Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUGAS DESAIN #4.

2
SA-3203 SISTEM DAN REKAYASA TRANSPORTASI AIR
Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah SA-3203 Sistem dan Rekayasa
Transportasi Air

Dosen :
Dr. Russ Bona Frazila, S.T., M.T.

Asisten :
Salma Izzatu Amatullah 15817028

Disusun Oleh :
Kelompok 06
Renaldy Andrean 15818005
Fransisco Hans Putra 15818021

PROGRAM STUDI TEKNIK DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
I. Dasar Teori
Tempat pemberhentian kapal di sungai dan danau dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
pelabuhan (dermaga tambat kapal / bongkar muat) dan dermaga singgah (halte). Pelabuhan
sungai dan danau adalah pelabuhan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan
sungai dan danau, dan dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan, kegiatan
bongkar muat barang dan orang dari dan ke atas kapal, dan aktivitas pengisian bahan bakar
untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air kotor/limbah. Sedangkan dermaga
singgah (halte) adalah tempat perhentian kapal penumpang umum untuk menurunkan
dan/atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. Pada pengerjaan tugas
kali ini, peneliti akan mendesain dimensi dermaga tambat kapal/bongkar muat pada
pelabuhan. Pelabuhan umumnya dilengkapi dengan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
Berikut fasilitas pokok yang dimaksud :

1. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran


2. Kolam pelabuhan
3. Fasilitas sandar kapal
4. Penimbangan muatan
5. Ruang Tunggu penumpang
6. Akses penumpang dan barang ke dermaga
7. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa
8. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker)
9. Instalasi air, listrik dan komunikasi
10. Akses jalan dan atau rel kereta api
11. Fasilitas pemadam kebakaran
12. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
Fasilitas penunjang yang dimaksud meliputi hal-hal berikut :

1. Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa


kepelabuhanan
2. Tempat penampungan limbah
3. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
4. Area pengembangan pelabuhan.
II. Desain Dermaga
Secara umum, dermaga dibagi ke dalam dua jenis, yaitu tipe pier dan tipe wharf (terkadang
kombinasi antara pier dan wharf). Pada pengerjaan tugas kali ini, dilakukan desain untuk
kedua tipe dermaga layaknya pada tipikal desain pelabuhan yang sangat besar (berbeda
dengan tipe kombinasi).

Gambar 1. Tipe Dermaga (sumber : Perencanaan Pelabuhan #1, Rekayasa


Transportasi Air - TPSDA ITB)

A. Dermaga Sistem Pier


Sistem pier pada prinsipnya direncanakan untuk memperoleh area sandar yang
lebih panjang karena kedua sisi dermaga yang arahnya tegak lurus pantai dapat
dimanfaatkan sebagai tempat sandar kapal. Dimungkinkan pula breakwater
digunakan sebagai dermaga untuk sandar kapal dan bongkar muat barang. Untuk
menghubungkan dermaga tersebut dengan areal daratan dapat direncanakan
causeway untuk jalur kendaraan.

Beberapa dimensi yang dapat ditentukan dalam sebuah perencanaan dermaga


sistem pier adalah seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Dimensi Dermaga Sistem Pier (sumber : Perencanaan Pelabuhan


#1, Rekayasa Transportasi Air - TPSDA ITB)

Pada perencanaan kali ini, direncanakan tipe dermaga sistem pier yang memiliki
kapasitas maksimal dua reference vessel per struktur dermaga seperti bagian kiri
gambar di atas. Perhitungan dimensi dilakukan sebagai berikut :

Lebar dermaga (B) = 2 x Bmax + 30 m = 2 x 16.5 + 30 = 63 m

Panjang dermaga (L) = LoA + 0.1LoA = 107.4 + 0.1(107.4) = 118.14 m = 120 m

Untuk panjang dermaga atau L, diambil angka keamanan sebesar 10% saja dari
rentang 10-15% oleh karena kemungkinan dermaga terisi oleh reference vessel
cenderung kecil. Hal ini dimaksudkan untuk mampu memaksimalkan efisiensi dana
sehingga dapat didistribusikan dalam pembangunan fasilitas-fasilitas yang lain.

B. Dermaga Sistem Wharf


Tipe wharf memungkinkan proses bongkar muat yang lebih baik, karena pola
bentuk sandar kapal sudah sejajar dengan lapangan penumpukan

Gambar 3. Dimensi Dermaga Sistem Wharf (sumber : Perencanaan


Pelabuhan #1, Rekayasa Transportasi Air - TPSDA ITB)

Dimensi dermaga tipe wharf akan direncanakan seperti gambar di atas, dengan
beberapa ketentuan yaitu:

- Jarak antar kapal = 15 m


- Jarak ke tepi dermaga = 25 m
Angka keamanan pada panjang dermaga ditetapkan sebesar 10% dari LoA, dan
akan digunakan di bagian depan kapal depan dan bagian belakang kapal belakang
yang akan singgah di dermaga terdesain. Maka panjang total dermaga tipe wharf
didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :

Panjang dermaga (L) = 2(LoA+0.1LoA) + 15 = 2(1.1 x 107.4) + 15 = 251.28 m

III. Desain Kolam Pelabuhan (Harbour Basin)


Kolam pelabuhan dapat didefinisikan sebagai area berlayar terlindungi, yang berarti area
yang aman dan sesuai sebagai jalur layar kapal. Berikut beberapa langkah perhitungan
daripada dimensi kolam pelabuhan :

1. Luas Kolam Pelabuhan


ATR = π (1,5 x L)2

= π (1,5 x 107.4)2

= 81534.41 m2

AB = 3 (n x L x B)

= 3 (12 x 107.4 x 16.5)


= 63795.6 m2

A = ATR + AB

= 81534.41 + 63795.6

= 145330.01 m2

Di mana:

ATR : Luas kolam putar (turning basin) (m2)

AB : Luas area bongkar muat (m2)

L : Panjang kapal maks (LoA reference vessel)

n : Jumlah kapal berlabuh di pelabuhan

b : Lebar kapal (beam reference vessel)

Dari nilai luas kolam pelabuhan sebesar 145330.01 m2, diperoleh nilai jari-jari
kolam pelabuhan sebesar 215.08 m ≈ 216 m

2. Kedalaman Kolam
a. Berdasarkan rumus,
D =d+s+C

= 3.96 + 7.92 + 0.25

= 12.13 m

Di mana:

d : draft kapal (m)

s : squat (ayunan) kapal (m); 2 x d

C : clearance / jarak aman (m); 0.25 - 1 m

Diambil nilai C minimum sebesar 0.25 dari rentang 0.25 - 1 m karena angka
keamanan yang diperbesar pada perhitungan nilai ayunan kapal (s = 2 x d).

b. Berdasarkan tabel referensi OCDI, 2002,


Tabel 1. Kedalaman Kolam Pelabuhan Berdasarkan Bobot DWT
Reference Vessel (sumber : OCDI 2002)

Berdasarkan tabel di atas, untuk nilai DWT reference vessel sebesar 3709 t,
diambil kedalaman sebesar 7.5 m

Dari kedua nilai yang didapat, dipilih nilai kedalaman kolam sebesar 7.5 m, dengan
pertimbangan kolam yang lebih dangkal akan membutuhkan biaya yang lebih
rendah. Berikut layout sederhana daripada pelabuhan dan dermaga yang akan
direncanakan:
Gambar 4. Layout Tipikal Pelabuhan Sangat Besar (sumber : Perencanaan
Pelabuhan #1, Rekayasa Transportasi Air - TPSDA ITB)

IV. Layout Sisi Darat


Berdasarkan data yang disajikan dalam pengerjaan “Tugas Desain 1”, aktivitas manusia di
DAS Sungai Mahakam tempat pelabuhan akan direncanakan berfokus pada kegiatan
tambang emas dan batu bara yang membuat terminal pelabuhan dikategorikan ke dalam
jenis pelabuhan curah kering. Secara definisi, pelabuhan curah kering merupakan
pelabuhan yang di mana muatannya merupakan muatan curah sejenis yang kering dan
memakai kemasan tertentu dalam jumlah besar, yang dimuat dan atau dibongkar sekaligus.
Contoh daripada terminal batubara eksisting dan merupakan yang terbesar di Indonesia
adalah Balikpapan Coal Terminal (BCT) di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Berdasarkan referensi “Prasarana Pelabuhan Sisi Darat, Rekayasa Transportasi Air


TPSDA-ITB”, jenis terminal curah kering berfokuskan kepada empat tipe fasilitas
pelabuhan dari segi penumpukan barang, yaitu apron dan transit sheds untuk penumpukan
sementara dan lapangan penumpukan (yard) dan gudang (warehouse) untuk penumpukan
lama.

A. Apron
Apron adalah halaman di atas dermaga yang terbentang dari sisi muka dermaga sampai
gudang laut atau lapangan penumpukan terbuka. Apron digunakan untuk menempatkan
barang yang akan dinaikkan ke kapal atau barang yang baru diturunkan dari kapal.
Bentuk apron tergantung dari jenis barangnya apakah barang potongan, curah atau peti
kemas. Untuk pelabuhan general cargo dan curah kering, dimensi dari apron dapat
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Dimensi Apron Curah Kering (sumber : Prasarana Pelabuhan


Sisi Darat, Rekayasa Transportasi Air - TPSDA ITB)

Nilai dari ad (apron depan) diambil sebesar 8 meter untuk dua jalur kendaraan. Untuk
nilai lebar gudang, apron belakang, tempat b/m truk, dan lebar jalan, diambil nilai
minimum dari ketentuan yang ada. Sehingga :

b = 60 m
ab = 3 m

c = 12 m

d =8m

B. Transit Sheds
Sesuai dengan namanya, transit sheds ditujukan sebagai sebuah gudang untuk barang-
barang dalam masa transit dari kapal menuju penerima atau pengirim menuju kapal.
Khususnya untuk kargo ekspor, untuk memfasilitasi pemuatan kargo secara cepat maka
umumnya dibawa dahulu ke transit sheds dan dikumpulkan di sana. Perihal kargo
impor, tidak memungkinkan untuk menyelesaikan semua pengantaran ke destinasi
tujuan hanya dengan kereta dan truk, maka dibutuhkannya tempat penyimpanan
sementara hingga masa pengantaran barang selesai. Infrastruktur ini umumnya
direncanakan pada berth dengan masa penyimpanan barang maksimum 15 hari untuk
barang-barang yang akan dimasukkan ke dalam peredaran bebas setempat (dengan
angkutan darat) dan maksimum 30 hari untuk barang-barang yang akan diteruskan ke
pelabuhan lain (dengan kapal lain). Fasilitas yang ada biasanya tidak dipungut biaya
untuk waktu pemakaian antara 3 sampai 5 hari, dan dikenai biaya untuk waktu lebih
dari waktu tersebut.

Beberapa dimensi yang umumnya direncanakan dalam pembangunan transit sheds


adalah panjang dan lebar. Untuk dimensi panjang, dituliskan bahwa panjang gudang
seminimal mungkin 90% daripada panjang reference vessel (LoA) untuk
memungkinkan akses yang cepat dari seluruh jalur barang. Maka untuk LoA = 107.4
m, maka panjang transit sheds setidaknya adalah 96.7 m. Untuk dimensi lebar,
dituliskan bahwa lebar bangunan seminimal mungkin adalah 60 m, dan standar ini sama
dengan standar yang dituliskan pada bagian apron.
Gambar 6. Ilustrasi Transit Sheds (sumber : Transit Sheds and Warehouses, Civil
Engineering)

C. Lapangan Penumpukan (Yard)


Fasilitas penumpukan barang merupakan bagian terpenting dalam memperlancar arus
bongkar-muat barang di pelabuhan. Dalam perencanaan lapangan penumpukan,
diperlukan data-data seperti arus pelayaran, berat curah kering, daya dukung tanah, dsb;
untuk menentukan luas lapangan penumpukan dan tinggi tumpukan yang
diperbolehkan.

Gambar 7. Terminal Barang Umum (sumber : Perencanaan Pelabuhan,


Bambang Triatmodjo)
Tidak semua barang yang dibongkar dari kapal disimpan di gudang dan lapangan
penumpukan. Sebagian barang dikirim langsung ke tempat tujuan, sedangkan sisanya
tertahan di pelabuhan dan disimpan di gudang dan lapangan penumpukan. Dalam
perhitungan luasan tertinjau, luas gudang dan lapangan penumpukan dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :

Berikut langkah-langkah perhitungan luas lapangan penumpukan :

1. Berdasarkan tugas sebelumnya, diketahui bahwa DWT (berat muatan + bahan


bakar + air tawar + air ballast + penumpang) daripada reference vessel adalah 3709
ton. Dengan asumsi 65% daripada berat DWT adalah muatan, maka tiap reference
vessel membawa sekitar 2410.85 ton muatan. Dan dengan arus pelayaran sekitar
20400 kapal/tahun, maka jumlah muatan/tahun adalah sebesar 49.2 juta ton
muatan/tahun.
2. Asumsi kedua dalam perhitungan variabel throughput per tahun atau T adalah
persentase penumpukan barang. Bila diasumsikan bahwa 75% barang akan
diangkut langsung ke tempat tujuan dan 25% ditahan di pelabuhan, maka ada
sekitar 12.3 juta ton muatan/tahun tertahan di pelabuhan (baik di gudang maupun
lapangan penumpukan)
3. Asumsi ketiga adalah 80% barang tertahan di pelabuhan akan disimpan dalam
gudang, dan 20% sisanya akan disimpan di lapangan penumpukan atau sama
dengan 2.5 juta ton muatan/tahun = T
4. Untuk besarnya transit time atau TrT, diasumsikan selama 5 hari sebagai batas
maksimal tidak terkenanya biaya penggunaan transit sheds
5. Untuk storage factor atau Sf, digunakan asumsi yang diberikan pada penjabaran
persamaan di atas, yaitu Sf = ⅔ m3/ton untuk penyimpanan di gudang dan 0.5
m3/ton untuk penyimpanan di lapangan penumpukan
6. Untuk nilai stacking height atau Sth, diasumsikan ialah sebesar 3 m untuk
penyimpanan di gudang dan 1.8 m untuk penyimpanan di lapangan penumpukan
7. Untuk besaran broker stage of cargo atau BS, yaitu volume ruang yang hilang di
antara tumpukan muatan dan ruangan yang diperlukan untuk lalu lintas alat
pengangkut seperti forklift atau peralatan lain untuk menyortir, menumpuk, dan
memindahkan muatan, diasumsikan sekecil mungkin untuk meminimalisir
kerugian sebesar 0.5% saja.
Maka berdasarkan langkah-langkah tersebut, berikut perhitungan yang dilakukan untuk
luas lapangan penumpukan :

A = (2.5 x 106) (5) (0.5) / (365) (1.8) (1-0.5) = 1.9 ha

D. Gudang (Warehouse)
Gudang merupakan fasilitas penunjang bagi pelabuhan yang memiliki fungsi untuk
menjaga barang dari penurunan kualitas. Lalu-lintas barang di gudang pelabuhan
diadministrasikan oleh operator gudang sesuai dengan dokumen, karakteristik, asal dan
tujuan. Arus barang dari operasi kapal (D.A Lasse, 2014) adalah sebagai berikut:
Gambar 8. Arus Barang Melalui Gudang dan Lapangan (sumber :Jurnal
Desiminasi Teknologi, Volume 7, Nomor 1, Januari 2019)

Gudang umumnya terletak cukup jauh dari dermaga, dengan pertimbangan sbb:

1. Ruang di dermaga sangat terbatas dan hanya digunakan untuk keperluan bongkar-
muat kapal
2. Pembuatan gudang di dermaga tidak menguntungkan, karena membutuhkan
pondasi tiang pancang (tanah di dermaga kurang baik) sehingga membutuhkan
biaya yang lebih mahal.
Luasan pelabuhan yang digunakan untuk gudang dengan menggunakan segala asumsi
dan data-data yang dijelaskan pada bagian “C. Lapangan Penumpukan (Yard)”
dihitung seperti berikut :

A = (9.84 x 106) (5) (⅔) / (365) (3) (1-0.5) = 5.99 ha = 6 ha

IV. Alat yang Dibutuhkan Pelabuhan Curah Kering


Dalam menangani muatan di pelabuhan, dibutuhkan fasilitas / alat untuk
memudahkan proses bongkar-muat barang. Fasilitas / alat yang dapat digunakan dalam
menangani muatan curah kering adalah sbb:

1. Belt Conveyor atau Bucket Elevator


Barang curah dapat ditangani secara ekonomis dengan menggunakan belt conveyor atau
bucket elevator atau kombinasi dari keduanya. Belt conveyor adalah alat serbaguna untuk
mengangkut berbagai macam barang berbentuk bubuk, butiran , dan kental dalam jarak
jauh dengan kemiringan yang landai. Alat ini digunakan untuk memindahkan material dari
tempat penimbunan ke dalam kapal atau sebaliknya. Sedangkan bucket elevator
mengangkut material secara vertikal atau kemiringan curam. Kapasitas alat ini lebih rendah
daripada belt conveyor, dan umumnya digunakan untuk mengisi silo

Gambar 9. Belt Conveyor dan Bucket Elevator (sumber : Perencanaan Pelabuhan,


Bambang Triatmodjo)

2. Tongkang
Pengangkutan barang curah kering, khususnya hasil pertambangan, dapat dilakukan
menggunakan truk dari lokasi penambangan ke daerah industri. Namun, penggunaan
truk untuk angkutan hasil tambang banyak ditentang karena mengganggu lalu lintas
umum dan dapat mempercepat kerusakan jalan akibat beban yang berat. Oleh karena
itu, tongkang banyak digunakan untuk angkutan tambang. Umumnya tongkang mampu
mengangkut muatan antara 5000 hingga 10000 ton, jauh lebih efisien jika dibandingkan
dengan kapasitas muatan truk. Tongkang dapat mengangkut muatan menuju atau dari
pelabuhan secara langsung dan/atau memindahkan muatan ke kapal yang lebih besar.
Gambar 9. Pemuatan Barang ke Tongkang (sumber : Perencanaan Pelabuhan,
Bambang Triatmodjo)

3. Alat Bantu Angkut


Penggunaan alat bantu angkut dalam proses bongkar-muat barang, dapat berupa:

- Gerobak dorong (platform)


- Kereta dorong (hand truck)
- Forklift, kapasitas angkut 1-4 ton dengan ketinggian maksimal 7 meter

Gambar 10. Forklift (sumber : Prasarana Pelabuhan Sisi Darat, Rekayasa


Transportasi Air - TPSDA ITB)

- Straddle carrier, mobile crane, dan long article handling


Gambar 11. Straddle Carrier (sumber : Prasarana Pelabuhan Sisi Darat,
Rekayasa Transportasi Air - TPSDA ITB)

4. Derek Kapal (Married Fall System)


Alat ini digunakan untuk mengangkut muatan yang tidak terlalu berat dan
pengangkatan berlaku untuk radius kecil, yaitu sekitar 6 meter dari lambung kapal.
Derek kapal ini terdiri dari lengan, kerekan, dan kabel baja yang digerakkan (dilepas
dan ditarik) dengan bantuan winch. Pada sebuah kapal biasanya terdapat beberapa buah
derek yang berkapasitas 0.5 ton, 2.5 ton, atau 5 ton, tergantung pada besar kecilnya
kapal.
Gambar 12. Derek Kapal (sumber : Perencanaan Pelabuhan, Bambang
Triatmodjo)

Gambar 13. Derek Kapal (sumber : Prasarana Pelabuhan Sisi Darat, Rekayasa
Transportasi Air - TPSDA ITB)
Lampiran:

Anda mungkin juga menyukai