Anda di halaman 1dari 17

BIMBINGAN KONSELING KOMUNITAS KHUSUS

(Pecandu Narkoba, Alkohol, AIDS, Gay dan Lesbian, Penyandang Cacat dan
Korban Kekerasan)

Disusun guna memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu : Siti Mumun Muniroh, M.A

Disusun oleh :
Kholifah Rahmawati (3119022)
Afni Alfiaturohmaniyah (3119031)

JURUSAN ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Hakikat manusia adalah berpikir, bersikap, bertindak dan berperilaku sesuai
dengan fitrah dan naluri yang diberikan oleh Allah swt. Pribadi yang bermasalah
memiliki kecenderungan untuk melanggar norma atau kaidah yang berlaku demi
mencapai kepuasan dan kesenangan pada dirinya. 1 Oleh karenanya, diperlukan suatu
penyelesaian atas permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Dalam upaya
penyelesaian masalah ini, seseorang seringkali mengalami kesuliatan dan kebigungan
terhadap langkah atau sikap yang harus ia ambil. Dalam hal inilah peran layanan
bimbigan konseling sangat diperlukan.

Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan
berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor untuk memfasilitasi
konseli guna mencapai kemandirian, dalam wujud kemampuan mamahami, menerima,
mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan diri secara bertanggung
jawab, sehingga konseli dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam
hidupnya. Konseling komunitas dapat diartikan sebagai layanan konseling yang
melibatkan masyarakat luas dalam membantu mengatasi masalah klien

Untuk dapat memahami tentang konseling komunitas secara lebih mendalam,


maka dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal yang berhubungan dengan
konseling komunitas. Makalah ini difokuskan untuk membahas konseling komunitas
dalam bentuk terapanya kepada kominitas-komunitas tertentu seperti; komunitas
pecandu narkoba, lgbt, penyandang disabilitas dan korban kekerasan. Selain itu, juga
akan dipaparkan megenai penerapan konseling komunitas sebagai salah satu upaya
penyelesaian problematika di tengah masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

1 Dody Riswanto, Aswar, Prosedur Konseling Rational Emotive Behavior Dalam Penanganan
Pelaku Lgbt, Jurnal Advice, Vol 2 (1); p.12-27, Juni 2020, Hlm 13.

1
A. Konsep Konseling Komunitas
Konseling kelompok atau konseling komunitas menyediakan lingkungan yang
memberikan kesempatan pada seluruh anggotanya untuk bisa saling menerima kondisi
satu sama lain. Selain itu konseling kelompok juga memunculkan rasa aman bagi
seluruh anggotanya hingga bisa bebas mengekspresikan ide-ide dan perasaan yang ada
pada dirinya. Seluruh anggota kelompok juga akan bisa mempelajari berbagai perilaku
baru dan belajar bertanggung jawab pada pilihan yang telah mereka tetapkan masing-
masing.2

Konseling hakekatnya adalah layanan kemanusiaan yang diwarnai oleh


pandangannya tentang manusia. Konseling merupakan proses yang menunjang
keseluruhan pelaksanaan pendidikan dalam mencapai tujuannya, yaitu membantu
perkembangan optimal sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, sesuai dengan
kemampuan, minat, dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam kaitan dengan bimbingan,
konseling pada hakekatnya adalah inti dari keseluruhan kegiatan bimbingan. Artinya
keseluruhan bimbingan hendaknya bermuara pada layanan konseling. 3
Komunitas didefinisikan sebagai kumpulan dari beberapa individu yang berbagi
lokasi, kepercayaan, minat, aktivitas, atau karakteristik lainnya yang berbeda dan
dengan spesifik dapat membedakan dengan yang bukan bagian dari komunitas.
Perbedaan ini, pada umumnya dikenali oleh setiap anggota komunitas meskipun tidak

ada pengakuan tersebut.. Mc Milan dan Chavis mengatakan bahwa anggota dalam
sebuah komunitas memiliki rasa kebersamaan yaitu perasaan saling memiliki, perasaan

2 Ratih Wahyu S., IGAA. Noviekayati, Sahat Saragih, Konseling Kelompok untuk Menurunkan
Depresi Pada Remaja Introvert Korban Kekerasan Seksual, Persona: Jurnal Psikologi Indonesia Volume
7, No. 1, Juni 2018, Hlm 98.
3 Arista Kiswantoro, Indah Lestari, Edris Zamroni, Konseling Bagi Konseli Berkebutuhan
Khusus, Proceeding Seminar Dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Laboratorium Dan Jurnal Ilmiah
Dalam Implementasi Kurikulum Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kkni, 4 – 6 Agustus 2017, Malang,
Jawa Timur, Indonesia, Hlm 409

2
bahwa setiap anggota bernilai penting bagi satu sama lain dan bagi kelompok. Setiap
anggota berbagi kepercayaan melalui sebuah komitmen untuk selalu bersama.

Menurut Lewis dkk dalam konseling komunitas diartikan sebagai sebuah


kerangka bantuan komprehensif yang didasarkan pada kompetensi multikultural dan
berorientasi pada keadilan sosial. Konseling pada setting komunitas menggunakan
strategi yang memfasilitasi pengembangan kesehatan mental bagi klien baik secara
individu maupun pada komunitas yang melingkupinya. Dengan kata lain pemberian
bantuan kepada klien dalam komunitas tidak terbatas hanya dalam lingkup individu
saja namun juga pada perubahan lingkungan lebih kondusif yang perlu diupayakan
oleh konselor. Hal tersebut sejalan dengan Corey, Corey, & Callanan, yang
menjelaskan bahwa bekerja dalam sebuah komunitas memiliki fokus yang luas karena
dapat berdampak pada keseluruhan lingkungan kehidupan masyarakat juga berdampak
kepada perubahan komunitas.4

Dalam konseling komunitas, difokuskan layanannya untuk menjangkau


kelompok-kelompok tertentu yang berada di luar jalur pendidikan formal. Kelompok
ini banyak dan amat beragam. Berkaitan dengan kompetensi konselor yang bertugas
dalam layanan konseling komunitas, sebagaimana lazimnya berlaku dalam profesi
konseling pada umumnya, maka sosok utuh kompetensi konselor komunitas itu terdiri
atas 2 komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praktis sehingga tidak bisa
dipisahkan, yaitu kompetensi akademik dan kompetensi professional, sebagai berikut:

1. Memahami secara mendalam klien yang hendak dilayani, mencakup:

a. menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas,


kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan klien dalam konteks
kemaslahatan umum; dan
b. mengaplikasikan perkembangan filosofis dan psikologis serta perilaku klien;

4 Astarie Nurmaulidya, Nurbaeti & Happy Karlina Marjo, Pengetahuan Konselor Dalam Etika
Profesional Pada Konseling Setting Komunitas, Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7 , No.
1, 2021, Hlm 54.

3
2. Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling, mencakup:
a. menguasai teori dan praksis (praktik bidang kehidupan dan kegiatan praktis
manusia) dalam komunitas tertentu;
b. menguasai esensi layanan bimbingan dan konseling dalam jalur komunitas;
c. menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bidang bimbingan dan konseling
d. menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling;
3. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan, mencakup:
a. merancang program bimbingan dan konseling;
b. mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehenshif;
c. menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling
d. menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami klien, kebutuhan dan
masalah klien;
4. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan, mencakup:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika professional;
c. mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja;
d. berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
e. mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi. 5

Tujuan konseling komunitas adalah melakukan pencegahan agar


masalahmasalah yang mungkin terjadi dapat dicegah. Di sinilah pencegahan itu
terdapat beberapa level, baik sebelum suatu masalah terjadi hingga suatu masalah
sedang terjadi. Jadi konseling komunitas mencakup lingkup yang sangat luas dan para
ahli

mendorong agar konseling (intervensi) berbasis komunitas itu dapat diaplikasikan di


sekolah dan masyarakat luas. Komunitas tentu memiliki berbagai pengertian, termasuk
di dalamnya adalah kelompok spesifik yang mencerminkan suatu identitas tertentu

5 M. Jamil Yusuf, Konseling Islami Pada Fakultas Dakwah: Pengembangan Profesi Dakwah
Islam bidang Konseling Komunitas, Jurnal Al-Bayan VOL. 19, NO. 28, 2013, Hlm 12.

4
seperti ras, kepentingan, dan tempat tinggal dengan segenap budayanya. Layanan
konseling diharapkan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek komunitas
sebagai basisnya. Dengan demikian, konseling diharap semakin efektif tentang akan
yang hendak dicapai, juga semakin efesien dan luas jangkauannya. 6

Beberapa bentuk konseling komunitas khusus, antara lain:

1. Konseling Komunitas Pecandu Narkoba

Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyakatan bahwa


pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi.
Proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba dilakukan dengan dua tahapan
program penanganan yaitu (1) rehabilitasi medis, dan (2) rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi medis dilakukan untuk memberikan perawatan kesehatan fisik kepada
klien. Sedangkan pada rehabilitasi sosial ditujukan untuk mengembalikan kondisi
psikis dan sosial klien. Secara garis besar, kegiatan yang dilakukan dalam proses
rehabilitasi meliputi

a. Bimbingan Fisik,
Bimbingan fisik dilaksanakan melalui kegiatan yang ditujukan untuk memulihkan
kondisi fisik klien, meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris berbaris
dan olah raga. Kegiatan fisik ini melalui bimbingan dari konselor. Pemulihan fisik
dilakukan secara bertahap dengan didukung secara medis oleh tim medis pada
program rehabilitasi.
b. Bimbingan Mental Keagamaan, Sosial, dan Psikologik

Tidak hanya pembangunan fisik yang dibutuhkan tetapi juga psikis atau
jiwa. Jiwa yang dimaksudkan disini adalah mental. Rehabilitasi jiwa bagi pecandu
narkoba disini adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan

6 Latipun, Konseling Komunitas: Tantangan bagi Konselor di Kawasan Asean, Seminar


Nasional Bimbingan Dan Konseling “Profesi BK di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” ©
2015 Universitas Muhammadiyah Malang, Hlm 11

5
penyalahguna atau ketergantungan narkoba kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial dan spiritual atau agama (keimanan). Dengan kondisi sehat
tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari.7

2. Konseling Komunitas ODHA

Konseling HIV/AIDS merupakan wawancara yang bisa dikatakan sangat


rahasia antara klien dan pemberian layanan (konselor) yang bertujuan membuat orang
tersebut mampu menyesuaikan diri dengan stres dan mampu membuat keputusan
terkait dengan HIV/AIDS. Proses konseling ini termasuk evaluasi terhadap resiko
penularan HIV dan memfasilitasi pencegahan perilaku seseorang yang beresiko tertular
HIV/AIDS serta evaluasi diri ketika klien menghadapi hasil tes HIV positif.

Konseling kepada ODHA dapat dilakukan dengan teknik VCT. Yaitu suatu
pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan
kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral,
informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya. Jadi
VCT memberikan konseling secara menyeluruh yatu dari awal pra test, pasca tes dan
konseling berkelanjutan bagi klien agar mampu beradaptasi dengan penyakitnya
bahkan memfasilitasi konseling antara klien dan keluarganya. 8

3. Konseling Komunitas LGBT

Perilaku LGBT terjadi disebabkan karena terjadinya penyimpangan perilaku


biologis yang tanpa disadari mempengaruhi persepsi atau kognitif individu. Faktor
lingkungan sosial seperti keluarga, teman sebaya, teman belajar, rekan kerja, dan

7 Agus Supriyanto, Nurlita Hendiani, Pendekatan Bimbingan Dan Konseling Narkoba


(Panduan Pencegahan Narkoba Berbasis Masyarakat dan Pendekatan Konseling pada Program
Rehabilitasi Narkoba), (Yogyakarta: K-Media, 2021), Hlm 66-68.
8 Dina Hajja Ristianti, Konseling Islami Untuk Meningkatkan Efikasi Diri Pasien Hiv/Aids,
Indonesian Journal Of Educational Counseling Volume 2, No. 1, Januari 2018:, Hlm 18.

6
orang-orang terdekat turut mempengaruhi individu dalam bertindak dan mengambil
keputusan.

Beberapa hal penting yang harus dilakukan konselor saat menangani klien pada
komunitas LGBT adalah sebagai berikut:

a. Self monitoring

Pada tahap ini konselor harus menghindari countertransference dimana konselor


melihat dirinya pada klien, mengidentifikasi klien secara berlebihan, menemukan
kebutuhan pribadi pada klien sendiri, dan bereaksi terhadap klien karena masalah
pribadi yang belum terselesaikan. Konselor harus memeriksa kepercayaannya tentang
LGBT ini untuk menghindari contertransference.

b. Membantu klien mengatasi efek negatif dari homophobia dan heterosexism

Homophobia dan heteroseksisme merujuk kepada kelompok yang membenci kelompok


homoseksual sehingga terdapat perilaku diskriminasi, sikap dan prasangka terhadap
LGBT. Konselor dapat membantu mengobati klien dalam menghadapi pengalamannya
melawan homophobia dan heteroseksisme. Peran konselor dalam membantu klien
melawan kelompok heteroseksisme ini adalah;

• Mendorong klien untuk berdiskusi bagaimana klien menyembunyikan


perasaannya terhadap orang lain.
• Mengeksplorasi konsekuensi perasaan yang disembunyikannya dan
penyalngkalan seksualitas klien
• Mendiskusikan upaya klien yang dibuatnya sebagai usaha yang tepat

• Memeriksa perasaan negatif yaitu menyalahkan diri sendiri, perasaan sakit atau
buruk yang merupakan implikasi dari perasaan malu
• Membantu perkembangan klien untuk menerima dan berbicara tentang siapa
dirinya.

7
c. Membangun tanggung jawab pelaku dengan mengarahkan klien untuk berjuang
menghadapi diskriminasi dan prasangka yang pernah dialaminya. Peran
konselor adalah sebagai berikut:
• membantu klien untuk mengelola amarah yang konstruktif daripada menyakiti
diri sendiri
• Membantu klien memahami bahwa marah dan self image yang negatif dari
heteroseksisme adalah sebagai hasil dari korban budaya dan cacat pribadi
• Mengubah perspektif klien dengan menggambarkan proses recovery dari
kekerasan fisik maupun seksual dengan mengakui bahwa mereka pernah
mengalami kekerasan
• Memastikan bahwa lingkungan treatment dalam perubahan perilaku tidak
menjadi ancaman bagi klien LGBT.
d. Mendapatkan kembali kekuatan klien yang meliputi self concept dan self
confidence,
• mengidentifikasi pesan negatif yang sudah diinternalisasi yang merupakan hasil
dari korban budaya dan heteroseksisme,
• Mengubah pesan negatif menjadi positif,
• Mencari hal posititf dengan menegaskan ekspresi spiritualitas untuk memerangi
pesan negatif tentang moralitas mereka sendiri,
• Mengintegrasikan identitas umum dan identitas pribadi,
• Membangun dukungan jaringan yang menerima dan menilai siapa mereka. 9

4. Konseling Komunitas ABK atau Penyandang disabilitas

Tujuan umum dari bimbingan konseling bagi ABK ini meliputi:

9 Nurlita Hendiani, Kompetensi Konselor Adiksi Bagi Penyalahguna Narkoba Pada Komunitas
Lesbian, Gay, Biseksual, Dan Transeksual (LGBT), Simposium Nasional I Rehabilitasi Narkoba Berbasis
Masyarakat, 2016. Hlm.7-9.

8
a. membantu siswa ABK agar mampu melewati tiap-tiap masa transisi
perkembangan dengan baik,
b. membantu siswa ABK mengatasi hambatan belajar dan hambatan
perkembangan atau permasalahanpermasalahan yang dihadapi dengan cara
memenuhi kebutuhan khususnya,
c. membantu menyiapkan perkembangan mental ABK untuk masuk pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, serta
d. membantu siswa ABK mencapai taraf kemandirian dan kebahagiaan hidup di
masyarakat.10

Penempatan konseling dalam layanan pendidikan individu berkebutuhan


khusus, bukan lagi sekedar kepedulian terhadap masalah, melainkan pada upayaupaya
pengembangan pribadi individu secara utuh. Dengan kaata lain visi konseling pada
individu berkebutuhan khusus harus memiliki jangkauan yang lebih luas, yang meliputi
dimensi-dimensi sebagai berikut:

• Dimensi edukatif, yaitu peningkatan kemampuan individu berkebutuhan khusus


dalam memahami potensi diri, peluang dan tuntutan lingkungan, dan
pengambilan keputusan, serta penyelenggaraan program yang merujuk pada
norma idealis, filosofis, dan pragmatis sebagai tugas bersama. Dimensi
developmental, yaitu pengembangan secara optimal seluruh aspek kepribadian
individu berkebutuhan khusus melalui pengembangan kesiapan atau
kematangan intelektual, emosional, sosial, dan pribadi sesuai dengan sistem
nilai yang dianut.

• Dimensi preventif, yaitu pencegahan timbulnya resiko (masalah) yang dapat


menghambat laju perkembangan kepribadian (diskontinuitas perkembangan)

10 Lutfi Isni Badiah, Urgensi Bimbingan Dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(Abk) Di Sekolah Inklusi, Prosiding Seminar Nasional Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan
Pendidikan Karakter Universitas Ahmad Dahlan 2017, Hlm 130.

9
individu berkebutuhan khusus individu serta pencegahan terjadinya penurunan
mutu pendidikan.
• Dimensi ekologis, yaitu pengembangan kompentensi atau tugas- tugas
perkembangan individu secara optimal melalui rekayasa lingkungan baik fisik,
sosial, maupun psikologis dengan fokus pada upaya memfasilitasi
perkembangan individu, intervensi pada sistem atau sub sistem, dan
tercapainya lingkungan belajar yang kondusif bagi perkembangan individu dan
keselarasan interaksi dan interrelasi pribadi dan lingkungan menuju
optimalisasi keberfungsian individu
• Dimensi futuristik, yaitu pengembangan wawasan, sikap, dan perilaku
antisipatif individu berkebutuhan khusus dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan kehidupan serta karir masa depan yang lebih memuaskan. 11

5. Konseling Komunitas Korban Kekerasan

Penanganan kasus ini melalui konseling dilakukan dengan cara mendata dulu
kasus yang diajukan. Layanan yang akan di dapatkan oleh korban sesuai dengan bentuk
kasus yang dihadapinya. Hampir semua korban sebagaimana korban kekerasan sangat
dihantui dengan suatu sikap dan perasaan yang tidak menentu atau mudah frustasi,
dalam kondisi yang demikian, kehadiran seorang konselor atau pendamping terhadap
psikologi korban sangatlah diperlukan.

Tujuan diadakannya konseling ini tidak hanya semata-mata untuk proses terapi
sementara, melainkan sebagai terapi yang berkelanjutan sampai dengan target yang
tertinggi untuk menyadarkan korban dalam kondisi kesadaran yang kritis.

Keberhasilan dalam tahap konseling ini sangat berpengaruh terhadap kesiapan korban
dalam menghadapi proses peradilan hukum. Apabila korban belum siap menghadapi

11 Arista Kiswantoro, Indah Lestari, Edris Zamroni, Konseling Bagi Konseli Berkebutuhan
Khusus, Proceeding Seminar Dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Laboratorium Dan Jurnal Ilmiah
Dalam Implementasi Kurikulum Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kkni, 4 – 6 Agustus 2017, Malang,
Jawa Timur, Indonesia, Hlm 408

10
jalur hukum, maka akan berakibat buruk terhadap psikologi korban dan akhirnya
proses hukum akan menjadi terhambat. Hal inilah mengapa sangat penting sekali
dalam memberikan konseling terlebih dahulu terhadap korban sebelum kasusnya
diselesaikan melalui jalur hukum.12

B. Penerapan Konseling Komunitas Sebagai Upaya Penyelesaian Problematika di


Masyarakat
Seperti disebutkan sebelumnya, konseling komunitas khusus ini ditujukan
untuk kelompok-kelompok dalam situasi yang sama. Oleh karena itu, penyuluhan
masyarakat dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan dan sebagai kekuatan
pendorong untuk (secara kolektif) mengatasi masalah masyarakat secara keseluruhan
dengan mengembangkan keterampilan interpersonal dan meningkatkan kesadaran
masyarakat akan kekuatan positif persatuan Pendekatan psikologi komunitas
melibatkan upaya pencegahan pada tiga tingkatan: Pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier.

Pencegahan primer adalah upaya berinteraksi dengan masyarakat luas untuk


mencegah berjangkitnya suatu penyakit tertentu. Pencegahan sekunder adalah upaya
pencegahan agar tidak terjadi pada kelompok masyarakat yang berisiko terkena
penyakit tertentu. Pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan kekambuhan
penyakit yang telah terjadi pada kelompok tertentu. Agar lebih jelas, berikut akan
dipaparkan beberapa contoh nyata dari penerapan konseling komunitas untuk
menyelesaiakn beberapa problematika di masyarakat.

12 M. Asasul Muttaqin, Ali Murtadho, Anila Umriana, Bimbingan Konseling Bagi Perempuan
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Lrc-Kjham Semarang, Sawwa – Volume 11, Nomor 2,
2016.

11
1. Konseling Pada Komunitas Pecandu Narkoba

Seringkali masyarakat melakukan penanganan yang tidak tepat terhadap


pecandu narkoba. Contoh nyatanya adalah penanganan siswa yang terindikasi
menyalahgunakan narkoba dengan cara dikeluarkan dari sekolah. Cara ini bukanlah
penanganan yang tepat, karena hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah tetapi
malah akan menambah masalah. Jika para siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah dan
di luar mereka bertemu dengan temannya sesama pengguna atau pengedar dan
tertangkap polisi, penjara tidak akan membuat mereka kapok tetapi malah akan
membuat mereka tambah pintar. Oleh karena itu, jika ada siswa yang terindikasi
menyalahgunakan narkoba, mereka harus segera ditolong dengan cara direhabilitasi.
Dalam hal ini peranan guru BK yang selama ini menjadi konselor siswa di sekolah
sangatlah penting dalam mengarahkan siswa yang terindikasi menyalahgunakan
narkoba untuk memperoleh pertolongan melalui rehabilitasi.

Rehabilitasi narkoba merupakan upaya pemulihan yang dilaksanakan konselor


untuk membantu pecandu pulih dari ketergantuganya pada narkoba. Pemulihan pada
program rehabilitasi dilaksankan oleh ahli profesional, yaitu konselor. Pelayanan yang
diberikan konselor untuk membantu pemulihan psikis, emosi, dan perkembangan. 13

Adapun teknik-teknik rehabilitasi/ pembinaan/ psikoterapi bagi pecandu


narkoba adalah:
1. Penyuluhan, dalam metode penyuluhan ini meliputi wawancara, tanya jawab, temu
wicara, sarasehan, seminar.
2. Bimbingan sosial, yang meliputi wawancara dan konseling.
3. Pendidikan, meliputi seminar, pelatihan, diskusi, dan simulasi.

13 Pendekatan Bimbingan dan Konseling Narkoba Supriyanto & Hendiani, ( Yogyakarta:


KMedia,2018). Hlm.41.

12
4. Kegiatan pengganti yang meliputi kelompok bermain dan kelompok belajar 14

Konseling pada pecandu narkoba sebenarnya tidak selesai sampai pecandu


tersebut berhasil terlepas dari kecanduanya terhadap narkoba. Hal yang lebih penting
adalah bagaimana eks-pecandu tersebut tidak lagi kembali pada kondisi ketergantugan
seperti sebelumnya. Di sinilah profesi bimbingan dan konseling menghadapi tantangan.
Konselor harus mampu bekerja dalam berbagai konteks untuk membangun
kepercayaan di masyarakat luas. Dalam komunitas ini, peran konselor sebagai
seorang profesional sangat dibutuhkan untuk membantu klien dengan kecanduan
narkoba sehingga mereka dapat mempertahankan kondisi abstinenya, serta kembali
menjadi pribadi yang berfungsi penuh dalam kehidupan sosial. 15

Perilaku manusia sangat terikat pada konteks di mana individu memandang


dirinya sendiri, maka untuk memberikan dukungan kepada orang-orang dalam
komunitas tersebut, konselor dapat menggunakan strategi yang memfasilitasi
pengembangan kesehatan mental klien secara individu sekaligus pembelaan pada
komunitas yang melingkupinya. Dengan kata lain, idealnya pemberian bantuan pada
klien eks-pecandu narkoba tidak hanya terbatas dalam tataran individual yang sempit,
melainkan perubahan lingkungan yang lebih kondusif bagi mereka juga perlu
diusahakan oleh konselor.

2. Konseling pada komunitas LGBT

Pembahasan tentang LGBT merupakan suatu pembahasan kontrofersial yang


erat kaitanya dengan nilai, dan norma yang dianut dalam suatu masyarakat. Di barat
yang banyak menganut paham liberalisme, LGBT mungkin danggap sebagai suatu hal
yang biasa, bahkan dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia. Namun, adat
ketimuran dari Indonesia menganggap bahwa perilaku LGBTQ merupakan sesuatu

15
14 Pendekatan Bimbingan dan Konseling Narkoba Supriyanto & Hendiani, ..................Hlm.71.
Pendekatan Bimbingan dan Konseling Narkoba Supriyanto & Hendiani, ...............Hlm.75.

13
yang dianggap ”tidak normal” dan bertentangan degan kodrat manusia, sehingga
membutuhkan penanganan khusus.15

Beberapa penelitian yang telah dilakukan, mengungkapan jika stigma negatif


seringkali muncul pada pelaku LGBT. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi cara
mereka bersikap. Selain itu, kurangnya informasi yang memadai membuat stigma ini
semakin meningkat sehingga menimbulkan ketakutan tertentu berupa homofobia,
bifobia, dan transfobia di masyarakat. Hal-hal tersebut menyebabkan sulitnya
mengambil langkah pencegahan maupun upaya pengentasan bagi permasalahan
LGBT.

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh kaum LGBT memerlukan perlakuan


khusus oleh konselor, terutama menyangkut langsung keadaan klien, seperti rasa
keterasingan, gangguan karir, norma sosial, dan keyakinan agama. Realitas dan
tantangan konselor penanganan konseling pada klien yang mengidap LGBTQ menjadi
sangat penting, karena sebagian besar pengidap LGBT merasa tidak aman dan nyaman
ketika pergi ke sekolah, dan banyak diantaranya memiliki gejala depresi, self-esteem
rendah, bolos sekolah dan hasil belajar rendah. Selain itu, beberapa penelitian
menunjuka bahwa terjadinya luka batin yang dialami penderita LGBT menjadi salah
satu penyebab seseorang memiliki kecenderungan orientasi seksual menyimpang,
sehingga kondisi luka tersebut perlu penanganan konselor. Hal penting lain yang perlu
diperhatikan oleh konselor adalah motive dan tujuan pengidap LGBT yang mengarah
pada keinginan untuk kembali memiliki orientasi heteroseksual atau menjadi normal.

Dalam model kompetensi konseling, konselor perlu menghormati sudut


pandang klien, menyadari pentingnya kerjasama dengan klien, menjaga objektivitas
profesional, mengenali kebutuhan, dan membuat penyesuaian strategi khusus klien,

15 Zadrian Ardi, Frischa Meivilona Yendi, Rahmi Dwi Febriani , Fenomena LGBTQ dalam
perspektif konseling dan psikoterapi: realitas dan tantangan konselor, Jurnal EDUCATIO , Volume 4
Nomor 2, Oktober 2018, Hlm.79-81.

14
menghormati peran dan otoritas konselor sebagai fasilitator kelompok, Menggunakan
prosedur intervensi yang tepat, tidak menghakimi dan menghargai perbedaan dalam
budaya, perilaku, dan nilai klien. Hal ini adalah pendekatan praktis yang sangat penting
ketika menangani klien pengidap LGBT.16

3. Konseling pada komunitas penyandang disabilitas

Disabilitas dalam masyarakat selalu dikaitkan dengan keadaan negatif,


menyiratkan mengacu pada kondisi fisik yang tidak mampu dan tidak berdaya. Di
masyarakat, penyandang disabilitas sering dipandang sebagai orang yang perlu
dikasihan. Tidak hanya itu, seringkali dalam keluarga yang tidak ramah, penyandang
disabilitas danggap sebagai aib keluarga, sehingga penyandang disabilitas menghadapi
stigma aib tersebut. Keterbatasan disabilitas juga menghadapi sistem kaku yang
berlaku di masyarakat, bahkan sistem pembagian kerja dan sistem interaksi.
Perusahaan menolak mempekerjakan penyandang disabilitas karena keterbatasannya
akan mempengaruhi kinerja17

Seseorang dengan disabilitas fisik pasti akan mengalami tingkat kesulitan yang
lebih besar dianbding orang normal. mereka akan menghadapi banyak tantangan
berbeda dalam hidup, seperti melatih tubuh dengan keterbatasan, mengoptimalkan
fungsi tubuh, beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Kondisi fisik yang berbeda
bahkan tidak sempurna, terkadang membuat penyandang disabilitas merasa menjadi
kaum minoritas yang dikucilkan oleh masyarakat. Tentu saja, berbagai masalah
psikososial terkait disabilitas membuat hidup penyandang disabilitas semakin sulit. 18

Karena kemampuan fisik penyandang disabilitas berbeda dengan individu pada


umumnya, maka dapat menimbulkan masalah bagi penyandang disabilitas jika

16 Nurlita Hendiani, Kompetensi Konselor Adiksi Bagi Penyalahguna Narkoba ............Hlm.7.


17 Rima Setyaningsih, “Pengembangan Kemandirian Bagi Kaum Disabilitas”, dalam Jurnal
Sosiologi Dilema, vol 31, No.1, 2016, hal. 42-52.
18 Hastuti Nur Catri Yuni, “Konsep Diri Pada Penderita Disabilitas”,
Thesis, Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014.

15
tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut. Malu, minder, merasa terasing dari
lingkungan sosial adalah hal yang sering dialami penyandang disabilitas.

Oleh karena itu, layanan konseling bagi penderita disabilitas menjadi sangat
penting. Konseling bertujuan untuk menjadikan penyandang disabilitas mandiri,
memiliki citra diri dan penerimaan diri yang baik, serta memiliki cita-cita yang dapat
terwujud tanpa terhalang oleh keterbatasan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan
memotivasi dan memberikan jasa konsultasi kepada mereka. 19

19 Marzuki Rahmat, Layanan Konseling Dalam Mengembangkan Konsep Diri Penyandang


Disabilitas Di Difabel Slawi Mandiri (DSM) Kabupaten Tegal (Analisis Bimbingan Konseling Islam),
Skripsi, (Semarang: UIN Walisongo,2020), Hlm.40-41.

16

Anda mungkin juga menyukai