam program pembangunan nasional.
Program pendidikan perempuan berada pada Sub. Direktorat Pendidikan
Perempuan, Direktorat Jenderal Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal
Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional.

B. Tujuan Woman Empowerment


Tujuan Program Pendidikan Perempuan adalah Perempuan semua usia
yang tidak memiliki kemampuann/keterampilan, miskin dan rawan terhadap
tindak diskriminasi/kekerasan/trafiking.
Tujuan pemberdayaan perempuan sebagian meliputi:
1. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan di berbagai
bidang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
2. Meningkatkan peran perempuan sebagai pengambil keputusan
dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
3. Meningkatkan kualitas peran kemandirian organisasi
perempuan dengan pempertahankan nilai persatuan dan kesatuan
4. Meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga yang
memperjuangkan kesetaraan dam keadilan gender
5. Mengembangkan usaha pemberdayaan perempuan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta perlindungan anak.

C. Prinsip – Prinsip Pemberdayaan Perempuan


Untuk mendorong pemberdayaan perempuan melalui perusahaan, UN
Women dan UN Global Compact telah menyusun Prinsip-Prinsip
Pemberdayaan Perempuan (WEPs) sebagai serangkaian prinsip bagi
perusahaan mengenai cara memberdayakan perempuan di tempat kerja, tempat
kegiatan usaha, dan komunitas. Pada Mei 2018, terhitung lebih dari 1.900
pemimpin bisnis dari seluruh dunia telah menandatangi deklarasi untuk
mendukung WEPs, 11 di antaranya berasal dari Indonesia.
Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Perempuan (WEPs) terdiri dari tujuh prinsip,
yaitu:
1. Kepemimpinan yang Mendukung Kesetaraan Gender
a. Tegaskan dukungan dari tingkat tinggi dan arahkan kebijakan tingkat
puncak bagi kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
b. Tetapkan tujuan dan target untuk kesetaraan gender yang berlaku bagi
seluruh perusahaan dan masukkan progres dalam hal tersebut sebagai
faktor dalam evaluasi kinerja manajer.
c. Libatkan pemangku kepentingan internal dan eksternal dalam
penyusunan kebijakan perusahaan, program, dan rencana implementasi
yang memajukan kesetaraan.
d. Pastikan semua kebijakan bersifat sensitif gender – dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang memiliki dampak berbeda
terhadap perempuan dan laki-laki – dan bahwa budaya perusahaan akan
memajukan kesetaraan dan inklusi.
2. Kesetaraan Peluang, Inklusi, dan Nondiskriminasi
a. Berikan remunerasi setara, termasuk tunjangan, untuk pekerjaan dengan
nilai setara dan usahakan untuk memberikan upah yang layak untuk
hidup normal kepada semua perempuan dan laki-laki.
b. Pastikan bahwa kebijakan dan praktik di tempat kerja bebas dari
diskriminasi berbasis gender.
c. Laksanakan praktik perekrutan dan retensi yang sensitif gender dan
secara proaktif rekrut dan angkat perempuan ke posisi manajerial dan
eksekutif dan ke jajaran dewan direksi perusahaan.
d. Pastikan cukup banyak perempuan yang ikut serta – 30% atau lebih –
dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan perusahaan di semua
tingkat dan di semua departemen perusahaan.
e. Tawarkan pilihan kerja yang fleksibel, kesempatan mengundurkan diri,
dan bergabung kembali dengan gaji dan status yang setaraf
f. Dukung akses untuk memperoleh fasilitas penitipan anak dan tunjangan
perawatan bagi anggota keluarga tanggungan karyawan (dependent care)
dengan memberikan layanan, sumber daya, dan informasi kepada
karyawan perempuan dan laki-laki.
3. Kesehatan, Keamanan dan Bebas dari Kekerasan
a. Dengan mempertimbangkan perbedaan dampak yang dirasakan
perempuan dan laki-laki, berikan kondisi kerja yang aman dan
perlindungan dari paparan bahan-bahan berbahaya dan ungkapkan risiko
potensial, termasuk terhadap kesehatan reproduksi.
b. Berlakukan kebijakan yang tidak menoleransi sedikit pun semua bentuk
kekerasan di tempat kerja, antara lain kata-kata kasar dan/atau
penganiayaan fisik dan cegah pelecehan seksual.
c. Berusaha untuk menawarkan asuransi kesehatan atau layanan lain yang
dibutuhkan – antara lain pada penyintas kekerasan dalam rumah tangga
– dan pastikan semua karyawan memperoleh akses yang sama untuk hal-
hal tersebut.
d. Hormati hak pekerja perempuan dan laki-laki untuk mengambil libur
guna menjalani perawatan medis dan konseling untuk diri mereka
sendiri dan tanggungan mereka.
e. Melalui konsultasi dengan para karyawan, tentukan dan atasi isu
keamanan yang ada, antara lain keselamatan perempuan saat pergi
menuju dan dari tempat kerja dan saat bepergian untuk urusan yang
terkait dengan perusahaan.
f. Melatih staf dan manajer keamanan untuk mengenali tanda-tanda
kekerasan terhadap perempuan dan memahami undang-undang dan
kebijakan perusahaan tentang perdagangan manusia, eksploitasi tenaga
kerja, dan seks.
4. Pendidikan dan Pelatihan
a. Siapkan kebijakan dan program tempat kerja yang membuka jalan bagi
kemajuan perempuan di semua tingkat dan di seluruh departemen
perusahaan, serta mendorong perempuan untuk memasuki bidang
pekerjaan yang selama ini jarang ditekuni oleh perempuan.
b. Memastikan akses yang setara terhadap semua program pendidikan dan
pelatihan yang didukung perusahaan, termasuk kelas membaca,
pelatihan kejuruan, dan teknologi informasi.
c. Berikan kesempatan setara untuk membangun jejaring kerja (net
working) dan memperoleh bimbingan (mentoring) secara formal dan
informal.
d. Sampaikan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari
pemberdayaan perempuan dan dampak positif inklusi bagi laki-laki juga
perempuan.
5. Pengembangan Perusahaan, Rantai Pasokan dan Pemasaran
a. Perluas hubungan bisnis dengan perusahaan yang dimiliki perempuan,
antara lain usaha kecil dan pengusaha perempuan.
b. Dukung solusi yang sensitif gender untuk mengatasi hambatan dalam
memperoleh kredit dan pinjaman.
c. Minta mitra bisnis dan perusahaan sejenis untuk menghormati komitmen
perusahaan untuk memajukan kesetaraan dan inklusi.
d. Hormati harga diri perempuan dalam semua materi pemasaran dan materi
perusahaan yang lain.
e. Pastikan produk, jasa, dan fasilitas perusahaan tidak dipakai untuk
perdagangan manusia dan/atau eksploitasi tenaga kerja atau seks.
6. Kepemimpinan dan Pelibatan Komunitas
a. Jadilah pemimpin panutan – tunjukkan komitmen perusahaan kepada
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
b. Manfaatkan pengaruh organisasi Anda, baik sendiri maupun bersama
pihak lain, untuk mendukung kesetaraan gender dan berkolaborasi
dengan mitra bisnis, pemasok, dan tokoh masyarakat untuk mendorong
inklusi.

c. Bekerja dengan pemangku kepentingan masyarakat, pejabat, dan pihak


lain untuk menghapus diskriminasi dan eksploitasi dan membuka
kesempatan bagi perempuan dan anak perempuan.
d. Dorong dan akui kepemimpinan perempuan dalam, dan kontribusi
perempuan kepada, komunitas mereka dan pastikan perempuan
terwakilkan dengan memadai dalam setiap konsultasi masyarakat.
e. Gunakan program filantropi dan hibah untuk mendukung komitmen
perusahaan terhadap inklusi, kesetaraan, dan hak asasi manusia.
7. Transparansi, Pengukuran dan Pelaporan
a. Umumkan secara terbuka kebijakan perusahaan dan rencana
implementasi untuk mendorong kesetaraan gender.
b. Tetapkan standar yang mengukur inklusi perempuan di semua tingkat.
c. Ukur dan laporkan kemajuan, baik internal maupun eksternal, memakai
data yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
d. Masukkan penanda gender dalam kewajiban pelaporan berkelanjutan

D. Permasalahan dan Tantangan Woman Empowerment di


Indonesia
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah sebagai berikut.
Pertama, meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan. Rendahnya
kualitas hidup dan peran perempuan, antara lain, disebabkan oleh:
1. Terjadinya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan
partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya,
terutama di tatanan antar provinsi dan antar kabupaten/kota
2. Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik,
jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi.
a. Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi
dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam
dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit.
Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap
berbagai tindak kekerasan. Hal ini terlihat dari masih belum memadainya
jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan
karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan
wilayah yang harus dijangkau. Data Sensus 2006 menunjukkan bahwa
prevalensi kekerasan terhadap perempuan sebesar 3,1 persen atau sekitar 3-4
juta perempuan mengalami kekerasan setiap tahun. Namun, hingga saat ini,
pusat krisis terpadu (PKT) untuk penanggulangan kasus-kasus kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan perempuan hanya tersedia di 3
provinsi dan 5 kabupaten. Di samping itu, masih terdapat ketidaksesuaian
antarproduk hukum yang dihasilkan, termasuk antara produk hukum yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan daerah, sehingga perlindungan
terhadap perempuan belum dapat terlaksana secara komprehensif. Oleh sebab
itu, tantangan kedua yang harus dihadapi ke depan adalah meningkatkan
koordinasi pelaksanaan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak
kekerasan dan diskriminasi.
Ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG (Pengarusutamaan
Gender) dan pemberdayaan perempuan. Permasalahan yang muncul dalam
meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan serta perlindungan
perempuan dari berbagai tindak kekerasan, antara lain, disebabkan oleh belum
efektifnya kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan yang terlihat dari
3. Belum optimalnya penerapan peranti hukum, peranti analisis,
dan dukungan politik terhadap kesetaraan gender sebagai prioritas
pembangunan
4. Belum memadainya kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan
PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan
data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan
5. Masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender
serta manfaat PUG dalam pembangunan, terutama di kabupaten/kota.

E. Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan


Adapun peran bidan dalam pemberdayaan perempuan yaitu bidan sebagai
partnership bagi perempuan. Partnership menurut terjemahan google adalah
“kemitraan, persekutuan, perekanan”.
Sebagaimana kita ketahui bahwa, pelayanan kebidanan adalah penerapan
ilmu kebidanan dalam memberikan asuhan kepada kepada klien yang menjadi
tanggung jawab bidan mulai dari kehamilan sampai keluarga berencana
termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Sehingga melihat daripada defenisi tersebut, maka dengan
menerapkan pelayanan kebidanan, bidan sebagai mitra bagi perempuan akan
sangat membantu terhadap pemberdayaan perempuan. Karena bidan akan
lebih mudah memahami, bagaimana berkomunikasi dan mengingat dari sifat
seorang wanita menjadikan bidan mampu dengan mudah untuk melakukan
perannya terhadap pemberdayaan perempuan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan
kesehatan, kepada masyarakat khususnya perempuan. Bidan diakui sebagai
tenaga professional yang bertanggung jawab dan akuntabel., yang bekerja
sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat
selama hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas
tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan
bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,
deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan
lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.

F. Pendekatan hukum dalam upaya pemberdayaan


perempuan (Woman empowerment)
Pendekatan hukum berperspektif perempuan muncul dari aliran pemikiran
ilmu hukum. Beberapa sebutan melekat pada pendekatan ini, seperti Feminist
Jurisprudence, Feminist Legal Theory, Woman and the Law, Feminist
Analysis of Law, Feminist Perspectives on Law, dan Feminist Legal
Scholarship.
Secara singkat, inti gagasan dari pendekatan hukum berperspektif
perempuan meliputi beberapa hal. Pertama, mempersoalkan perempuan dalam
hukum adalah menguji apakah hukum telah gagal memperhitungkan
pengalaman perempuan, atau betapa standar ganda dan konsep hukum telah
merugikan perempuan. Kedua, mempersoalkan perempuan dalam hukum
adalah dalam rangka menerapkan metode kritis terhadap penerapan hukum.
Dengan kata lain, pendekatan ini mempertanyakan tentang implikasi jender
dari hukum yang mengabaikan perempuan. Ciri ketiga inilah yang menjadi ciri
khas dari pendekatan hukum berperspektif perempuan, yang membedakannya
dari aliran mainstream pada umumnya yaitu tidak berasal dari teori yang
muluk-muluk, tetapi berdasarkan pengalaman-pengalaman perempuan,
melihat bagaimana perempuan dapat menikmati hak-hak dasarnya dan
memperoleh perlindungan hukum.
Undang-undang Dasar kita yang dirumuskan pada Tahun 1945 sejak
semula telah mencantumkan dalam Pasal 27 (1), bahwa semua orang
mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Jadi sejak Tahun 1945 di
negara kita prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan di depan hukum telah
diakui.Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 31 ayat (1)
memuat kalimat-kalimat yang mengatakan, bahwa hak dan kedudukan isteri
adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama di masyarakat. Kemudian ada lagi pasal
dalam Undang-undang Perkawinan itu yang mengemukakan, bahwa harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (Pasal 35
ayat (1)), dan mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak (Pasal 36 ayat (1)).

G. Program Pemerintah Dalam Pemberdayaan Perempuan


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA) memiliki 17 program prioritas guna meningkatkan kesetaraan
gender serta perlindungan perempuan dan anak pada tahun 2019 Siaran Pers
Nomor: B-002/Set/Rokum/MP 01/1/2019.
Prioritas Program Kesetaraan Gender dan Perlindungan Perempuan :

1. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan PUG di Bidang Pendidikan,


Kesehatan dan Pembangunan Keluarga :

a. Pembentukan model Pusat Pemberdayaan Perempuan


(Sekolah Perempuan dan Women Technical College). Pada 2019,
sekolah perempuan akan dibuat di 2 kabupaten, yakni : Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Waropen.
b. Penetapan kurikulum yang responsif gender di
Perguruan Tinggi
c. Penguatan Pelibatan laki-laki dalam menurunkan angka
kematian Ibu
d. Promosi peran perempuan dalam pencegahan dan
pengendalian HIV AIDS, TB dan Malaria
2. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan PUG di Bidang Ekonomi
3. Melakukan kerja sama pelatihan tenaga kerja bersama Pemerintah Saudi
Arabia
4. Peningkatan keterwakilan politik perempuan dan pengambilan keputusan
5. Peningkatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak
6. Peningkatan Kualitas Layanan bagi Perempuan dan Anak Korban
kekerasan :
a. Hibah MOLIN dan TORLIN
b. UPTD PPA
7. Peningkatan Kualitas Penanganan Perdagangan Orang

Prioritas Program Perlindungan Anak:

1. Peningkatan perlindungan, penegakan, dan pengawasan hukum


bagi korban kekerasan
2. Hibah MOLIN dan TORLIN
3. Peningkatan komitmen dalam pencegahan dan penanganan
kasus kekerasan terhadap anak di pedesaan melalui PATBM
4. Peningkatan perlindungan khusus anak
5. Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
6. Pemenuhan Hak Sipil Anak
7. Peningkatan Partisipasi Anak dalam Pembangunan
8. Peningkatan sarana publik ramah anak

Prioritas Program Partisipasi Lembaga Masyarakat dalam PPPA:

1. Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak ( PUSPA )


2. Satuan Petugas Perlindungan Perempuan dan Anak (SATGAS PPA)
BAB V
PENUTUP

a. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan diperlukan upaya yang tepat. Salah satunya
melalui pemberdayaan masyrakat. Dalam melasanankan program
pemberdayaan semua pihak harus mendpatkan kesempatan yang sama untuk
berpatisipasi aktif mensukseskan program pemberdayaan tersebut, tanpa
terkecuali perempuan. Perempuan sebagai makhluk tuhan yang memiliki
banyak potensi harus berperan aktif dalam kegiatan pemberdayaan. Sehingga
muncul istilah pemberdyaan perempuan sebagai jawaban dari masalah
subordinasi dan asimetris kedudukan perempuan dengan laki-laki.
Pemberdayaan perempuan adalah usaha sistematis dan terencana untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Pemberdayaan perempuan Indonesia masih harus terus
ditingkatkan dengan keikutsertaan seluruh elemen masyarakat dan ‘political
will’ pemangku kepentingan di berbagai level. Perjuangan untuk
memberdayakan perempuan dapat mulai dilakukan dengan pendidikan
keluarga, kemudian dalam masyarakat. Karena pada dasarnya kebijakan dan
undang-undang sudah memberikan landasan yang cukup kuat.

b. Saran
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan agar program
pemberdayaaan perempuan ini berjalan secara kontinyu dengan sasaran
peserta yang lebih luas lagi, sehingga semua perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk ikut berpartisipasi dalam program pemberdayaan
ini. Kemudian agar setiap program pemberdayaan perempuan dapat berjalan
secara optimal, pemerintah harus mendukung penuh dengan memberikan
bantuan dana maupun hal-hal lain yang dibutuhkan dalam kegiatan
pemberdayaan perempuan.

Anda mungkin juga menyukai