DASAR TEORI
97
4.1.1 Aliran Fluida dalam Media Berpori.
Aliran fluida adalah suatu gejala perpindahan zat akibat gerakan-
gerakan massa materi zat, dimana fluida dapat berupa gas atau cair atau
kedua-duanya.
Fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Jumlah fasa yang mengalir
b. Sifat fisik fluida reservoir
c. Sifat fisik batuan reservoir
d. Konfigurasi disekitar lubang bor, seperti : adanya lubang perforasi,
Skin (kerusakan formasi), gravel pack, rekahan hasil perekahan
hidrolik
e. Kemiringan lubang sumur
f. Bentuk daerah pengurasan
Keenam faktor di atas, secara ideal harus mewakili dalam setiap
persamaan perhitungan kelakukan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur.
Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856),
dimana persamaan dibedakan berdasarkan sistem aliran dan jenis fluidanya.
98
= viskositas fluida yang mengalir, cp
99
ρg = gradien tekanan fluida, 0.433 psi/ft (air tawar), 0.465 psi/ft (air asin)
B = faktor volume formasi, bbl/STB
= viskositas fluida yang mengalir, cp
re = jari – jari pengurasan sumur, ft
rw = jari – jari sumur, ft
qsc = laju alir gas pada kondisi standar, SCF
Z = faktor devias gas
T = temperatur, °R
100
o = viscositas minyak, cp
Bo= Faktor volume formasi minyak. bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
101
1. IPR Aliran Satu Fasa
Perhitungan aliran fluida satu fasa dari formasi ke dasar sumur
pertama kali dikembangkan oleh Darcy untuk aliran non-turbulent dan
dikembangkan oleh Jones, Blount dan Glaze untuk aliran turbulent. Pada
alian satu fasa, saat menurunkan atau menaikkan tekanan dasar sumur laju
produksi akan setara berbanding terbalik dengan penurunan atau kenaikan
Pwf tersebut, karena aliran fluida tidak di pengaruhi oleh aliran flida lain.
Index Produktivitas untuk aliran steady state bila digunakan konsep tekanan
reservoir rata-rata dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
q
PI =
Pe −Pwf ...........................................................................(4-8)
dimana :
J= index produktivitas
Q= laju produksi, bbl
Pe= tekanan rata-rata reservoir, psi
Pwf= tekanan alir dasar sumur, psi
Sedangkan untuk menentukan besarnya laju produksi dapat digunakan
persamaan Darcy untuk aliran radial, yaitu :
k o h ( Pav −Pwf )
q=0 , 007082
μo B o {Ln (r e /r w )−0,5+S} ......................................(4-9)
102
Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan kurva dimana
pada fluida satu fasa IPR berupa garis lurus dapat dilihat pada Tabel IV.1
pada halaman selanjutnya.
103
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Pr = tekanan reservoir rata-rata, psi
Persamaan ini digunakan untuk membuat IPR berdasarkan data uji tekanan
dari uji produksi dapat dilihat pada Tabel IV.2 pada halaman selanjutnya
104
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Pwf’ = Tekanan alir dasar sumur yang dipengaruhi faktor skin,
psi
Ps = Tekanan statik, psi
105
Kedua hal tersebut di atas disebabkan penggabungan dua persamaan
yang tidak selaras, yaitu persamaan Vogel yang berlaku untuk kondisi aliran
dua fasa dengan definisi FE (efisiensi aliran ) yang berlaku untuk kondisi satu
fasa.
106
dikembangkan dengan menggunakan simulator reservoiryang sama, yang
juga digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas dan minyak. Anggapan
yang dilakukan pada saat pengembangan metode ini adalah skin faktor sama
dengan noldan gas, minyak, dan air berada dalam satu lapisan mengalir
bersama-sama secara radial.
Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan
parameter “Water Cut” (WC), yaitu perbandingan antara laju produksi air
dengan laju produksi total cairan. Selain itu hasil simulasi menunjukkan
bahwa suatu saat tertentu yaitu pada harga tertentu, harga WC berubah sesuai
dengan perubahan Pwf. Dengan demikian perubahan WC sebagai fungsi Pwf,
perlu ditentukan.
Dalam pengembangan kinerja aliran tiga fasa dari formasi kelubang
sumur, telah digunakan 7 (Tujuh) kelompok hipotesis reservoir, yang mana
masing-masing kelompok dilakukan perhitungan kurva IPR untuk lima harga
WC yang berbeda, yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 90%. Dari hasil
perhitungan diperoleh 385 titik data, dan titik data ini dikelompokkan sesuai
dengan WC-nya. Untuk masing-masing kelompok WC dibuat kurva IPR tak
berdimensi, yaitu antara qo/qmax terhadap Pwf/Pr dimana qmax adalah laju
aliran total maksimum, kemudian dilakukan analisa regresi.
Prosedur dalam perhitungan kinerja aliran tiga fasa dari formasi ke
lubang sumur adalah sebagai berikut:
1. Siapkan data-data penunjang yang meliputi:
- tekanan reservoir/tekanan statis sumur
- tekanan alir dasar sumur
- laju produksi minyak dan air
- water cut berdasarkan uji produksi
2. Hitung harga WC @Pwf= Ps dengan menggunakan persamaan :
Watercut
WC @Pwf=Ps = P exp( P2 Pwf /Pr )1 .............................................(4-15)
- Dimana harga P1 dan P2 dihitung dengan persamaan :
P1 = 1.606207 - 0,130447 ln (water cut) ................................(4-16)
107
P2 = -0.517792 + 0,11064 ln (water cut) ................................(4-17)
3. Berdasarkan harga WC @Pwf=Ps , hitung konstanta A0, A1 dan A2 dengan
menggunakan persamaan :
An = C0 + C1(WC) + C2(WC)2 ........................................................(4-18)
= x ...............................................(4-20)
7. Menentukan harga PI dengan mempergunakan persamaan :
PI = ............................................................................... (4-21)
108
Gambar 4.4 Kurva IPR Tiga Fasa(2)
4.1.3 Kelakuan Aliran Fluida dalam Pipa
Aliran fluida dalam pipa dipengaruhi oleh sifat fisik fluida, friction loss
serta gradien tekanan fluida. Sub bab ini akan membahas pengaruh tersebut
terhadap aliran fluida dalam pipa.
4.1.4 Sifat Fisik Fluida
Sifat fisik fluida (gas, minyak dan air) perlu diketahui karena merupakan
variabel utama aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat fisik
fluida yang akan dibahas adalah sifat fisika fluida yang mempengaruhi
perencanaan Gas Lift yaitu kelarutan gas dalam minyak (Rs), kandungan
aromatik, viskositas, densitas dan specific gravity fluida (SGmix).
A. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)
Sistem minyak pada tekanan yang tinggi, gas akan terlarut dalam minyak,
dengan demikian harga kelarutan gas meningkat dan sebaliknya apabila terjadi
penurunan tekanan, fasa gas akan terbebaskan dari larutan minyak. Jumlah gas
yang terlarut akan konstan, apabila tekanan mencapai tekanan saturasi (Bubble
Point Pressure-Pb).
B. Viskositas (µ)
Viskositas merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir. Harga
viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, pada temperatur yang
tinggi harga viskositas fluida akan mengecil dan sebaliknya pada temperatur
rendah harga viskositas akan semakin besar.
109
Gambar 4.5 Hubungan Viskositas Terhadap Tekanan(2)
C. Densitas dan Specific Gravity Fluida (SG)
Densitas suatu fluida adalah bilangan yang menunjukkan berapa berat
(gram atau lb) fluida tersebut dalam volume 1 cm 3 atau cuft, atau dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
m
ρ=
A.h gr/cm3 atau lb/cuft....................................................................... (4-22)
Specific Gravity fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluida
tersebut dengan fluida yang lain pada kondisi standar (14.7 psi, 60 oF). Untuk
menghitung besarnya SG fluida tertentu, biasanya air diambil sebagai patokan
densitas sebesar 62.40 lb/cuft. Sehingga specific gravity fluida secara sistematis
ditulis dengan persamaan :
ρ
SGf = 62. 40 ............................................................................................. (4-23)
Dalam teknik Perminyakan specific gravity sering dinyatakan dengan
o
API, dengan persamaan :
141. 5
o
SGoil = 131. 5+ API ................................................................................ (4-24)
Untuk fluida campuran, besarnya specific gravity dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :
SGmix = ((1-WC) x SG oil) + (WC x SG water)..........................................(4-25)
Keterangan :
ρ = densitas fluida, gr/cm3 atau lb/cuft
m = berat fluida, gr atau lb
A = luasan, cm2 atau ft2
h = tinggi, cm atau ft
o
API = derajat API
SGf = specific Gravity fluida
110
WC = water cut, %
F = Rs.
( )
γo
.............................................................................................. (4-27)
Dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
γo = specific gravity minyak, lb/cuft
γg = specific grafity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat terjadinya
pengembangan gas.
111
Gambar 4.7 Faktor Volume Formasi (Bo) Terhadap Tekanan Minyak(2)
4.1.5 Aliran Laminar dan Turbulen dalam Pipa
Aliran fluida dapat dibedakan Menjadi aliran laminar dan aliran turbulen,
tergantung padajenis garis alir yang dihasilkan oleh partikel-partikel fluida. Jika
aliran dari seluruh partikel fluida bergerak sepanjang garis yang sejajar dengah
arah aliran (atau sejajar dengan garistengah pipa, jika fluida mengalir di dalam
pipa), fluida yang seperti ini dikatakan laminar.
Fluida laminar kadang-kadang disebut dengan fluida viskos atau fluida
garis alir (streamline). Kata laminar berasal dari bahasa latin lamina, yang berarti
lapisan atau plat tipis. Sehingga, aliran laminar berarti aliran yang berlapis-lapis.
Lapisan-lapisan fluida akan saling bertindihan satu sama lain tanpa bersilangan
seperti pada Gambar 4.8 dibawah ini menunjukkan aliran turbulen dan aliran
laminer.
Jika gerakan partikel fluida tidak lagi sejajar, mulai saling bersilangsatu
sama lain sehingga terbentuk pusarn di dalam fluida, aliran yang seperti ini
disebut dengan aliran turbulen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8
dibawah ini
112
Gambar 4.8 Aliran Turbulent (atas) Aliran Leminer (bawah)(2)
Karakteristik struktur aliran internal (dalam pipa) sangat tergantung dari
kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, densitas, viskositas dan diameter pipa.
Aliran fluida (cairan atau gas) dalam pipa mungkin merupakan aliran laminer atau
turbulen. Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen secara eksperimen pertama
sekali dipaparkan oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883. Eksperimen itu
dijalankan dengan menyuntikkan cairan berwarna ke dalam aliran air yang
mengalir di dalam tabung kaca. Jika fluida bergerak dengan kecepatan cukup
rendah, cairan berwarna akan mengalir didalam sistem membentuk garis lurus
tidak bercampur dengan aliran air.
Pada kondisi seperti ini, fluida masih mengalir secara laminar. Jadi pada
prinsipnya, jika fluida mengalir cukup rendah seperti kondisi eksperimen ini,
maka terdapat garis alir. Bila kecepatan fluida ditingkatkan, maka akan dicapai
suatu kecepatan kritis. Fluida mencapai kecepatan kritis dapat ditandai dengan
terbentuknya gelombang cairan warna. Artinya garis alir tidak lagi lurus, tetapi
mulai bergelombang dan kemudian garis alir menghilang, karena cairan berwarna
mulai menyebar secara seragam ke seluruh arah fluida air.
Perilaku ketika fluida mulai bergerak secara acak (tak menentu)
dalambentuk arus-silang dan pusaran, menunjukkan bahwa aliran air tidak lagi
laminar. Pada kondisi seperti ini garis alir fluida tidak lagi lurus dan sejajar.
Menurut Reynold, untuk membedakan apakah aliran itu turbulen atau
laminar dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan
Bilangan Reynold.
Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut :
Dimana:
Re=Bilangan Reynold (tak berdimensi)
V = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
D= diameter pipa(ft atau m)
113
v= /viskositas kinematik(m2/s)
Pada Re < 2300, aliran bersifat laminer.
Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen.
Pada Re = 2300-4000 terdapat daerah transisi.
dimana :
V = kecepatan aliran fluida, cm/detik
q = laju alir fluida, cm3/detik
A = luas penampang batuan, cm2
μ = viscositas fluida, cp
dP/dL = gradient tekanan dalam arah sama dengan v, atm/cm
k = permeabilitas batuan, darcy
Persamaan tersebut kemudian dikembangkan untuk kondisi aliran dari formasi ke
lubang sumur secara radial, menjadi :
k dP
q= ( )( )
μ dL ................................................................................(4-29)
Saat terjadi aliran, parameter yang berubah adalah tekanan dan jarak.
Dengan mengintegrasikan persamaan (4-22) diatas untuk kondisi aliran mantap :
r2 p2
q ∫r 1 ( dp/ r ) =2 π ∫p 1 h ( k / μ ) dp
.....................................(4-30)
Bila k dan konstanta pada interval tekanan p1 dan p2, maka diperoleh :
k ( p 2− p 1 )
q=2 πh [ ]
μ ln ( r 2 /r 1 ) ...............................................(4-31)
Untuk p1 = Pwf ; p2 = Pe ; r1 = rw dan r2 = re, maka persamaan diatas akan menjadi :
114
kh ( P e−P wf )
q=0 , 007082
μ o ln ( r e / r w ) ...............................................(4-32)
kh ( Pe −Pwf )
q=0 , 007082
μo B o ln(r e /r w ) ...................................................(4-33)
dimana :
q = laju aliran, bbl/day
qsc = laju aliran fluida di permukaan, STB/day
h = ketebalan lapisan, ft
o = viscositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/stb
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Untuk aliran gas kondisi standar dapat dihitung dengan persamaan :
kh ( Pe −Pwf )
q sc=0 ,703
μg T r Z ln(r e /r w ) ..........................................................(4-34)
dimana :
qsc = laju produksi gas, SCF/day
g = viscositas gas, cp
T = temperatur reservoir, F
Z = faktor kompresibilitas
115
qg μo k g
GOR= =
q o μ g k o ..........................................................................(4-35)
Persamaan diatas berlaku untuk kondisi formasi, sedangkan untuk kondisi
qg
ditambah dengan gas bebas yang semula terlarut dalam minyak sebesar Rs,
sehingga Persamaan (4-28) menjadi :
μ o Bo k g
GOR permukaan =R s +
( μgo B g k o ) ……………………………………...(4-
36)
dimana :
GOR = Gas Oil Ratio di reservoir, cuft/bbl
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB
o = viscostas minyak, cp
g = viscositas gas, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bg = faktor volume formasi gas, SCF/bbl
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, md
kg = permeabilitas efektif terhadap gas, md
37)
Untuk kondisi di permukaan, maka volume minyak yang mengalir akan
mngecil. Hal ini disebabkan oleh adanya gas yang membebaskan diri dari minyak,
116
qo
dimana :
WOR = water oil ratio, cuft/STB
o = viscositas minyak, cp
g = viscositas gas, cp
kw = permeabilitas air, md
ko = permeabilitas minyak, md
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/stb
Keterangan :
F=2.083
100
[ ]
C
1,85
[ ]
( )
34.3
ID 4 ,8655 ....................................................(4-39)
117
Berdasarkan persamaan tersebut, Hazen-William membuat Grafik
frictionloss seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.9 di bawah ini.
118
4.1.10 Aliran Gas Di Dalam Pipa Vertikal
Persamaan-persamaan yang dikembangkan untuk menentukan hubungan
antara laju alir gas dan penurunan tekanan pada pada gas kering. Acapkali,dalam
operasi produksi gas , fluida juga ikut mengalir bersama-sama dengan gas.
Sebagai contoh adalah aliran dari sumur gas yang berproduksi bersama - sama
dengan kondensat atau air atau terjadinya kondensasi selama aliran. Adanya fluida
tersebut menyebabkan meningkatnya penurunan tekanan. Adanya fluida ini ,
menyebabkan diperlukannya perhitungan penurunan tekanan untuk aliran dua fasa
dalam merencanakan sistem pemipaan.
Problema aliran dua fasa di dalam sumur dapat diselesaikan dengan
menggunakan korelasi - korelasi pada kondisi aliran dua fasa. Ada beberapa
korelasi yang umum digunakan , antara lain : korelasi Hagedorn dan Brown ,
Korelasi Poettmann dan Carpenter , Korelasi Orkiszewski dan Korelasi Dun dan
Ross. Disini hanya akan dibahas metode Hagedorn dan Brown saja.
Salah satu metode yang sederhana didalam persoalan aliran dua fasa
adalah mengganti yg dengan ym. Metode ini disebut metode gravitasi campuran.
Adapun persamaan untuk ym adalah sebagai berikut :
Ym = .......................................(4-43)
Dimana :
ym = gravity campuran
yg = gravity gas kering
YL = spesifik gravity liquid
R = gas - oil ratio , SCF/STB
Metode gravitasi campuran ini dapat digunakan jika sumur berproduksi
dengan gas - oil ratio yang tinggi. Jika gas - oil ratio kurang dari 10000 SCF/STB
maka korelasi metode ini tidak dapat digunakan dan harus digunakan korelasi
pada kondisi dua fasa. Salahsatu korelasi yang dapat digunakan adalah korelasi
Hagedorn dan Brown yang akan diterangkan berikut ini.
Hagedorn dan Brown menggunakan persamaan berikut dengan
mengabaikan akselerasi
119
= ⍴m cos Ꝋ + ......................................(4-44)
Untuk menentukan densitas campuran , ⍴m , dan faktor gesekan , 𝑓
digunakan persamaan - persamaan empirik. Parameter-parameter yang terlibat di
dalam Persamaan 4-36 didefinisikan sebagai berikut :
⍴m = ⍴L HL + ⍴g (1 - HL)
⍴L = densitas liquid
⍴g = densitas gas
HL = liquid holdup
□ = sudut kemiringan terhadap arah vertical
Vm = VsL + VsG
vsL = superficial liquid velocity = qL/ Ap
vsG = superficial gas velocity = qg/ Ap
Ap = luas dari pipa alir = π d2 /4
d = diameter pipa dalam
⍴f = ⍴n 2 / ⍴m
⍴n = ⍴L λ + ⍴g (1- λ)
λ = VsL/ Vm
Faktor gesekan dihitung menggunakan persamaan Jain atau menggunakan
diagram Moody dengan bilangan Reynold’s sebagai berikut:
NRem = ................................................................(4-45)
Dimana:
µm = µL HL µg ( 1-HL )
µL = viskositas liquid
µg = viskositas gas
Untuk menentukan HL dapat digunakan tiga korelasi empirik. Ketiga
korelasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7 , 4.8 dan 4.9. Dalam menentukan
HL dengan menggunakan gambar- gambar tersebut , bilangan tak berdimensi
berikut ini harus ditentukan dari data - data yang diketahui :
NLv = VsL ( ⍴L / g σ )0.25
120
Ngv = Vsg ( ⍴L / g σ )0.25
Nd = d ( ⍴L / g σ )0.5
NL = µL ( g /⍴L σ3 )0.25
dimana σ adalah tegangan permukaan antara gas dan liquid. Persamaan
diatas juga dapat ditulis dalam satuan lapangan sebagai berikut:
NLv = 1.938 VsL ( ⍴L / g σ )0.25
Ngv = 1.938 Vsg ( ⍴L / g σ )0.25
Nd = 120.872 d ( ⍴L / g σ )0.5
NL = 0.15726 µL ( g /⍴L σ3 )0.25
dimana masing masing parameter satuannya adalah sebagai berikut :
VSL , Vsg = ft/sec
⍴L = lbm/cu ft
σ = dynes/cm
d = ft
µL = cp
Untuk menggunakan persamaan tersebut , HL , harus ditentukan
berdasarkan prosedur sebagai berikut :
1. Menghitung NL
2. Menentukan C N dari Gambar 4.7
3. Menghitung
xH =
4. Menentukan
xψ =
6. Menentukan ψ dari Gambar 4.9
7. Menghitung HL = ψ ( HL / ψ )
121
Dengan diketahuinya harga HL dan faktor gesekan , f, maka gradien
tekanan dapat ditentukan.
122
Gambar 4.12 Metode PA Alir(3)
123
Gambar 4.13 Production System Nodal (3)
2. Komponen komplesi
Adanya lubang perforasi ataupun gravel pack di dasar lubang
sumur akan mempengruhi aliran fluida dari formasi ke dasar lubang
sumur. Berdasarkan analisa di komponen ini, dapat diketahui pengaruh
jumlah lubang perforasi ataupun adanya gravel pack terhadap laju
produksi sumur.
3. Komponen tubing
Fluida multifasa yang mengalir dalam pipa tegak maupun miring,
akan mengalami kehilangan tekanan yang besarnya antara lain tergantung
124
dari ukuran tubing. Dengan demikian analisa tentang pengaruh ukuran
tubing terhadap laju produksi dapat dilakukan dalam komponen ini
4. Komponen Pipa salur
Pengaruh ukuran pipa salur terhadap laju produksi yang dihasilkan
suatu sumur. Dapat dianalisa dalam komponen ini seperti halnya pengaruh
ukuran tubing, dalam komponen tubing.
5. komponen restriksi/ jepitan
Jepitan yang dipasang di kepala sumur atau di dalam tubing
sebagai safety valve, akan mempengruhi besar laju produksi yang
dihasilkan dari suatu sumur. Pemilihan ataupun analisa tentang pengaruh
ukuran jepitan terhadap laju produksi dapat dianalisa di komponen ini.
6. Komponen separator
Laju produksi suatu sumur dapat berubah dengan berubahnya
tekanan kerja separator.Pengaruh perubahan tekanan kerja separator
terhadap laju produksi untuk sistem sumur dapat dilakukan di komponen
ini.
Keenam komponen tersebut berpengaruh terhadap laju produksi
sumur yang akan dihasilkan. Laju produksi yang optimum dapat diperoleh dengan
cara memvariasikan ukuran tubing, pipa salur, jepitan, dan tekanan kerja
separator. Pengaruh kelakuan aliran fluida di masing-masing komponen terhadap
system sumur secara keseluruhan akan dianalisa, dengan menggunakan analisa
system nodal. Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen, dimana di
titik pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan masa ataupun
keseimbangan tekanan. Hal ini berarti bahwa masa fluida yang keluar dari suatu
komponen akan sama dengan masa fluida yang masuk ke dalam komponen
berikutnya yang saling berhubungan atau tekanan di ujung suatu komponen akan
sama dengan tekanan di ujung komponen yang lain yang berhubungan.
Dalam system sumur produksi dapat ditemui 4 titik nodal, yaitu :
1. Titik nodal di dasar sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi
produktif/reservoir dengan komponen tubing apabila komplesi sumur
125
adalah open hole atau pertemuan antara komponen tubing dengan
komponen komplesi yang diperforasi atau bergravel pack.
2. Titik nodal di kepala sumur
Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing
dan pipa salur dalam hal sumur tidak dilengkapi dengan jepitan atau
merupakan pertemuan komponen tubing dengan komponen jepitan bila
sumur dilengkapi jepitan.
3. Titik nodal di separator
Pertemuan antara komponen pipa salur dengan komponen
separator merupakan suatu titik nodal.
4. Titik nodal di “upstream/ downstream”
Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan antara
komponen jepitan dengan komponen tubing, apabila jepitandipasang di tubing
sebagai safety valve atau merupakan pertemuanantara komponen tubing di
permukaan dengan komponen jepitan apabila jepitan dipasang di kepala sumur.
126
b. Metode pengangkatan buatan (Artificial Lift)
Artificial lift adalah metode pengangkatan buatan fluida dengan
menggunakan peralatan pengangkatan buatan. Pertimbangan untuk
memasang alat bantu tersebut karena kecilnya tekanan sumur yang
ada. Selain itu peralatan ini juga untuk mengejar target produksi,
sehingga sumur-sumur yang masih mengalir secara alami juga
dipasang peralatan artificial baru.
Kemampuan berproduksi suatu sumur minyak dan gas akan
mengalami penurunan sebagai akibat terjadinya perubahan kondisi
pengurasan. Perubahan ini disebabkan oleh penurunan dari
kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida ke lubang sumur.
Keadaan ini dapat menyebabkan sumur tidak berproduksi secara
natural flow atau mungkin masih mampu berproduksi secara natural
flow tetapi pada laju reaksi yang rendah. Jika minyak yang terdapat
dalam reservoir masih mempunyai nilai ekonomis, maka perlu
diusahakan untuk memproduksi sisa minyak tersebut dengan teknik
pengangkatan buatan (artificial lift).
Artificial lift sendiri dapat menggunakan pompa dan Gas Lift.
Untuk Primary recovery, minyak dapat diproduksikan hanya dengan
mengandalkan mekanisme pendorong alam yang ada dalam reservoir,
RF (Recovery Factor) untuk primary recovery umumnya berkisar
antara 5 – 20 % (tergantung karakteristik reservoir dan fluidanya).
127
3. Metode Tersier (Tertiary Recovery/ EOR)
Pada tahap ini, minyak dapat diproduksikan dengan
menginjeksikan Chemical (Polymer/ Alkaline Surfactant Polymer),
Thermal (Steam), Miscible Gas (CO2 Injection). Pada tahap Secondary
dan EOR, umumnya ada fluida dari yg diinjeksikan ke dalam reservoir
melalui sumur sumur injeksi. RF untuk tertiaty recovery umumnya
berkisar antar 40-70% (tergantung karakteristik reservoir dan fluidanya).
128
Gambar 4.14 Instalasi Electric Submersible Pump(7)
129
Wellhead juga harus dilengkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada
lubang kabel dan tulang. Wellhead didesain untuk tahan terhadap tekanan 500
psi sampai 3000 psi.
2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switcboard
dan wellhead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau
penghubugn kabel yang berasal dari dalam sumur dengan kabel yang berasal
dari switchboard. Junction Box juga digunakan untuk melepaskan gas yang
ikut dalam kabel agar tidak menimblkan kebakaran di swictboard.
130
Gambar 4.17 Junction Box(7)
3. Switchboard
Switchboard adalah panel kontrol kerja dipermukaan saat pompa
bekerja yang dilengkapi motor controller, overload dan underload protection
serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara manual
ataupun otomatis bila terjadi penyimpangan. Switchboard dapat digunakan
untuk tegangan 4400-4800 volt.
Fungsi utama dari switchboard adalah :
Mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem seperti
overload atau underload current.
Auto restart underload pada kondisi intermittent well.
Mendeteksi unbalance voltage.
4. Transformer
Transformer merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa
untuk menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat ni terdiri dari core yang
dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Keduanya, baik core maupun
coil direndam dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan
tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya.
131
4.4.1.2 Peralatan Bawah Permukaan
Peralatan dibawah permukaan dari pompa benam listrik terdiri atas
pressure testing sensing instrument, electric motor, protector, intake, pump
unit dan electric cable serta alat penunjang lainnya.
132
Jenis motor ESP adalah motor listrik induksi 2 kutub 3 fasa yang diisi
dengan minyak pelumas khusus yang mempunyai tahan listrik tinggi. Tenaga
listrik untuk motor diberikan dari permukaan mulai kabel listrik sebagai
penghantar ke motor. Putaran Motor adalah 3400 RPM - 3600 RPM
tergantung besarnya frekuensi yang diberikan serta beban yang diberiukan
oleh pompa saat mengangkat fuida.
Secara garis besar motor ESP seperti juga motor listrik yang lain
mempunyai dua bagian pokok, yaitu :
- Rotor (bagian yang berputar)
- Stator (bagian yang diam)
Stator mengindukasi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran
pada rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada
ditengahnya akan ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan
akan ikut berputar pula (poros pompa, intake dan protector).
133
Gambar 4.19 Motor Pompa Benam Listrik(7)
3. Protector
Protector seing juga disebut Sel Section. Alat ini berfungsi untuk
menahan masuknya fluida sumur kedalam motor, menahan thrust load yang
ditimbulkan oleh pompa pada saat pompa mengangkat cairan, juga untuk
menyeimbangkan tekanan yang ada didalam motor dengan tekanan didalam
annulus. Secara prinsip protector mempunyai 4 fungsi utama yaitu :
- Untuk mengimbangi tekanan dalam motor dengan tekanan diannulus.
- Tempat duduknya thrust bearing untuk meredam gaya axial yang
ditimbulkan oleh pompa.
- Menyekat masuknya fluida sumur kedalam motor.
- Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor
akibat perubahan temperatur dalam motor pada saat bekerja dan pada
saat dimatikan.
Secara umum protector mempunyai dua macam type, yaitu :
1. Positive Seal atau Modular Type Protector
2. Labyrinth Type Protector
134
Gambar 4.20 Jenis Labyrinth Type Protector(7)
5. Unit Pompa
Unit pompa merupakan Multistage Centrifugal Pump, yang terdiri dari:
impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing. Didalam housing pompa
terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi
langsung dengan Head Capavity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya
bisa menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity
yang dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan.
Impeller merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian
yang diam.Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing
stage dipasangtegak lurus pada poros pompa yang berputar pada housing.
135
Gambar 4.21 Jenis Rotary Gas Separator(7)
6. Electric Cable
Tenaga Listrik untuk menggerakan motor yang berada didasar sumur
disuplai oleh kabel yang khsusu digunakan untuk pompa ESP. Kabel yang
dipakai adalah 3 jenis konduktor. Dilihat dari bentuknya ada dua jenis, yaitu
flat cable typr dan round cable type. Fungsi kabel tersebut adalah sebagai
media penghantar arus listrik dari switchboard sampai ke motor di dalam
sumur. Secara umum ada 2 jenis kabel yang lazim digunakan di lapangan ,
yaitu Low temperature cable danHigh temperature cable.
Kerusakan pada round cable merupakan hal yang sering kali terjadi
pada saat menurunkan dan mencabut rangkaian ESP. Untuk menghindari
atau memperkecil kemungkinan tersebut, maka kecepatan string pada saat
menurunkan rangkaian tidak boleh melebihi dari 1500 ft/jam dan harus
136
lebih pelan lagi ketika melewati deviated zone atau dog leg. Kabel harus
tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur, tekanan migrasi gas dan tahan
terhadap resapan cairan dari sumur maka kabel harus mempunyai isolasi
dan sarung yang baik. Bagian dari kabel biasanya terdiri dari :
-Konduktor
-Isolasi
-Sarung (sheath) jaket
7. Check Valve
Check valve dipasang pada tubing (2-3 joint) diatas pompa. Bertujuan
untuk menjaga fluida tetap berada diatas pompa. Jika Check valve tidak
dipasang untuk maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan
melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik
ke atas, sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putara impeller
berbalk arah, dan dapat menyebabkan motor terbakar dan rusak. Check
valve umumnya digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida
sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun kebawah.
8. Bleeder Valve
137
Bleeder Valve dipasang satu joint diatas check valve, mempunyai
fungsi mencegah minyak keluar pada saat tubing di cabut. Fluida akan keluar
melalui bleeder valve.
9. Centralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau
selalu ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel
karena gesekan dapat dicegah.
138
Tek. Operasi Pompa = (head / stage) x (gradien tekanan fluida) x (jumlah
stage).
Bila gas dan cairan sedang dipompa, kapasitas dan head per stage juga
gradien tekanan fluida berubah sebagaimana tekanan fluida naik dari tekanan
intake ke tekanan discharge. Dengan demikian persamaan diatas dapat ditulis
sebagai berikut
Dimana :
VF = WC + (1-WC) Bo + [GLR – (1-WC) Rs] Bg.....................(4.47)
qsc = PI (Pr-Pwf)
Gf(V) = 0,433 x ρ(V) ........................................................................(4-48)
139
W adalah berat material pada berbagai tekanan dan temperatur,
yang mana sama berat dengan berat pada kondisi standart. Dituliskan dengan
persamaan :
qsc x ρf sc
ρ(V) ¿ .................................................................(4-50)
350 x V
Mensubstitusikan persamaan (4-48 ) kedalam persamaan (4-50)
didapatkan persamaan sebagai berikut :
0,433 qsc x ρf sc
Gf =(
350
) V
.......................................................(4-
51)
Pfsc adalah berat 1 bbl cairan ditambah gas yang terpompakan (per bbl
cairan) pada kondisi standart.
350 V
d (St) = ( )
0,433 x qsc x pfsc h ( V )
dp............................................(4-52)
P2 P2 ❑
1 hp ( V )
∫ d ( HP )=
P3
( 0,433 ) ∫ h (V ) dp .......................................................................(4-53)
P3
Atau
P2 ❑
1 hp ( V )
HP = ( 0,433 ) ∫ h ( V ) dp ........................................................(4-54)
P3
140
Peramalan kurva intake pompa Electric Submersible Pump
dipertimbangkan untuk dua hal yaitu :
Memompa cairan
Memompa cairan dan gas
HP = hp x pfsc x St................................................................(4-58)
141
Persamaan (4-56) dan laju alir ditentukan dengan Persamaan (4-57) atau
Persamaan (4-58 ).
142
bab sebelumnya, untuk aliran fluida dua fasa, Vogel membuat grafik kinerja
aliran fluida dari formasi ke lubang sumur berdasarkan data uji produksi.
Sedangkan untuk aliran tiga fasa, yaitu gas, minyak dan air, maka
dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur
dapat menggunakan analisis regresi dari metode Pudjo Sukarno sperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
143
B. Working Fluid Level/ Operating Fluid Level (WFL, ft)
Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (bbl/D) dan
tekanan alir dasar sumur adalah pwf (psi), maka ketinggian (kedalaman bila
diukur dari permukaan) fluid di annulus adalah :
WFL = Dmidperf – (Pwf/ Gf + Pc/Gf), feet
Dimana :
SFL = Statik Fluid Level, ft
WFL = Working Fluid Level, ft
Ps = Tekanan Statik sumur, psi
Pwf = Tekann Alir dasar sumur, psi
q = Rate produksi, B/D
D = Kedalaman sumur, ft
Pc = Tekanan di casing, psi
Gf = Gradient Fluida sumur, psi/ft
144
bersama-sama dengan cairan sampai pada daerah yang memiliki tekanan
tinggi akan dicapai dimana gelembung tadi akan mengecil. Fenomena ini
disebut sebagai kavitasi yang dapat menurunkan efisiensi dan merusak
pompa.
Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan dan apabila
kondisi penghisapan berada diatas Pb, maka kavitasi tidak terjadi. Kondisi
minimum dikehendaki untuk mencegah kavitasi pada suatu pompa disebut
Net Positive Suction Head (NPHS). NPHS adalah tekanan absolut diatas
tekanan saturasi yang diperlukan untuk menggerakan fluida masuk kedalam
fluida.
145
Gambar 4.24 Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur(8)
146
Diambil suatu harga rate produksi V, maka h akan berubah pada saat cairan
melewati pompa. Persamaan (3- ) dapat digunakan jika variabel V/h(V) dapat
dikurangi untuk menyederhanakan fungsi tekanan.
Keberadaan gas dibagian intake pompa dimana tekanan intake dibawah Pb
maka persamaan (3- ) harus dipecah menjadi dua yaitu :
Pb P2
A v A V
St = ∫ Gf + ∫ Gf ...............................(4-59)
qsc P 3 h ( V ) qsc Pb h ( V )
Dimana :
A = 808,3141 /ρfsc
Dengan melakukan integrasi numerik, Persamaan (3- 60) dapat ditulis dalam
bentuk sederhana :
n
Sti = ∑ Δ(Sti)..................................................................(4-60)
i=i
Dimana :
n
Sti = ∑ ( A . ΔP 3/qsc ) Vi/hi ..............................................(4-61)
1=i
147
Interval tekanan intake dan tekanan discharge dibagi ke dalam tiap step
kenaikan tekanan atau dengan mengambil P3 konstanta, Persamaan (3- )
dapat ditulis sebagai berikut :
n
HPi = ∑ (ΔP 3 /0433) hpi/hi
i=1
n
HP1 = ∑ Δ(HP )i
i=1
Pemilihan motor baik single motor maupun tandem didasarkan pada table
yang disediakan oleh pabrik pembuatnya terlampir. Besarnya horse power yang
dibutuhkan mtor pada hasil perhitungan tidak tersedia dalam table, maka dipilih
motor yang memiliki horse power lebih besar yang mendekati.
Vs = Vm + Vc, Volt
Vc = (L/100) x Voltage, Volt
Keterangan :
Vs = surface voltage, Volt
Vm = motor voltage, Volt
Vc = correction voltage, Volt
L = Panjang kabel, ft
Voltage drop = kehilangan voltage, volt/100
148
Menentukan besarnya tegangan transformer yang diperlukan dihitung dengan
persamaan berikut :
T = Vs x lm x 1,73 / 1000 , KVA
Keterangan :
T = ukuran transformer, KVA
Vs = Surface voltage, Volt
Im = Ampere motor, Ampere
149