Anda di halaman 1dari 15

Membaca Kritis

Sesi 10 & 11
Referensi 1
Mahasiswa mampu membaca, merangkum, memparafrase dari
SUB-CPMK:
tulisan ilmiah yang dipakai sebagai sumber referensi.

Orientasi
Materi 1 - Membaca Kritis Referensi 1: Membaca Sekilas
Judul, Abstrak, dan Kesimpulan

Apa itu membaca kritis dan apa tujuannya?


Membaca kritis bukan hanya sekedar membaca biasa, tetapi membaca dengan
pikiran yang aktif dan selalu mempertanyakan apa yang kita baca. Membaca
kritis merupakan proses yang aktif karena melibatkan kemampuan
menganalisis, melakukan sintesis, dan mengevaluasi agar dapat memahami
makna teks yang dibaca secara menyeluruh dan mendalam. Dengan demikian,
pembaca kritis tidak hanya menerima informasi begitu saja, melainkan
mempertanyakan pandangan dan posisi penulis terhadap isu yang dibahas.

Membaca secara kritis berarti membaca dekat atau close reading, menyelidiki
makna teks, dan menyampaikan pandangan serta interpretasi kita akan teks
yang dibaca. Dengan demikian, tujuan membaca kritis bukan untuk
melancarkan kritik, tetapi untuk memperoleh pemahaman menyeluruh dan
mendalam atas teks yang dibaca.

Membaca kritis dapat diterapkan dalam berbagai bacaan, apakah itu teks fiksi
mapun non-fiksi seperti esai, berita surat kabar, artikel populer, artikel di blog,
buku pelajaran, buku teks, maupun artikel ilmiah. Untuk mata kuliah ini, jenis
teks yang akan kita pakai adalah artikel ilmiah. Pilihan ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa artikel ilmiah merupakan bacaan yang seringkali dijadikan
referensi oleh dosen ketika memberikan tugas.Pengertian dan struktur artikel
ilmiah telah dibahas pada Modul 4. Pengetahuan tentang format penulisan
artikel ilmiah ketika Anda membaca artikel ilmiah.
2

Secara singkat, dapat dikatakan bahwa ada lima Langkah yang dilakukan dalam
membaca kritis:
1. Melakukan survei atau skimming,
2. Membuat anotasi, bagan
3. Membuat ragangan atau skema gagasan pokok.
4. Menganalisis
5. Mengevaluasi
Sesi 10 akan melatih Anda untuk melakukan pembacaan sekilas atau skimming.
Kedua langkah selanjutnya akan dibahas dalam sesi 11.

Apa itu membaca sekilas dan bagaimana melakukannya?


Membaca sekilas dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang gagasan
utama dan argumen penulis. Langkah ini perlu dilakukan supaya Anda dapat
mengidentifikasi argumentasi yang dikembangkan penulis dan memperkirakan
posisi penulis terhadap topik yang dibahas. Ketika membaca sekilas, pastikan
untuk selalu aktif mengaitkan informasi yang didapatkan dari bacaan dengan
apa yang sudah anda ketahui dengan membuat pertanyaan.

Bagian-bagian artikel mana saja yang perlu diperhatikan dalam membaca


sekilas?
Bagian-bagian yang harus diperhatikan adalah 1) judul, 2) abstrak, 3) paragraf
terakhir pendahuluan, 4) sub-judul (kalau ada), dan 5) kesimpulan. Kenapa
bagian-bagian ini penting? Judul merefleksikan gagasan utama sebuah tulisan
sehingga merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan. Biasanya judul
mengandung informasi tentang topik atau isu yang dibahas, objek yang diteliti
(korpus penelitian), dan argumen penulis atau metodologi/pendekatan yang
dipakai.

Abstrak merupakan ringkasan artikel sehingga dengan membaca abstrak, kita


sudah mendapatkan gambaran umum dari latar belakang permasalahan
(keistimewaan topik), rumusan masalah/tujuan penelitian, teori dan metode
yang dipakai, serta temuan dan simpulan.

Paragraf terakhir pendahuluan biasanya berisi pernyataan tesis penulis dan


sistematika atau alur penulisan pembahasan/analisis. Dengan demikian bagian
penting untuk diperhatikan agar kita dapat mengetahui alur pikir dan
argumentasi penulis.

Sub-judul, sebagaimana judul artikel, merefleksikan konten subbagian serta


memberikan gambaran tentang pengembangan argumentasi penulis.
3

Kesimpulan penting dibaca untuk mengonfirmasi bagian-bagian yang belum


tercakup di dalam judul atau abstrak. Sementara itu, sub-judul juga penting
untuk dilihat karena dapat menunjukkan bagaiman penulis mengembangkan
gagasan atau membangun argumennya.

Contoh penerapan membaca sekilas:


Bagian ini berisi contoh penerapan membaca sekilas pada satu artikel ilmiah
yang diterbitkan dalam jurnal mahasiswa. Oleh karena artikel ini tidak dibagi ke
dalam bagian-bagian sehingga tidak memiliki sub-judul, maka pembahasan
membaca sub-judul tidak dilakukan. Meskipun demikian praktiknya sama saja
dengan pembacaan sekilas pada bagian-bagian lainnya.

Contoh ini dapat Anda ikuti ketika Anda melakukan pembacaan kritis atas
sebuah tulisan ilmiah.

A. Membaca judul artikel


Baca dan tentukan informasi apa saja yang dapat ditemukan di
dalam judul berikut.

Trapped in the Mouse House: How Disney has Portrayed Racism and
Sexism in its Princess Films (Laemle, J.L, 2018).

Mengidentifikasi kata kunci dalam judul


Ada empat macam informasi yang dapat ditemukan dalam judul di atas,
yaitu:
1. film princess Disney,
2. rasisme dan seksisme, dan
3. frasa “trapped in the Mouse House”

Ketiga informasi ini dapat dikatakan sebagai kata kunci atau poin
penting yang menjadi benang merah artikel. Film princess Disney
merupakan objek yang diteliti atau korpus penelitian, rasisme dan
seksisme adalah topik bahasan, dan “trapped in the Mouse House”
adalah argumen penulis. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa
penulis mengklaim film princess Disney terperangkap dalam Mouse
House.

Bagaimana mengaitkan informasi ini dengan pengetahuan Anda?


Pertama, tanyakan pada diri sendiri apa yang Anda ketahui tentang film
princess Disney. Apakah Anda pernah menonton film-film Disney ini?
4

Apa kesan Anda tentang penggambaran perempuan dalam film-film itu?


Apakah Anda mendeteksi adanya isu rasisme dalam film-film tersebut?
Kedua, frasa “Mouse House” mengingatkan Anda pada apa? Mungkin
tokoh kartun Disney yang terkenal? Perlu juga Anda menelusuri frasa
ini di internet.

Apa yang dimaksudkan dengan Mouse House? Dalam membaca secara


kritis, kita perlu mencari tahu referensi apa yang dipakai penulis ketika
menggunakan frasa tersebut. Berdasarkan informasi dari internet,
Mouse House mengacu pada film House of Mouse yang merupakan film
animasi berseri Walt Disney yang menggabungkan semua tokoh yang
pernah diciptakan Disney, baik tokoh kartun seperti Mickey Mouse
maupun tokoh animasi film princess-nya. Pertanyaan selanjutnya, apa
yang ingin disampaikan penulis dengan memakai acuan ini untuk
menunjukkan keterperangkapan film princess Disney dalam pandangan
yang rasis dan seksis? Pertanyaan inilah yang perlu dikonfirmasi
melalui pembacaan bagian-bagian lain dari artikel.

B. Membaca abstrak

Berikut ini abstrak dari artikel yang sama.

This paper analyzes the history of one of the most popular


entertainment companies in the world, Disney. Through the discussion
of multiple princess films, from the beginning of Disney to the more
current films, I analyze the ongoing racism and sexism that is presented
in these timeless Disney films. I will discuss the implications that this
racism and sexism has on the children who view these films and what
responsibility Disney has as a worldwide company in terms of what it
displays to its audience.

Keywords Disney, Racism, Gender, Princesses

Perhatikan kata-kata yang diberi warna kuning. Kata-kata ini


mengindikasikan gagasan dan argumen penulisnya Pertama, “the
history” menandakan bahwa penulis akan menganalisis film-film
Disney secara kronologis mengikuti perkembangan sejarahnya. Kedua,
“the ongoing racism and sexism” mengonfirmasi isu atau topik yang
dimunculkan dalam judul, yaitu isu rasisme dan seksisme. Dalam
abstrak dikatakan bahwa kedua isu itu bersifat “ongoing” yang berarti
terus berlaku sampai tulisan ini dibuat. Ini mengimplikasikan bahwa
penulis berargumen bahwa ideologi rasisme dan seksisme masih
didapati dalam film-film Disney sampai saat penulisan artikel dilakukan
(2018). Hal selanjutnya yang akan dilakukan penulis adalah membahas
dampak dari ideologi rasisme dan seksisme yang ada dalam film-film
5

Disney pada anak-anak yang menonton film-film tersebut. Selain itu,


penulis juga akan menggugat tanggungjawab Disney sebagai
perusahaan kelas dunia.Makna tersirat dari penegasan Disney sebagai
“a worldwide company” adalah Disney mempunyai tanggungjawab
yang besar karena pengaruhnya berskala dunia. Bagian terakhir yang
perlu diperhatikan adalah kata kunci: “Disney, Racism, Gender,
Princesses.” Kata kunci ini mengonfirmasi kata kunci yang muncul
pada bagian judul artikel dan di abstrak. Yang berbeda adalah kata
“gender” yang menggantikan kata seksisme. Gender mengindikasikan
pendekatan yang dipakai untuk menganalisis praktik seksisme.,

C. Membaca Paragraf Terakhir Pendahuluan

Dalam penulisannya, artikel ini tidak dibagi dalam beberapa subbagian


sehingga semua dituliskan secara langsung. Paragraf berikut ini dipilih
karena merupakan paragraf terakhir sebelum pembahasan film-film
Disney secara kronologis. Dilihat dari isinya, paragraph ini
mencerminkan model penulisan paragraph yang berisi pernyataan tesis.

Through an analysis of princess films, I explain how Disney has made


some progress in addressing gender and racial stereotypes but has
failed to successfully eliminate these barriers and positively portray
gender equality and racial diversity. In building my argument, I give
background on the eras of the Disney enterprise and what princess
films were produced during each timeframe. I give examples of how
multiple princess films depict gender and racial stereotypes and discuss
implications of this reality and the effect these stereotypes have on
children who watch these films and read these stories, especially girls
(specifically Black girls because of the intersectionality they face). I
also talk about the social responsibility that Disney has to its consumers
and conclude by discussing limitations of my research-- raising some
questions and offering some solutions to this important issue

Paragraf ini berisi tiga gagasan utama, yaitu argumen penulis, cara
penulis membangun argumennya, dan gugatan penulis kepada Disney
serta solusi yang ditawarkannya. Gagasan utama 1 dinyatakan dalam
kalimat pertama. Argumennya adalah meskipun Disney telah membuat
beberapa perubahan yang progresif dalam hal stereotip gender dan ras,
penulis menyatakan Disney belum berhasil menembus sekat-sekat yang
ada dan belum mampu menggambarkan kesetaraan gender dan
keberagaman rasial secara positif di dalam film-filmnya. Gagasan utama
2 berupa cara penulis mengembangkan argumennya. Ada dua hal yang
dia lakukan, yaitu menganalisis film-film princess Disney dengan
menempatkannya dalam konteks zamannya (kronologis, historis) serta
membahas implikasinya pada penonton anak, terutama anak perempuan
kulit hitam. Gagasan utama 3 adalah gugatan penulis terhadap
tanggungjawab Disney dan solusi yang ia tawarkan. Gagasan utama 1
dan 2 ini sudah menjelaskan pembagian tulisan atau sistematika
6

penulisan artikelnya meskipun tidak ada sub-judul per bagiannya.

D. Membaca Kesimpulan

Kesimpulan biasanya terdiri dari temuan penelitian yang menjawab


rumusan masalah atau mengafirmasi tujuan penelitian. Kesimpulan
dalam artikel Laemle dituliskan dalam tiga paragraf, tetapi yang dibahas
di sini hanya dua paragraf yang relevan dengan argumen penulis dan
tujuan penelitiannya. Paragraf yang tidak disertakan berisi penjabaran
tentang kelemahan penelitiannya. Berikut ini kutipan dari kesimpulan
dan cara membacanya.

Mark Twain said that “history doesn’t repeat itself, but it often
rhymes.” In the case of Disney, we see that tales are as old as time. As
our society has progressed, the princess movies have continued to
portray very similar ideals. They have “rhymed.” In order to stop this
cycle of racism and sexism, we can look to Audre Lorde, who offers a
powerful explanation. Audre Lorde suggests that “a master’s tools will
not dismantle master’s house.” This means that using systems of White
male dominance and patriarchy to try and break racist and stereotypes
won’t work. We can’t count on Disney (the master), which is built upon
White male dominance, to break these stereotypes. Instead, we need to
create new systems, or companies, to challenge Disney to improve its
representation of females and different races.
….
…. There are ways these issues can be addressed. Disney can
listen to race consultants and use the feedback to improve future films.
They can also engage consultants to ensure they adequately incorporate
gender equality and demonstrate a more progressive feminist
perspective. Disney can also expand their corporate staff, animators
and writers to include younger, more progressive thought leaders. Will
Disney use their influence to bring about change? Only time will tell.

Kesimpulan artikel ini dijabarkan dalam tiga paragraf. Kita hanya perlu
mengidentifikasi poin-poin penting terkait dengan argumen penulis
tentang Disney (warna kuning) , gugatannya pada Disney, serta solusi
yang ditawarkan (yang ditemukan pada paragraf terakhir pendahuluan)
(warna ungu). Frasa dan kalimat yang diwarnai di atas menunjukkan
bahwa penulis mengafirmasi bahwa argumennya terbukti melalui
analisis yang telah dilakukan (warna kuning). Hasil analisis
menunjukkan bahwa argumennya terbukti benar. Gagasan lain yang
diangkat adalah gugatannya kepada Disney dan solusi yang
ditawarkannya. Ia menggugat Disney karena pengaruhnya sangat besar
terhadap anak-anak dari kelompok kulit berwarna. Dia juga
menawarkan dua macam solusi. Pertama, mendorong munculnya
perusahaan baru yang membuat penggambaran ras dan gender
7

tandingan. Kedua, mengusulkan agar Disney menyewa konsultan untuk


penggambaran ras dan gender, serta mempekerjakan pengambil
keputusan yang lebih progresif ideologinya.

Membaca Kritis
Sesi 10 & 11
Referensi 2
Mahasiswa mampu membaca, merangkum, memparafrase dari
SUB-CPMK:
tulisan ilmiah yang dipakai sebagai sumber referensi.

Orientasi
Materi 2: Membaca Kritis Referensi 2: Membaca Bagian
Pembahasan/Diskusi

Untuk dapat membaca secara kritis, kita perlu membaca teks lebih dari satu
kali. Pembacaan pertama dilakukan secara cepat untuk mendapatkan gambaran
umum tentang substansi dan organisasi gagasan dari artikel yang kita baca.
Dalam sesi 10, kita sudah berlatih membaca sekilas. Dalam sesi ini kita akan
berlatih membaca secara mendalam bagian diskusi/pembahasan dari artikel
yang sama, Hallyu across the Desert: K-Pop Fandom in Israel and Palestine
(Otmazgin dan Lyan, 2013).

Beberapa teknik membaca aktif yang dapat membantu kita memahami teks
secara mendalam adalah: membuat anotasi atau catatan pada margin artikel,
membuat ringkasan dengan kata-kata sendiri, membuat ragangan gagasan
utama, menganalisis, dan mengevaluasi
8

Membuat Anotasi:

Anotasi adalah catatan pinggir


yang dibuat saat membaca suatu
teks. Membuat catatan pinggir
bukan suatu hal yang baru, kita
semua melakukannya. Kita juga
memberi warna atau memberi
garis bawah pada bagian-bagian
yang kita anggap penting. Itu
semua dapat dikategorikan
sebagai anotasi. Akan tetapi,
seringkali yang terjadi adalah kita
memberikan terlalu banyak tanda
dan catatan sehingga bagian-
bagian yang sebenarnya penting
menjadi samar. Untuk itu, anotasi perlu dibuat sistematis dan konsisten.
Misalnya, margin kiri dipakai untuk menuliskan prediksi, pertanyaan,
komentar, dan keterkaitan antargagasan; margin kanan untuk ringksan setiap
paragraph. Warna dan jenis garis atau tanda apapun diberi pemaknaan yang
konsisten.

Membuat Ragangan

Langkah berikutnya setelah membaca dan membuat anotasi adalah membedah


teks dengan cara membuat ragangan gagasan utama. Caranya adalah dengan
mencatat gagasan utama serta poin-poin pendukung gagasan itu. Anda dapat
juga membuat ragangan mengikuti struktur organisasi penulisan teksnya. Pada
saat membuat ragangan, Anda dapat sekaligus mengevaluasi bukti pendukung
argumentasi (gagasan utama) penulis.

Contoh outlining:
9

Menulis Ringkasan

Berdasarkan rangangan yang sudah dibuat, Anda dapat membuat ringkasan.


Gunakan kalimat sendiri dalam menjelaskan argumentasi atau gagasan utama
penulis lalu beri penjelasan tentang poin-poin pendukungnya. Jangan
memasukkan opini atau pendapat pribadi ke dalam ringkasan.

Menganalisis

Anda juga dapat melakukan analisis dengan mengajukan pertanyaan. Langkah


10

ini dapat sekaligus dikerjakan pada saat Anda membuat anotasi.

Topik atau isu apa yang


dibahas?
Apa argumen utama
penulis?
Bukti pendukung apa
yang dipakai?
Bagaimana penulis
menyusun argumen
dan pendukungnya

Apakah ada detil


spesifik yang dipakai?

Diksi macam apa yang dipakai


dan bagaimana itu mendukung
argumentasinya?

Mengevaluasi

Langkah terakhir dalam membaca kritis adalah mengevaluasi. Langkah ini


dibutuhkan ketika Anda dimintai dosen memberikan respon terhadap bacaan
yang ditugaskan, juga ketika Anda harus membuat tinjauan pustaka. Lalu,
bagaimana cara mengevaluasi sebuah teks? Apa saja yang perlu dievaluasi? Di
bawah ini beberapa aspek yang perlu diperhatikan ketika Anda diminta untuk
melakukan evaluasi sebuah teks.

Apa saja yang perlu dievaluasi?


1 kejelasan dan ketepatan Apakah maknanya tersampaikan dengan
jelas dan disampaikan dengan tepat?
11

2 akurasi dan relevansi Apakah didukung oleh bukti-bukti dan


argumentasi yang kuat?
3 Signifikasi dan kedalaman Topiknya kompleks atau superfisial,
konsistensi logikanya (Apa ada
kontradiksi di dalamnya?)
4 objektivitas Apa teks membahas pendapat yang
berbeda? Apa artikelnya bias dan
sepihak?

Sesi 10 & 11 Latihan


Membaca Kritis Referensi 2

LATIHAN 1
A. Diskusi Kelompok: Perhatikan ragangan di bawah ini dan
perkirakan apa saja yang akan dibahas pada setiap bagiannya?
Diskusikan dalam kelompok Anda.

Bagian pembahasan artikel ini dibagi ke dalam tiga bagian:


 Israel and Palestine as Case Studies
 K-pop Fandom in Israel and Palestine:
o Who Are the K-pop Fans?
o K-pop Institutionalization
 Analysis of K-pop Fandom:
o Why Do You Like K-pop?
o Social Capital and Empowerment
o Attitudes of Family and Friends
12

B. Diksusi Kelompok: Baca pembahasan bagian pertama di bawah ini.


Bagian ini berisi alasan mengapa penulis memilih topik dan objek
penelitiannya. Garis bawahi alasan yang diberikan. Perhatikan
kata transisi yang menunjukkan kontras (however, nevertheless,

Israel and Palestine as Case Studies


At first glance, Israel and Palestine may seem peculiar case studies to examine the
globalization of pop music coming from the opposite side of the Asian continent. For many
people across the world, Israel and Palestine are associated with political conflict and
religious tension rather than with K-pop fandom. While there are a number of studies on the
influence of the Israeli-Palestinian and Ashkenazi-Sephardi conflicts on popular music in
Israel (Horowitz 2010; Regev and Seroussi 2004; Saada-Ophir 2006), academic scholarship
in the social sciences has typically regarded the issue of popular culture in these places as
relatively marginal, in contrast to the wide attention given to national conflicts and political
instability in the Middle East region (Stein and Swedenburg 2005). Apart from a few papers
on Korean TV dramas (including Noh 2010, 2013; Han and Lee 2008 on Egypt; Hemati
2013 on Iran; and Lyan and Levkowitz forthcoming on Israel), the issue of Hallyu fandom,
especially K-pop fandom, in the Middle East has been generally overlooked. The small
market size of Israel and Palestine might disqualify them from serving as a target for
research on globalized culture—the number of potential consumers in Israel and the
Palestinian Authority are also relatively small given the size of their populations (8 million
and 3.9 million, respectively).2
Nevertheless, in spite of the seemingly peripheral position of Israel and
Palestine in the world’s music market, focusing on the acceptance of K-pop in these
two places helps us to understand the global spread of K-pop for a number of
reasons. First, looking at communities of fans in these two sites allows us to
examine how contemporary Korean culture is received outside the geographically
and culturally proximate markets of East Asia and outside the major economic and
consumer-driven markets of North America and Europe. The experience of the
Korean Wave in Israel and Palestine may provide a framework for understanding
Korea’s influence in the non-Asian and non-Western context, and beyond the
conventional framework of the center-periphery cultural flow. There is no
significant geopolitical agenda that can distance Middle East viewers from Hallyu,
which is different, for example, from the troubled context of Korean-Japanese
relations (Iwabuchi 2008).
Second, Israel and Palestine are home to two separate ethnic communities
—Jews and Arabs—who reside in proximity to each other and yet maintain
different social characteristics. Palestinian society is generally regarded as more
socially conservative, family oriented, and religious, while Jewish secular society is
more liberal and cosmopolitan. You can find Korean TV drama fans living in a
small village near Nablus, where girls are not allowed out of the village without
being accompanied by an older male family member, a mere thirty-minute drive
from fans in sexually open Tel Aviv, considered one of the gay capitals of the
world. Investigating K-pop fandom in these two communities thus helps us isolate
possible variables of religion and ethnicity that affect the acceptance of globalized
culture.
Third, images and information about Korea did not come directly to Israel
and Palestine but were typically mediated through other global or regional centers.
For Israeli fans, information and images about Hallyu initially stemmed from online
communities in the United States or through American or Japanese media
industries. Many fans initially became interested in K-pop by watching American
or Japanese channels—TV broadcasts and Internet forums in English and Hebrew
—rather than through direct communication with Korea. For Palestinians,
information about Hallyu usually came from fan communities in the wider Arab
despite, dll.) dan yang menunjukkan rincian (first, second, dan lain-
lain). Bahas bersama kelompok Anda: Apakah penulis memberikan
argumen yang logis? Mengapa penulis mengalokasikan satu bagian
13

khusus membahas hal ini?

Lastly, Israel and Palestine, as political and cultural entities, had no part in the

LATIHAN 2
Baca bagian analisis dan garis bawahi temuan-temuan dari analisis yang
dilakukan. Buat anotasi (catatan pendek dengan kata-kata Anda sendiri)
di margin teks.

Analysis of K-pop Fandom


Using data gathered in our in-depth interviews with fans, in this section of the article, we
look at At thethereasons
same time, that ityoung
seemsIsraelis
that K-pop and fans, Palestinians
similar tolike fansK-pop,
of Korean the TV nature
drama, of place
their
fandom, and
themselves in athe reaction
special of their
position vis-à-vissurroundings
their friends. to K-pop.
On the We one hope
hand, our K-pop research
fans are offersnot
R. (21), born in a Palestinian insights
village related
considered mainstream
in northern to and transcultural
mighttold
Israel, therefore
uscommunity
be her
that subject building
to ridicule.
parents andIn this
the respect,
relations theirbetween
fandom may the
objected to her pursuing Korean studies position
consumptionthem as
at university, ofas“outsiders”—a
globalized
they considered position
culture and
it few
associal teenagers
capital. want to be in. In one interview, an Israeli
“nonproductive
for life,” but she does it anyway and isfemale
now close K-pop tofan
being (24), described
rejected the family.
by her K-fan community
She was not as “socially handicapped,” referring to the
allowed to visit Korea or study there perception
Why Do You
despite that
herLike theyK-pop?
wishes, do andnot always
she sometimesget alongdreams in otherofsocial circles. In this sense, the K-pop
escaping to Korea without her parents’ LATIHAN
community
consent.has 3whenaKorean
Butalmost therapeutic studies effect, like a support
is considered to group. On the other hand, fans seem to
like
When that K-pop
we asked is “strange”
fans why and
have practical benefits, the family becomes more supportive. Two siblings (13, 15) whothey “attractive,”
liked K-pop which
and makes
what wasthem feel “special”
special about it, anda few“unique,”
reasonsand were in
this
volunteer and study at the Korean Culturalcitedsense
Centerthey
repeatedly actually
by
in Hebron both accumulate
the Israelis
emphasizedartikel social
and capital.
Palestinians.
that their fatherAs another
Some female
of the Israeli
intervieweesfan, a high
said school
that K-
Baca
student, satu
explained:dari sub-bagian
“People from outside atasisdan
don’tdiunderstand us, buat ringkasannya
don’t understand lovetodalam
pop initially
proud of them and that they see a prosperous future seemed
for themselves“strange” and
in Korea. “different,” which consequently encouragedthis them [of
listenK-
bahasa
pop].
to it Indonesia
Meeting
more and fansberdasarkan
otherbecome gives me relief;Others
interested.
In the Israeli case, attitudes toward Hallyu fans include unresponsiveness and anotasi
it’s a very yang
strong
described sudah
bond”
K-pop dibuat.
(Bat Arie 2013).
melodies as “pure,” “naïve,”
According
“respectful,” to Bourdieu
and “ideal.” and that
The fact Wacquant,
K-pop social
issupport. capitalasis “strange”
regarded “the sum of didthenotresources,
deter fans, actual
but
ridicule, regarding fandom as a temporary phenomenon, but sometimes there is alsoby
Some family members and friends even A.
orinvirtual, Why
factliking
start
that
had the do
accrue you
opposite
Korean
to
TV
anlike K-pop?
individual
effect—it
dramas and
or
seemeda group
music attract them. As one female Palestinian fan more
virtue
tothemselves. of possessing a durable network of (24)
or less institutionalized relationships of mutual acquaintance and recognition” (Bourdieu and
According to the interviewees, familyWacquant B. Social
described
members and
1992,
capital
it: “Ifriends
became
119). That who and are empowerment
special
K-pop
because
not familiar
fans
I like
accumulate
Korean
with K-pop music; people would say I was unique.”
social capital became even more apparent in
PutC.
think it is “weird,” “funny,” “ridiculous,” differently,
“gay-like,”
Attitudes the
“crazy,” peripheral
and position
“child-like.”
of FamilyForand of K-pop,
Many
Friends referin relation
to to the more popular American,
our interviews with Palestinians. them, being part of a Hallyu fan community is both a way to
Korean singers in an offensive tone asknowIsraeli,
“Chinese” and Arabic
or pop
collectively music,
“Asian,” has an
since allure
many thatdo makes
not
people from other places and to share a neutral fandom, which is concerned neither with their
fans feel special. For this reason,
(want to) know the difference. One of some
the of
Palestinian the
members K-pop
identity ofnor fans
the wetheinterviewed
Facebook
with power group werebetween
“South
relations suspicious
Korea of and ambivalent
Palestinians and Israelis or about the global
the Arabic and
Lovers” (17) complained about her Western success of
friends: world.
“It’s soPsy’s “Gangnam
At annoying.
the same time, Style,”
I write which
something
it connects reached
fans from on my mainstream audiences
the wider Arab world. In this sense, beingwithout first
[Facebook] wall about Koreans and all passing
partmy a through
of friends
community thinkthesomebody
K-pop
that fandom
shares has
intimacy route.andmy
hacked account.depth is synonymous with social capital
emotional
[They mock me:] ‘I can’t believe that(Castiglione According
you really 2008, like these556). Chinese!!’ Come(17),
to Vicka Dinkin a female
on, what’s theIsraeli K-pop fan who runs a K-pop
problem? Is it forbidden to like something different? If I wrote something about Americans,really
program on
One a public
episode radio station,
exemplifies “‘Gangnam’
the emotional is not
bond sharedK-pop.amongI Palestinian
don’t like that fansthere
and are the
so
would that mean somebody hacked myreverence many bestowed
account?” parodies on thatthose
don’twho understand its meaning”
are knowledgeable about (Bat-Arie
Hallyu. A., 2013). Another
a female Israeli fan
Palestinian fan
Something as “strange” and (23)(19)living
foreign goes
as infurther: “I prefer
East Jerusalem,
K-pop may seemthattold it
us[K-pop]
unique that
andshe won’t
once visited
special toarrive
fansaingroup
Israel,of [and]
youngthat it’ll continue
Palestinian womentoinbea
weirduntrustworthy
small
but is regarded as too exotic and perhaps in thenear
village eyesNablusofby others,
whom andshe
mainstream only had real
come
Israelis, fans to
whowill
know continue
know through to theenjoy these
Internet. amazing
When Koreans.”
she arrived, she
little about the culture coming from thewas treated
Similarly,
other sidelike a celebrity
theoffalse Asiandue
the rumors to herPsy’s
about
continent. active role in the
Asexpected
musicologists online Hallyu
performance community
in Israel in July and2013her met
extensive
with
Regev and Seroussi (2004) emphasize, knowledge
ambivalent
while there ofreactions
K-pop. Growing
from the
are occasional up in a highly
K-pop
references inconservative
community. Israeli Many pop environment,
fans admitted wherethatgirls
theyareare notnotusually
fans
allowed
of Psy to
but leave
were the village
still somehow
music to “world music” and some reciprocity with Arabic music, Israeli music is heavilyon their
glad own,
that the
at girls
last found
one in
Korean Hallyu a way
performer to
has look at
succeeded the outside
in the
world.
Israeli As one
market.
influenced by the West, which continues to shape the mainstream.of them, M. (18), stated: “Before, I had nothing entertaining inmy life; now K-pop
and the variety Another of shows and dramas
recurring impression fill myoffree K-poptime,was and that
it makes
it is me
of happy.”
“high quality,” “fun,” and
A similar kind of escape from
“good to dance to.” The melodies are especially catchy—one can harsh reality is found in the words of L. (24),
memorize a who
K-pop livestunein
Gaza. According to her:
after hearing it only once or twice. Interviewees repeatedly emphasized the performance side
In the war days [during the 2012 clashes] we didn’t sleep at all, because we live next to
of K-pop, which is sometimes as important as the music itself and was variously described as
the tunnels, and every minute there were three rockets launched day or night and the
glamorous, colorful, and joyful—all appealing traits to a young audience. To use Koichi
sound of ambulances working and scared crying children. I would retreat from between
Iwabuchi’s term of “culture odorless” (2002), referring to cultural commodities that are able
them and go to my favorite world. I would put on anything—drama or music—and raise
to travelthe across
volume different
to the max cultures, quality performance
so I wouldn’t hear anything(aesthetics,
or feel anythingmusic,anymore;
and dance) is an
you could
important element in K-pop fandom—certainly
say I was escaping from fear and reality. more important to fans than song lyrics. Most
of the fans Among just Palestinians,
listen to the K-pop music fandomor to it may without also understanding
have the effectthe lyrics. As one since
of empowerment, Israeliit
allows cultural borrowing without being attached to some of negative aspects associatedmusic
interviewee (24) said, she does not need to check the translations of songs to enjoy the with
and videos.
imported Western culture. According to A. (23), the difference between American music and K-
14

Daftar Acuan

Laemle, J.L. (2018). Trapped in the Mouse House: How Disney has Portrayed
Racism and Sexism in its Princess Films. The Cupola: Scholarship at
Gettysburg College. https://cupola.gettysburg.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1769&context=student_scholarship

Otmazgin, N and Lyan, I. (2013). Hallyu across the Desert: K-Pop Fandom in
Israel and Palestine. Cross-Currents: East Asian History and Culture Review, 1
(9) (December 2013) • (http://cross-currents.berkeley.edu/e-journal/issue-9)
15

Anda mungkin juga menyukai