Anda di halaman 1dari 7

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................................ 1

C. Tujuan Penulis ..................................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

A. Konsep Dasar Olahraga dalam Konteks Bermain dan Olahraga......................... 2

B. Konsep Dasar Bermain (Play)............................................................................. 2

C. Konsep Dasar Olahraga (Sport) .......................................................................... 4

BAB III. PENUTUP ........................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 9

B. Saran ................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pada hakekatnya aktivitas bermain dengan konsep olahraga sangat memperhatikan adanya perbedaan
dalam kemampuan fisik, psikis maupun sosial dan emosional peserta didik, sehingga dalam
implementasi pembelajaran apapun di lapangan, harus mempertimbangkan adanya perbedaan-
perbedaan tersebut. Dalam perkembangannya, olahraga telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat
untuk menjaga serta meningkatkan kondisi fisik agar tetap bersemanagat dalam melaksanakan aktifitas
sehari-hari serta memiliki kemampuan untuk berprestasi.

B. PERUMUSAN MASALA

Dalam perumusan masalah ini adalah apakah konsep dasar olahraga dalam konteks bermain dan
olahraga ?

C. TUJUAN PENULIS

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui konsep olahraga dalam konteks bermain dan
olahraga.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Olahraga dalam Konteks Bermain dan Olahraga

Konsep adalah mental imange tentang suatu objek atau makna yang tertangkap berdasarkan ciri-ciri
umum yang terdapat pada suatu objek (lautan , 1992). Konsep merupakan satu atau pengertian umum
yang biasanya disusun dengan satu kata, simbol atau tanda (Chaplin, 1993). Sebagai contoh, daya tahan
adalah konsep yang kita jumpai dalam olahraga. Konsep itu kita pahami sebagai kemampuan untuk
melakukan kerja fisik terus menerus tanpa kelelahan yang berlebihan. Kita juga akan menangkap makna
dari suatu gejala, seperti misalnya kemampuan seseorang untuk mengangkat sejumlah kepingan besi.
Segera kita mengatakan orang itu kuat. Dalam contoh itu, kekuatan juga merupakan sebuah konsep
yang serig didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengerahkan tegangan otot untuk
mengatasi suatu tahanan. Jadi, konsep sebenarnya merupkan label dari ide umum yang
mengintegrasikan beberapa elemen dari sumber yang berbeda kedalam suatu gagasan tunggal.

B. Konsep Dasar Bermain (Play)


Berbagai macam respons secara sadar itu dinyatakan dalam bentuk kegiatan bermain sebagai fitrah
manusia yang hakiki sebagai makhluk bermain, sebagai kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa kecuali
sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan

peran. Dengan kata lain, aktifitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang melekat di
dalamnya.

Karya Klasik Johan Huizinga Homo Ludens (1950) dalam filsafat olahraga memaparkan karakteristik
bermain sebagai aktifitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela.berbeda dengan motif bermain pada
anak yang dilakukan karena merupakan dorongan naluri yang berguna untuk merangsang
perkembangan fisik dan mentalnya, pada orang dewasa bermain dilakukan sebagai kebutuhan, tanpa
paksaan dan dilaksanakan karena orang mau melaksanakannya. Karena itu bagi orang dewasa bermain
bukan karena desakkan kewajiban tugas atau kewajiban moral.

Menurut tim dasar-dasar penjas FIK UNP (2012:34), menyatakan ciri yang paling khas dalam bermain
adalah sukarela sehingga tidak bertumpu kepada tujuan yang ingin dicapai dan biasanya kegiatan
bermain adalah kegiatan rutinitas sehari-hari. Bermain itu sendiri bukanlah sesuatu yang real sehingga
bermain pada anak misalnya berlangsung dalam suasana tidak sungguh-sungguh, namun bersamaan
dengan itu pula terdapat kesungguhan yang menyerap konsentrasi dan tenaga. Unsur ketegangan di
dalamnya tidak lepas dari etika, seperti tersirat dalam semangat fair play yang selanjutnya menguji
kesunguhan, keberanian, dan kejujuran pemain. Fair play adalah kesiapan dan kesediaan menerima dan
menempatkan lawan sebagai kawan bermain dan mematuhi aturan bermain yang telah di sepakati
bersamaa (tim dasar-dasar penjas FIK UNP, 2012:78).

Menurut tim dasar-dasar penjas FIK UNP (2012:34) Karakteristik bermain meliputi :

1. Bebas, sukarela, tanpa paksaan dalam berpartisipasi.

2. Aktifitas bermain terpisah.

3. Hasil dari aktifitas bermain adalah sesuatu yang tidak diketahui atau tidak direncanakan
sebelumnya.

4. Hanya murni aktifitas saja daan tidak produktif, tidak menghasilkan nilai yang permanen.

5. Peraturan bermain tergantung pda kondisi, tunduk pada kesepakatan situasional.

6. Kualitas bermain merupakan bagian dari kehidupan nyata atau sehari-hari.

Hizinga, Roger Cailois (1955) membagi permainan menjadi empat katagori utama, yaitu :

1. Agon, permainan yang bersifat pertandingan, perlawanan kedua pihak dengan kesempatan yang
sama untuk mencapai kemenagan sehingga membutuhkan perjuangan fisik yang keras.

2. Alea, permainan yang mengandalkan hasil secara untung-untungan, atau hukuman peluang
seperti : permainan dadu, rulet, kartu, dll.
3. Mimikri, permainan fantasi yang memerlukan kebebasan, dan bukan sungguhan,

4. Illinx, mencakup permainan yang mencerminkan keinginan untuk melampiaskan kebutuhhan untuk
gerak, berpetualang, dan dinamis. Seperti berolahraga dialam terbuka, mendaki gunning,

C. Konsep Dasar Olahraga (Sport)

Olahraga kebanyakaan berkaitan dengan tiga unsur pokok yaitu bermianan, latihan fisik, dan kompetisi.
Di Indonesia istiah olahraga mengadung konotasi yang identik dengan bentuk kegatan olahraga
kompetitif yang menekankan pencapaian kejuaraan rekor seperti yang dilaksanan organisasi induk
olahraga kelompok atlet elit, sementara pada kelompok lainya, seperti dikalangan pembina pendidikan
jasmani mencakup kegiatan kompetisi formal dan informal, rekreasi, bermain, dan latihan fisik.

Menurut Matveyev (1981; dala Rusli, 1992), bahwa olahraga merupakan kegiatan otot yang energik dan
dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya dan kemauanya semaksimal mungkin.

UNESCO tentang sport, yaitu setiap aktifitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan
unsure-unsur alam, orang lain, ataupun diri sendiri.

Olahraga menurut Webstre’s New Coligiate (1980) dalam tim dasar-dasar penjas FIK UNP (2012:33)
yaitu ikut serta dalam aktifitas fisik untuk mendapatkan kesenagan, dan aktifitas khusus seperti berburu
atau dalam olahraga bertanding.

Menurut kantor Menpora olahraga adalah bentuk-bentuk kegiatan jasmani yang terdapat dalam
permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang insentif dalam rangka rekreasi, kemenangan dan
prestasi optimal (Bompa 1984).

Definisi olahraga yang dirumuskan Dewan Eropa pada tahun 1980, adalah Olahraga sebagai aktifitas
spontan, bebas dan dilaksanakan selama waktu luang,

Olahraga mencangkup pengertian yang luas, bukan hanya olahraga kompetitif, tetapi juga aktifitas pada
waktu senggang sebagai pelepas lelah dan kegiataan pembinaaan kebugaran jasmani. Olahraga itu
sendiri pada hakikatnya bersifat netral, namun masyarakatla kemudian membentuk kegiataannya dan
memberi arti kegiatn itu. Karena itu seperti di indonesia, sesuai dengan fungsi dan tujuanya, mengenal
beberapa bentuk kegiatan olahraga seperti : (1) olahraga pendidikan untuk tujuan bersifat mendidik, (2)
olahraga rekreasi untuk tujuan yang bersifat rekreatif, (3) olahraga kesehatan untuk tujuan pembinaan
kesehatan, (4) olahraga rehabilitassi untuk tujuan rehabilitasi, (5) olahraga kompetitif untuk tujuan
mencapai prestasi setinggi-tingginya.

Menurut Hagele (1992) ciri-ciri olahraga Sebagai berikut :

1. Olahraga sebagai sub-sitem bermain.


Berbagai macam variasi bentuk dan jenis olahraga, namun masih dapat di identifikasi persamaan umum
yang menunjukkan ciri yang khas ynag disebut “inner horizon” suatu objek (Husseri, 1972 dalam Hagele,
1992). Esensi dari inti yang paling dalam dari olahraga dibentuk oleh sebuah kriteria yaitu bermain dan
pemain kriteria paling otentik adalah bahwa kegiatan tersebut didasarkan pada faktor kebebasan dan
kesengajaan atas dasar kesadaran pelakunya yang berbuat, lawan aktifitas yang bersifat paksaan atau
desakan, ini yang membedakan ciri bermain yang sejati.

2. Gambaran struktur spesifik olahraga.

Aktifitas dalam olahraga memiliki perbedaan dengan dunia bermain dan berbeda pula dengan katagori
lainya. Misalnya permainan menjadi faktor kebetulan dalam main domino, permaian faktor intelektual
seperti catur, atau teater, terutama dalam gambaran struktural dan faktor-faktor yang berpengaruh
yang membentuk kerangka spesifik olahraga ditandai dengan bentuk-bentuk yang khas.

3. Fokus pada gerak dalam pelaksanaan olahraga

Ciri utama dalam kegiatan olahraga adalah orientasi fisikal dalam konteks ini seperti aspek motorik, daya
tahan, kecepatan, kekuatan, dan keterampilan yang merupakan unsur terpenting dari kegiatan olahraga.
Misalnya, Wiss, Beirat Des Deutschen Sportboundes 1985, Mejer 1981 dalam Hagele (1992), karena itu
kegiatan olahraga itu selalu menampakan diri dalam wujud nyata kehadiran kondisi fisik, peragaan diri
secara sadar bertujuan, disertai dengan pengunaan alat-alat kongkrit, seperti bola, raket, dan lain-lain.

Perwujudan gerak dalam olahraga itu juga terkait dengan aspek dorongan pada manusia yang juga
terikat dengan faktor sosial dan budaya, seperti juga pengaruh suasana kejiwaan dan motivasi.
Pelaksanaan gerak dalam olahraga selau termasuk dalam lingkup keterampilam itu akan dikuasai melalui
proses belajar mengajar yang berarti aktifitas yang dipelajari itu hanya akan dikuasaai sampai taraf
memadai bila terjalin suasan hubungan sosial, ada unsur pendidik atau pembina yang lebih
berpengalaman.

4. Realitas Olahraga

Perilaku dalam olahragaa sering digambarkan bukan hanyaa bersifat “artifisal”. quasi aestetik”, imaginer
dan ilusi namun sebaliknya sebagai kegiatan real dan asli. Namun keterlibatan seseorang dalam olahraga
biasanya tidak semaata-maata terpaku mengikuti peranan yang telah ditetapkan dan terpleset dibalik
topeng fiksi. Maksudnya pelaku olahraga itu juga merupakan bagian dari dunia nyata dari dunia indra
dan kongkrit. Meskipun peraturan resmi, noram dan nilai olahragaa menggiring kegiataan alamiah dan
perilaku universal seperti berjalan, berlari, melempar, dan melompat kearah penafsiran ulang yang
spesifik, hal ini tidak berarti secara apriori atlet meninggalkan realitas, dunia faktual, yang teerjadi
adalah dia bersama yang lain memainkan sebuah permainan yang real dalam konteks bermain. Karena
itu bila dalam kompetisi olahraga seperti dramatis diatur atau terstruktur maka makna olahraga
terjungkir balik dan menjadi sebuah tontonan hasilnya sudah ditentukan sebelumnya.

5. Penampilan dan Prestasi dalam Olahraga


Olahraga pada dasaranya tidak selalu mengacu pada maksud dan tujuan ekternal seperti halnya semua
bentuk permainan, kegiatann itu diwarnai oleh drama dari setiap gerak. Ada tiga dimensi karakteristik
prestasi olahraga yaitu :

a) Prestasi itu dinyatakan melalui aspek jasmaniah.

b) Kegiatan dilaksanakan sukarela.

c) Kegiatan tidak dimaksudkan untuk menghancurkan orang lain tetapi justru untuk meningkkatkan
solidaritas.

6. Dimensi Sosial dalam Olahraga.

Dunia olahraga dipengaruhi oleh hubungan antara strukturnya, tanpa memandang bentuknya, lain
halnya permainan imajiner yang pada dasarnya memperkenankan pemain untuk sepenhnya masuk ke
dalam dunia khayalanya sendiri. Proses pembelajaran keterampilan itu berlangsunng dalam suasana
sosial, meskipun dalam kenyataannya seseorang memperoleh kebebasan untuk memilih atau
menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan tanpa dipengaruhi oleh orang lain.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep sebenarnya merupkan label dari ide umum yang mengintegrasikan beberapa elemen dari
sumber yang berbeda kedalam suatu gagasan tunggal.

Bermain adalah sukarela sehingga tidak bertumpu kepada tujuan yang ingin dicapai dan biasanya
kegiatan bermain adalah kegiatan rutinitas sehari-hari. Bermain itu sendiri bukanlah sesuatu yang real
sehingga bermain pada anak misalnya berlangsung dalam suasana tidak sungguh-sungguh, namun
bersamaan dengan itu pula terdapat kesungguhan yang menyerap konsentrasi dan tenaga.

Olahraga yaitu ikut serta dalam aktifitas fisik untuk mendapatkan kesenagan, dan aktifitas khusus seperti
berburu atau dalam olahraga bertanding. Serta olahraga adalah bentuk-bentuk kegiatan jasmani yang
terdapat dalam permainan, perlombaan, dan kegiatan jasmani yang insentif dalam rangka rekreasi,
kemenangan dan prestasi optimal
B. Saran

1. Mahasiswa FIK UNP disarankan agar memahami apa itu konsep dalam olahraga, dan konsep
bermain.

2. Untuk Guru penjas disarankan agar dalam proses pembelajaran dapat menempatkan posisi saat
mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Husdarta (2010). Sejarah dan Filsafat Olahraga, Bandung : ALFABETA

Tim Dasar-dasar Penjas (2010). Azas-azas dan Filsafat Penjas, Padang : FIK UNP

Tim Dasar-dasar Penjas (2012). Dasar-dasar Pendidikan Jasmani, Padang : FIK UNP

http://olahragapendidikan.wordpress.com/ (online), diakses 5 desember 2013

http://onopirododo.wordpress.com/ (online), diakses 5 desember 2013

Undang-undang Negara Republik Indonesia No 3 (2005). Sistem Keolahragaan Nasional. Jakarta.


Menpora

Anda mungkin juga menyukai