Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

HALUSINASI

OLEH

TIRSA A. L KASSE

MANAS M. TOLEU

APRILIA F. RATU

OKTOFIANUS BUNGALOLON

KELAS :B

PRODI: S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga tugas makalah dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS PADA ANAK” bisa selesai pada
waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kupang, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT

BAB II TINJAUAN KASUS

A. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. PENGERTIAN HALUSNASI
2. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
3. MEKANISME KOPING HALUSINASI
4. RENTAN RESPON HALUSINASI
5. TANDA DAN GEJALA HALUSINASI
6. PENALAKSANAAN HALUSINASI
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
1. PENGKAJIAN
2. ANALISA DATA
3. POHON MASALAH
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa memiliki rentang respon adaptif yang merupakan sehat
jiwa, masalah psikososial, dan respon maladaptif yaitu gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun 2014).
Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive), kemauan (volition),
emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut Malim (2002) Gangguan jiwa
merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Umumnya ditandai adanya
penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang tidak
wajar atau tumpul (Yusuf, dkk, 2015).
Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013) menyatakan hampir
400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan jiwa. Satu dari empat anggota keluarga
mengalami gangguan jiwa dan seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak
memperoleh perawatan dan pengobatan dengan tepat. Data Riset Kesehatan Dasar (2013)
prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat
terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil),
Bali (2,3 per mil), Jawa Tengah (2,3 per mil), Bangka Belitung (2,2 per mil), Nusa Tenggara
Barat (2,1 per mil), Bengkulu (1,9 per mil) dan Sumatera Barat urutan ke sembilan dengan
jumlah (1,9 per mil) (Riskesdas, 2013).

Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
dibagi menjadi dua bagian, yaitu gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental
emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan gangguan jiwa
berat/kelompok psikosa yaitu skizofrenia (Yusuf,dkk. 2015).

Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa kronik (Mirza, dkk, 2015). Skizofrenia
merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan gejala tersebut dapat
menyebabkan penderita sikzofrenia mengalami penurunan kualitas hidup, fungsi sosial, dan
pekerjaan. Hasil survey World Healt Organization (WHO 2013) menyatakan saat ini
diperkirakan sekitar 26 juta orang di dunia akan mengalami skizofrenia. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (2013) diperkirakan sekitar 400 ribu orang yang mengalami skizofrenia
(Riskesdas, 2013).
Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala positif. Gejala
negatif yaitu menarik diri, tidak ada atau kehilangan dorongan atau kehendak. Gejala positif
yaitu halusinasi, waham, pikiran yang tidak terorganisir, dan perilaku yang aneh (Videbeck,
2008). Dari gejala tersebut, halusinasi merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, lebih
dari 90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2013).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi


b. Tujuan khusus

1. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien dengan


halusinasi
2. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan
halusinasi
3. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan halusinasii
4. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan
halusinasi
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan halusinasi
6. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien dengan
halusinasi
D. Manfaat
a. Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan halusinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor predisposisi
dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami, dkk,
2014) :
1. Biologis

Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan
sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c.Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan


kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:


kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014) :
1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. Mekanisme Koping Halusinasi


Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti


pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut (Halusinasi Kusumawati,


2012) :
a. Fase pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,


kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
c. Fase ketiga

Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat

Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk
dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,

hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

4. Rentang Respon Halusinasi


Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak
ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :
Respon adaptif Respon maladaptif
1. Pikiran logis 1. Distorsi 1. Gangguan
2. Persepsi akurat pikiran ilusi pikir/delusi
3. Emosi 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
konsisten berlebihan 3. Sulit
dengan 3. Perilaku aneh merespon
pengalaman atau tidak emosi
4. Perilaku sesuai biasa 4. Perilaku
5. Berhubungan 4. Menarik diri disorganisasi
sosial 5. Isolasi sosial

Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi

Sumber : Muhith, 2015

Keterangan :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif meliputi :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari


pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi :

1. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan

2. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-benar
terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra
3. Emosi berlebihan atau kurang

4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk
menghindari interaksi dengan orang lain
5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain
c Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif ini meliputi :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

5. Tanda dan gejala Halusinasi

Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati sebagai
berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Halusinasi penglihatan

a. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja yang
sedang dibicarakan.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
c. Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
d. Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab
suara.
b. Halusinasi pendengaran

Adapun perilaku yang dapat teramati

a. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.
b. Tiba-tiba berlari keruangan lain

c. Halusinasi penciuman

Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah :
a. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.

b. Mencium bau tubuh

c. Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.

d. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
e. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan

Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
pengecapan adalah :
a. Meludahkan makanan atau minuman.

b. Menolak untuk makan, minum dan minum obat.

c. Tiba-tiba meninggalkan meja makan.


e. Halusinasi perabaan

Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan adalah :
a. Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.

Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari


hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan
gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat


hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses

7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya

b. Data Objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga kearah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk kearah tertentu

6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

8) Menutup hidung
9) Sering meludah

10) Menggaruk garuk permukaan kulit

6. Penatalaksanaan Halusinasi

Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Prabowo, 2014).

1) Penatalaksanaan Medis

Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang


mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain
(Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah
obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg

Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg

Tiotiksen (Navane) 8-30 mg


Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang


grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

2) Penatalaksanaan Keperawatan

a. Penerapan Strategi Pelaksanaan

Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :

1) Melatih klien mengontrol halusinasi :

a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi

b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur

c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain

d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal


2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga ,
sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol
halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
klien dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan

d. Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan


fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi

a. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena


klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri
dari :
1) Terapi aktivitas

Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi,


terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa
faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan
yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,


nomor rekam medis.
2) Alasan masuk

Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,


mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting
peralatan dirumah, menarik diri.
3) Faktor predisposisi

a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil


dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga
c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu

4) Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit
infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau
adanya kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan
dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik
antar masyarakat.

5) Fisik

Tidak mengalami keluhan fisik.

6) Psikososial

a) Genogram

Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami kelainan
jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan keputusan
dan pola asuh.

b) Konsep diri

Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri : klien biasanya mampu
menilai identitasnya, peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat
peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga
diri yang rendah sehubungan dengan sakitnya.

c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.

d) Spiritual

Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai
dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya menjalankan ibadah di
rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
1) Mental

a) Penampilan

Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
berubah dari biasanya
b) Pembicaraan

Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak


logis, berbelit-belit
c) Aktifitas motorik

Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang


abnormal.
d) Alam perasaan

Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi


misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.

f) Interaksi selama wawancara

Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-


kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g) Persepsi

Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri
dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak
nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak,
takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir

Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan


logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien
ini sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.
i) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan
eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan waham.

c) Tingkat kesadaran

Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan


waktu.
d) Memori

Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek,


mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah
disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan waktu,
menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi
untuk satu hal.
e) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas eksternal,


sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau
pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam
memberikan perhatian.
f) Kemampuan penilaian

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai,


dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan
keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan
dan diucapkan adalah salah.
g) Daya tilik diri

4) Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai dan


mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus,
membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa
kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif
klien Kebutuhan persiapan klien pulang

a) Makan

Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak


memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK

Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta


kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama
sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.

e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya
istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.

f) Pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem


pendukung sangat menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah

Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti menyapu.


5) Aspek medis

a) Diagnosa medis : Skizofrenia

b) Terapi yang diberikan

Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan


antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu
perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine
arkine.
6) Skema Masalah Halusinasi

Gangguan jiwa ringan


Gangguan jiwa
Ganguan jiwa berat

skizofrena

Gejala positif Gejala negatif

Perilaku
Waham Harga diri Isolasi
HALUSINASI
kekerasan rendah sosial

Faktor predisposisi : biologis, Faktor presipitasi : biologis,


Mekanisme Mengeluh adanya suara lain, Terbiasa menghayal
koping tidak takut, menutup telinga, bicara
efektif dan tertawa sendiri
Pengalaman sensori
berlanjut
Berfikir negatif MK: Gangguan persepsi
sensori
Merasa malu dengan
Menyalahkan diri pengalaman sendiri

sendiri Motivasi perawatan diri


Menarik diri

MK: harga diri rendah


MK : Defisit
Perawatan Kesulitan berhubungan
dengan orang lain

MK :Resiko perilaku Halusinasi mengancam,


kekerasan mememerintah,
MK : Isolasi
sosial
Skema Halusinasi

1) Pohon Masalah

Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut


(Prabowo, 2014).

Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core


problem

Isolasi sosial Cause


Pohon masalah halusinasi
1. Intervensi keperawatan

a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi

Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :

1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya

2) Klien dapat mengontrol halusinasinya

3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal Menurut


Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a) Membantu klien mengenali halusinasi

Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara


berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar

atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,


situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat
halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi

(1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi

Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak


halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini
dapat dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti
apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi,
memperagakan cara menghardik, meminta klien memperagakan ulang,
memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien.
(2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur Mampu
mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa yang
dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya
klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk
itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai progam dan
berkelanjutan.
(3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain Mengontrol
halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain
maka terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut,
sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi
adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal


Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan
diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien
tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi
bisa dibantu untuk mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas
secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi

Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya


ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
Tujuan : keluarga mampu :
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam
merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi
3) Merawat klien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up

klien secara teratur.

Tindakan keperawatan :

a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat


klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik

Tahapan sebagai berikut :

(1)Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien


(2)Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet)

(3)Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara


menghardik
(4)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian

b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien


halusinasi dengan enam benar minum obat
Tahapan tindakan sebagai berikut :

(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi


klien, merawat klien dalam mengontrol halusinasi dengan
menghardik
(2)Berikan pujian

(3)Jelaskan 6 benar cara memberikan obat


(4)Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :

(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien


dan merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan obat
(2)Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3)Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi

(4)Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama


saat halusinasi
(5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian

(6)Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan


fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :

• Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala


halusinasi pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik,
memberikan obat, bercakap-cakap
• Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga

• Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda


kekambuhan, rujukan
• Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian.
4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus


diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang
akan dilakukan implementasi pada klien dengan halusinasi dilakukan secara interaksi
dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan
(Afnuhazi, 2015):

a. Bina hubungan saling percaya

b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi respon klien terhadap halusinasi

c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat

e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan terjadwal

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata


sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan
kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan
interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
(Dalami, dkk, 2014).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu
evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan yang telah ditentukan (Afnuhazi, 2015). Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir,
dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai berikut (Dalami,
dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada yang kontradiksi
dengan masalah yang ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

BAB III

ASKEP KASUS

kasus :Ny. AN dibawa kerumah sakit pada tanggal 24 maret 2021 karena pasien
suka marah-marah sendiri gelisah susah tidur, mendengar suara-suara
bisikan setelah klien merasa kecewa dengan suami yang meninggalkan
dirinya. Suara yang ia denga adalah suara pertengkaran saat mereka
Bersama.

A. PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 24 maret 2021
Tanggal dirawat di ruangan : 25 maret 2021
Tanggal pengkajian : 25 maret 2021
Ruang rawat : mawar
I. Identitas klien
Nama :Ny. AN
Umur : 37 tahun
Alamat :batukadera, rt/12, rw/20
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen protestan
Status : menikah
Pekerjaan :IRT
Jenis kelamin :perempuan
NO CM : 15.16 303 243
II. Alasan Masuk
a. Data primer: Keluarga mengatakan klien sering mendengar suara aneh
b. Data sekunder: keluarga mengatakan klien mendengar suara bisikan jika klien
menyendiri dan saat ingin tidur. Suara bisikan berisi pertengkaran dengan
mantan suaminya.
c. Keluhan umum saat pengkajian:klien mengatakan dirinya sangat kecewa
dengan mantan suaminya

III. Riwayat penyakit sekarang (factor prespitasi): Keluarga mengatakan klien sering
marah-marah, bicara sendiri dan menyendiri. Klien marah-marah jika mendengar suara
bisikan mantan suaminya yang berisi pertengkaran untuk menikahi perempuan lain dan
pasien saat ini di rawat di RSJ dan sedang mendapatkan pengobatan.

IV. Riwayat penyakit dahulu factor predisposisi

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?


 Ya
 Tidak

Jika ya, jelaskan kapan, tanda dan gejala/keluhan:


2. Factor penyebab pendukung
a. Riwayat trauma
Pelaku / usia korban / usia saksi / usia
 Aniaya fisik / / /
 Aniaya sekssual / / /
 Penolakan / / /
Pelaku/usia korban /usia saksi / usia
 Kekerqsan dalam keluarga / / /
 Tindakan krimina / / /

Jelaskan : klien tidak pernah mengalami penganiayaan maupun kekerasan

Diagnose keperawatan : tidak ada diagnose keperawatan yang muncul

b. Pernah melakukan upaya / percobaan bunuh diri


Jelaskan : klien tidak pernah melakukan upaya percobaan bunuh diri
Diaagnosa keperawatan: tidak ada diagnose keperawatan
c. Pengalaman massa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan,
kematian, perpisahan)
Jelaskan: klien mengatakan suaminya telah menikah dengan orang yang
lebih kaya padahal ia sudah berupaya menjadi tulang punggung
keluarganya oleh karena itu pasien merasa gagal dan kecewa
Diagnosa keperawatan:
d. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
 Ya
 Tidak
Jika ya, jelaskan
Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnoa keperawatan
e. Riwayat penggunaan NAPZA
Jelaskan: klien tidak pernah menggunakan NAPZA
Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
3. Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi diatas dan hasilnya
Jelaskan: keluarga membawa pasien ke rumah sakit dan sampai sekarang
pasien masih ditangani di rumah sakit
Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
4. Riwayat penyakit keluarga
Anggota keluarga yang gangguan jiwa
 Ya
 Tidak
Jika ada, jelaskan:
Hubungan keluarga:
Gejala:
Diagnosa keperawatan:

V. pengkajian psikososial (sebelum dan sesudah sakit)

1. genogram:

Jelaskan:
2. Konsep diri
a. Citra tubuh: klien bersyukur semua tubuhnya sehat
b. Identitas:pasien dapat menjelaskan nama,umur, jenis kelamin dan mengatakan
bahwa dirrinya dalah seorang penjahit
c. Peran: [asien mengatakan bahwa dirinya adalah tulang punggung keluarga
karena suaminya pengangguran
d. Ideal diri:pasien mengatakan ingi sembuh dan tidak mau mendengar bisikan-
bisijan
e. Harga diri:klien emngatakan bahwa dirinya sanagat malu dengan
lingkungannya karena merasa dirinya tidak dihargai setelah ditinggal suaminya
Diagnosa keperawatan: harga diri rendah

3. Hubungan social
a. Orang yang berarti: [asien mengatakan orang yang paling berarti adalah
ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan hubungan social:
sebelum sakit pasien selalu ikut serta dalam kegiatan di desa namun setelah
sakit pasien lebih bersifat tertutup
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: setelah apsien bertemu
dengan suaminya pasien merasa malu untuk bertemu orang lain

Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan


4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: sebelum sakit klien melakukan ibadah di gereja
b. Kegiatan ibadah: pergi ke gereja setiap minggu
Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

VI. pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum:pasien terlihatn sedihm menyenderi sampai tanah


2. Kesadaran (kwantitan): composmetis
3. Tanda vital : TD: 120/90 mmHg, N: 20 x/ menit, S : 36,5 oc, RR: 20 x/menit
4. Ukuran BB: 45 kg, TB :140 cm
5. Tanda-tanda fisik lain: tidak ada
6. Keluhan fisik tidak ada
Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

VII. status mental

1. Penampilan
 Tidak rapi
 Penggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan: pasien seperti tidak mengurus dirinya, rambutnya tidak rapi, terlihat
kusam

2. Pembicaraan
 Cepat
 Keras
 Membisu
 Tidak mampu memulai pembicaraan
 Gagap
 Inkoherensi
 Apatis
 Lambat
Jelaskan: klien tidak bisa mnegulang pembicaraannya, pembicaraannya
sedikit-sedikit
3. Aktivitas motoric/psikomotor

Kelambatan peningkatam

 Hypokinesia, hipoaktifitas -hiperkinesia, hiperaktifitas


 Katalepsi -streotipi
 Sub strupor katatonik -gaduh gelisah katatonik
 Fleksibilitasarea -tremor
-manarism
Jelaskan: aktivitas keseharian klien merasa geld\isah Ketika mendengar suara-
suara yang selalu memarahinya

4. Mood dan afek

Mood: afek

 Sedih - datar
 Ketakutan - tumpul
 Putus asa - labil
 Khawatir - tidak sesuai
 Depresi
 Anhedonia
 Gembira berlebihan (euforia)

Jelaskan: pasien mengatakan ia merasa sedih karena tidak ada keluarga yang
menjenguknya

Diagnose keperawatan: harga diri rendah

5. Interaksi selama wawancara


 Bermusuhan
 Tidak kooperatif
 Mudah tersinggung
 Kontak mata kurang
 Defensive
 Curiga

Jelaskan: selama berkomunikasi, pasien bertahan

Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan


6. Persepsi sensorik
a. Halusinasi
 Pendengaran
 Penglihatan
 Perabaan
 Pengeca pan
 Penghidu

Jelaskan: klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengganggu

Diagnose keperawatan: gangguan persepsi sensorik (halusinasi


pendengaran)

b. Ilusi
 Ya
 Tidak ada: klien mendengar suara-suara bisikan tanpa melihat objek

Diagnosa keperawatan: gangguan persepsi sensorik


7. Proses pikir
a. Arus pikir
 Flight of idea
 Sirkumstandial
 Blocking
 Tangensial
 Pengulangan pembicaraan / perseverasi

Jelaskan: saat diajak berinteraksi klien selalu menulangi kata yang sama
dan pasien Nampak bingung
b. Isi pikir
 Phobia (sebutkan)
 Obsesif
 Fantasi
 Alienasi
 Pikiran bunuh diri
 Preekupasi
 Pikiran isolasi social;
 Pesimisme
 Pikiran magis
 Pikiran curiga
 Pikiran rendah diri
 Hipokondria
 Depersonalisasi
 Waham
-Agama
-Kebesaran
-Curiga
-Nihilistic
-Sisip pikir
-Siar pikir
-Control pikir
c. bentuk pikir
 Realistic
 Nonrealistik
 Dereistik
 Otistik
Jelaskan:
Diagnosa keperawatan: tidak ada masalah keeprawatan

8. Kesadaran
 Bingung
 Sedasi
 Disorientasi waktu
 Disorientasi orang
 Disorientasi tempat
 Meninggi
 Menurun (hipnosia, cunfosion, sedasi, stupor)
Jelaskan: klien sadar bahwa sedang berada di RSJ dan sedang
mengalami pengobatan.
Diagnose keperawatan:
9. Memori
 Gangguan daya ingat jangka Panjang (> 1 bulan)
 Gangguan daya ingat jangka pendek (24 jam -<1 bulan)
 Gangguan daya ingat saat ini (kurun waktu 10 detik-15 menit)
 Konfabulasi
Jelaskan:daya ingat klien baik
Diagnosa keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

10. Tingkat konsentrasi dan berhitung


a. Konsentrasi
 Mudah beralih
 Tidak mampu berkonsentrasi
b. Berhitung
 Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan: klien mampu berhitung dan berkonsentrasi dengan baik

Diagnose keperawatan

11. Daya tilik diri


 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan: klien merasa bahwa suara yang ia dengar itu nyata walaupun ia
tak bisa melihatnya

Diagnose keperawatan

12. Kemampuan penilaian


 Gangguan ringan
 Gangguan bermakna

Jelaskan:

Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

VIII. kebutuhan persiapan pulang

1. kemampu klien memenuhi kebutuhan

Ya tidak

 Makan √
 Keamanan √
 Perawatan Kesehatan √
 Pakaian √
 Transportasi √
 Tempat tinggal √
 Uang √
Jelaskan : klien dapat memenuhi kebutuhannya
Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a.Perawatan diri bantuan total
Bantuan minimal
 Mandi: √
 Kebersihan: √
 Makan: √
 BAB/BAK: √
 Ganti pakaian: √
Jelaskan:
Diagnosa keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
b. nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda?
 Ya
 Tidak

Apakah anda memisahkan diri?

 Ya, jelaskan
 Tidak
Frekuensi makan sehari :3x sehatri
Frekuensi kudapan sehari :2x sehari
Nafsu makan :
 Meningkat
 Menurun
 Berlebihan
 Sedikit-sedikit

Berat badan:

 Meningkat
 Menurun

Berat badan teremndah: 40 kg;berat badan tertinggi: 45 kg

Jelaskan:

Diagnosa keperawatan:

c.Tidur
 Apakah ada masalah tidur?
 Apakah merasa segar setelah bangun tidur?
 Apakah ada kebiasaan tidur siang?
 Lama tidur siang 1 jam
 Apa ayang menolong tidur? obat
 Tidur malam jam 11.00 bangun jam 05. 00 wita
 Apakah ada gangguan tidur?
 Sulit untuk tidur
 Bangun terlalu pagi
 Terbangun saat tidur
 Gelisah saat tiddur
 Berbicara saat tidur

Jelaskan:

Diagnose keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

3. kemampuan mengantisipasi klien dalam:


a. mengantisipasi kebutuhan sendiri
 Ya
 Tidak
b. Membuat keputusan berdasarkan keputusan sendiri
 Ya
 Tidak
c. Mengatur penggunaan obat
 Ya
 Tidak
d. Melakukan pemeriksaan Kesehatan
 Ya
 Tidak

Jelaskan:

Diagnosa keperawatan:tidak ada masalah keperawatan

4. Klien memiliki system pendukung


Keluarga ya: tidak:
Terapis ya: tidak:
Teman sejawat y.a: tidak:
Kelompok social ya: tidak:
Jelaskan:
Diagnose keperawatan:
VI. mekanisme koping
Adaptif maladaptive
o Bicara dengan orang lain - minum alcohol
o Mampu menyelesaikan masalah - reaksi lambat atau berlebih
o Teknik relokasi - bekerja berlebihan
o Aktifitas konstruktif - menghindar
o Olahraga - mencederai diri
Jelaskan:
Diagnose keperawatan:

VII. masalah psikososial dan lingkugan

 Masalah dengan dukungan kelompok:


 Masalah berhubungan dengan lingkungan:
 Masalah dengan Pendidikan:
 Masalah dengan pekerjaan:
 Masalah dengan perumahan:
 Masalah dengan ekonomi:
 Masalah dengan pelayanan Kesehatan
 Masalah lainnya, uraikan
Diagnose keperawatan:

VIII. kurang pengetahuan tentang

 Penyakit jiwa
 Factor presipitasi
 Koping
 System pendukung
 Penyakit fisik
 Obat-obatan
Jelaskan:
Diagnose keperawatan:

XII. askep medik

 Diagnose medik: skizofrenia paranoid


 Diagnose multi axis
-Axis I
-Axis II
-Axis III
-Axis IV
-Axis V
 Terapi medik:Respiridone 2x1, Clozapine 2x1

XIII. daftar diagnosis keperawatan

ANALISA DATA

N DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN


O
1. DS: pasien mengatakan sering mendengar Gangguan persepsi sensori (halusinasi
bisikan suara suaminya tentang pertengkaran pendengaran)
saat sendiri
DO: pasien terlihat sering bicara sendiri,
senyum sendiri, dan marah-marah sendir
2. DS: pasien mengatakan dirinya malu karena Harga diri rendah kronis
ditinggal suaminya sendiri, pasien hgarus
mengurus usahanya sendiri, dan merasa gagal
DO: klien Nampak gelisah dan sedih
3. DS: pasien mengatakan bahwa suara bisikan Deficit pengetahuan
itu nyata dan pasien tidak tau apa yang
sedang dialaminya
DO:

POHON MASALAH

Effect : harga diri rendah

Core problem: gangguan persepsi sensorik

Cause : deficit pengetahuan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensorik b.d gangguan pendengaran d.d mendengar


suara bisikan
2. Harga diri rendah kroni b.d ketidakefektifan mengatasi masalah kegagalan
d.d pasien merasa malu dan gagal
3. Deficit pengetahuan (tentang suara bisikan) d.d klien menunjukan persepsi
yang keliru terhadap masalah
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu
( Direja, 2011).

Berdasarkan hasil pengkajian melalui observasi, wawancara langsung dengan klien dan keluarga,
pemeriksaan fisik, data-data yang diperoleh dari berbagai pihak bahwa pasien mengalami gangguan
halusinasi. Salah satu diagnosa yang di temukan adalah Gangguan persepsi sensorik b.d gangguan
pendengaran d.d mendengar suara bisikan

B. SARAN
a. Bagi mahasiswa
1. Menigkatkan ilmu dan pengetahuan tentang gangguan kejiwaan dengan halusinasi
2. Melibatkan keluarga klien dalam melaksanakan semua tindakan keperawatan pada
gangguan kejiwaan dengan halusinasi
b. Bagi perawat
c. Lebih meningkatkan pendokumentasian keperawatan pada pasien dengan halusinasi
d. Meningkatkan penyuluhan kesehatan pada pasien meningitis tentang proses penyakit,
perawatan, dan pencegahan gangguan kejiwaan dengan halusinasi dengan melibatkan
keluarga klien.

Anda mungkin juga menyukai